Professional Documents
Culture Documents
Pokok-Pokok Materi
1. Perkembangan kebudayaan Islam pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.
2. Perkembangan kebudayaan Islam pada masa Umar bin Khattab.
3. Perkembangan kebudayaan Islam pada masa Utsman bin Affan.
4. Perkembangan kebudayaan Islam pada masa Ali bin Abi Thalib.
URAIAN MATERI
1
Sejak zaman Jahiliyyah, Abu Bakar adalah kawan Rasulullah. Pada suatu hari,
dia hendak menemui Rasulullah, ketika bertemu dengan Rasulullah, dia berkata,
"Wahai Abul Qosim (panggilan nabi), ada apa denganmu sehingga engkau tidak
terlihat di majelis kaummu dan orang-orang menuduh bahwa engkau telah berkata
buruk tentang nenek moyangmu dan lain-lain lagi?" Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya aku adalah utusan Allah dan aku mengajak kamu kepada Allah."
Setelah selesai Rasulullah berbicara, Abu Bakar langsung masuk Islam. Melihat
keislamannya itu, dia gembira sekali, tidak ada seorangpun yang ada di antara kedua
gunung di Makkah yang merasa gembira melebihi kegembiraan dia. Kemudian Abu
Bakar menemui Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, dan
Sa'ad bin Abi Waqas, mengajak mereka untuk masuk Islam. Lalu, mereka pun masuk
Islam. Abu Bakar lalu mendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan,
Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh
penting dalam Islam lainnya. Abu Bakar termasuk orang yang pertama masuk Islam
di kalangan laki-laki dewasa yang bukan budak, sedangkan wanita yang pertama kali
masuk Islam adalah Khadijah. Zaid bin Haritsah adalah budak pertama yang masuk
Islam. Ali bin Abi Thalib adalah anak kecil pertama yang masuk Islam. Pada Jumadil
Akhir tahun 13 Hijriyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq wafat. Abu Bakar wafat pada usia
ke-63 tahun.
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia
juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Makkah yang mayoritas
masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami
oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak
biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak
disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para
budak tersebut dengan membeli dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.
Salah seorang budak yang dibelinya lalu kemudian dibebaskan adalah Bilal bin
Rabah. Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M),
Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat
dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah
menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu
Bakar Ash-Shiddiq ditunjuk untuk menjadi imam salat untuk menggantikan
Rasulullah, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar Ash-
Shiddiq akan menggantikan posisinya. Bahkan setelah Rasulullah telah meninggal
dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Rasulullah yang paling
tabah menghadapi meninggalnya Rasulullah. Segera setelah kematiannya, dilakukan
musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Tsaqifah Bani
Saidah yang terletak di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu
Bakar Ash-Shiddiq sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada
tahun 632 M.
2
2. Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Selama kurang lebih dua tahun, yaitu dari 11-13H/ 632-634M Abu bakar Ash-
Shiddiq memimpin menggantikan Nabi Muhammad Saw setelah wafat. Beliau mulai
menyebarkan agama sebagaimana tugas Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya.
Selama menjadi Khalifah, Abu Bakar Ash-Shiddiq yang sangat singkat tersebut lebih
diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri, terutama tantangan
yang ditimbulkan oleh suku-suku Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada
pemerintahan di Madinah sepeninggal Nabi Saw. Mereka beranggapan bahwa
perjanjian yang mereka buat dengan Nabi Saw, dengan sendirinya telah habis dan
batal (berakhir sendirinya) setelah Nabi meninggal dunia. Karenanya, mereka
menentang Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka itulah yang dikenal dengan orang-orang
murtad karena mereka tetap keras kepala, tidak mau tunduk, bahkan penentangan
mereka dipandang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, maka Abu Bakar
Ash-Shiddiq menyelesaikan masalah tersebut dengan perang yang disebut dengan
perang riddah (perang melawan kemurtadan). Selalu memegang pucuk kekhalifahan
menjadi pemicu munculnya fanatisme kesukuan. Tampilnya di antara suku-suku
bangsa Arab yang mengaku dirinya sebagai Nabi, merupakan salah satu bentuk
ketidakpuasan suku bangsa terhadap kehidupan sosial-politik yang selama ini
mereka pendam.
Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki keberhasilan
dalam kepemimpinannya. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari sifat kepribadian
Abu Bakar Ash-Shiddiq yang meliputi lemah lembut, tegas, berani, dermawan, jujur.
Dalam sejarah sifat ketegasan Abu Bakar Ash-Shiddiq salah satu contohnya yakni
ketika Fuja’ah telah mengkhianati amanah, menipu Abu Bakar Ash-Shiddiq dan
kaum muslimin dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Jarang orang
marah seperti marahnya orang yang tertipu lebih-lebih penipuan yang
mengakibatkan pengkhianatan dan penumpahan darah. Fuja’ah datang kepada Abu
Bakar Ash-Shiddiq meminta sejumlah senjata untuk memerangi kaum murtad.
Dengan senjata itu ia menyerang kaum muslimin yang tidak bersalah dan mengacau
di sepanjang jalan dengan merampok, merampas dan menumpahkan darah. Ketika
ia tertawan, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq menetapkan hukuman yang setimpal
baginya, yaitu melemparkannya ke dalam api. Dengan demikian kita dapat
mengetahui ketegasan Abu Bakr al-Shiddiq.
Sebagai bukti keadilan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah kebijakan
meningkatkan kesejahteraan umum dan perekonomian. Abu Bakar Ash-Shiddiq
membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga keuangan.
Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi Muhammad Saw
yang digelari “amin al-ummah” (kepercayaan umat). Abu Bakar Ash-Shiddiq
menerapkan prinsip kesamarataan yaitu kebijakan dalam membagi sama rata hasil
rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin
Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap
sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah semua
perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala
dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama
yakni, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat dan tidak membeda-
3
bedakan antara sahabat, antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan
wanita. Sehingga harta baitul nal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang
lama karena langsung didistribusikan.
Mengenai praktik kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq di bidang pranata
ekonomi dan sosial adalah berusaha mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial,
rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, beliau mengelola zakat, infaq, sedekah yang
berasal dari kaum muslimin, harta rampasan perang (ghanimah) dan jizyah dari warga
negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Beliau juga mempelopori
sistem penggajian aparat negara, misalnya untuk khalifah digaji amat sedikit, yaitu
2,5 atau 2,75 dirham setiap hari hanya dari baitul mal.
Salah satu gaya kepemimpinan Abu Bakar as-Shiddiq Ash-Shiddiq yang
bersifat sentralistik adalah ketika mengirim Usamah bin Zaid yang masih muda
sebagai panglima perang menghadapi Romawi di Syam, walaupun saat itu di negeri
sendiri timbul pemberontakan kaum murtad dan munafik. Tindakan demikian secara
politis dapat dipahami bahwa ingin menunjukkan kepada musuh bahwa kekuatan
Islam cukup tangguh, membuat pemberontak cukup gentar, dan dapat mengalihkan
perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern ketika terjadinya Saqifah
Bani Saidah.
4
Selepas dibai’at, Abu Bakar Ash-Shiddiq mulai berpidato dan setelah memuji
Allah Pemilik segala pujian, beliau berkata: “Amma ba’du, hai sekalian manusia
sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pimpinan atas kalian dan aku bukanlah yang terbaik,
maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru, maka luruskanlah
aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang
lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya
kepadanya insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat di antara kalian, maka dialah yang lemah
di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya. Tidaklah
suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah kecuali aku timpakan kepada mereka kehinaan,
dan tidaklah suatu kekejian tersebar di tengah suatu kaum kecuali azab Allah akan ditimpakan
kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya, maka tiada kewajiban taat atas kalian terhadapku.
Sekarang berdirilah kalian melaksanakan shalat, semoga Allah merahmati kalian.’’
b. Metode Dakwah Bil-Tadwin
Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-
Shiddiq merupakan strategi dakwah. Dalam perang Yamamah dalam misi menumpas
nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab, banyak sahabat penghafal Al-Qur’an yang
gugur dalam peperangan tersebut. Keadaan tersebut menimbulkan kekhawatiran di
kalangan umat Islam akan habisnya para penghafal Al-Qur’an karena gugur di
medan peperangan. Oleh karena itu, Umar bin Khathab mengusulkan kepada
khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tertulis di
berbagai media seperti pelepah kurma, tulang onta, dan lain-lain yang disimpan oleh
para sahabat. Pada awalnya Abu Bakar Ash-Shiddiq agak berat melaksanakan tugas
tersebut, karena belum pernah dilaksanakan pada masa Nabi Muhammad Saw.
Namun, karena alasan Umar bin Khattab yang rasional, yaitu banyaknya sahabat
penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan pertempuran dan khawatir akan habis
seluruhnya, akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq menyetujuinya. Abu Bakar Ash-
Shiddiq menugaskan kepada Zaid bin Tsabit, penulis wahyu pada masa Nabi
Muhammad Saw, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
Dari sekian prestasi yang terukir pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-
Shiddiq, maka jasa terbesar Abu Bakar yang dapat dinikmati oleh peradaban manusia
sekarang adalah usaha pengumpulan Al-Qur’an. Upaya pengumpulan Al-Qur’an ini
kelak melahirkan mushaf Usmani dan selanjutnya menjadi acuan dasar dalam
penyalinan ayat-ayat suci Al-Qur’an hingga menjadi kitab Al-Qur’an yang menjadi
pedoman utama kehidupan umat Islam bahkan bagi seluruh umat yang ada di
permukaan bumi ini. Oleh karena itu, metode dakwah melalui pengumpulan Al-
Qur’an yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq melahirkan metode
dakwah baru yaitu dakwah melalui tulisan seperti menerbitkan kitab-kitab, buku,
majalah, surat kabar, internet, dan tulisan-tulisan lain yang mengandung pesan
dakwah. Pesan dakwah yang tersimpan dalam bentuk tulisan memiliki rentang
waktu yang relatif panjang karena tidak lekang oleh zaman dan dapat dinikmati oleh
generasi-generasi berikutnya.
c. Metode Dakwah Bil-Yad
Kata tangan disini bukan kata tangan sebagai tekstual tapi secara kontekstual
yang dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan. Metode ini efektif bila dilakukan
5
oleh penguasa yang berjiwa dakwah. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq menggunakan
kekuatan kekuasaan sebagai metode dakwah kepada orang-orang yang
membangkang.
Abu Bakar Ash-Shiddiq mengadakan rapat dengan para sahabat untuk
meminta saran dalam memerangi mereka yang tidak mau menunaikan zakat. Umar
bin Khattab dan beberapa orang sahabat berpendapat untuk tidak memerangi umat
yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih baik meminta bantuan
mereka dalam menghadapi musuh bersama. Barangkali sebagian besar yang hadir
berpendapat demikian, sedang yang menghendaki jalan kekerasan hanya sebagian
kecil. Tampaknya perdebatan mereka dalam hal ini cukup sengit dan saling
berlawanan yang berkepanjangan. Abu Bakar Ash-Shiddiq betapa kerasnya ia
membela pendiriannya itu, tampak dari kata-katanya ini: “Demi Allah, orang yang
keberatan menunaikan zakat kepadaku, padahal dulu mereka lakukan kepada
Rasulullah Saw, akan aku perangi”. Abu Bakar Ash-Shiddiq juga menegaskan
tekadnya untuk memerangi orang yang enggan membayar zakat seraya berkata:
“Demi Allah aku akan memerangi siapapun yang memisahkan shalat dengan zakat.
Zakat dengan harta kecuali dengan alasan”. Abu Bakar juga menggunakan kekuatan
kekuasaan untuk menumpas nabi palsu, kaum murtad dari agama Islam, dan dakwah
ke wilayah Irak dan Syria.
d. Metode Dakwah Bil-Hal
Abu Bakar ash-Shiddiq ingin merealisasikan politik dan kebijakan negara yang
telah digariskan dan menunjuk sejumlah sahabat sebagai para pembantu dalam
melaksanakan hal tersebut. Abu Bakar Ash-Shiddiq menunjuk Abu Ubaidah al-Jarah
sebagai bendahara umat (menteri keuangan) yang diserahkan kepercayaan untuk
mengelola urusan-urusan Baitul Mal. Sementara Umar bin Khattab memegang jabatan
peradilan (Kementerian atau Departeman Kehakiman) yang juga dijalankan langsung
oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq sendiri. Sedangkan Zaid bin Tsabit menjadi sekretaris
terkadang tugas ini juga dilakukan oleh sahabat yang ada seperti Ali bin Abi Thalib
atau Utsman bin Affan.
Di samping baitul mal dan lembaga peradilan, khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
juga membentuk lembaga pertahanan dan keamanan yang bertugas
mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi
keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas
di dalam maupun di luar negeri. Di antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid,
Musanna bin Harisah, Amr bin Ash, dan Zaid bin Sufyan.
Untuk memperlancar jalannya pemerintahan di bidang eksekutif Abu Bakar
Ash-Shiddiq mendelegasikan tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun di
daerah kepada sahabat lain. Misalnya, untuk pemerintahan pusat ia menunjuk Ali bin
Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris dan Abu
Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah kekuasaan Islam, dibentuklah
provinsi-provinsi dan untuk setiap provinsi ditujuk seorang amir.
e. Metode Uswatun Hasanah
Dalam Bahasa Arab “keteladaan” diungkapkan dengan kata uswah dan
qudwah. “Keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Memberi
teladan yang baik kepada umat Islam merupakan metode dakwah yang efektif. Abu
6
Bakar Ash-Shiddiq menerapkan metode ini dalam dakwah Islamnya baik sebelum
maupun sesudah menjadi khalifah.
Selain sopan dan santun, Abu Bakar Ash-Shiddiq juga terkenal tawadhu dan
rendah hati. Ia seorang pekerja keras sejak dahulu. Sebagai pengusaha sukses sejak
sebelum Islam datang. Hingga akhirnya, ia hijrah bersama Nabi Muhammad Saw dan
meninggalkan usahanya demi perjuangan. Sepeninggal Nabi Muhammad Saw, Abu
Bakar Ash-Shiddiq diangkat menjadi khalifah, tidak tampak sedikit pun bekas-bekas
orang kaya pada dirinya. Tidak dijumpai pada diri Abu Bakar Ash-Shiddiq rasa
gengsi, ingin dihormati sebagai pemimpin, serta rasa ingin didengar dan dipuji.
Selama berada di Madinah bersama Nabi Muhammad Saw, Abu Bakar Ash-Shiddiq
menerima jasa sebagai pemerah susu atau pemasak gandum bagi orang-orang miskin
dan janda yang tidak mampu.
Inilah bentuk ketawadhu’an Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ia tawadhu bukan hanya
dalam kondisi miskin dan lemah, tetapi juga dalam keadaan berkedudukan tinggi.
Abu Bakar Ash-Shiddiq pada mulanya adalah orang kaya. Ia menafkahkan semua
hartanya untuk perjuangan Nabi Muhammad Saw dan Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq
merasa bahagia menafkahkan hartanya itu sehingga lupa bahwa ia sudah miskin. Ia
juga masih melakukan pekerjaan-pekerjaan orang kecil seperti memerah susu,
meskipun ia adalah pemimpin umat Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq yang rendah hati
bukan karena ia tidak punya apa-apa, tetapi justru ia memiliki segalanya.
7
5. Kontribusi Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Peradaban Islam
a. Memberangkatkan Pasukan Usamah bin Zaid ke Kawasan Syam
Nabi Muhammad Saw telah berencana untuk mengirim pasukan ke wilayah
utara khususnya ke kawasan Syam, rencana tersebut dibuat sebelum beliau wafat
bahkan saat masih sehat. Tujuan beliau untuk berjaga-jaga bila sewaktu waktu
kabilah-kabilah sekutu Romawi menyerang kaum muslim. Hal tersebut demi
menjaga keutuhan wilayah Islam. Abu Bakar Ash-Shiddiq memberikan pesan dan
mengingatkan etika perang dalam Islam sebelum pasukan itu berangkat, pesan
beliau, yaitu tidak boleh berkhianat, sebelum harta rampasan perang di bagikan tidak
boleh menyembunyikannya, tidak boleh ingkar janji, tidak boleh memutilasi tubuh
musuh, tidak boleh membunuh anak kecil, orang tua, dan wanita, tidak boleh
mengganggu orang yang sedang berada di tempat ibadah. Pasukan tersebut
berangkat dengan memegang teguh amanat Abu Bakar Ash-Shiddiq dan pulang
membawa keberhasilan menggertak pasukan Romawi selama dua bulan melakukan
ekspedisi.
b. Mengembalikan Kaum Muslimin pada Ajaran Islam yang Benar dan
Memberantas Para Nabi Palsu
Banyak kabilah-kabilah Arab di Madinah yang tidak mau membayar zakat
semenjak diangkatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pengganti Nabi Muhammad
Saw, Hal itu didasarkan karena anggapan mereka mengenai pembayaran itu sebagai
upeti yang sudah tidak berlaku semenjak kepergian Rasulullah. Untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut Abu Bakar Ash-Shiddiq melaksanakan perintah untuk
mengirimkan Usamah dikarenakan jumlah kaum Muslim yang sedikit untuk
mempertahankan Madinah.
Abu Bakar Ash-Shiddiq kemudian mengerahkan seluruh penduduk Madinah
untuk menyerbu orang-orang Arab yang murtad di sekitar Madinah, Peristiwa
tersebut terjadi tepat 11 H di bulan Jumadil akhir. Tatkala pasukan Abu Bakar Ash-
Shiddiq bertemu dengan musuh yang berasal dari Bani Abs, Bani Murrah, Dzubyan
dan yang turut bersama mereka dari Bani Kinanah, datang bantuan dari Thulaihah
bersama keponakannya yang bernama Hibal.
Selain itu, Abu Bakar juga memerangi orang yang mengaku sebagai nabi.
Muzailamah Al-Kadzdzab adalah orang yang mengaku sebagai nabi, ia berasal dari
Bani Hanifah di Yamamah. Ia mempunyai banyak pengikut yang meyakini ia sebagai
seorang nabi. Ia memiliki pasukan lebih dari empat puluh ribu serdadu. Untuk
menghadapi hal tersebut maka, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirimkan
pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Maka, terjadilah perang dahsyat
antara kaum muslimin dengan kaum murtad tersebut yang dikenal dengan Perang
Yamamah. Kaum muslimin berhasil mengalahkan musuhnya bahkan berhasil
membunuh nabi palsu tersebut sehingga berhasil memadamkan gerakan nabi palsu
dan kaum murtad. Namun, dalam perang tersebut banyak dari penghafal Al-Qur’an
yang gugur sebagai syuhada.
c. Mengumpulkan Al-Qur’an dalam Satu Mushaf
Di zaman Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq baru dilakukannya penghimpunan
Al-Qur’an ke dalam satu mushaf atau lebih tepatnya setelah peperangan Yamamah.
Sekitar tujuh puluh orang syuhada yang hafal Al-Qur’an terbunuh. Zaid Bin Tsabit
8
memulai melakukan himpunan Al-Qur’an yang kemudian dipegang oleh Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga akhir hayatnya. Ketika kekhalifahan dipegang Umar
bin Khattab, himpunan Al-Qur’an pun beralih ke tangan Umar bin Khattab. Ketika
Umar bin Khattab meninggal, dan kekhalifahan dijabat Utsman Bin Affan, untuk
sementara waktu himpunan Al-Qur’an tersebut dirawat oleh Hafsah binti Umar
karena dua alasan: pertama, Hafsah seorang hafizah dan kedua, dia juga salah
seorang istri nabi di samping sebagai anak seorang khalifah.
d. Mengirim Pasukan ke Irak dan Syam
Abu Bakar Ash-Shiddiq mengirim pasukan ke wilayah luar Arab dengan
tujuan untuk menyebarkan ajaran agama Islam serta menjaga keutuhan wilayah
kaum muslimin. Di bawah pimpinan Khalid bin Walid, beliau mengirim pasukan ke
Irak yang akhirnya pada tahun 637 M berhasil menguasai Hirah. Selain mengirim
pasukan ke Irak, beliau juga mengirim pasukan ke Syam. Pimpinan tersebut berada
di bawah pimpinan tiga jenderal yaitu, Amr bin Ash, Yazin bin Abi Sufyan dan
Syurahbil bin Hasanah.
9
bin Khattab menjumpai saudarinya yang kebetulan sedang membaca Al-Qur’an surat
Thoha ayat 1-8, Umar bin Khattab semakin marah dan memukul saudarinya.
Namun, Umar bin Khattab merasa iba ketika melihat saudarinya berdarah
akibat pukulannya, beliau kemudian meminta agar ia melihat bacaan tersebut. Beliau
menjadi sangat terguncang oleh isi Al-Qur’an, dan beberapa waktu setelah kejadian
itu Umar bin Khattab menyatakan memeluk agama Islam. Keputusan tersebut
membuat hampir seisi Makkah terkejut karena seorang yang terkenal memiliki watak
yang keras dan paling banyak menyiksa pengikut Nabi Muhammad Saw kemudian
memeluk ajaran yang sangat dibencinya. Akibatnya, Umar bin Khattab dikucilkan
dari pergaulan Makkah dan ia tidak lagi dihormati oleh para petinggi Quraisy.
Pada tahun 622, Umar bin Khattab ikut bersama Nabi Muhammad Saw serta
para pengikutnya berhijrah ke Yatsrib (Madinah). Umar bin Khattab juga terlibat
dalam Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khaybar serta penyerangan ke Syria.
Umar bin Khattab dianggap sebagai orang yang disegani oleh kaum muslimin pada
masa itu selain karena reputasinya pada masa lalu yang sudah terkenal sejak masa
memeluk Islam. Umar bin Khattab juga dikenal sebagai orang terdepan yang selalu
membela Nabi Muhammad Saw dan ajaran Islam pada kesempatan yang ada. Bahkan
beliau tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama-sama ikut
menyiksa para pengikut Nabi Muhammad Saw.
Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi seorang khalifah, Umar bin
Khattab menjadi salah satu penasehatnya. Setelah Abu Bakar bin Khattab meninggal,
Umar bin Khattab ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai
khalifah kedua dalam sejarah Islam. Selama di bawah pemerintahan Umar bin
Khattab, kekuasaan Islam tumbuh sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia
dan Persia dari tangan Dinasti Sassanid, serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria,
Afrika Utara dan Armenia dari ke Kaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua
negara adi daya yaitu Persia dan Romawi, namun keduanya telah ditaklukkan oleh
kekhalifahan Islam di bawah pimpinan Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab memerintah selama 10 tahun 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya
berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu
Lu’lu’ah. Saat terluka parah, dari pembaringannya ia mengangkat syura (komisi
pemilih) yang akan memilih penerus pemerintahannya. Untuk menentukan
penggantinya, Umar bin Khattab tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Tapi ia justru menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada
mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang
tersebut adalah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa`ad bin Abi Waqqash, dan
Abdurrahman bin `Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan menunjuk
Utsman bin Affan sebagai khalifah.
10
dengan anggota musyawarah lain ketika ia meminta pendapat ia tidak pernah
menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan khalifah yang diberi gelar
dengan Amirul Mukminin selalu menanamkan perasaan bahwa mereka adalah guru
yang akan menunjukkannya ke Jalan kebaikan, menyelamatkannya dari
kesengsaraan hisab di akhirat karena mereka membantunya dengan pendapat-
pendapat mereka untuk memperjelas kebaikannya.
b. Kekayaan untuk Rakyat
Pada jaman kepemimpinan Umar bin Khattab, kekayaan negara seutuhnya
digunakan untuk melayani rakyat. Pada waktu itu sesuai dengan kebutuhan, Umar
membangun benteng dan tembok besar guna melindungi umat muslim. Kota-kota
juga dikembangkan untuk mensejahterakan rakyat. Umar bin Khattab sama sekali
tidak pernah berpikir mengambil keuntungan untuk kesenangan pribadi atau
keluarganya. Akan tetapi bisa dibilang kehidupan Umar bin Khattab cukup zuhud
dan tidak terlena dengan kenikmatan dan kemewahan.
c. Menjunjung Tinggi Kebebasan
Umar bin Khattab pernah berkata pada dirinya sendiri untuk tidak
memperbudak manusia karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dalam kondisi
bebas merdeka. Menurut Umar bin Khattab setiap orang memiliki kebebasan. Umar
bin Khattab sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya karena arti kebebasan
menurutnya cukup sederhana dan bersifat universal. Bagi umar bin Khattab
kebebasan yaitu kebebasan kebenaran yang berarti ada di atas semua peraturan.
Kebenaran yang dimaksud itu sendiri adalah Islam dan bukan kebebasan atas dasar
logika liberalis.
d. Siap Mendengar dan Menerima Kritik
Seorang pemimpin juga harus siap mendengar dan menerima kritik. Hal ini
pun termasuk dalam salah satu gaya kepemimpinan Umar bin Khattab. Pernah suatu
saat Umar bin Khattab terlibat dalam percakapan dengan salah seorang rakyatnya.
Rakyat tersebut sangat bersikukuh atas pendapatnya pribadi sampai-sampai orang
tersebut berulang kali mengatakan “takutlah engkau kepada Allah” yang ditujukan
kepada Umar bin Khattab. Melihat hal tersebut salah satu sahabat Umar bin Khattab
membentak balik rakyat tadi. Melihat tindakan sahabatnya, Umar bin Khattab malah
berendah hati dan mengucapkan “Biarkan dia, sungguh tidak ada kebaikan di dalam
diri kalian apabila tidak mengatakannya, dan tidak ada kebaikan di dalam diri kita
apabila tidak mendengarkannya.”
e. Turun Langsung Mengatasi Masalah Rakyat
Umar bin Khattab sangat populer sebagai seorang pemimpin yang tidak
sungkan untuk terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya. Di saat orang lain tidur
lelap, Umar bin Khattab melakukan patroli untuk memastikan kondisi rakyatnya.
Umar bin Khattab senantiasa khawatir apabila ada rakyatnya yang tidak bisa tidur
karena kelaparan. Benar saja. Suatu waktu pernah Umar bin Khattab menemukan
seorang ibu yang anak-ankanya menangis akibat kelaparan. Sementara sang ibu tidak
memiliki bahan makanan untuk dimasak. Maka Umar bin Khattab pun menuju Baitul
Mal dan membawakan gandum untuk keluarga tersebut.
11
3. Metode Dakwah pada Masa Umar bin Khattab
Untuk menegakkan dan menyebarkan agama Islam khalifah Umar bin Khattab
menempuh metode dakwah sebagai berikut:
a. Pengembangan Wilayah Islam
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, usaha pengembangan Wilayah
Islam terus dilanjutkan. Kemenangan dalam Perang Yarmuk pada masa Abu Bakar
Ash-Shiddiq, membuka jalan bagi Umar bin Khattab untuk menggiatkan lagi
usahanya. Dalam pertempuran di Ajnadin tahun 16 H/ 636 M, tentara Romawi dapat
dikalahkan. Selanjutnya beberapa kota di pesisir Syiria dan Pelestina, seperti Jaffa,
Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun
18 H/ 638 M dengan diserahkan sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khattab.
Khalifah Umar bin Khattab melanjutkan perluasan dan pengembangan
wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq. Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima
Saad bin Abi Waqas. Dalam perkembangan berikutnya, berturut-turut dapat
ditaklukan beberapa kota, seperti Kadisia tahun 16 H/ 636M, kota Jalula tahun 17 H/
638 M. Madain tahun 18 H/ 639 M dan Nahawand tahun 21 H/ 642 M.
Khalifah Umar bin Khattab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir.
Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengalami
penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengharapkan bantuan dari orang-
orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khalifah Umar bin
Khattab memberangkatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Mesir di
bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama adalah menghancurkan pintu
gerbang al-Arisy, lalu berturut-turut al-Farma, Bilbis, Tendonius (Ummu Dunain),
Ain Sams, dan juga berhasil merebut benteng Babil dan Iskandariyah.
b. Mengeluarkan Undang-undang
Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khattab selama ia menjabat khalifah
adalah menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang. Diadakan
kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli,
mengatur kebersihan jalan dan lain-lain.
c. Membagi Wilayah Pemerintahan
Khalifah Umar bin Khattab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah
pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah
bertindak sebagai pemimpin pemerintahan pusat, sedangkan di daerah dipegang
oleh para gubernur yang membantu tugas pemerintahan khalifah di daerah-daerah.
12
Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan menulis Al-
Qur’an dan menghafalkannya serta mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam. Namun
pendidikan pada masa Umar bin Khattab lebih maju dibandingkan dengan
pendidikan sebelumnya. Pada masa ini tuntunan untuk mulai belajar bahasa Arab
sudah mulai tampak. Sehingga orang-orang yang masuk Islam dari daerah yang
ditaklukan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada
masa Khalifah Umar bin Khattab sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan di masa Khalifah Umar bin Khattab lebih maju
sebab selama Umar bin Khattab memerintah Negara dalam keadaan stabil dan aman
ini disebabkan di samping diterapkan di mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah
terbentuknya pusat-pusat Islam di berbagai daerah dengan materi yang
dikembangkan baik ilmu bahasa menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan
dikelola di bawah pengaturan Gubernur yang berkuasa pada masa Khalifah Umar bin
Khattab serta kemajuan di berbagai bidang. Adapun sumber gaji para pendidik pada
waktu itu diambil dari baitul mal dan daerah yang ditaklukkan. Sehingga dapat
dipahami bahwa pola pendidikan yang ada pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab lebih maju dan berkembang dibandingkan dengan pendidikan yang ada
pada masa pemerintahan Abu bakar Ash-Shiddiq.
13
juga memberikan santunan dari Baitul Mal kepada seluruh rakyatnya. Besarnya
santunan disesuaikan lamanya memeluk Islam. Pada masa Khalifah Umar bin
Khattab, kemakmuran dapat dinikmati rakyat dari seluruh pelosok negeri.
Umar bin Khattab telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu
pemerintahan yang handal untuk melayani masyarakat baru yang terus berkembang.
Tindakan yang dilakukan umar bin Khattab adalah menata pemerintahan dengan
membentuk departemen-departemen (diwan), mengadopsi model Persia. Tugas diwan
adalah menyampaikan perintah dari pemerintah pusat ke daerah-daerah dan
menyampaikan laporan tentang perilaku dan tindakan penguasa daerah kepada
khalifah. Untuk memperlancar hubungan antar daerah, wilayah negara dibagi
menjadi 8 provinsi meliputi: Syiria, Hijaz, Iran, Irak, Mesir, Palestina, Mesopotamia,
Syiria Utara. Masa inilah mulai diatur pembayaran gaji dan pajak tanah. Pada masa
Umar bin Khattab, lembaga yudikatif dipisahkan dengan didirikannya lembaga
pengadilan, bahkan hingga di daerah-daerah. Untuk menjaga keamanan dan
ketertiban, dibentuk jabatan kepolisian dan juga jabatan pekerjaan umum. Selain itu,
Umar bin Khattab mencetuskan kalender Hijriah, yang ditetapkan mulai pada saat
Nabi Muhammad Saw Hijrah dari Makkah ke Madinah. Alasannya karena hijrah
merupakan titik balik kemenangan Islam. Hijrah juga menandai dua priode dakwah
Islam, yakni periode Makkah dan Madinah.
Khalifah meletakkan prinsip-prinsip dasar demokratis dalam
pemerintahannya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna,
dan menjamin kesamaan hak. Selain mahir dalam menciptakan pemerintahan baru,
ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang kebijakannya yang lalu untuk kemaslahatan
umat. Misalnya mengenai tanah yang diperoleh dari hasil peperangan, Umar
membiarkan tanah digarap oleh pemiliknya sendiri, sebagai gantinya, terhadap tanah
itu dikenakan pajak (al-kharaj).
14
Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah
musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah
yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf,
Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya
Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin
Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara
masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka
diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua,
serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan
Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul
mapan dan terstruktur.
Utsman bin Affan adalah khalifah pertama yang melakukan perluasan masjid
al-Haram (Mekah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam
yang menjalankan haji. ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat
bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya
dilakukan di masjid, membangun pertanian, menaklukkan Syiria, Afrika Utara,
Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang
kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk
mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Selama masa jabatannya, Utsman
banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan
menggantikannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak
membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk
membunuh khalifah.
15
b. Hukum
Pentingnya masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang hukum terlihat
dalam dua hal yang mendasar, antara lain:
1) Menjaga teks-teks pada masa Nabi Muhammad dalam bidang hukum,
terikat dengan apa yang ada di dalam teks, mengikuti dan menaati teks
yang ada.
2) Meletakkan sistem hukum baru untuk memperkuat pondasi negara
Islam yang semakin luas dan menghadapi hal-hal yang baru yang
tambah beraneka ragam (Syalabi, 2013: 174-176).
3) Hakim-hakim pada masa khalifah Utsman bin Affan antara lain: Zaid
bin Tsabit yang bertugas di Madinah, Abu Ad-Darda bertugas di
Damaskus, Ka’ab bin Sur bertugas di Bashrah, Syuraih di Kufah, Ya’la
bin Umayyah di Yaman, Tsumamah di Sana’a, dan Utsman bin Qais bin
Abil Ash di Mesir.
c. Baitul Mal (Keuangan)
Baitul Mal adalah tempat yang mengatur masalah keuangan. Bentuk peran
Baitul Mal ini mengurusi semua masalah keuangan negara. Tugas Baitul Mal
mulai dari membayar gaji para khalifah, gaji para pemimpin daerah
(gubernur), gaji para tentara, dan gaji para pegawai yang bekerja di pusat
pemerintahan. Baitul Mal juga mengatur semua masalah pajak, dan
masalah-masalah sarana dan prasarana. Pemasukan yang diambil dari hasil
rampasan perang, pajak dan pengeluaran yang dikeluarkan untuk dana
haji, dana perang semua yang mengurusnya dan mengaturnya adalah
Baitul Mal atas izin khalifah Utsman bin Affan.
d. Militer
Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin kekuatan
Islam seperti al-Walid, Abu Musa al-Asy’ari, dan Said bin al-Ash. Tokoh
militer tersebut sangat berjasa dalam menumpas pemberontakan yang
terjadi setelah pemerintahan Umar. Keseriusan Utsman bin Affan dalam
bidang militer menunjukkan bagaimana kekuatan Islam pada waktu itu.
Kemajuan pemerintahan Islam pada masa Utsman bin Affan selama 12
tahun juga dikarenakan mampu menjaga kedaulatan di daerah
kekuasannya. Kemajuan militer pada waktu itu membawa pemerintahan
Islam di bawah kepemimpinan Utsman bin Affan ke puncak kejayaan.
e. Majelis Syuro
Majelis Syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam
menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah. Orang non
muslim juga diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro untuk
menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau
penyimpangan dalam pelaksanaan hukum Islam. Majelis syuro dibagi
menjadi tiga, yaitu; dewan penasehat, dewan penasehat umum, dan dewan
penasehat tinggi dan umum.
f. Bidang Politik Luar Negeri
Utsman bin Affan melaksanakan politik ekspansi untuk menaklukkan
daerah-daerah seperti; Azerbaijan, Ar-Ray, Alexandria, Tunisia, Tabaristan,
16
dan Cyprus adalah wilayah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya,
dan hasil bumi yang sangat melimpah. Wilayah yang ditaklukkan Islam
pada masa khalifah Utsman bin Affan bukan hanya ke tujuh wilayah
tersebut. Masih ada wilayah-wilayah yang menjadi taklukkan Islam
diantaranya: Armenia, Tripoli, An-Nubah, Kufah, Fars, dan Kerman. Pada
masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan wilayah taklukkan Islam
semakin bertambah luas dan semakin bertambah banyak.
g. Bidang Ekonomi
Pada masa khalifah Utsman bin Affan dalam bidang ekonomi terbukti
sangat berkembang dengan maju dan pesat. Utsman bin Affan
menggunakan prinsip-prinsip politik ekonomi yang dijalankan di
pemerintahannya, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:
1) Menerapkan politik ekonomi secara Islam.
2) Tidak berbuat zhalim terhadap rakyat dalam menetapkan cukai atau
pajak.
3) Menetapkan kewajiban harta atas kaum muslimin untuk diserahkan
kepada Baitul Mal.
4) Memberikan hak-hak kaum muslimin dari Baitul Mal.
5) Menetapkan kewajiban harta kepada kaum kafir dzimmi untuk
diserahkan kepada Baitul Mal dan memberikan hak-hak mereka serta
tidak menzhalimi mereka.
6) Para pegawai cukai wajib menjaga amanat dan memenuhi janji.
7) Mengawasi penyimpangan-penyimpangan dalam harta benda yang
dapat menghilangkan kesempurnaan nikmat umat secara umum.
Eksistensi Utsman bin Affan untuk negara atau pemerintahan adanya
pemasukan dan pengeluaran dalam bidang ekonomi. Pemasukan dan
pengeluaran tersebut, antara lain:
1) Pemasukan keuangan, berupa: zakat, harta rampasan perang
(ghanimah), harta jizyah, harta kharaj (pajak bumi), dan usyur
(sepersepuluh dari barang dagangan).
2) Pengeluaran keuangan, berupa: gaji para walikota dari kas Baitul Mal,
gaji para tentara dari kas Baitul Mal, kas umum untuk haji dari Baitul
Mal, dana perluasan masjidil haram dari Baitul Mal, dana pembuatan
armada laut pertama kali, dana pengalihan pantai dari syuaibah ke
Jeddah, dana pengeboran sumur dari Baitul Mal, dana untuk para
muadzin dari Baitul Mal, dan dana untuk tujuan-tujuan mulia Islam.
h. Bidang Sosial
Pada masa khalifah Umar bin Khattab masyarakat tidak diberi kebebasan
untuk melakukan segala hal. Semua kaum muslimin tidak diperbolehkan
untuk keluar daerah kecuali harus dengan izin dan untuk waktu tertentu,
dan banyak permintaan izin demikian itu ditolak. Akan tetapi, pada masa
khalifah Utsman bin Affan telah memberi kebebasan kepada umatnya
untuk keluar daerah. Kaum muslimin dapat memilih hidup yang serba
mudah daripada di masa Umar bin Khattab yang dirasakan terlalu keras
dan ketat dalam pemerintahannya (Amin, 2010: 105-107).
17
i. Bidang Agama
1) Mengerjakan shalat. Pada tahun 29 H/ 650 M Utsman bin Affan
mengerjakan shalat empat rakaat di Mina secara berjamaah. Shalat yang
dilaksanakan oleh Utsman bin Affan ini membawa kebingungan
terhadap para sahabatnya, ketika semua orang mengerjakan shalat
berjamaah sebanyak dua rakaat, maka Utsman bin Affan mengerjakan
shalat sebanyak empat rakaat. Kebijakan yang diambil khalifah Utsman
bin Affan dengan mengerjakan shalat empat rakaat penuh di Mina dan
Arafah merupakan bentuk kasih sayangnya terhadap umat Islam.
2) Ibadah Haji
Khalifah Utsman bin Affan adalah salah satu orang yang mengerti
tetang hukum-hukum ibadah haji. Utsman bin Affan juga melarang
umatnya untuk beribadah haji jika tidak sesuai hukum-hukum haji.
3) Pembangunan Masjid, seperti: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan
Masjid Quba.
4) Pembukuan Al-Qur’an
Penyusunan kitab suci Al-Qur’an adalah suatu hasil dari pemerintahan
khalifah Utsman bin Affan. Tujuan penyusunan kitab suci Al-Qur’an ini
untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan Al-
Qur’an. Utsman bin Affan menginginkan saling bersatunya umat Islam
dalam satu bacaan.
5) Penyebaran Agama Islam
Penyebaran agama Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan salah
satunya dilakukan dengan cara ekspedisi ke wilayah-wilayah. Ekspedisi
yang dilakukan bukan hanya untuk menaklukan daerah saja, tetapi juga
untuk menyebarkan agama Islam.
18
dilaporkan oleh Hudzaifah al-Yamani kepada Khalifah Utsman bin Affan.
Menanggapi laporan tersebut, Khalifah Utsman bin Affan memutuskan untuk
melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang
akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian,
perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari. Dalam
menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Utsman bin Affan
melakukannya berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang
disusun oleh Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa
salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan Makkah.
Satu mushaf disimpan di Madinah. Mushaf-mushaf inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Utsman bin Affan
mengharuskan umat Islam menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah
disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al-Qur’an dengan cara baca yang
lainnya dibakar.
c) Pembangunan Fisik. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa
Utsman bin Affan tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Utsman bin Affan
berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan
mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah.
19
Sebelumnya umat Islam di luar Madinah dan Makkah, khususnya dari luar
Semenanjung Arabia, harus menempuh perjalanan yang jauh, melelahkan dan
memakan waktu yang lama untuk bisa menuntut ilmu-ilmu agama Islam di Madinah.
Tetapi dengan tersebarnya para sahabat Rasulullah Saw, yang langsung
mendapatkan pengajaran dari Rasulullah ke berbagai daerah meringankan umat
Islam di daerah-daerah yang baru untuk belajar ilmu-ilmu agama Islam kepada para
sahabat Nabi yang mempunyai pengetahuan yang banyak dalam ilmu-ilmu agama
Islam di daerah mereka sendiri atau di daerah yang terdekat.
Pada masa Utsman bin Affan menjadi khalifah, ilmu pengetahuan klasik Islam
dibagi menjadi dua macam, yaitu ‘ulum an-naqliyah, yang bersumber pada Alquran
atau dalil Naql (disebut juga `ulum al-syari`ah, dan `ulum al-`aqliyah (`ulum al-
`ajam). Dalam periode Khulafaurrasyidin masih didominasi oleh ilmu-ilmu naqliyah.
Lahirnya ilmu Qira’at erat kaitannya dengan membaca dan mempelajari Alquran.
Pada masa ini, muncul ilmu tafsir yang berguna untuk memahami ayat-ayat Alquran.
Ilmu Hadis belum dikenal pada masa ini, namun pengetahuan tentang hadis sudah
berkembang luas di kalangan umat Islam. Ilmu Nahwu berkembang di Basrah dan
Kufah, Ali ibn Abi Thalib adalah pembina dan penyusun pertama dasar-dasar ilmu
nahwu. Khat Al-Qur’an berkaitan erat dengan penulisan dan penyebaran Al-Qur’an.
Pada masa ini Al-Qur’an ditulis dengan tulisan Kufi, sedangkan untuk surat
menyurat ditulis dengan tulisan naskhi. Perkembangan ilmu Fikih tidak dapat
dilepaskan dari Al-Qur’an dan hadis sebagai sumbernya. Karena itu, tidak heran jika
ahli Fikih pada umumnya ahli dalam Al-Qur’an dan hadis.
20
yang disebut mushaf al-Imam. Mushaf Abu Bakar dikembalikan lagi ke tempat
penyimpanan semula, yaitu di rumah Habsah. Khalifah Utsman bin Affan meminta
agar umat Islam memegang teguh apa yang tertulis di mushaf yang dikirimkan
kepada mereka. Sedangkan mushaf-mushaf yang sudah ada di tangan umat Islam
segera dikumpulkan dan dibakar untuk menghindari perselisihan bacaan Al-Qur’an
serta menjaga keasliannya. Fungsi Al-Qur’an sangat fundamental bagi sumber agama
dan ilmu-ilmu Islam. Oleh karena itu, menjaga keaslian Al-Qur’an dengan menyalin
dan membukukannya merupakan suatu usaha demi perkembangan ilmu-ilmu Islam
di masa mendatang.
Mushaf Al-Qur’an yang ada di Madinah, Makah, Kuffah, Bashrah, dan Syam
memiliki jenis yang sama, yaitu mushaf Utsmani. Pada masa Khalifah Utsman bin
Affan muncullah Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan membaca dan
memahami Al-Qur’an. Ilmu ini muncul pada masa Khalifah Utsman bin Affan karena
adanya beberapa dialek bahasa dalam membaca dan memahaminya dan
dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam membaca dan memahaminya. Oleh karena
itu, diperlukan standarisasi bacaan dengan kaidah-kaidah tersendiri.
Hal lain yang dilakukannya adalah membangun sebuah bendungan yang
besar untuk melindungi Madinah dari bahaya banjir dan mengatur persediaan air
untuk kota itu. Ia juga membangun jalan, jembatan, rumah tamu di berbagai wilayah
dan memperluas masjid Nabawi.
Selain hal tersebut, kontribusi Utsman bin Affan pada bidang sastra juga
berpengaruh. Pada masa ini, pengamat sastra pada umumnya terbagi menjadi dua
pendapat besar:
a. Sastra mengalami stagnasi karena perhatian lebih pada Al-Qur’an,
sehingga syair kurang berkembang.
b. Al-Quran sebagai sumber inspirasi untuk kegiatan sastra, karena dalam
berdakwah diperlukan bahasa yang indah. Prosa yang tertuang dalam 2
bentuk, yaitu khithabah (bahasa pidato) dan khithabah (bahasa
korespondensi). Khithabah menjadi alat paling efektif, namun sastra
kurang berkembang pada masa ini.
Pada bidang arsitektur dimulai tumbuhnya dari Mesjid. Beberapa masjid yang
dibangun pada masa ini:
a. Masjid al-Haram. Masjid ini dibangun oleh Nabi Ibrahim, dan pada masa
Umar masjid ini diperluas dengan membeli rumah- rumah di sekitarnya.
Masjid dikelilingi dengan tembok batu bata setinggi 1,5 meter. Lalu pada
masa Usman, masjid ini diperluas lagi.
b. Masjid Madinah (Nabawi). Masjid ini didirikan oleh Rasulullah pada saat
pertama kali ke Madinah. Pada masa Umar bin Khattab masjid ini
diperluas, dan pada masa Utsman bin Affan diperluas lagi dan diperindah.
Dindingnya diganti dengan batu, dan dihiasi dengan ukiran-ukiran. Tiang-
tiangnya dibuat dari beton bertulang dan ditatah dengan ukiran, plafonnya
dari kayu pilihan, unsur estetis mulai diperhatikan.
c. Masjid al-`Atiq. Masjid inilah yang pertama kali didirikan di Mesir pada
masa Umar bin Khattab. Terletak di utara Babylon, tidak bermihrab,
mempunyai tiga pintu, dilengkapi dengan tempat berteduh para musafir.
21
d. Dibangun sebuah bendungan yang besar untuk melindungi Madinah dari
bahaya banjir, mengatur persediaan air untuk kota, membangun jalan,
jembatan, rumah tamu di berbagai wilayah dan memperluas masjid
Nabawi.
22
Pada malam hari menjelang hijrah Nabi ke Madinah, Ali bersedia tidur di
kamar Rasulullah untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan
hijrah Rasululah. Dia tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur sehingga masuk
waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu
malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu
Bakar.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali menikah dengan Fatimah az-
Zahra, putri Nabi Muhammad. Ali tidak menikah dengan wanita lain ketika Fatimah
masih hidup. Tertulis dalam Tarikh Ibnu Atsir, setelah itu Ali menikah dengan Ummu
Banin binti Haram, Laila binti Mas'ud, Asma binti Umais, Sahba binti Rabia, Umamah
binti Abil Ash, Haulah binti Ja'far, Ummu Said binti Urwah, dan Mahabba binti
Imru'ul Qais.
Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan
kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke
Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang menguasai Madinah tidak mempunyai
pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha
menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa dia,
sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah
yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang
berbeda-beda.
Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat
Islam: (a) Tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah; (b) Taat
dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada negara dan sesama manusia; (c)
Saling memelihara kehormatan di antara sesama Muslim dan umat lain; (d)
Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum; dan (e) Taat dan patuh
kepada pemerintah.
Tidak lama setelah dia di bai’at, Ali menghadapi pemberontakan Thalhah,
Zubair dan Aisyah. Yang dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta). Dengan
demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena
pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Utsman bin Affan.
Namun Ali menyatakan ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi
dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang
memungkinkan. Ia membenahi dan menyusun arsip negara untuk mengamankan
dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah, serta
mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Beberapa kebijakan Ali mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para
gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah mantan pejabat
tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Sehingga terjadilah
pertempuran yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan
tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan
menyebabkan timbulnya golongan ketiga yang Khawarij.
23
2. Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
Pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib wilayah kekuasaan Islam
telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat
luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal
dari kalangan bangsa Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-
Qur'an atau Hadis sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali bin Abi Thalib
menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang
mempelajari ajaran Islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian
Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu al-Aswad al-Duali untuk mengarang
pokok-pokok Ilmu Nahwu (Qawaid Nahwiyah). Dengan adanya Ilmu Nahwu yang
dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-
orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab mendapatkan kemudahan dalam
membaca dan memahami sumber ajaran Islam. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib
dikenal sebagai penggagas ilmu Nahwu yang pertama.
Setelah pasca terbunuhnya Utsman, masyarakat Islam memproklamirkan Ali
sebagai seorang khalifah. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai
pergolakan. Pemerintahannya nyaris tidak pernah berjalan dengan stabil. Mulailah
Ali mengambil sebuah kebijakan-kebijakan, diantaranya:
a. Memecat Para Gubernur yang Kurang Cakap
Ali bin Abi Thalib memecat sebagian besar gubernur yang diangkat oleh
Utsman bin Affan, kemudian menggantinya dengan tokoh-tokoh lain.
Menurut pengamatan khalifah Ali bin Abi Thalib, para gubernur inilah
yang menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan karena
keteledoran mereka.
Mereka melakukan itu dikarenakan khalifah Utsman bin Affan pada paruh
kedua masa kepemimpinannya tidak mampu lagi mengontrol para
penguasa yang berada di bawah pemerintahannya. Hal itu disebabkan
usianya yang sudah lanjut. Pemberontakan ini pada akhirnya membuat
sengsara banyak rakyat, sehingga rakyat pun tidak suka pada mereka.
Berdasarkan pengamatan inilah khalifah Ali bin Abi Thalib memecat
mereka. Adapun para gubernur yang diangkat khalifah Ali bin Abi Thalib
sebagai pengganti gubernur lama, diantaranya: Sahl bin Hanif sebagai
gubernur Syria, Sahl bin Hanif sebagai gubernur Syriah, Umrah Ibnu
Syihab sebagai gubernur Kuffah, Qais bin Sa'ad sebagai gubernur Mesir,
Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman.
b. Menarik Kembali Tanah Milik Negara
Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, banyak para
kerabatnya yang diberikan fasilitas dalam berbagai bidang tanpa prosedur
yang sah. Oleh sebab itu, saat Ali bin Abi Thalib menjadi seorang khalifah,
beliau memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikannya.
Beliau juga berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Utsman
Ibnu Affan kepada keluarga dan kerabatnya, dengan menyerahkan
hasilnya kepada negara. Kemudian memakai kembali sistem distribusi
pajak tahunan Islam sebagaimana pernah diterapkan pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin Khattab.
24
Saat Khalifah Ali bin Abi Thalib, Oposisi (penentang) terhadap Ali secara
terang-terangan dimulai dari Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Mereka
menuntut khalifah menghukum para pembunuh Utsman. Tuntutan yang
sama diajukan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, karena Muawiyah sendiri
terancam kedudukannya sebagai gubernur Syria. Bahkan ia menghasut dan
mengajak para mantan gubernur yang diberhentikan oleh khalifah Ali bin
Abi Thalib untuk bekerjasama menjatuhkan kekuasaan Ali bin Abi Thalib
dan menuduhnya sebagai orang yang mendalangi pembunuhan tersebut,
jika Ali tidak menemukan dan menghukum pembunuh yang
sesungguhnya. Kemudian terjadilah perang Jamal, perang Shiffin, dan
sebagainya.
Adapun tipe-tipe kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
a. Tipe Demokratis
Mulai berkembangnya paham demokrasi, paham demokrasi ini
merupakan paham yang dikembangkan dan dianut oleh kaum Khawarij.
Menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh umat
Islam secara demokratis. Ali Bin Abi Thalib menerima kekhalifahan dan
mau dibaiat Tetapi bai’at harus dilakukan di Mesjid dan di depan
masyarakat banyak dan tidak tersembunyi, atas kerelaan kaum muslimin.
Bai’at berlangsung di Mesjid Nabawi, termasuk kaum Muhajirin dan
Anshar dan tidak ada penolakan, termasuk para sahabat besar, kecuali ada
tujuh belas sampai dua puluh orang.
b. Tipe Karismatik
Sifat Ali di hari pertama kekuasaannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib selalu
memperhatikan dan mencermati keadaan rakyatnya. Berusaha meneliti
apa-apa yang menganggu, menyakiti, dan menyulitkan hidup mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Khalifah Ali bin Abi Thalib
membuat saluran air untuk mengairi lembah-lembah dan membuat
sejumlah tempat pemandian umum di jalan-jalan yang dilintasi kaum
muslim. Ia juga sering berjalan-jalan di pasar seraya memperingatkan para
pedagang agar tidak melakukan pekerjaan mereka tanpa mengetahui fikih
muamalah ia berkata,”orang yang berdagang dan tidak mengetahui fikih
maka ia jatuh dalam riba, kemudian melakukan riba, dan melakukannya
lagi.
c. Tipe Milliteristik
Dalam bidang pemerintahan, Ali bin Abi Thalib berusaha mengembalikan
kebijaksanaan khalifah Umar bin Khattab pada tiap kesempatan yang
memungkinkan. Ia melakukan beberapa hal, yaitu: 1) Membenahi dan
menyusun arsip negara dengan tujuan untuk mengamankan dan
menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah; 2) Membentuk kantor hajib
(perbendaharaan); 3) Mendirikan kantor shahib al-Shurta (pasukan
pengawal); 4) Mendirikan lembaga qadhi al-Mudhalim suatu unsur
pengadilan yang kedudukannya lebih tinggi dari qadhi (memutuskan
hukum) atau muhtasib (mengawasi hukum). Lembaga ini bertugas untuk
menyelesaikan perkara-perkara yang tidak dapat diputuskan oleh qadhi
25
atau penyelesaian perkara banding. Mengorganisir polisi sekaligus
menetapkan tugas-tugas mereka. Mengenai bidang kemiliteran, kaum
muslimin pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib telah berhasil meluaskan
wilayah kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan
Sistan ditumpas, orang Arab mengandalkan penyerangan laut atas Konkan
(pantai Bombay). Negarawan yang juga ahli perang ini mendirikan
pemukiman-pemukiman militer di perbatasan Syiria. Sambil memperkuat
daerah perbatasan negaranya, ia juga membangun benteng-benteng yang
tangguh di Utara perbatasan Parsi.
26
khalifah Ali Bin Abi Thalib ini banyak pemberontakan dan tidak stabilnya
kepemerintahannya tetapi khalifah Ali bin Abi Thalib tetap memberikan pendidikan,
dikarenakan pendidikan Agama Islam itu sangatlah penting, pendidikan Agama
Islam pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib tidak jauh pada masa khalifah
sebelumnya, yakni; mempelajari Al-Qur’an dan tafsirnya, Hadits dan
pengumpulannya, Fiqh (tasyri’). Selalu berupaya dalam menerapkan pendidikan
tauhid, akhlak, dan ibadah, karena pendidikan tersebut merupakan dasar ataupun
pokok dari ajaran Agama Islam.
Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sama seperti Khalifah Umar bin
Khattab dikisahkan bahwa Umar berkata, “pelajarilah pengetahuan dan ajarkanlah
kepada manusia. Pelajarilah kemuliaan dan kehormatan diri. Bersikap rendah hatilah
kepada orang yang mengajari dan yang kau ajari. Jangan menjadi ulama yang
sewenang-sewenang, agar ilmumu tidak dikalahkan kebodohan”.
27
5) Siyasah Idariyyah (kebijaksanaan administrasi Negara),
6) Siyasah Dauliyyah (kebijaksanaan hubungan luar negri atau
internasional),
7) Siyasah Tanfidziyyah (politik pelaksanaan undang-undang),
8) Siyasah Harbiyyah (politik peperangan).
d. Perkembangan di Bidang Sosial-Ekonomi
Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib kondisi baitul mal
dikembalikan seperti posisi sebelum Ustman bin Affan, khalifah Ali bin Abi
Thalib menerapkan prinsip pemerataan dalam masalah pendistribusian
harta baitul mal serta memberikan santunan yang sama kepada setiap orang
tanpa memandang status sosial atau kedudukannya dalam Islam. Khalifah
Ali bin Abi Thalib juga melakukan penyitaan harta pejabat yang diperoleh
secara tidak sah. Harta tersebut kemudian disimpan di Baitul Mal dan
digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam masalah zakat berbeda dengan harta yang lainnya, dari segi
perolehannya serta berapa kadar yang harus dikumpulkan atau
dibayarkan. Jizyah merupakan iuran wajib atas seseorang yang berstatus
dzimmi atau non muslim yang berada di wilayah muslim. Jizyah yang
harus dibayarkan disesuaikan dengan keuangan mereka. Selama
pemerintahannya Ali bin Abi Thalib juga menetapkan pajak terhadap hasil
hutan dan sayur-sayuran.
Refleksi
Setelah mempelajari kegiatan belajar 1 materi perkembangan kebudayaan
Islam pada masa Khulafaur Rasyidin, apa hikmah atau spirit yang dapat saudara/i
ambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?
Para khulafur Rasyidin menerapkan toleransi beragama di wilayah
kekuasaannya. Para khalifah senantiasa mengingat pesan Rasulullah untuk
bertoleransi, serta menjaga keselamatan kaum kafir yang tidak mengancam. Saat Abu
Bakar Ash-Shiddiq menjabat khalifah, beliau menyampaikan pesan saat mengirim
pasukan Usamah bin Zaid, yaitu: “jangan membunuh anak-anak, wanita, orang lanjut
usia dan tidak boleh mengganggu orang yang sedang mengabdikan diri di biara
(tempat ibadah)”.
Begitu pula masa pemerintahan Umar bin Khattab yang menerapkan sikap
toleransi kepada kaum kafir. Sikap toleransi tersebut dilakukan Umar karena
kecintaannya kepada Allah dan RasulNya, Umar bin Khattab adalah seorang yang
meyakini bahwa selain menjaga keimanan, hubungan baik kepada Allah sebagai
khalifah ia juga harus menjaga hubungan baik pada kehidupan sosial karena itu ia
menekankan toleransi kepada siapapun, termasuk orang kafir atau orang dari ras
yang berbeda. Bukan hanya sampai di masa Umar bin Khattab, toleransi serupa
terhadap umat agama dan suku lain juga masih ditekankan pada masa Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Sikap ini merupakan perwujudan dari salah satu nilai moderasi beragama
yaitu toleransi. Toleransi dalam B. Arab adalah tasāmuh berarti sikap baik dan
28
berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan dengan orang lain yang tidak sesuai
dengan pendirian dan keyakinannya.
Glosarium
Al-Sabiqun Al-Awwalun : Orang-orang yang pertama kali masuk/memeluk Islam.
Diwan : Sebuah lembaga pemerintahan di negara-negara Islam.
Dzun nurain : Julukan untuk Utsman bin Affan yang artinya pemilik dua
cahaya karena menikahi dua putri Rasulullah, yakni
Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Ekspansi : Suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan menjadi
lebih besar, atau bisa juga menjadi lebih luas; perluasan
wilayah.
29
Fathu Makkah : Peristiwa yang terjadi pada tahun 630 tepatnya pada tanggal
10 Ramadan 8 H, di mana Nabi Muhammad beserta 10.000
pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah, dan
kemudian menguasai Makkah secara keseluruhan tanpa
pertumpahan darah sedikitpun, sekaligus menghancurkan
berhala yang ditempatkan di dalam dan sekitar Ka'bah.
Ghanimah : Harta yang diambil dari musuh dengan cara perang.
Bentuk-bentuk harta rampasan yang diambil tersebut bisa
berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, dan tawanan
perang.
Jizyah : Pajak per kapita yang diberikan oleh penduduk non-
Muslim pada suatu negara di bawah peraturan Islam.
Khulafaur Rasyidin : Pemimpin-pemimpin yang menggantikan Rasulullah Saw
yang memperoleh petunjuk dari Allah SWT.
Perang Riddah : Perang melawan kemurtadan adalah perang melawan
pemberontakan beberapa suku Arab. Perang ini dilancarkan
oleh Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq selama tahun 632 dan
633 M.
Daftar Pustaka
Al-Akkad, A. M. (1978). Kecemerlangan Umar bin Khattab. Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Azizi & Syukur, A. (2021). Utsman bin Affan. Yogyakarta: Diva Press.
Al-Naisabury, A.H. (1997). al-Mustadrak ala al-Shahihain. Cairo: Daru al- Haramain.
Al-Tanthawy, A. (1986). Abu Bakar al-Shiddiq. Jeddah: Daru al-Manarah.
Al-Thabary, A. (1409 H). Tarikh al-Umam wa al-Muluk. Beirut: Daru al-Fikri.
Amin, Samsul Munir. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Ash-Shalabi, A. M. (2012). Biografi Ali Bin Abi Thalib. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Audah, Ali. (2013). Ali bin Abi Talib sampai kepada Hasan dan Husain. Jakarta: Tintamas.
Badri, Yatim. (2018). Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II. Depok: RajaGrafindo
Persada.
Hadi, N., Hidayah, N., & Istirakhah. (2016). Ayo Mengkaji Sejarah Kebudayaan Islam.
Jakarta: Erlangga.
Katsir, Ibnu. (2002). Al-Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa'ur Rasyidin. Jakarta: Darul
Haq.
Mas'ud, Sulthon. (2014). Sejarah Peradaban Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel.
Nasution, Harun. (2010). Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
Nizar, S. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Depok: RajaGrafindo Persada.
Nu’man, Syibli. (1981). Umar yang Agung. Bandung: Pustaka.
30
PT. Borobudur Kerta Rajasa. (2019). Gaya Kepemimpinan Umar bin Khattab. borobudur-
training.com.
Syaefuddin, M. (2013). Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Syalabi, A. (1993). Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Al-Husna Zikra.
Syalabi, Ahmad. (1979). Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, jilid 4.
Kairo: Maktabah al-Mishriyah.
Zainudin. (2017). Sistem Pemerintahan Islam Pada Era Khalifah Ali Bin Abi Thalib Dalam
Perspektif Fiqih Siyasah. Lampung.
31