Professional Documents
Culture Documents
NIM : 1406118199
KELAS : THP-A
A. PENGOLAHAN TEH
Pada dasarnya, produk yang berbasis teh mempunyai spektrum industri yang
sangat luas yang mencakup teh untuk minuman yang meliputi teh kemasan ( packet
tea), tea bag, instant tea , flavoured tea , teh wangi (teh melati), decafeinated tea ,
dan aneka minuman siap saji ( ready to drink tea ) antara lain teh botol, teh kotak
( tetrapack tea ), canning tea , fermented tea, fruit tea, ice tea, tea cola , dan foamy
tea.
Teh untuk bahan campuran makanan antara lain dalam bentuk tea-candies, tea-
noodles, tea biscuits, tea-cake, tea-rice, tea-porridge, tea-ice-cream, dietary food dan
teh untuk keperluan industri pewarna makanan dan pengawet makanan alami. Teh
untuk industri farmasi antara lain dalam bentuk teh jamu, food supplement , cafein,
catechin (anti kanker), tea flavin , tea rubigin , vitamin (B,C,E) dan fluoride.
Teh untuk keperluan industri toiletries dan disposable under wear karena
adanya sifat anti mikroba dari teh. Kandungan fluor yang tinggi dalam teh telah
mendorong penggunaan teh untuk industri pasta gigi, dan obat kumur. Teh untuk
industri kosmetik antara lain perfume, beuty oil dari minyak biji teh, deodorant dan
aneka bahan pewarna kosmetik. Teh untuk biopestisida antar lain berupa disinfectant
dan saponin dari biji teh untuk pembasmi hama udang.
Saat ini konsumsi teh dunia masih didominasi oleh penggunaan teh sebagai
produk minuman. Dari sejumlah produk minuman teh jadi tersebut, ternyata tea bag
merupakan produk yang paling banyak dikonsumsi didunia yang diperkirakan
mencapai 80% dari total konsumsi teh untuk minuman. Produk-produk tertentu
mampu menguasai pasar tertentu, misalnya canning tea mampu menguasai 22% dari
total pasar minuman Jepang. Demikian pula ice tea yang berasal dari instant tea
mampu menguasai 30% dari total teh di Amerika Serikat.
Pasar dalam negeri Indonesia sendiri merupakan pasar yang sangat besar dan
potensial, mengingat konsumsi teh di Indonesia masih sangat rendah yaitu hanya 288
gram/kapita/tahun. Diperkirakan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
manfaat minum teh bagi kesehatan, meningkatnya daya beli masyarakat dan adanya
berbagai promosi baik promosi generik dari FAO maupun promosi merk dari para
produsen teh maka konsumsi teh di Indonesia akan meningkat mencapai sekitar 600
gram/kapita/tahun. Tingkat konsumsi tersebut sama dengan tingkat konsumsi teh per
kapitan di negara-negara produsen teh lainnya seperti India, China, dan Srilangka.
Di Indonesia jenis minuman teh yang populer sehingga mampu mengalahkan
pangsa pasar dari carbonated drink adalah teh botol. Saat ini pangsa pasar teh botol
mencapai 28% dari total pasar minuman di Indonesia, sementara pangsa pasar
carbonated drink adalah 27%. Pangsa pasar terbesar masih dikuasai oleh air minum
mineral dalam kemasan (42%).
Produsen sekaligus eksportir teh dunia didominasi oleh lima negara yaitu Sri
Langka, Kenya, India, China dan Indonesia. Pangsa produksi kelima negara tersebut
terhadap total produksi dunia pada tahun 1998 mencapai 76,5%, sedangkan pangsa
ekspornya mencapai 80,3%. Urutan pangsa produksi mulai dari yang terbesar adalah
India (29,4%), China (22,4%), Kenya (9,9%), Sri Langka (9,5%), dan Indonesia
(5,6%). Karena jumlah pada pola konsumsi di kelima negara tersebut berbeda, urutan
pangsa ekspor menjadi sebagai berikut: Sri Lanka (21,0%), Kenya (20,8%), China
(17,2%), India (16%) dan Indonesia (5,3%).
Produk Teh Berdasarkan Proses Pengolahan
1. Teh Hitam > fermentasi penuh
2. Teh Oolong > fermentasi sebagian
1. The Hitam
Tahap pengolahan :
a. Proses Pelayuan
- Menggunakan kotak untuk melayukan daun (Whithering trought),
merupakan kotak yang diberikan kipas untuk menghembuskan angin
ke dalam kotak.
- Pembalikan pucuk 2 - 3 kali untuk meratakan proses pelayuan.
b. Proses Penggilingan Bertujuan untuk memecah sel-sel daun, agar proses
fermentasi dapat berlangsung secara merata.
- Proses Pengeringan
- Menggunakan ECP drier (Endless Chain Pressure drier) & Fluid bed
drier.
c. Kadar air produk yang dihasilkan 3 - 5 %
2. Teh Oolong
Teh tersebut adalah gabungan teh hitam dan teh hijau. Teh tersebut difermentasi
dengan cepat, sesudah dan sebelum penggulungan. Warna daunnya setengah
coklat. Proses pembuatan teh oolong ( teh semi fermentasi ):
a. Daun teh segar (kadar air 75 - 80 %)
b. Pelayuan dengan sinar matahari ( 90 menit )
c. Pelayuan dan pengayakan dalam ruangan (4-7 jam )
d. Pengeringan I dengan sistim Panning ( proses tersebut dilakukan dengan
cara melewatkan daun pada lorong / silinder panas (suhu permukaan 300° -
350° C), dengan tujuan untuk menghambat proses oksidasi enzimatis.
e. Penggulungan ( 5-12 menit )
f. Pemotongan
g. Pengeringan II.
3. Teh Hijau
Tahap pengolahan :
a. Proses Pelayuan
- Setelah penerimaan pucuk dari kebun, daun teh ditebar & diaduk-aduk
untuk mengurangi kandungan air yang terbawa pada daun.
- Setelah itu daun teh dilayukan dengan melewatkan daun tersebut pada
silinder panas ± sekitar 5 menit (sistim panning) atau dilewatkan
beberapa saat pada uap panas bertekanan tinggi (sistim steaming),
proses pelayuan ini bertujuan untuk mematikan aktivitas enzim
sehingga akan menghambat timbulnya proses fermentasi.
- Menurunkan kadar air menjadi sekitar 60 - 70 %.
b. Proses Pendinginan
- Bertujuan untuk mendinginkan daun setelah melalui proses pelayuan.
d. Proses Pengeringan
- Proses pengeringan yang pertama dilakukan adalah dengan
menggunakan ECP drier, kemudian setelah itu langsung dilanjutkan
dengan pengeringan menggunakan rotary drier.
- Proses pengeringan pertama akan menurunkan kadar air menjadi 30 -
35 %, dan akan memperpekat cairan sel.
- Proses ini dilakukan pada suhu sekitar 110° - 135° C selama ± 30
menit.
- Proses pengeringan kedua akan memperbaiki bentuk gulungan daun,
suhu yang dipergunakan berkisar antara 70° - 95° C dengan waktu
sekitar 60 - 90 menit.
- Produk teh hijau yang dihasilkan mempunyai kadar air 4 - 6 %.
e. Proses sortasi
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan teh hijau dengan berbagai
kualitas mutu:
Peko (daun pucuk).
Jikeng (daun bawah / tua).
bubuk / kempring (remukan daun).
tulang
B. PENGOLAHAN KOPI
Kopi adalah salah satu komoditi andalan Indonesia. Hasil komoditi ini
menempati urutan ketiga setelah karet dan lada. Pada tahun 2008 produksi kopi di
Sumatera Selatan telah mencapai 155.372 ton terbagi dalam beberapa daerah
penghasil kopi. Perkembangan areal tanaman kopi rakyat yang cukup pesat di
indonesia, perlu didukung dengan kesepian sarana dan metoda pengolahan yang
cocok untuk kondisi petani sehingga mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu
seperti yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu
yang pasti, diikuti dengan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan pasokan
yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa prasyarat yang dibutuhkan
agar biji kopi dapat dipasarkan pada tingkat harga yang mengutungkan.
Seiring dengan meningkatnya produksi kopi Indonesia, banyak hal yang
ditemukan menjadi hambatan dalam peningkatan produksi. Kopi Indonesia memiliki
mutu yang rendah, karena kurang baiknya penanganan yang dilakukan oleh petani
seperti yang kita ketahui bahwa lebih dari 90 % kopi di Indonesia diusahakan rakyat,
disamping itu teknologi pengolahan yang masih sederhana.
Untuk memenuhi prasyarat di atas pengolahan kopi rakyat harus dilakukan
dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah. Buah kopi hasil panen, seperti
halnya produk pertanian yang lain, perlu segera diolah menjadi bentuk akhir yang
stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Kriteria mutu biji kopi
yang meliputi aspek, citarasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan
konsistensi sangat ditentukan oleh perlakukan pada setiap tahapan proses
produksinya. Oleh karena itu tahapan proses dan spesifikasi pengolahan kopi yang
menjamin kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. Demikian juga perubahan
mutu yang terjadi pada setiap proses perlu dimonitor secara rutin supaya mendapat
hasil yang diinginkan.
Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu (fisik,
kimiawi, kontaminasi dan kebersihan) harus diawasi sangat ketat karena menyangkut
citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil (rendemen) dan efesiensi produksi. Untuk
mendapat hasil pengolahan yang optimal. Proses pengolahan produk sekunder (kopi
bubuk) sebaiknya dilakukan secara kelompok. Unit produksinya diharapkan menjadi
salah satu bagian integral dari kegiatan pengolahan produk primernya sehingga
pasakon bahan baku terjamin.
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Penyangraian
merupakan proses yang tergantung waktu dan temperatur, dimana senyawa-senyawa
kimia di dalam kopi akan berubah dengan hilangnya massa kering kopi yang
sebagian besar adalah karbondioksida dan gas-gas volatil lainnya sebagai produk dari
pirolisis. Sekitar setengah dari karbondioksida yang dihasilkan akan tertahan dalam
kopi yang telah disangrai bersama-sama dengan senyawa flavor penting yang bersifat
volatile.
Buah kopi biasanya dipasarkan dalam bentuk kopi beras, yaitu kopi kering
yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Pengolahan buah kopi
bertujuan memisahkan biji kopi dari kulitnya dan mengeringkan biji tersebut
sehingga diperoleh kopi beras dengan kadar air tertentu dan siap dipasarkan.
Kadar kopi beras optimum adalah 10-13%. Bila kadar air kopi beras lebih dari
13 %,biasanya akan mudah terserang cendawan, sedangkan bila kurang dari 10 %
akan mudah pecah. Pengolahan buah kopi hingga diperoleh kopi beras dengan kadar
air 10-13% akan menurunkan bobot kopi hingga menjadi 22 %, kopi arabika menjadi
18%, dan kopi liberika sekitar 12 %.
Pengolahan buah kopi dilakukan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Pengolahan kering
2. Pengolahan basah
1. Pengolahan Kering
Tahap pengolahan :
a. Sortasi gelondang
Sortasi gelondong sudah mulai dilakukan sejak pemetikan, tetapi
harus diulangi lagi pada waktu pengolahan. Sortasi pada awal pengolahan
dilakukan setelah kopi datang dari kebun. Kopi yang berwarna hijau,
hampa, dan terserang bubuk disatukan. Sementara kopi berwarna merah
dipisahkan karena akan menghasilkan kopi bermutu baik.
b. Pengeringan
Kopi yang sudah dipetik dan disortasi harus segera dikeringkan agar
tidak mengalami proses kimia yang dapat menurunkan mutu. Pengeringan
dapat dilakukan secara alami dan pengeringan secara buatan.
d. Sortasi Biji
Sortasi biji dimaksudkan untuk membersihkan kopi beras dari kotoran
sehingga memenuhi syarat mutu dan mengklasifikasikan kopi tersebut
menurut standar mutu yang ditetapkan. Secara garis bersar, sortasi kopi
asalan (kopi dari petani yang belum disortasi) dibagi menjadi beberapa
tahap, yaitu sebagai berikut:
- Sortasi penggolongan asal, jenis kopi, dan cara pengolahan
- Sortasi untuk membersihkan kotoran
- Sortasi hingga diperoleh syarat mutu
d. Pengeringan (drying)
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji
kopi yang semula 60-65% menjadi sekitar 20%. Pengeringan dapat
dilakukan dengan penjemuran atau pengeringan dengan alat pengering.
Hal ini dilakukan agar dapat mempermudah dalam proses berikutnya yaitu
pengupasan kulit tanduk. Penjemuran merupakan cara paling mudah dan
murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas
para-para atau lantai penjemuran atau dengan alat penjemuran dengan
ketebalan hamparan biji kopi sekitar 2-3 cm lapisan biji. Pembalikan
dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih basah. Rata-rata pengeringan
antara seminggu sampai 10 hari.