Professional Documents
Culture Documents
Fiqih KB 3
Fiqih KB 3
CAPAIAN
Capaian PEMBELAJARAN
Pembelajaran
POKOK-POKOK MATERI
POKOK-POKOK MATERI
1
DAFTAR ISI
CAPAIAN PEMBELAJARAN ................................................................................................. 1
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN ........................................................................................ 1
POKOK-POKOK MATERI ...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
URAIAN MATERI.................................................................................................................... 3
A. Konsep Bank dalam Ajaran Islam .................................................................................. 3
1. Pengertian Bank .......................................................................................................... 3
B. Bank Syariah ................................................................................................................... 4
C. Rente atau Bunga Bank ................................................................................................... 7
1. Pengertian Rente atau Bunga Bank ............................................................................. 7
2. Hukum Rente atau Bunga Bank .................................................................................. 8
3. Ikhtilaf Hukum Bunga Bank .................................................................................... 11
D. Konsep Riba dalam Ajaran Islam ................................................................................. 14
1. Pengertian, Jenis dan Hukum Riba ........................................................................... 14
2. Tahapan Pengharaman Riba ...................................................................................... 17
3. Hikmah Keharaman Riba .......................................................................................... 19
E. Konsep Fee dalam Ajaran Islam ................................................................................... 22
1. Pengertian dan Hukum Fee ....................................................................................... 22
REFLEKSI ............................................................................................................................... 22
CONTOH SOAL ..................................................................................................................... 23
TINDAK LANJUT BELAJAR................................................................................................ 24
GLOSARIUM .......................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25
2
URAIAN MATERI
URAIAN MATERI
3
Ada dua jenis Bank di Indonesia, yaitu bank konvensional dan bank syariah.
Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara
konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan
Bank Perkreditan Rakyat. Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
B. Bank Syariah
Bank Syariah adalah sebuah Lembaga keugangan yang melakukan
penghimpunan dana nasabah dan menginvestasikannya dengan tujuan
membangkitkan ekonomi masyarakat muslim dan merealisasikan hubungan kerja
sama Islami berdasarkan syariah Islam. Diantara konsep paling penting adalah
menjauhi transaksi ribawi dan akad-akad yang dilarang.
4
amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak
menggunakan dana tersebut tanpa harus membayar imbalannya. Namun bank harus
menjamin bahwa dana itu dapat dikembalikan tepat pada waktu pemilik deposito
memerlukannya.
Keempat, murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur). Syarat murabahah antara lain bahwa pihak
bank harus memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga
pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plusnya.
Kelima, Qard hasan (pinjaman yang baik). Bank Islam dapat memberikan
pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang
memiliki deposito di bank Islam.
Keenam, Ijarah, yaitu akad sewa-menyewa antara satu atau dua orang, atau
antara satu lembaga dengan lembaga lain berdasarkan prinsip syariah.
5
melaksanakan pekerjaannya untuk melayani kepentingan para nasabah misalnya
biaya materai, telepon dalam memberitahukan rekening dan lain-lain
Islam mendorong praktik bagi hasil yang dilakukan oleh bank syariah serta
mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana,
namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat
dijelaskan dalam tabel berikut:
6
C. Rente atau Bunga Bank
1. Pengertian Rente atau Bunga Bank
Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda yang berarti bunga. Fuad
Muhammad Fachruddin mendefinisikan bahwa rente ialah keuntungan yang
diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk melancarkan
perusahaan orang yang meminjam. Berkat bantuan bank yang meminjamkan uang
kepadanya, perusahaannya bertambah maju dan keuntungan yang diperolehnya juga
bertambah banyak.
Bunga adalah sejumlah uang yang dibayar atau tambahan untuk penggunaan
modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase
modal yang berkaitan dengan itu dan biasa dinamakan suku bunga modal.
Sedangkan bank (perbankan) adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya
adalah simpan-pinjam, memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kredit dengan modal
sendiri atau orang lain. Kegiatan perbankan adalah bergerak dalam bidang keuangan
dan kredit, serta mencakup dua fungsi penting, yaitu menciptakan uang dan sebagai
perantara pemberi kredit (Hasan, 2003).
Sedangkan secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest yang
berarti tanggungan pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari
uang yang dipinjamkan. Bunga bank juga diartikan adalah kelebihan jasa yang harus
dibayarkan kepada bank dari pihak peminjam atau pihak yang berhutang. Selain itu,
bunga bank sendiri juga dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh bank
yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan
kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga(tambahan) tetap
sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah sistem yang diterapkan oleh bank-
bank konvensional (nonIslam) sebagai suatu lembaga keuangan yang mana fungsi
utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang memerlukan
7
dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna untuk
investasi produktif dan lain-lain.
8
Dengan demikian, keharaman rentenir jelas karena termasuk kategori riba
yang diharamkan, di dalamnya terdapat kelebihan yang merugikan pihak peminjam,
sehingga pihak peminjam merasa teraniaya dan tertindas jika kelebihan dalam batas
kewajaran dan itu tidak merugikan salah satu pihak, maka tidak dinamakan riba yang
diharamkan. Dalil yang dijadikan dalil tentang keharaman riba terdapat dalam surat
al-Baqarah ayat 275:
9
Salah satu keberatan yang muncul terhadap sistem bunga bank adalah
ketentuan jumlah atau presentase bunga yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
Untuk mengatasi persoalan ini ditawarkan alternastif sistem bagi hasil yang berarti
nanti diperhitungkan untung dan rugi perusahaan, kemudian dibagi antara pemilik
asli dan pengguna modal, baik keuntungannya maupun kerugiannya. Tapi
pengelolaan sistem bagi hasil sebagaimana dijelaskan di muka yang sekarang
dipraktekkan oleh bank Islam menghadapi permasalahan yang sangkat kompleks
dan rumit serta tidak efisien.
Kembali tentang hukum bunga bank, mantan syekh dan seorang mufti Sayyid
Thantawi berbeda dengan pendahulunya Syekh Jad al-Haq. Thantawi menyatakan
bahwa bunga deposito berjangka di bank yang ditetapkan besar presentasenya
terlebih dahulu itu tidak haram menurut Islam. Fatwa ini sejalan dengan apa yang
ditulis oleh Rasyid Ridha dalam Tafsit al-Manar, “Tidak termasuk riba seseorang yang
memberikan kepada orang lain uang untuk diinfestasikan sambil menentukan baginya dari
hasil usaha tersebut kadar tertentu. Karena transaksi semacam ini menguntungkan bagi
pemilik dan pengelola modal. Sedangkan riba yang diharamkan itu merugikan salah satu pihak
tanpa alasan serta menguntungkan pihak lain tanpa usaha.”
10
Diriwayatkan dalam sebuah Hadits, bahwa Jabir pernah memberikan hutang
kepada Nabi. Ketika Jabir mendatanginya, Nabi membayar hutangnya dan
melebihkannya. Beliau bersabda:
Pertama, Kelompok pertama ini antara lain Abu Zahra, Abu A’la al-Maududi,
M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-
Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Mereka berpendapat bahwa bunga bank itu
riba nasiah yang mutlak keharamannya oleh karena itu, umat Islam tidak boleh
berhubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan
darurat. Terkait dengan kondisi yang tersebut terakhir ini, Yusuf Qardhawi berbeda
11
dengan yang lainnya, menurutnya tidak dikenal istilah darurat dalam keharaman
bunga bank, keharamannya bersifat mutlak.
Artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279).
12
Muhammadiyah masih ragu apakah ada unsur pemerasan dalam operasional
bank. Oleh karena itu Muhammadiyah menganggapnya syubhat tapi Muhammadiyah
membolehkannya jika dalam keadaan terpaksa saja.
Adapun beberapa ulama yang menilai boleh atau syubhat tentang bunga bank
dilatarbelakangi oleh beberapa argument sebagai berikut: Pertama, bahwa bunga
bank tidak berlipat ganda, tetapi hanya sebesar 4 %, 7 % atau 9 %. Sehingga, tidak
masuk dalam nash yang melarang riba (surat al-Baqarah:275) dan tidak masuk dalam
riba yang biasa dilakukan oleh bangsa Arab. Kedua, mereka berargumen bahwa kata
‘riba’ dalam syariat masih mujmal (global). Sebab ayat riba merupakan ayat paling
terakhir yang belum sempat dijelaskan oleh Rasulullah saw. Ketiga, Sebagian penulis
kontemporer seperti Dr. Ma’ruf ad Dawalibi beranggapan bahwa riba yang
diharamkan adalah riba qardh (pinjaman) untuk konsumsi. Riba ini dilakukan oleh
orang-orang yang memiliki kebutuhan mendesak dan dilunasi secara berlipat.
Adapun pinjaman untuk investasi seperti industry, perdaganagan maupun pertanian,
maka kelebihan itu tidak termasuk riba yang diharamkan. Keempat, mereka yang
membolehkan beranggapan bahwa bunga pinjaman investasi adalah suatu tuntutan
kebutuhan riil sehingga dibolehkan meskipun mengandung kemudharatan. Kelima,
mereka beranggapan bahwa bank adalah sebuah kebutuhan penting ekonomi di masa
modern. Keenam, bunga dapat dijadikan pengganti nilai uang yang hilang akibat
inflasi. Ketujuh, bahwa uang kertas adalah barang yang tidak ditimbang sehingga
bukan termasuk barang ribawi, tetapi merupakan jenis barang dagangan. Kedelapan,
bunga bank yang diberikan kepada pemilik harta dan ditentukan jumlahnya pada
hakikatnya tetap dan tidak bertambah atau berkurang sebab uang itu digunakan
13
untuk pengembangan modal yang diinvestasikan untuk proyek-proyek industry.
(Wahbah Zuhaili: 2011).
Berdasarkan pada tiga pandangan tentang hukum bank ada yang mengatakan
haram, syubhat dan boleh. Semuanya didasarkan pada argumentasi yang jelas dan
rasional. Tiga pandangan tersebut dapat disikapi dengan sikap moderat yakni nilai
tawassuth (mengambil jalan tengah) dengan cara menghindari sebaik mungkin untuk
melakukan pinjaman dana dari bank. Sebab bagaimana pun bank dibutuhkan
keberadaannya bagi masyarakat. Mereka yang membutuhkan dana besar untuk
usaha, tidak ada orang yang dapat memberikan pinjaman dalam jumlah besar kecuali
bank. Keharaman hukum bank untuk orang tertentu yang dia tidak punya
kemampuan untuk melakukan pembayaran pelunasan, bagi para pelaku usaha yang
membutuhkan dana besar dibolehkan karena untuk membangun kemaslahatan yang
lebih besar.
14
sebab masyarakat Arab sebelum Islam telah dikenal melakukan suatu kebiasaan
membebankan tambahan pembayaran atau semua jenis pinjaman yang dikenal
dengan sebutan riba. Juga disebut dengan riba jali atau qath’i, sebab dasar hukumnya
disebut secara jelas dan pasti. Sejarah mencatat bahwa praktek riba nasiah ini pernah
dipraktekkan oleh kaum Thaqif yang telah terbiasa meminjamkan uang kepada Bani
Mughirah. Setelah waktu pembayaran tiba, kaum Mughirah berjanji akan membayar
lebih banyak apabila mereka diberi tenggang waktu pembayaran. Sebagian tokoh
sahabat Nabi, seperti paman Nabi, Abbas dan Khalid bin Walid, keduanya pernah
mempraktekkannya sehingga turun ayat yang mengharamkannya yang kemudian
membuat heran orang musyrik, karena mereka telah menganggap jual beli itu sama
dengan riba. (Satria Effendi, 1988:147). Ayat tersebut menyatakan secara jelas:
ِّ َّ ُوم الَّ ِّذي يَتَ َخبَّطُه ِّ َّ
َ الش ْيطَا ُن ِّم َن الْ َم ِّ ذَل
َ ِِّ َََُّّْم قَالُوا إََِّّا الْبَ ْي ُع ُ ومو َن إََِّّل َك َما يَ ُق ِّ ين ََيْ ُكلُو َن
ُ الرَب ََل يَ ُق َ الذ
ِّ اَّللُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم
الرَب َّ َح َّل ِّ ِّمثْل
َ الرَب َوأ ُ
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.” (QS. 2:275)
15
ِّ ِّ
ضاء تمتفع عليه ْ فَا َّن م ْن َخ ِّْْيُك ْم أ
َ ََح َسنَ ُك ْم ق
Artinya: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik dalam
membayar hutangnya.” (HR. Bukhari Muslim).
16
meminta darinya keuntungan dan manfaat”. Paus Pius berkata “sesungguhya pemakan riba
akan kehilangan harga diri/kemuliaan dalam hidup di dunia dan mereka bukan orang yang
pantas dikain kapankan setelah mereka mati”. Adapun dalam pandangan Islam,
keharaman riba ditetapkan oleh al-Qur’an secara bertahap dan secara kronologis di
berbagai ayat yang jelas dan tegas yang mengharamkan dan mengancam pelaku riba.
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat
demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).(QS.: 30/39)
Pada priode Madinah turun ayat yang secara jelas dan tegas tentang
keharaman riba, terdapat dalam surat Ali Imran ayat 130
ۡ ۖ ۡ ِّ ۡ
﴾٠٩١ ٱَّللَ لَ َعلَّ ُك ۡم تُفلِّ ُحو َن ََٰ َض َعَٰفٖا ُّم
َّ ْض َع َفةٖۖ َوٱتَّ ُقوا ين ءَ َامنُواْ ََل ََت ُكلُواْ ٱلربََٰٓواْ أ ِّ َّ َٰٓ
َ ﴿َيَيُّ َها ٱلذ
َ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(QS:
3/130).
Ayat terakhir yang memperkuat keharaman riba terdapat dalam surat al-
Baqarah ayat 278-279:
ۡ ۡ
ٖ فَِّإن ََّّۡل تَف َعلُواْ فَأذَنُواْ ِِّبَ ۡرب٩٧٢ نيِّ ِّ ۡ ِّ ٱَّللَ َوذَ ُرواْ َما بَِّقي ِّم َن ِّ َّ﴿َيَيُّها ٱل
َ ٱلربََٰٓواْ إِّن ُكنتُم ُّمؤمن َ َّ ا
ْو ق
ُ َّين ءَ َامنُواْ ٱت
َ ذ َ ََٰٓ
ۡ ۡ
﴾٩٧٢ وس أ َۡم ََٰولِّ ُك ۡم ََل تَظلِّ ُمو َن َوََل تُظلَ ُمو َن ۡ ۡ ۡ ِّ ِِّّ َِّّ ِّمن
ُ ُٱَّلل َوَر ُسولهۦۖ َوإن تُب تُم فَلَ ُكم ُرء َ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
17
memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.( Baqarah/2: 278-279).
Dua ayat terakhir di atas mempertegas sebuah penolakan secara jelas terhadap
orang yang mengatakan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda. Allah
tidak memperbolehkan pengembalian hutang kecuali mengembalikan modal pokok
tanpa ada tambahan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim secara jelas riba
adalah perbuatan haram dan termasuk salah satu dari lima dosa besar yang
membinasakan. Dalam hadits yang lain, keharaman riba bukan hanya kepada
pelakunya saja tapi juga kepada semua pihak yang ikut membantu terlaksananya
perbuatan riba tersebut, hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim:
ترواه البخارى ومسلم. وكاتبه، وشاهديه، ومؤكله،لعن هللا هللا آكل الرب
Artrinya: Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberikan makannya, saksi-
saksinya dan penulisnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Secara rinci, keharaman riba dalam al-Qur’an secara bertahap, sejalan dengan
kesiapan masyarakat pada masa itu, seperti pelarangan minuman keras. Adapun
tahap-tahap pelarangan riba dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tahap pertama, bahwa riba akan menjauhkan kekayaan dari keberkahan Allah,
sedangkan shodaqoh akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda (QS. Ar-Rum:
39).
Tahap kedua, pada awal periode Madinah, praktik riba dikutuk dengan keras,
sejalan dengan larangan pada kitab-kitab terdahulu. Riba dipersamakan dengan
mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam
kedua belah pihak dengan siksa Allah yang pedih (QS. An-Nisa’: 160-161).
Tahap ketiga, keharaman riba dikaitkan pada suatu tambahan yang berlipat
ganda (QS. Ali Imron: 130). Ayat ini turun setelah perang Uhud yaitu tahun ke-3
Hijriyah. Menurut Antonio (2001: 49), istilah berlipat ganda harus dipahami sebagai
sifat bukan syarat sehingga pengertiannya adalah yang diharamkan bukan hanya
18
yang berlipat ganda saja sementara yang sedikit, maka tidak haram, melainkan sifat
riba yang berlaku umum pada waktu itu adalah berlipat ganda.
Tahap keempat merupakan tahap terakhir yang dengan tegas dan jelas Allah
mengharamkan riba, menegaskan perbedaan yang jelas antara jual beli dan riba dan
menuntut kaum Muslimin agar menghapuskan seluruh hutang-pihutang yang
mengandung riba (QS. Al-Baqarah: 278-279).
Lebih lanjut, Qardhawi bahwa dalam praktek riba terkandung potensi secara
psikologis yang dapat melemahkan kreativitas manusia untuk bekerja, sehingga
manusia melalaikan perdagangannya dan aktivitas ekonomi lainnya yang mampu
memutus kreativitas hidupnya. Dampak negatif ini muncul sangatlah beralasan
dikarenakan uang yang mengalir ke dalam sakunya diperoleh secara mudah tanpa
mengeluarkan keringat sehingga hidupnya bergantung kepada riba yang
diperolehnya tanpa usaha, sehingga muncul mental-mental manusia yang konsumtif
dan tidak produktif.
Selain itu, praktek riba berpotensi besar untuk menghilangkan nilai kebaikan
dan keadilan dalam hutang piutang. Transaksi hutang piutang yang pada mulanya
mengandung kebaikan karena di dalamnya terdapat unsur tolong menolong dalam
kehidupan sosial, akibat virus riba maka hutang piutang akhirnya berubah menjadi
sebuah praktek pemerasan terselubung yang akan mendorong pelakunya bermental
lintah darat yang memanfaatkan kebaikan hutang piutang. Selain itu, dilihat secara
moral, tegas Qardhawi riba sangat tidak memiliki nilai kemanusiaan karena di
dalamnya terdapat eksploitasi terhadap kaum lemah, hal ini menurut beliau karena
19
yang menjadi kebiasaan adalah orang yang memberi hutang adalah orang kaya dan
orang yang berhutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan hutang dari orang
yang miskin sangatlah tidak wajar dan bertentangan dengan sifat rahmah Allah swt.,
hal ini akan merusak sendi-sendi kehidupan sosial. (Qardhawi, 1994: 242-243)
Butir lain yang tidak kalah pentingnya dengan butit-butir terdahulu yang
diungkap Sabiq adalah bahwa praktek riba merupakan salah satu cara penjajahan.
Hal ini dapat dipahami karena sesungguhnya praktek riba adalah produk jahiliyah
20
yang berkembang sampai sekarang menjadi sebuah kekuatan ekonomi global yang
berbasis kapitalis yang jauh dari nilai tolong nenolong. Hal ini tentunya bertentangan
dengan ajaran Islam itu sendiri yang mengajak manusia agar dapat memberikan
pinjaman kepada yang memerlukan dengan baik semata untuk mendapat pahala
bukan mengekploitasi orang lemah. Hal ini diperkuat firman Allah swt.:
Selain itu, Wahbah Zuhaili juga mengungkapkan hikmah keharaman riba yaitu
mengakibatkan kesusahan bagi orang-orang yang membutuhkan, mematikan unsur-
unsur kasih saying dan rahmat bagi manusia, menghilangkan nilai tolong-menolong
dalam kehidupan, eksploitasi orang kaya terhadap orang miskin, dan menyebabkan
mudharat yang besar bagi masyarakat. Jika uang telah menjadi barang komersial
dengan tambahan tambahan ribawi baik secara tunai maupun tidak, maka rusaklah
sistem penilai barang-barang yang seharusnya bersifat terbatas dan tetap, tidak naik
dan tidak turun.
21
E. Konsep Fee dalam Ajaran Islam
1. Pengertian dan Hukum Fee
Fee artinya pungutan dana yang dibebankan kepada nasabah bank untuk
kepentingan administrasi, seperti keperluan kertas, biaya operasional, dan lain-lain.
Pungutan itu pada hakikatnya bisa dikategorikan bunga, tapi apakah keberadaannya
bisa dipersamakan dengan hukum bunga bank. Untuk menjawab masalah ini dapat
dikembalikan kepada pendapat ulama tentang hukum bunga bank itu sendiri. Bagi
kelompok ulama yang mengharamkan bunga bank, maka mereka pun
mengharamkan fee, karena berarti itu kelebihan, yaitu dengan mengambil manfaat
dari sebuah transaksi utang piutang. Tegasnya, mereka menganggap fee adalah riba,
meskipun fee itu digunakan untuk dana operasional. Sedangkan ulama yang
menghalalkan bunga bank dengan alasan keadaan bank itu darurat atau alasan
lainnya, mereka pun mengatakan bahwa fee bukan termasuk riba, oleh karena itu
hukumnya boleh selain alasan bahwa tanpa fee, maka bank tidak bisa beroperasi
maka keberadaan sesuatu sebagai alat sama hukumnya dengan keberadaan asal.
Dalam hal ini, hukum fee sama dengan bunga bank, yaitu boleh.
Fee dalam aktivitas masyarakat juga terus berkembang, setiap apa pun jasa
yang diberikan harus selalu diganti dengan bayaran yang disyaratkan. Seperti parkir
motor/mobil harus ada fee, praktik seperti ini sudah menjadi tradisi dalam suatu
masyarakat, sepanjang tidak memudharatkan, hukum fee seperti ini juga dibolehkan
selama tidak ada paksaan atau kerugian dari salah satu pihak.
Refleksi
REFLEKSI
Orang-orang yang memakan riba atau pelaku riba merupakan orang-orang yang
melanggar nilai-nilai moderasi beragama, diantaranya adalah nilai islah dan i’tiraf
‘urf. Sebab orang-orang yang senang dengan riba bukan memberikan rasa aman dan
damai (islah) di masyarakat tetapi justru membuat kekacauan dan konflik. Praktik
riba membuat orang buta mata sehingga tidak mampu membedakan antara
membantu atau menganiaya, orang yang memakan riba merasa dirinya membantu
22
orang lain yang kesusahan dengan memberikan pinjaman, padahal di sisi lain, ia telah
menjebak orang tersebut masuk ke dalam kehancuran dengan bunga yang terus
menumpuk dan tidak mampu dibayarkan olehnya. Selain itu, pelaku riba hanya
mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli dengan kesulitan orang lain. Sehingga
dirinya bukan orang yang islah (memberi rasa damai) tetapi ifsad (membuat
kerusakan).
Para pelaku riba juga melanggar nilai i’tiraf urf (mengakui tradisi), yakni tradisi
masyarakat yang sudah baik, yaitu tradisi saling tolong-menolong, saling berbagi dan
saling peduli terhadap sesama. Para pelaku riba telah menghancurkan tradisi-tradisi
baik di negeri ini dan mengganti dengan tradisi yang hanya mementingkan dirinya
sendiri, tidak menolong, tidak mau berbagi dan tidak peduli dengan sesama, sehingga
kehidupan masyarakat kembali kepada masyarakat jahiliyah yang mereka saling
bermusuh-musuhan, saling bunuh, dan saling menyakiti. Itulah bahaya riba yang
harus dihindari. Agar kita tetap saling berbagi dan peduli di antara kita, karena agama
kita memerintahkan untuk persatuan dan tolong-menolong.
Contoh Soal
CONTOH SOAL
Perhatikan pernyataan di bawah ini:
1. Ahmad pinjam ke Yanto sejumlah 5 juta rupiah, kemudian dalam waktu dekat
23
3. Ahmad pinjam ke Yanto sejumlah 5 juta rupiah, kemudian dalam waktu dekat
sudah terlalu lama (melewati janji pembayarannya), Ahmad pun minta waktu
untuk melunasinya dan berjanji nanti dikasih kelebihan 5 %.
5. Ahmad pinjam ke Yanto sejumlah 5 juta rupiah, kemudia dalam waktu dekat
TindakTINDAK
Lanjut Belajar
LANJUT BELAJAR
1. Simaklah sumber belajar dalam bentuk video pada LMS Program PPG. Baca
artikel kemudian lakukan analisis berdasarka isi artikel!
2. Kaitkan isi artikel dengan nilai-nilai anti korupsi dalam proses
pembelajarannya di sekolah/madrasah!
3. Ikuti tes akhir modul dan cermati hasil tesnya. Bila hasil tes akhir modul di
bawah standar minimum ketuntasan (70), maka Saudara melakukan
pembelajaran remedial dengan memperhatikan petunjuk dalam LMS program
PPG.
GLOSARIUM
Glosarium
24
Bank Konvensional : Lembaga keuangan berbasis bunga bank.
Ujroh : Upah
Rahn : Gadai
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Abul A’la al-Maududi, Bicara Tentang Bunga Bank dan Riba, alihbahasa: Isnando,
Jakarta: Pustaka Qalami, 2003.
Al-Mushlih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam. cet.
I, Jakarta: Darul Haq, 2004
Hasan, M Ali. (2003). Masail Fiqhiyah; Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga
Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.
Ikhwan, Wahyu. Riba dan Bungan Bank Perspektif Moh. Hatta, Tesis
diajukankepada Program Studi Hukum Islam, Program Pascasarjana UINSunan
Kalijaga Yogyakarta.
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah. Cet 17. Penerjemah Mahyuddin Syaf. Bandung. PT.
al-Ma’arif. 1996.
Wahbah Zuhaili, Fikih Islam wa Adillatuhu, Jilid 5. Penerjemah Abdul Hayyie al-
Kattani, dkk. 2011.
25