You are on page 1of 11

SYI’AH II

(Syi’ah Sab’iyah dan doktrinnya, syarat imam Syi’ah Sab’iyah, Syi’ah Zaidiyah
dah doktrinnya, Syi’ah Ghulat dan doktrinnya)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


ILMU KALAM
Dengan Dosen Pengampu:
Muhammad Endy Fadlullah, M.Fil.I

Disusun oleh :

Moh. Irfan Hidayatulloh


(2022390101727)
Muhammah Firdaus
(2022390101696)
Riska Dina Lutfiana
(2022390101704)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
GENTENG - BANYUWANGI
2023

I. Pendahuluan
Sejarah Islam mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam aliran
besar dalam Islam. Keduanya adalah Ahlusunnah (Sunni) dan Syi’ah. Tak dapat
dipungkiri pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap kali terlibat konflik
kekerasan satu sama lain.
Ketegangan Sunni-Syiah, dengan disertai propaganda anti-Syiah,
memunculkan kecurigaan yang bersifat konfrontatif di tengah masyarakat awam.
Padahal, antara kedua mazhab tersebut tidak ada perbedaan secara prinsip
keimanan dan secara kesatuan pijakan (yakni sama-sama merujuk pada Al-
Quran dan hadis). Artinya, baik mazhab Sunni maupun Syiah lebih mudah untuk
dicarikan titik persesuaiannya, ketimbang mempertajam perbedaannya, sehingga
keduanya dapat bersatu dalam mempererat ukhuwah dan menjunjung tinggi nilai-
nilai keislaman dan kemanusiaan (Aziz Jayana, Thoriq. 2022;92).
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang
muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran
teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada
sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah setelah
wafatnya Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang
berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah meninggal dunia adalah keluarga
sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus
dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya.

2
Mengenai kemunculan syiah dalam sejarah terdapat perbedaan pendapat
dikalangan para ahli. Ada yang mengatakan syiah muncul pada masa
khalifah Utsman bin Affan, ada juga yang mengatakan syiah muncul ketika
peperangan siffin terjadi yang kemudian terpecah menjadi dua kelompok
salah satunya adalah yang mendukung khalifah Ali bin Abi Thalib.
Syiah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali),
pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para pengikut
Ali yang disebut syi’ah itu diantaranya adalah Abu dzar Al-Ghiffari, Miqad bin
al-Aswad, dan Ammar bin Yasir.
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan
dengan masalah pengganti (khilafah) Nabi Muhammad SAW. Mereka menolak
kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan karena dalam
pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang berhak menggantikan Nabi
(Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2011:89-90).
Kelompok syi’ah yang minoritas menganggap bahwa peran ini harus tetap
dipegang oleh keluarga Nabi dan karenanya mendukung Ali bin Abi Thalib.
Jabatan kepemimpinan Ali ini dianggap mereka atas dasar penunjukan (ta’yin)
dan wasiat (nash). Mereka yang mendukung Ali inilah yang disebut golongan
Syi’ah (Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas,2014:176).
Dalam perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifan ahl al-bait
dihadapkan Dinasti Amawiyah dan Abasiyah, Syi’ah juga mengembangkan
dokrin-dokrinnya. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun
iman, yaitu tawhid (kepercayaan kepada keesaan Allah); nubuwwah (kepercayaan
kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup akhirat); imamah
(kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak ahl al-bait); dan adl
(keadaan ilahi). Dalam Eksiklopedi Islam Indonesia , ditulis bahwa perbedaan
antara Sunni dan Syi’ah terletak pada doktrin imamah. Selanjutnya, meskipun
mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak bisa mempertahankan
kesatuannya. Dalam perjalan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi
beberapa sekte. Perpecahan yang terjadi di kalangan Syi’ah terutama dipicu oleh

3
masalah doktrin imamah. Di antara sekte-sekte Syi’ah adalah Itsna Asyariah,
Sabi’ah, Zuidiah, dan Ghullat (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2019:115).
II. Pembahasan
A. Syi’ah Sab’iyah dan doktrinnya
1. Asal-usul Syi'ah Syab'iah
Kemunculan Syi'ah Sab'iah dan Syi'ah Itsna 'Asyariah yaitu setelah wafatnya
imam keenam, Abu Abdullah Ja'far Shadiq pada tahun 148 H. Sebagai pengganti
Abdullah Ja'far Shadiq, sekte sab'iyah meyakini bahwa penggantinya adalah
Ismail putra dari Ja'far Shadiq. Ismail sendiri telah ditunjuk oleh ayahnya. Namun
Ismail wafat mendahului ayahnya. Walaupun beliau telah wafat, satu kelompok
syi'ah tetap mempercayai dan menganggap bahwa Ismail sebagai Imam Ketujuh.
Kepercayaan yang terhenti pada Ismail bin Ja’far shadiq sebagai Imam Ketujuh
ini menjadikah Syi'ah Ismailiyah disebut juga Syi’ah Sab'iah (Oki Setiana
Dewi,2016).
Syi’ah Sab’iah dinamakan juga Syi'ah Isma'iliyah karena dinisbatkan pada
imam ketujuh, Ismail bin Ja'far Ash-Shadiq. Berikut tujuh Imam yang dipercaya
oleh Syi'ah Syab'iah ialah:
1. Ali bin Abi Thalib
2. Hasan bin Ali
3. Husein bin Ali
4. Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al- Baqir
6. Ja'far Ash-Shadiq
7. Ismail bin Ja'far Ash-Shadiq (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2019:118)
Terdapat dalam beberapa riwayat, yang mengemukakan bahwa ayah Ismail
yaitu Imam Ja'far berupaya meyakinkan kelompok Syi’ah yang meyakini bahwa
Ismail belum wafat. Menurut Ja'far yang meninggal adalah jasad Ismail
(diambilnya ruh dari jasad), sebagaimana yang terjadi pada Nabi Isa AS,
diangkatnya ruh oleh Allah SWT kemudian akan diturunkan pada hari kiamat.
Akan tetapi tetap saja ada kelompok yang tidak percaya bahwa Ismail meninggal
sebagaimana Nabi Isa, dan akan hadir kembali dihari kiamat sebagai penyelamat
4
(Oki Setiana Dewi,2016). Salah satu kelompok yang tidak percaya bahkan
membatalkan Ismail bin Ja'far sebagai Imam adalah Syi'ah Ay'ariah dengan alasan
Ismail berkebiasan tidak terpuji dan juga karena dia telah wafat (143H/760 M).
Menurut Sekte Asy'ariah yang seharusnya menggantikan Ja'far adalah Musa Al-
Kadzim, yaitu adik Ismail. Syi'ah sab'iah menolak pembatalan tersebut dan tetap
menganggap Ismail sebagai Imam ketujuh. Dan sepeninggalnya diganti oleh
putranya yang tertua, Muhammad bin Ismail (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar,
2019:118-119).
2. Doktrin Syi’ah Sab’iyah
Islam dibangun oleh tujuh pilar menurut kepercayaan para pengikut Syi'ah
Sab'iah, sebagaimana dijelaskan Al-Qadhi An-Nu'man dalam Da'aim Al-Islam.
Tujuh pilar tersebut adalah: Iman, Taharah, Shalat, Zakat, Saum (puasa),
Menunaikan haji, Jihad.
Pandangan Syi'ah Syab'iah tentang keimanan, bahwa keimanan hanya bisa
diterima apabila sesuai dengan keyakinan mereka, melalu kesetiaan kepada imam
zaman. Syi'ah Sab'iah mendasarkan tentang imam zaman ini pada sebuah hadits
Nabi Muhammad SAW. Yang terjemahan bahasa Indonesianya, “(Ia telah wafat
dan waktu kewafatannya masih belum diketahui sampai kini). Hadist seperti ini
terdapat dalam sekte Itsna Asy'ariyah dan Syab'iah namun tidak mencantumkan
imam zaman. Posisi Imam sangat penting dalam sekte ini, karena akan
membimbing manusia pada pengetahuan (ma'rifat) yang kemudian dari
pengetahuan itu seorang muslim akan menjadi seorang mukmin yang sebenar-
benarnya, dan membimbing manusi pada kehidupan spiritual, kehidupan formal-
materiil sebagai makhluk individu maupu sosial. Sekte ini berpandangan bahwa
manusia tidak bisa melalui kehidupan tanpa bimbingan (imam).
Ajaran Syi'ah Sab'iah sama dengan ajaran sekte lainnya, yang membedakan
hanyalah pada konsep kemaksuman imam yang ekstrem. memiliki pandangan
bahwa Al- Qur’an selain memiliki makna lahir juga memiliki makna
batin(tersembunyi) yang mungkin hanya dapat dimiliki orang-orang tertentu
(imam), kepercayaan inilah Syi'ah Sa'biah diberi gelar Al-Bathiniyah. Ajaran

5
berikutnya adalah menggunakan prinsip takwil dalam menjelaskan maksud Al-
Qur’an.
3. Syarat imam Syi’ah Sab’iyah
Syarat-syarat seorang imam dalam pandangan Syi'ah Sab'iah adalah sebagi
berikut:
a. Imam harus dari keturunan 'Ali melalui perkawinannya dengan Fathimah
yang dikenal dengan Ahlul Bait.
b. Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Penunjukan disini yaitu
dilakukan oleh imam terdahulu. Seperti yang diyakini Syi'ah bahwa
setelah wafatnya Nabi Muhammad, Ali menjadi imam berdasarkan
penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum wafat.
c. Keimaman jatuh pada anak tertua. Syi'ah Sab'iah menggariskan seseorang
dapatmemperoleh keimaman dengan jalan wiratsah (heredity) dan
seharusnya merupakan anak paling tua.
d. Imam harus maksum. Harus terjaga dari salah satu dosa. Bahkan menurut
sekte ini walaupun imam melakukan perbuatan salah, perbuatan itu tidak
salah.
e. Imam harus dijabat oleh seorang yang paling baik. Syi'ah Sab'iah tidak
membolehkan adanya imam mafdhul. Dalam pandangannya perbuatan dan
ucapan imam tidak boleh bertentangan dengan syariat, karena seorang
imam sifat dan kekuasaannya hampir sama dengan nabi, yang
membedakan adalah seorang imam tidak mendapatkan wahyu (Abdul
Rozak dan Rosihon Anwar, 2019:119-121).
B. Syi’ah Zaidiyah dan doktrinnya
1. Asal usul Syi’ah Zaidiyah
Setelah wafatnya Ali Zainal Abidin (imam keempat) sekte Zaidiah
terbentuk. Golongan ini mengusung Zaid sebagai imam kelima pengganti Ali

Zaenal Abidin (Oki Setiana Dewi,2016). Sekte ini berbeda dengan sekte Syi’ah
lainnya yang mengakui Muhammad Al-Baqir, anak Zainal Abidin yang lain,
sebagai imam ke lima. Dari nama Zaid pula sekte ini dinamakan Zaidiyah.

6
Sekte ini merupakan sekte Syi'ah yang moderat dan merupakan sekte yang
paling dekat dekat dengan Sunni (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2019:123).
2. Doktrin Imamah menurut Syi'ah Zaidiyah
Syi’ah Zaidiyah mengembangkan doktrin imamah yang khas, yaitu
sekte ini menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang imam yang
mewarisi kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Selanjut seorang imam harus
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Merupakan keturunan ahlul bait, baik yang bergaris hasan maupun husen.
b. Memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya
mempertahankan diri atau menyerang
c. Kecenderungan intelektualitasme yang dibuktikan dengan ide dan
karya dalambidang keagamaan.
d. Mereka menolak kemaksuman imam. Seseorang dapat dipilih menjadi
imam meskipun mafdhul (bukan yang terbaik), sementara pada saat yang
sama ada yang afdhal.
Dengan doktrin seperti ini, Syi'ah Zaidiah sering mengalami krisis dalam
keimanan. Faktor penyebab nya adalah karena terbukanya kesempatan untuk
memproklamasikan diri sebagai imam dari setiap keturunan ahlul bait, dan tidak
seorang pun yang memprolamasikan diri atau pantas diangkat sebagai imam
(Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2019:124)
Sekte Zaidiyah ini mengakui keabsahan khilafah atau imamah Abu Bakar
As- Siddiq dan Umar bin Khattab, juga imamah tidak harus dengan nas tetapi
boleh dengan ikhtiar (pemilihan), dan sekte ini beraliran teologi Mu'tazilah
karena adanya hubungan dekat antara Wasil bin Atha dengan Zaid bin Ali
sehingga tokoh-tokoh mu'tazilah berasal dari sekte Zaidiyah, seperti Qadir Abdul
Jabbar, penulis kitab Syarh al-usul al-Khamsah (Ratu Suntiah dan Maslani,
2014:76).
C. Syi’ah Ghulat dan doktrinnya
1. Asal usul penamaan Syi'ah Ghulat

Kata “ghulat” berasal dari ghala-yaghulu-ghuluw yang artinya


7
bertambah dan naik. Ghalah bi ad-Din artinya memperkuat dan menjadi
ekstrem sehingga melampaui batas. Golongan ini memuja Ali bin Abi Thalib
sangat berlebihan, bukan hanya kepada Ali saja kepada imam-imam yang
lainpun sama, menganggap para imam bukan manusia biasa, Melainkan
jelmaan Tuhan bahkan dianggap Tuhan itu sendiri (Ratu Suntiah dan Maslani,

2014:79). Ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Rasul setelah
Nabi Muhammad SAW. Pendapat ekstrem tersebut yang menjadikan kelompok
ini diberi gelar ekstrem (ghuluw) (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2019:124).
Menurut Ibnu Khaldun dan ulama-ulama Syi'ah, sekte ini dipandang
golongan yang sesat dan tidak diakui sebagai sekte Syi’ah, bahkan juga tidak
sebagai golongan Islam sekalipun, karena telah jauh menyimpang dari ajaran
Islam terutama masalah tauhid, seperti mengutuk Ali binAbi Thalib karena
tidak menuntuk hak sebagai pengganti atau khalifah sesudah Nabi Muhammad
SAW, padahal inti ajaran syi'ah itu memuliakan Ali (Ratu Suntiah dan Maslani,
2014:79).
Sekte ekstrem ini dianggap telah punah dan sangat sulit dilacak
genealogi pemikiran dari tiga kelompok besar sekte Syi’ah lainnya (Syi'ah Itsna
‘Asyariyah, Syi'ah Syab’iah, Syiah Zaidiah). Sekte ini dipandang telah keluar
dari Islam sehingga keberadaannya juga dianggap telah punah (Oki Setiana
Dewi,2003:227).
2. Golongan dan Doktrin-doktrin Syi'ah Ghulat
Syi’ah Ghulat terdapat dalam dua golongan yaitu golongan As-
Sabaiyah dan Al- Gurabiyah.
a. Golongan As-Sabaiyah berasal dari nama Abdullah bin Saba, yang
menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai jelmaan Tuhan atau bahkan
Tuhan itu sendiri. Menurut golongan ini Ali masih hiduo, yang terbunuh
di Kuffah bukanlah Ali, melainkan yang diserupakan Tuhan dengan Ali.
b. Golonga Al-Gurabiyah, merupakan golongan yang tidak seekstrim
As-Sabaiyah dalam memuja Ali. Menurut golongan ini, Ali merupakan
manusia biasa, tetapi seharusnya Ali bin Abi Thalib yang menjadi

8
utusan Allah SWT, bukan Nabi Muhammad SAW. Mereka
berpandangan Malaikat Jibril salah alamat dalam menyampaikan wahyu,
sehingga Allah menganggkat Nabi Muhammad SAW bukan Ali bin Abi
Thalib (Ratu Suntiah dan Maslani, 2018:79-80).
Menurut Syahrastani, yang membuat mereka ekstrem adalah empat doktrin
dibawah ini:
1. Tanasukh, adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat
pada jasad lain. Paham ini diambil dari Falsafah Hindu.
2. Bada' adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya
sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan
perbuatan kemudian memerintahkan sebaliknya.
3. Raj'ah ada hubungannya dengan mahdiyah. Paham ini terdapat dalam
ajaran seluruh syi’ah. Syiah Ghulat memercayai Imam Mahdi Al-
Muntazhar yang akan datang ke bumi. Seluruh Syi’ah berbeda pendapat
tentang siapa yang akan kembali.
4. Tasbih artinya menyerupakan atau mempersamakan, seperti
menyerupakan salah seornag imam dengan Tuhan atau menyerupakan
Tuhan dengan makhluk. Paham ini diambil dari paham Hululiyah dan
tanasukh dengan khalik (Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, 2019:124).

III. Penutup
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang
muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran
teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada
sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah setelah
wafatnya Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang
berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah meninggal dunia adalah keluarga
sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus
dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya.
Syi’ah mempunyai lima rukun iman, yaitu tawhid (kepercayaan kepada
keesaan Allah); nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan
9
akan adanya hidup akhirat); imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang
merupakan hak ahl al-bait); dan adl (keadaan ilahi). Perbedaan antara Sunni dan
Syi’ah terletak pada doktrin imamah. Selanjutnya, meskipun mempunyai landasan
keimanan yang sama, Syi’ah tidak bisa mempertahankan kesatuannya. Dalam
perjalan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte.
Perpecahan yang terjadi di kalangan Syi’ah terutama dipicu oleh masalah doktrin
imamah. Di antara sekte-sekte Syi’ah adalah Itsna Asyariah, Sabi’ah, Zuidiah,
dan Ghullat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Jayana, Thoriq. “Studi Syiah: dalam Tinjauan Historis, Teologis, Hingga
Analisis Materi Kesyiahan di Perguruan Tinggi Islam”. Jurnal akamedika
vol 16 No. 1 (2021)
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2013)
Amin Nurdin & Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: AMZAH,
2014)
Oki Setiana Dewi, “Syiah: Dari Kemunculannya Hingga Perkembangannya di
Indonesia, Jurnal Studi Al-Qur'an, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol 12
No 2 (2016)
Ratu Suntiah dan Maslani, Ilmu Kalam,(Bandung: CV. Armico, 2018)

You might also like