You are on page 1of 41

DAFTAR ISI

SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
MODUL 1 KLASIFIKASI ENDAPAN BIJIH ..................................................... 2
1.1 Pendahuluan ............................................................................................... 2
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................... 2
1.3 Klasifikasi Endapan bijih ............................................................................ 2
1.4 Sebaran Endapan Mineral di Indonesia ..................................................... 11
1.5 Daftar Referensi ....................................................................................... 11
MODUL 2 ALTERASI DAN KARAKTERISTIK URAT ................................. 12
2.1 Pendahuluan ............................................................................................. 12
2.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 12
2.3 Alterasi Hidrotermal ................................................................................. 12
2.4 Karakteristik Pembentukan Mineral pada Urat .......................................... 17
2.5 Daftar Referensi ....................................................................................... 18
MODUL 3 ENDAPAN HIDROTERMAL ......................................................... 19
3.1 Pendahuluan ............................................................................................. 19
3.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 19
3.3 Klasifikasi Endapan Hidrotermal .............................................................. 19
3.4 Studi Kasus Endapan Hidrotermal di Indonesia ........................................ 25
3.5 Daftar Referensi ....................................................................................... 27
MODUL 4 ENDAPAN RESIDUAL .................................................................. 28
4.1 Pendahuluan ............................................................................................. 28
4.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 28
4.3 Lingkungan Pengendapan Endapan Residual ............................................ 28
4.4 Studi Kasus Endapan Residual di Indonesia.............................................. 31
4.5 Daftar Referensi ....................................................................................... 33
MODUL 5 UNSUR TANAH JARANG............................................................. 34
5.1 Pendahuluan ............................................................................................. 34
5.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 34

0
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
5.3 Karakteristik Unsur Tanah Jarang ............................................................. 34
5.4 Lingkungan Pengendapan Unsur Tanah Jarang ......................................... 36
5.5 Daftar Referensi ....................................................................................... 40

1
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
MODUL 1
KLASIFIKASI ENDAPAN BIJIH

1.1 Pendahuluan
Endapan Bijih adalah istilah populer yang digunakan untuk endapan
mineral, merupakan suatu penggambaran secara geologi atau keterjadian dari
akumulasi secara lokal sumberdaya mineral tertentu yang memiliki ukuran dan
konsentrasi (grade) yang cukup sehingga dianggap memiliki potensi ekonomis
untuk dieksploitasi. Mengklasifikasikan endapan bijih dilakukan oleh para Ahli
pada dasarnya tidaklah mudah. Terdapat klasifikasi yang didasarkan pada
genesanya, ada juga klasifikasi secara diskriptif, misal berdasarkan komoditi
logamnya, atau berdasarkan batuan yang ditempatinya (host rocks-nya).
Pengetahuan serta pemahaman mengenai klasifikasi endapan bijih adalah salah
satu hal penting yang menjadi kompentensi dari seorang geologist.
Endapan bijih adalah agregat dari mineral bijih (ore minerals) dan gangue
mineral (mineral yang tidak dibutuhkan) yang satu atau lebih unsur logamnya
dapat diekstraksi secara ekonomis.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan kepada
mahasiswa mengenal klasifikasi endapan bijih dan dasar pengklasifikasian yang
dilakukan oleh para ahli. Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan
mampu menjelaskan Klasifikasi Endapan Bijih dan Keterdapatannya di
Indonesia.

1.3 Klasifikasi Endapan bijih


a. Klasifikasi lingred (1911)
Endapan hipotermal terbentuk pada wilayah yang cukup dalam pada
temperature yang relative panas, endapan epitermal merupakan endapan yang
terbentuk di dekat permukaan, dengan kondisi temperature yang rendah.
Sedangkan endapan Mesotermal terbentuk pada kedalaman dan temperature

2
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
diantara endapan Mesitermal dan hipotermal. Dalam klasifikasi ini belum
muncul istilah hidrotermal, tetapi hanya disebut dengan istilah “karena naiknya
air, berhubungan dengan aktivitas batuan beku”.

Tabel 1.1 klasifikasi lingred

b. Klasifikasi Niggli (1929)


Niggli mengelompokkan mineral dengan menggabungkan konsep stadia
magmatisme dengan jenis-jenis komoditi logamnya. Kelompok pertama adalah
endapan endapan yang terkait dengan batuan plutonik, yang kemudian dibagi
menjadi Kelompok Orthomagmatik, Kelompok Pneumatolitik-Pegmatik, dan
kelompok Hidrotermal.

3
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
Tabel 1.2 Klasifikasi Endapan Bijih Niggli

c. Klasifikasi Graton (1933)


Graton (1933) mengusulkan istilah teletermal, untuk endapan mineral pada
daerah dangkal, yang terbentuk jauh dari sumbernya (T dan P rendah).
Sedangkan Buddington (1935), mengenalkan istilah xenotermal, untuk
endapan pada daerah dangkal tetapi terbentuk pada temperatur tinggi (T) tinggi
dan (P) rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya intrusi pluton didekat
permukaan.

4
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
Tabel 1.3 Klasifikasi Lindgren (1933) yang dimodifikasi oleh Graton
(1933) dan Buddington (1935)

d. Klasifikasi stantan (1972)


Klasifikasi endapan bijih stantan didasarkan pada asosiasi batuan
sampingnya (host rock), baik pada batuan beku, sedimen hingga metamorf.
Pengelompokkan tersebut meliputi:
1) Bijih pada batuan beku
• Bijih berasosiasi dengan mafik dan ultramafik
• Bijih berasosiasi dengan felsik
2) Bijih yang berafiliasi batuan sedimen
• Konsentrasi bijih besi
• Konsentrasi bijih mangan

5
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
• Strata-bound
3) Stratiform sulpide yang berasosiasi dengan volkanik laut
4) Bijih berasosiasi dengan urat
5) Bijih berasosiasi dengan batuan metamorf

e. Klasifikasi evans (1993)


Pada klasifikasi ini endapan di bagi secara genenetik yang terdiri dari
endapan yang disebabkan oleh proses magmatik, proses hidrotermal, proses
metamorfisme, serta proses-proses dipermukaan. Endapan magmatik, dibagi
menjadi endapan yang disebabkan proses gravitational settling, liquid
immisvibility, maupun pegmatik.
1. Proses Magmatik
Mineral-mineral bijih seperti magnetit, ilmenit, kromit terbentuk pada
fase awal diferensiasi magma, bersamaan dengan pembentukan mineral
olivine, piroksen, Ca-Plagioklas. Semua mineral bijih yang terbentuk pada
fase ini disebut sebagai endapan magmatik.
2. Proses hidrotermal
Sistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas
(50° sampai >500°C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan
tekanan yang bervarisasi, di bawah permukaan bumi (Pirajno, 1992).
Sistem ini mengandung dua komponen utama, yaitu sumber panas dan fase
fluida.
Endapan hidrotermal dapat dibagai menjadi beberapa kelompak, yaitu:
• Berhubungan dengan batuan beku
- Porfiri: Cu, Au, Mo. Contoh di Grasberg, Batuhijau
- Skarn: Cu,Au,Fe. Contoh Ertzberg complex
- Greisen: Sn, W. Contoh di P.Bangka
- Epitermal (low and high sulphidation type, Carlyn type): Au,Cu, Ag,
Pb. Contoh di Pongkor, M.Muro
- Massive Sulphide Volcanogenic: Au, Pb, Zn. Contoh Wetar
• Tidak berhubungan dengan batuan beku

6
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
- Lateral secretion (Missisippi valley type): Au,Pb,Zn
3. Proses metamorfisme-hidrotermal
Metamorfosa dan metasomatosa kontak yang melibatkan batuan
samping terutama batuan karbonat seringkali menghasilkan skarn dan
endapan skarn. Dalam proses ini berbagai macam fluida seperti magmatik,
metamorfik, serta meteorik ikut terlibat. Walaupun sebagian besar skarn
ditemukan pada batuan karbonat, tetapi juga dapat terbentuk pada jenis
batuan lainnya, seperti serpih, batupasir maupun batuan beku. Klasifikasi
skarn pada umumnya banyak mempertimbangkan tipe batuan dan asosiasi
mineral dari batuan yang di-replace. Pengertian endo-skarn dan exoskarn
mengacu pada skarnifikasi batuan beku dan batugamping yang terkait.
Endoskarn adalah proses skarnifikasi yang terjadi pada batuan beku,
sedangkan exoskarn adalah skarnifikasi pada batugampiong sekitar batuan
beku. Pada kenyataannya sebagian besar bijih skarn hadir sebagai exo-
skarn.
4. Proses di permukaan
Endapan permukaan merupakan endapan-endapan bijih yang terbentuk
relatif dipermukaan, yang dipengaruhi oleh pelapukan dan pergerakan air
tanah. Telah dikenal secara luas, bahwa endapan (sedimen} permukaan
dibagi menjadi endapan alohton (allochthonous) dan endapan autohton
(autochthonous).
Endapan alohton yang terkait dengan bijih atau secara ekonomi sering
disebut sebagai endapan placer. Sedangkan endapan autohton yang terkait
dengan bijih biasa dikenal sebagai endapan residual dan endapan presipitasi
kimia atau evaporasi.Sedangkan pengkayaan supergen (supergen
enrichment) walaupun tidak terbentuk di dekat permukaan, tetapi
pembentukannnya terkait dengan proses-proses di permukaan.

7
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
KASIFIKASI ENDAPAN BIJIH

No. Disusun
Oleh Dasar Klasifikasi Klasifikasi Endapan Bijih
(Tahun)
1. Waldemar Pengklasifikasian I. Endapan Oleh Proses Kimiawi
Lindgren Bijih Mineral A. Didalam Tubuh Air
(1911) Lindgren ini 1. Evaporasi
didasari oleh B. Didalam Tubuh Batuan
“Proses kimiawi 1. Konsentrasi komponen yang
karena naiknya air berasal dari tubuh batuan sendiri
magmatik”. a. Oleh pelapukan (0 - 1000 C)

b. Oleh air tanah (0 – 1000C)

c. Oleh metamorfosa (0 – 4000 C)


2. Penambahan komponen dari luar
a. Tanpa aktivitas batuan beku (0-
1000 C)
b. Berhubungan dengan aktivitas
batuan
1. Karena naiknya air
- Hypotermal (500 – 6000 C)
- Mesothermal (150 – 3000 C)
- Epithermal (50 – 1500 C)
2. Oleh emnasi langsung batuan
beku
-Pyrothermasomatic (500 8000
C)
-Sublimates (10 – 6000 C)
C. Endapan Magmatik
1. Endapan magmatic (700 –
15000 C)
2. Pegmatik (575o)

8
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
2. Stantan Pengklasifikasian 1. Bijih Pada Batuan Beku
(1972) Bijih Mineral dari a. Bijih berasosiasi dengan batuan mafik
Stantan didasari dan ultramafik
oleh “Asosiasi b. Bijih berasosiasi dengan batuan felsic
batuan 2.Bijih yang berafiliasi dengan batuan
sampingnya atau sedimen
Host rock nya, a. Konsentrasi bijih besi
baik pada batuan b. Konsentrasi bijih mangan
beku, metamorf c. Strata – bound
dan sedimen”. 3. Stratiform sulpide yang berasosiasi
dengan volkanik laut
4. Bijih berasosiasi dengan urat
5. Bijih berasosiasi dengan batuan
metamorf

3. Mitchel dan Pengklasifikasian 1. Endapan di continental Hot Spots,


Garson Bijih Mineral dari Rifts dan Aulacogens
(1981) Mitchel dan 2. Endapan pada Passive Continentl
Grason didasari Margins dan Interior Basins
oleh “Lingkungan 3. Endapan pada lingkungan Oceanic
tektonik tempat 4. Endapan pada lingkungan Subduksi
mineral 5. Endapan pada lingkungan yang
terendapkan” terkait dengan Collision
6. Endapan pada Transforms Faults dan
Linementnya pada Continental
4 Klasifikasi Pada klasifikasi 1. Proses Magmatik
evans (1993) ini endapan di Mineral-mineral bijih seperti magnetit,
bagi secara ilmenit, kromit terbentuk pada fase
genenetik yang awal diferensiasi magma, bersamaan
terdiri dari dengan pembentukan mineral olivine,
endapan yang piroksen, Ca-Plagioklas. Semua

9
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
disebabkan oleh mineral bijih yang terbentuk pada fase
proses magmatik, ini disebut sebagai endapan magmatik.
proses 2. Proses hidrotermal
hidrotermal, Sistem hidrotermal dapat didifinisikan
proses sebagai sirkulasi fluida panas (50°
metamorfisme, sampai >500°C), secara lateral dan
serta proses- vertikal pada temperatur dan tekanan
proses yang bervarisasi, di bawah permukaan
dipermukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini
mengandung dua komponen utama,
yaitu sumber panas dan fase fluida.
3. Proses metamorfisme-hidrotermal
Metamorfosa dan metasomatosa kontak
yang melibatkan batuan samping
terutama batuan karbonat seringkali
menghasilkan skarn dan endapan skarn.
Dalam proses ini berbagai macam
fluida seperti magmatik, metamorfik,
serta meteorik ikut terlibat. Walaupun
sebagian besar skarn ditemukan pada
batuan karbonat, tetapi juga dapat
terbentuk pada jenis batuan lainnya,
seperti serpih, batupasir maupun batuan
beku.
4. Proses di permukaan
Endapan permukaan merupakan
endapan-endapan bijih yang terbentuk
relatif dipermukaan, yang dipengaruhi
oleh pelapukan dan pergerakan air
tanah. Telah dikenal secara luas, bahwa
endapan (sedimen} permukaan dibagi

10
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
menjadi endapan alohton
(allochthonous) dan endapan autohton
(autochthonous).
Endapan alohton yang terkait
dengan bijih atau secara ekonomi
sering disebut sebagai endapan placer.
Sedangkan endapan autohton yang
terkait dengan bijih biasa dikenal
sebagai endapan residual dan endapan
presipitasi kimia atau evaporasi.
Sedangkan pengkayaan supergen
(supergen enrichment) walaupun tidak
terbentuk di dekat permukaan, tetapi
pembentukannnya terkait dengan
proses-proses di permukaan.

1.4 Sebaran Endapan Mineral di Indonesia


Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi tembaga dan emas yang
melimpah. Sebagian besar endapan tembaga dan emas ini terakumulasi pada
daerah busur magmatik. Pembentukan emas pada daerah busur magamatik
sangat menarik untuk diteliti karena sebagian besar wilayah kepulauan Indonesia
dilalui oleh busur magmatik yang di buktikan dengan adanya deretan jalur
gunungapi. Endapan hasil alterasi hidrotermal berupa sistem porfiri merupakan
salah satu contoh dari beberapa sistem yang dapat menghasilkan endapan
mineral logam tembaga.

1.5 Daftar Referensi


Surtato H. “Panduan Kuliah dan Praktikum Endapan Mineral.” Laboratorium
Petrologi dan Bahan Galian Teknik Geologi, Fakultas Teknologi
Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”: Yogyakarta

11
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
MODUL 2
ALTERASI DAN KARAKTERISTIK URAT

2.1 Pendahuluan
Alterasi memiliki kaitan erat dengan mineralisasi, alterasi hidrotermal
merupakan pergantian mineralogi dan komposisi kimia yang terjadi ketika
batuan berinteraksi dengan fluida hidrotermal (White, 1996). Alterasi terjadi
sebagai proses kesetimbangan antara mineralmineral batuan yang berinteraksi
dengan larutan/fluida hirotermal. Jika kenampakan alterasi pada tubuh batuan
memiliki pola keteraturan maka dapat dibagi dalam bentuk zona yang disebut
zona alterasi. Alterasi terjadi umumnya bersamaan dengan terbentuknya
pengisian rekahan-rekahan oleh urat-urat atau gangue. Materi-materi pengisi
gangue dan urat dapat berupa silikat, karbonat, dan sulfide dan mineral-mineral
bijih. Pada beberapa tubuh urat yang dijumpai dilapangan menunjukkan adanya
pola-pola tekstur urat tertentu yang dapat dipelajari dan mencirikan kondisi
lingkungan pengendapan mineral tertentu.

2.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan kepada
mahasiswa mengenal jenis alterasi hidrotermal dan mendeskripsikan tekstur
mineralisasi yang terjadi pada tubuh urat. Tujuan dari praktikum ini adalah agar
praktikan mampu menjelaskan/mendeskripsikan mineral-mineral dan tipe
alterasi hidrotermal serta mendeskripsikan tekstur bijih.

2.3 Alterasi Hidrotermal


Alterasi hidrothermal adalah perubahan komposisi mineral dari suatu batuan
akibat adanya interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan tersebut. Proses
alterasi akan menyebabkan terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder
yang kemudian disebut dengan mineral yang teralterasi (alteration minerals).
Alterasi hidrotermal merupakan proses yang kompleks karena terjadi perubahan
secara mineralogi, kimia dan tekstur oleh akibat adanya interaksi larutan

12
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
hidrotermal dengan batuan samping (wall rock) yang dilaluinya pada kondisi
fisika-kimia tertentu (Pirajno, 1992). Alterasi Hidrotermal meliputi proses-
proses geokimia seperti proses hidrasi, hidrolisis, reaksi redoks, dan sulfida serta
proses-proses lainnya.
1. Faktor yang mempengaruhi proses alterasi
Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal
adalah suhu, kimia fluida (pH), komposisi batuan samping, durasi aktivitas
hidrotermal dan permeabilitas. Namun faktor kimia fluida (pH0 dan suhu
merupakan faktor yang paling berpengaruh (Corbett dan Leach,1966).
• Suhu merupakan hal yang paling penting dalam proses alterasi karena
hampir semua reaksi kimia yang terjadi diakibatkan oleh adanya kenaikan
suhu.
• Permeabilitas dari suatu batuan akan menentukan intensitas pengaruh
larutan hidrotermal terhadap batuan dan kecepatan presipitasi mineral-
mineral baru. Batuan yang memeliki permeabilitas kecil akan
menyebabkan tingkat pengaruh alterasi yang tidak signifikan.
• Komposisi awal dari batuan yang terkena larutan hidrotermal akan
menentukan komponen-komponen yang akan terbentuk akibat proses
alterasi.
• pH dan Komposisi fluida mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
menentuakan tingkat kecepatan dan jenis mineral-mineral hidrotermal
yang terbentuk.
2. Zona Alterasi
Suatu zona yang memperlihatkan adanya penyebaran himpunan
mineralmineral tertentu yang terbentuk dari hasil proses alterasi disebut Zona
Alterasi (alteration zone). Adapun macam-macam alterasi yang umum
dijumpai pada endapan hidrotermal yaitu antara lain:
a) Potasik
Jenis alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral ubahan berupa biotit
sekunder, k-feldspar, kuarsa, serisit, dan magnetit. Biotit sekunder hadir
akibat reaksi antara mineral-mineral mafik terutama hornblende dengan

13
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar, maupun
piroksin. Selain itu, tipe alterasi ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan
muskovit-biotit-alkali felspar-magnetit. Anhidrit sering hadir sebagai
asesori, serta sejumlah kecil albit dan titanit (sphene) atau rutil.
Alterasi potasik terbentuk pada daerah yang dekat dengan batuan beku
intrusif porfiri, fluida yang panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan
karakter magmatik yang kuat. Alterasi ini diakibatkan oleh penambahan
unsur potasium (K) pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak
atau sedikitnya unsur kalsium dan sodium di dalam batuan yang kaya akan
mineral aluminosilikat. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona
ubahan potasik ini terbentuk menyebar tempat mineral tersebut merupakan
mineral-mineral sulfida yang terdiri atas pirit maupun kalkopirit dengan
rasio yang relatif sama.
b) Filik
Tipe alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik
terutama pada endapan tembaga porfiri. Batas zona alterasi ini berbentuk
circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi
pada endapan tembaga porfiri. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral
serisit (mika halus) dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral
pirit yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral bijih yang dijumpai
berupa kalkopirit, tembaga dan native gold (emas). Mineral serisit
terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari
alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi
rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+,
menjadi mineral filosilikat atau kuarsa. Zona ini tersusun oleh himpunan
mineral kuarsa-serisit-pirit, dengan kehadiran pirit yang sangat
melimpah yang umumnya tidak mengandung mineral-mineral lempung
atau alkali feldspar. Zona ini terbentuk akibat influks air yang memiliki
suhu yang lebih rendah dan fluida asam-netral, salinitas beragam, pada
zona permeabel, dan pada batas dengan urat.

14
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
c) Argilik
Zona ini terdiri atas mineral lempung argilik seperti kaolinit dan
montmorilonit. Kehadiran zona ini menandakan semakin intensnya
kehadiran influks air meteorik yang memiliki suhu dan nilai pH yang
lebih rendah. Himpunan mineral pada tipe argilik terbentuk pada
temperatur 100°-300°C (Pirajno, 1992), fluida asam-netral, dan
salinitas rendah.
d) Argilik lanjut (advanced arcilic)
Pada sistem epitermal sulfidasi tinggi (fluida kaya asam sulfat),
ditambahkan istilah advanced argilic yang dicirikan oleh kehadiran
himpunan mineral pirofilit-diaspor-andalusit-kuarsa-turmalinenargit-
luzonit (untuk suhu tinggi, 250°-350°C), atau himpunan mineral
kaolinit-alunit-kalsedon-kuarsa-pirit (untuk suhu rendah <180°).
e) Propilitik
Dicirikan oleh kehadiran klorit disertai dengan beberapa mineral
epidot, illit/serisit, kalsit, albit, dan anhidrit. Terbentuk pada
temperatur 200°-300°C pada pH mendekati netral, dengan salinitas
beragam, umumnya pada daerah yang mempunyai permeabilitas
rendah.
f) Propilitik dalam (inner propilitik)
Tipe alterasi ini dijumpai pada sistem epitermal sulfidasi rendah
(fluida kaya klorida, pH mendekati netral), umumnya menunjukkan
zona alterasi seperti pada sistem porfiri, tetapi menambahkan istilah
inner propylitic untuk zona pada bagian yang bersuhu tinggi (>300°C)
yang dicirikan oleh kehadiran epidot, aktinolit, klorit, dan ilit.

15
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
Gambar 2.1 Temperature Menurut Corbett & Leach (1996)

16
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
2.4 Karakteristik Pembentukan Mineral pada Urat
No Gambar Deskripsi Tekstur
1. Crustiform Tekstur Crustiform adalah tekstur
endapan epitermal yang memperlihatkan
perlapisan yang mempunyai orientasi
pararel terhadap dinding urat atau vein,
dan dipertegas oleh adanya perbedaan
pada komposisi mineral dn warnanya.
Tekstur ini terbentuk oleh pengisian
rekahan pada dinding bukaan berlapis dan
berulang, memiliki morfologi atau
kenampakan berlapis serta berulang dan
mempunyai rhytme.
2. Cockade Tekstur Cockade merupakan, tekstur
endapan bijih yang terbentuk akibat
adanya lapisan Crustiform yang
menyelimuti fragmen Kristal dari mineral.

3. Triangular Tekstur Triangular merupakan tekstur


endapan bijih yang terbentuk apabila
larutan mengendap pada pori daintara
fragmen batuan yang terbreksikan. Kalau
pengisian tidak penuh maka akan mudah
mengenalinya.
4. Comb structure Comb struktur merupakan tekstur
endapan bijih yang memperlihatkan
sebuah kumpulan Kristal – Kristal
euhedral – subhedral membentuk seperti
gigi yang menyerupai sisir. Tekstur ini
terbentuk akibat adanya pengisian celah

17
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
– celah oleh larutan hidrotermal yang
menyebabkan terbentuknya mineral
disepanjang dinding rekahan.
5. Struktur Moss Tekstur Moss adalah tekstur endapan
bijih yang dicirikan oleh kenampakan
seperti kumpulan – kumpulan buah
anggur. Tekstur ini terbentuk akibat
adanya perubahan fase metastabil atau
silika amorf (Misalnya, silika gel
kalsedon, opal, kristobalit) menjadi
kuarsa.

2.5 Daftar Referensi


Adi Maulana. 2017. “Buku Endapan Mineral.”
http://repository.trisakti.ac.id/usaktiana/digital/00000000000000088550/2016
_TA_GL_07212094_BAB-4.pdf

18
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
MODUL 3
ENDAPAN HIDROTERMAL

3.1 Pendahuluan
Endapan hidrotermal terbentuk oleh adanya sirkulasi fluida
hidrotermal yang melindi (leaching), menstranport, dan mengendapkan
mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik
maupun kimiawi (Pirajno, 1992). Interaksi antara fluida hidrotermal dengan
batuan yang dilewatinya (batuan dinding), akan menyebabkan terubahnya
mineral mineral primer menjadi mineral ubahan. Semua mineral bijih yang
terbentuk sebagai mineral ubahan pada fase ini disebut sebagai endapan
hidrotermal. Berdasarkan tipe dan model endapannya, endapan hidrotermal
dapat dibagi menjadi beberapa tipe endapan diantaranya; Endapan
Epitermal, Endapan Porfiri, Endapan Skarn, Endapan VMS dan Endapan
SEDEX.

3.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan kepada
mahasiswa mengenal tipe endapan hidrotermal beserta karakteristiknya
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan mampu menguraikan
bentuk model empiric dari tipe Endapan hidrotermal serta mendeskripsikan
masing-masing karakteristik Endapan hidrotermal.

3.3 Klasifikasi Endapan Hidrotermal


Berdasarkan tipe dan model endapannya, endapan hidrotermal dapat
dibagi menjadi beberapa tipe endapan diantaranya; Endapan Epitermal,
Endapan Porfiri, Endapan Skarn, Endapan VMS dan Endapan SEDEX.
1) Endapan Epitermal
Endapan epitermal merupakan suatu endapan lauratn hidrotermal
yang dekat dengan permukaan (berkisar antara 50-1500meter dari atas
permukaan bumi). Endapan epitermal terbentuk berkaitan dengan aktivitas

19
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
vulkanisme pada suatu daerah. Biasanya sistem epitermal ditandai dengan
munculnya manifestasi aktivitas vulkanisme dangkal di atas permukaan
bumi dalam bentuk hot spring (mata air panas) atau fumarole. Endapan
epitermal terbentuk dari larutan yang dilute (yang mengandung NaCl <
dari 5wt%) yang mengalami proses boiling (mendidih) pada suhu antara
200300°C.

Gambar 3.1 Model Endapan epitermal


2) Endapan Porfiri

Gambar 3.2 Model Endapan Porfiri


Endapan porfiri (porphyry deposit) adalah jenis endapan hidrotermal
yang mempunyai penyebaran luas dengan pola bijih yang menyebar dan
mengandung konsentrasi bijih yang rendah yang dijumpai pada batuan
beku dengan tekstur porfiritik dengan komposisi asam sampai dengan
menengah (Sillitoe, 2010), Endapan tipe porfiri merupakan endapan
yang terbentuk akibat asosiasi antara larutan hidrotermal dengan
aktivitas batuan beku intrusif yang mineral-mineral sulfida dan

20
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
oksidanya terbentuk dari larutan hidrotermal pada suhu yang tinggi.
Batuan intrusif umumnya bertekstur porfiritik dan sering berasosiasi
dengan batuan vulkanik yang sejenis.
Sistem endapan porfiri berasosiasi dengan keberadaan tubuh batuan
intrusif yang dangkal yang bersifat asam sampai intermediate yang
mengandung fenokris dengan tekstur porfiritik. Karena sangat erat
kaitannya dengan batuan porfiritik inilah yang menyebabkan endapan ini
dinamakan dengan endapan porfiri.
Berikut merupakan karakteristik dari sistem endapan porfiri yang
membedakannya dengan endapan sistem hidrotermal lainnya (Cooke,
dkk., 2005).
a. Tubuh bijih biasanya berasosiasi dengan seri intrusi dan dike yang
berkomposisi diorit sampai dengan monzonit kuarsa dengan tekstur
porfiritik.
b. Zona breksiasi dengan fragmen yang menyudut dan terkadang
membulat umum dijumpai berasosiasi dengan tubuh batuan intrusif.
c. Dijumpai zona stockwork yang disusun oleh veinlet-veinlet kuarsa
dan sulfida.
d. Alterasi yang khas dijumpai berupa:
- zona alterasi potasik pada bagian inti dari tubuh mineralisasi yang
dicirikan oleh kehadiran biotit sekunder dan felspar berasosiasi
dengan bijih,
- zona alterasi kuarsa-serisit (serisit/filik) pada bagian luar yang
dekat dengan tubuh bijih dan kadang dijumpai menindih
(overprint) zona potasik dan tubuh bijih,
- zona alterasi epidote-klorit (propilitik) pada bagian terluar dari
tubuh bijih.
e. Model endapannya akan membentuk sebuah zona konsentrik yang
cenderung mengikuti bentuk dari tubuh pluton.
f. Bagian atas dari cebakan dapat memperlihatkan adanya zona
pengayaan yang disebut dengan supergene enrichment, yaitu zona

21
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
ketika grade dari bijih akan bertambah akibat logam dari bagian atas
cebakan mengalami pelarutan dan terbawa sampai kedalaman di
bawah muka air tanah yang kemudian mengalami presipitasi.
3) Endapan Skarn

Gambar 3.3 Model Endapan Skarn


Skarn adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu batuan
yang didominasi oleh mineral-mineral cale-silica yang terbentuk oleh
proses penggantian atau replacement dari batuan yang bersifat karbonat
selama proses metamorfisme atau akibat adanya kontak dengan proses
metasomatisme yang berasal dari suatu intrus batuan beku (Meinert, dkk.
2005; Pirajno, 2009).
Istilah skarn berasal dari Negara Swedia yang merupakan sebuah
istilah pertambangan yang digunakan untuk menggambarkan kehadiran
mineral-mineral pengotor (gangue mineral) yang berbutir kasar dan kaya
akan calcium-silicate di beberapa endapan bijih besi.
Skarn dapat terbentuk selama proses metamorfisme regional atau
kontak dan dari proses metasomatisme yang melibatkan larutan yang
berasal dari magma, metamorfik, meteorik, dan marin. Pada umumnya
endapan skarn dijumpai berdekatan dengan tubuh batuan beku plutonik,
di sepanjang jalur patahan regional, pada sistem panas bumi yang
dangkal, pada dasar samudra, dan pada kerak benua bagian bawah. Skarn
juga sangat umum dijumpai berdekatan dengan endapan tipe porfiri.
Proses terjadinya skarn melibatkan proses metamorfisme kontak
yang bertemperatur tinggi. Magma yang kaya akan silika mengintrusi

22
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
batuan sedimen yang kaya akan karbonat seperti batugamping. Daerah
atau zona yang dekat dengan intrusi tersebut akan mengalami proses
pembakaran (baked) dan terjadi proses metamorfisme kontak yang
selanjutnya akan terjadi penambahan unsur-unsur penyusun dari magma
ke dalam batugamping (metasomatisme), terutama penambahan unsur
silica dan calcium- dan pengurangan unsur pada batugamping. Unsur
silica dan calcium tersebut akan bergabung untuk membentuk mineral
mineral yang kaya akan calcium silica pada temperatur yang tinggi.
4) Endapan VMS

Gambar 3.4 Model Endapan VMS


Endapan VMS adalah kumpulan dari mineral-mineral sulfida
dalam bentuk perlapisan (stratiform) yang dibentuk oleh hasil presipitasi
larutan hidrotermal di permukaan atau di bawah lantai samudra (sea
floor) pada zaman purba (ancient) ataupun yang masih terus berlangsung
(modern).
Sama halnya dengan sistem endapan hidrotermal yang telah
dibahas sebelumnya, sistem hidrotermal di lantai samudra terdiri dari
sumber panas (magma), daerah recharge, arus sirkulasi, dan jalur
pembuangan pada lantai samudra yaitu mata air panas yang tersalurkan
lewat jalur berupa urat-urat dan rekahan.
Proses sirkulasi dan pemanasan dari air laut terjadi pada kedalaman
sekitar 2-8 km pada kerak oseanik. Air laut yang terpanaskan tersebut
kemudian mengalami proses boiling dan pemisahan fase (phase
separation), dengan ditandai berkembangnya lapisan brine di kerak

23
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
oseanik. Larutan hidrotermal yang terbentuk akan mengalami perubahan
suhu, komposisi, dan konsentrasi volatil akibat beberapa proses interaksi
dengan batuan samping. Sirkulasi yang terjadi menyebabkan presipitasi
urat-urat sulfida logam seperti Cu, Zn, Pb dan Fe pada suhu berkisar
antara 350550°C serta menyebabkan terjadinya alterasi. Susunan
hidrotermal yang terbentuk pada umumnya mempunyai urutan dari
dalam ke luar rekahan sebagai berikut: Sulfida Cu, Zn dan sulfida Fe,
sulfida colloform, sulfat (barit, anhidrit yang umumnya berasosiasi
dengan Au). Aktivitas ini berangsur-angsur akan berhenti akibat telah
terisinya rekahan-rekahan dan pori-pori yang ada. Adanya proses
pemekaran samudra (sea floor spreading) akan menghasilkan rekahan-
rekahan yang baru dan siklus baru dari pengendapan urat hidrotermal
dimulai. Hal ini berlangsung terusmenerus selama rentang waktu ratusan
bahkan ribuan tahun yang kemudian menghasilkan tubuh bijih sulfida
massive yang luas. Larutan yang mengandung logam mengalami reduksi,
dengan pH 2-6 dan menerobos melalui sistem rekahan lalu keluar di
lantai samudra dalam sebagai hot spring (black dan white smokers) pada
suhu sekitar 350-400°C.
VMS mempunyai karakteristik seperti di bawah ini.
- Secara spasial dan temporal mempunyai hubungan yang erat dengan
kegiatan vulkanisme dan batuan vulkanik.
- Bijih yang masif dijumpai dalam bentuk lapisan (strata) atau
menyerupainya yang mengandung lebih dari 60% mineral sulfida.
- Bijihnya mengandung unsur logam dasar seperti zinc (Zn), tembaga
(Cu), dan lead (Pb) dengan sedikit emas dan perak, tetapi sangat
signifikan dalam grade.
- Mineral bijih terbentuk berasosiasi dengan lingkungan sub-marine
volcanoe namun juga dijumpai ada yang berasosiasi dengan land-based
volanic.

24
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
5) Endapan SEDEX.

Gambar 3.5 Model Endapan SEDEX


Endapan SEDEX adalah endapan sulfida yang dibentuk oleh larutan
hidrotermal yang kaya akan logam terutama Cu, Pb, Zn, Ag dan Ba yang
naik ke atas permukaan melewati rekahan-rekahan yang dibentuk oleh
batas struktur/graben menuju ke atas permukaan dan kemudian
terendapkan. Endapan ini dijumpai dalam bentuk lapisan yang disusun
oleh perselingan zinc (Zn) dan Lead (Pb) pada sebuah cekungan sedimen
di dalam sistem urat submarine dari larutan hidrotermal. Endapan
SEDEX terbentuk pada pantai atau dasar kerak samudera dan di bawah
kerak samudra (jika bijih terbentuk pada zona feeder).

3.4 Studi Kasus Endapan Hidrotermal di Indonesia


Berikut ini merupakan salah satu studi kasus terkait endapan hidrotermal
yang dilakukan di Indonesia dengan judul “Penemuan emas yang Muncul di
Pantai Maluku Tengah: Diduga Berasal dari Hulu.” Daerah penelitian
merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi mineralisasi hidrotermal
berupa batuan ubahan maupun urat-urat kuarsa di Daerah Maluku.
Ahli geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon,
Dr Zain Tuakia angkat bicara soal studi kasus munculnya emas di pesisir pantai
Desa Tamilow, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi
Maluku. Zain menjelaskan secara umum emas berada di bawah bebatuan yang

25
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
lebih keras, seperti bebatuan kuarsa atau malihan di wilayah pegunungan.
Mineral emas yang berada di bebatuan keras itu kata Zain terbentuk dari
endapan primer. Namun, warga Desa Tamilow menemukan emas dalam
bentuk butiran yang lebih kecil di pesisir pantai.
Zain yang juga menjabat sebagai Sekretaris Ikatan Ahli Geologi
Indonesia Pengurus Daerah Maluku ini mengaku, penemuan emas dalam
bentuk butiran yang lebih kecil di pesisir pantai Desa Tamilow itu terjadi
karena adanya endapan plaser. "Jadi di air ini hulunya intinya ada pengikisan
lalu terbawa dan terendap di kali dan sebagainya, jadi kalau muara sungai
sampai ke pantai maka akan sampai di pantai juga itu namanya tipe plaser jadi
pembentukan secara sekunder dia berhubungan dengan endapan pasir di kali
dan pantai," jelasnya. Endapan primer berbentuk butiran emas dalam bebatuan.
Endapan ini umumnya ditemukan di dalam batu kuarsa atau berupa mineral
yang terbentuk akibat adanya proses magmatisme. Namun, ada juga endapan
primer yang terbentuk dari proses metasomatisme serta adanya aktivitas
hidrotermal dari dasar bumi. Hasil dari endapan primer ini yang biasa disebut
sebagai emas logam.
Sedangkan endapan plaser atau lebih dikenal cebakan sekunder terdapat
di antara pelapukan bebatuan yang mengandung emas, akibat adanya oksidasi
serta pengaruh sirkulasi air dalam endapan primer. Umumnya, hasil dari
endapan plaser berupa emas aluvial yang berbentuk biji berukuran sedikit lebih
besar dari emas logam umumnya dan bertekstur kasar. Menurut Zain,
penemuan butiran-butiran emas di pesisir pantai Desa Tamilow itu
mengindikasikan adanya endapan plaser yang terbentuk secara sekunder.
Biasanya penemuan emas di sungai atau pantai itu terjadi karena ada
pengikisan di sumber endapan primer yang berada di dataran yang lebih tinggi.
"Memang kayak begini dia (emas) seperti butiran-butiran dia di
endapanendapan pasir di sungai pantai dan di kaki bukit jadi kalau endapan
yang ini dia umumnya terbawa oleh air, biasanya kalau kita dapat di sini
(pesisir pantai) biasanya kita mengindikasi atau mencurigai di atas pasti ada
sumbernya, sumber secara primer contoh kayak kita dapat batu di kali itu dia

26
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
hanyut dari gunung contohnya seperti itu," paparnya. Dari peta geologi,
wilayah pegunungan di sekitar desa itu memiliki jenis bebatuan malihan yang
berpotensi mengandung mineral emas. Berdasarkan karakteristik alterasi dan
mineralisasi batuan malihan atau metamorf yang di mana pada batuan ini
dikategorikan tipe emas orogenik itu secara primer lalu air mengikis hingga
hanyut terbawa ke sungai hingga pantai.

3.5 Daftar Referensi


Adi maulana. 2017. “Buku Endapan Mineral.”
Ahli Geologi LIPI. 2021. “Emas yang Muncul di Pantai Maluku Tengah:
Diduga Berasal dari Hulu.” Maluku.

27
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
MODUL 4
ENDAPAN RESIDUAL

4.1 Pendahuluan
Endapan residual atau yang juga dikenal dengan endapan hasil pelapukan
merupakan endapan yang terbentuk oleh adanya proses pelapukan dari batuan
yang mengandung bijih mineral yang secara kimiawi tanpa mengalami
transportasi dan membentuk soil (tanah) atau yang disebut dengan laterit.
Endapan ini dicirikan oleh melimpahnya unsur Fe dan Al (OH) yang secara
kimiawi tidak larut oleh proses pelapukan. Namun, Endapan Hasil pelapukan ini
juga terkadang mengandung endapan logam tertentu dengan grade yang tinggi.
Leterit merupakan sumber dari beberapa mineral ekonomis dianataranya
Bauxite, Ni, Mn, Cu, Au dan PG.

4.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan kepada
mahasiswa mengenal Endapan Residual dan keterdapatannya di Indonesia.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan mampu menguraikan
bentuk profil endapan Laterit serta mendeskripsikan genesa pembentukannya.

4.3 Lingkungan Pengendapan Endapan Residual


Endapan residual yaitu endapan hasil pelapukan dimana proses
pelapukandan pengendapan terjadi di tempat yang sama, dengan kata lain tanpa
mengalami transportasi (baik dengan media air atau angin) seperti endapan
sedimen yang lainnya. Proses pelapukan (weathering) biasanya terjadi secara
fisika dan kimia.
Endapan-endapan placer, seperti yang telah dibahas di atas terbentuk
dari material yang terlepas dari batuan sumbernya baik secara mekanik
maupun kimiawi. Seringkali material atau unsur yang tertinggal oleh karena
proses tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Endapan-endapan sisa
tersebut dikenal sebagai endapan residual. Untuk dapat terjadi endapan

28
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
residual, pelapukan kimia yang intensif terutama untuk daerah tropis dengan
curah hujan yang tinggi sangat diperlukan. Dalam kondisi tersebut sebagian
besar batuan akan menghasilkan soil yang kehilangan materialmaterial yang
mudah larut. Soil seperti ini dikenal sebagai laterit (laterites). Besi (Fe) dan
aluminium (Al) hidroksid adalah sebagaian dari material yang paling tidak
mudah larut, dan laterit umumnya mengandung material ini.
• Endapan residual aluminium

Laterit yang sebagian besar mengandung aluminium hidroksid disebut


sebgai bauxite dan merupakan bijih aluminium yang paling penting.
Beberapa endapan bauxite mengalami melapukan dan terendapkan
kembali membentuk bauxite sedimen (sedimentary bauxites).
• Endapan residual nikel (Ni)
Ada sedikit perbedaan pembentukan antara residual aluminium
dengan residual nikel. Aluminium merupakan unsur yang tidak mudah
larut, sedangkan nikel mudah larut. Selama lateritisasi, nikel yang
terkandung dalam batuan peridotit dan serpentinit (0,25% Ni) pada
awalnya terlarut, tetapi kemudian secara cepat mengalami presipitasi
kembali ke dalam mineral-mineral oksida besi pada zona laterit atau zona
limonit (1- 2% Ni) atau dalam garnierit pada zona saprolit (2-3%, zona
lapuk di bawah zona laterit)
Secara umum profil laterit nikel; dapat dibagi menjadi 4 zona (dari atas
ke bawah), yaitu:
a. Zona Overburden atau iron Capping. Zona ini berada paling atas pada
profil dan masih dipengaruhi aktivitas permukaan dengan kuat. Zona
ini tersusun oleh humus dan limonit dengan kandungan Ni sekitar
0,51%). Mineral-penyusunnya adalah goethit, hematit, yang
mengindikasikan daerah yang sudah lama tersingkap. Iron capping
(Ferricrete) terbentuk akibat mobilitas limonit yang berbentuk pada
kondisi asam dekat permukaan dengan morfologi relatif datar.
b. Zona Limonite. Zona ini di bawah iron capping, sebagai zona transisi
kea rah zona saprolit dengan ukuran material berfariasi dari lempung –

29
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
pasir. Tekstur dan struktur dari batuan induk mulai dapat dikenali,
dengan jumlah fragmen peridotit berukuran 2-3 cm (jumlah sedikit).
ecendrungan kimia pada lapisan ini, terjadi pengkayaan supergen Ni
yang signifikan (1-2% Ni), Fe semakin mengecil, SiO2 semakin
membesar, dan Co pada lapisan ini paling tinggi dan mengalami
kestabilan (dibanding lapisan yang lain). Mineralisasi sama dengan
zona limonit dan zona saprolit, yang membedakan adalah hadirnya
kuarsa, lithopirit, dan opal.
c. Zona saprolite. Merupakan zona bijih (ore zone), mengandung banyak
fragmen batuan dasar sehingga mineral penyusunnya, tekstur dan
struktur batuan induk dapat dengan mudah dikenali. Saprolit urat (vein)
garnierit, yang merupakan koloid nickeliferous serpentine banyak
dijumpai. Kecendrungan kimianya, yaitu mempunyai kandungan Ni
yang paling tinggi (2-3% Ni). Ketebalan berkisar antara 2 - 14 meter.
Hasanudin dkk (1992), menyatakan bahwa Derajat serpentinisasi
batuan asal laterit akan mempengaruhi pembentukan zona saprolit,
dimana batuan induk yang sedikit terserpentinisasi akan memberikan
zona saprolit dengan inti batuan sisa yang keras, pengisian celah oleh
mineral 4 garnierit, kalsedon - nikel dan kuarsa, sedangkan serpentinit
akan menghasilkan zona saprolit yang relatif homogen dengan sedikit
kuarsa atau garnierit.
d. Zona batuan induk berada pada bagian paling bawah dari profil laterit.
Tersusun atas bongkah lebih besar dari 75 cm dan blok batuan dasar
dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis lagi
(<0,5% Ni). Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang - kadang membuka,
terisi oleh mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan
menjadi penyebab muncul atau adanya root zone of weathering (zona
akar – akar pelapukan), yaitu high grade Ni, akan tetapi posisinya
tersembunyi. Batuan induk umumnya berupa peridotit, dunit,
serpentinit.

30
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
4.4 Studi Kasus Endapan Residual di Indonesia
Berikut ini merupaka salah satu studi kasus terkait endapan residual yang
dilakukan di Indonesia dengan judul “Analisis Zona Mineralisasi Emas
Denganmetode Derivative Dan Pemodelan 3d Anomali Gaya berat, Studi
Kasus: Pongkor, Jawa Barat”.
Judul: Analisis Zona Mineralisasi Emas Denganmetode Derivative Dan
Pemodelan 3d Anomali Gayaberat, Studi Kasus: Pongkor, Jawa Barat
Penulis: Ahmad Zaenudin, G.R. Pambudi1 M. Sarkowi1 dan R.Z. Sinambela,
Daerah prospek mineralisasi emas pada umumnya berada pada busur
magmatik dan vulkanik. Secara umum, lingkungan pengendapan berasosiasi
denganstrukturpatahan dan batuan intrusif (Hoschke, 2011). Lingkungan
pengendapan emas epitermal sulfidasi rendah merupakan lingkungan yang
terbentuk dari proses dilatasi fluida hidrotermal pada kedalaman 1-2 km dan
suhu antara 150-3000C (White dan Hedenquist, 1995), dimana fluida
hidrotermal didominasi oleh air meteorik dan gas reaktif (Hedenquist dan
Lowestern, 1996).
Lingkungan pengendapan ini juga dicirikan oleh ragam mineral inti
seperti pirit, spalerit, galena, dan arsenopirit, wall rock berupa mineral
lempung dan klorit, serta gangue yang terdiri atas karbonat, lempung dan
mineral kuarsa dalam formasi urat (Corbett, 2002). Proses kenaikan fluida
hidrotermal dari magma menuju permukaan akibat adanya perubahan tekanan
dan temperatur mengakibatkan perubahan komposisi dan dapat
menghancurkan batuan yang dilewatinya sehingga menghasilkan urat-urat
(vein) yang menjadi tempat endapan mineral emas. Zona hancuran dan vein ini
akan memiliki kontras sifat fisika yang berbeda dengan lingkungannya,
misalnya densitas, suseptibilitas magnet dan resistivitas. Metode gayaberat
merupakan salah satu metode medan potensial yang mampu mengukur nilai
densitas suatu material yang ada di dalam bumi. Dalam eksplorasi di
lingkungan pengendapan emas epitermal sulfidasi rendah, metode ini berperan
dalam memetakan zona struktur, zona alterasi dan intrusi yang menjadi

31
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
penyebab terbentuknya lingkungan pengendapan emas epitermal sulfidasi
rendah (Hoscke, 2011).
Analisis ini di lakukan dengan mengorelasikan hasil analisis sesar dari
data gayaberat dengan data geologi daerah penelitian yang berupa informasi
mengenai keadaan geologi termasuk zona mineralisasi emas. Daerah penelitian
ini merupakan daerah eksplorasi emas yang secara regional termasuk kedalam
bagian dari suatu komplek gunung api yang menghampar dari tengah hingga
selatan daerah Jawa Barat dengan umur batuan Tersier hingga Kuarter.
Berdasarkan informasi geologi terdapat beberapa jenis batuan yang
mendominasi di daerah penelitian ini, yang juga dikonfirmasi oleh hasil
penelitian berdasarkan data gayaberat, yaitu batuan tuff dasitik berumur
Miosen, batuan tuff lapili berumur Miosen dan batuan andesit berumur Kuarter
yang merupakan batuan paling muda di antara jenis batuan lainnya.
Mineralisasi berupa vein yang di temukan sebagian besar berada pada tubuh
batuan tuff atau blokan lapili (Milesi, 1994). Berdasarkan informasi geologi di
daerah penelitian, background dari densitas batuan daerah ini relatif tinggi,
yaitu sebesar 2,67 gr/cc yang merupakan batuan vulkanik. Nilai tersebut
merupakan rata-rata nilai hasil pengukuran densitas batuan andesit di
Laboratorium Geomin dari empat prospek dengan mengambil 10 sample dari
masing-masing prospek pada daerah IUP (Hafiz, 2013). Keberadaan endapan
mineral bijih emas dibawah permukaan akan menimbulkan nilai anomali
gayaberat yang semakin besar dan menyebabkan nilai densitasnya semakin
besar pula. Hal ini di sebabkan karena tingginya nilai densitas endapan mineral
yang berupa mineral kuarsa memiliki nilai densitas rata-rata sebesar 2,65 gr/cc
(Telford, 1990).
Dengan asumsi demikian, maka dugaan zona mineralisasi terdapat pada
daerah dengan struktur sesar dan memiliki nilai anomali Bouguer yang tinggi
di dalamnya. Hal ini mengindikasikan bahwa adanyastruktur sesar yang terisi
oleh mineral kuarsa akan memperbesar nilai anomali Bouguer yang terukur
oleh pengukuran gayaberat. Dari hasil analisis sesar yang terdiri dari analisis
derivative dan di dukung oleh gambaran model bawah permukaan,

32
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
keterdapatan sesar yang mengandung mineral kuarsa dapat dilihat pada
lintasan slice line 1. Nilai anomali Bouguer menunjukkan nilai yang tinggi
serta ditandai dengan adanya struktur sesar yang didukung dengan data pada
lintasan slice line 2 dan slice line 3, struktur sesar berada pada nilai anomali
Bouguer yang cukup tinggi.

4.5 Daftar Referensi


Adi maulana. 2017. Buku Endapan Mineral.Yogyakarta
Ahmad zaenudin. 2019 “Analisis Zona Mineralisasi Emas Denganmetode
Derivative Dan Pemodelan 3d Anomali Gaya Berat, Studi Kasus:
Pongkor, Jawa Barat”. Teknik Geofisika, Universitas Lampung:
Lampung

33
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
MODUL 5
UNSUR TANAH JARANG

5.1 Pendahuluan
Unsur Tanah Jarang atau yang dikenal dengan istilah REE (Rare Earth
Element) terdiri dari 15 logam-logam anthanida ditambah dengan logam
scandium dan yttrium dari tabel periodik kimia. Kedua logam (Sc & Y) memiliki
sifat kimia yang hampir mirip dengan logam-logam lanthanide. Logam-logam
lanthanida terdiri dari logam Lanthanum(La), Cerium(Ce), praseo dymium (Pr),
Neodymium(Nd), Promethium(Pm), Samarium(Sm), Europium (Eu),
Gadolinium(Gd), Terbium(Tb), Dysprosium(Dy), Holmium(Ho), Erbium(Er),
Thulium(Tm), Ytterbium(Yb) dan Lutetium(LU). Unsur-unsur tanah jarang
merupakan kelompok unsur yang memiliki sifat elektronik, magnet, optik dan
katalitik yang khusus.

5.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari praktikum ini adalah untuk memperkenalkan kepada
mahasiswa mengenal Unsur Tanah Jaeang dan keterdapatannya di Indonesia.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan mampu menguraikan Jenis
Unsur Tanah Jarang dan mendeskripsikan penggunaannya serta Mineral
pembawanya di alam.

5.3 Karakteristik Unsur Tanah Jarang


Sifat umum dari unsur tanah jarang yaitu antara lain:
• warna perak, putih keperakan atau abu logam, konduktivitas listrik tinggi
• sulit dipisahkan akibat sifatnya yang sama antara satu unsur dengan unsur
lainnya
• mempunyai perbedaan yang sangat kcil dalam hal tingkat kelarutan.
Di alam umumnya muncul bersama mineral seperti monasit yang merupakan
campuran unsur fosfat dengan unsur tanah jarang dan mineral-mineral silika

34
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
lainnya dalam konsentrasi yang bervariasi serta terkadang dijumpai berasosiasi
dengan mineral nonlogam seperti pada mineral lempung dalam kondisi tertentu.
Unsur tanah jarang memiliki karakter yang sangat mudah bereaksi dengan air
dan oksigen dan cenderung stabil dalam bentuk oksida. Memiliki titik leleh yang
cukup tinggi yang menyebabkan unsur tersebut banyak digunakan sebagai
material konduktor suhu tinggi.
Scandium mempunyai sifat yang lunak dan putih keperakan dan akan
membentuk permukaan sedikit kekuningan atau kemerahmudaan ketika terkena
udara. Selain itu, sifat dari unsur ini dapat pudar di udara, mudah terbakar apabila
dinyalakan. Bereaksi dengan air untuk membentuk gas hidrogen dan akan larut
di asam kebanyakan. Scandium murni diproduksi dengan memanaskan
Scandium Fluorite (ScF3) dengan logam kalsium. Logam tersebut telah
digunakan di banyak produk konsumen seperti televisi dan fluorescent lamp.
Kegunaan utama dari Scandium untuk menguatkan campuran logam agar bisa
lebih ringan dan tahan lama. Sumber konsentrat scandium satu-satunya berasal
dari mineral langkah seperti thortveitite, euxenite dan gradolinite dari
Scandinavia dan Madagaskar. Non-lanthanida seri REE lainnya yaitu yttrium
yang merupakan logam kristalin berwarna abuabu. Yttrium tidak pernah
terbentuk di alam sebagai unsur bebas, tetapi berasosiasi dengan hampir seluruh
mineral unsur tanah jarang dan bijih uranium. Xenotime merupakan mineral
yang kaya akan yttrium yang lebih umum, memperliihatkan kandungan 50% Y.
Sekitar 2,5% dari unsur tersebut juga dijumpai di monasit dan jumlah lebih kecil
dapat dijumpai di mineral lain seperti bastnasit, fergusonit dan samarskit. Bentuk
oksidanya sangat stabil di permukaan yang menyebabkan Yttrium cukup stabil
di udara, namun akan sangat mudah teroksidasi saat dipanasakan. Yttrium terurai
ketika direaksikan dengan air dan akan melepaskan hidrogen. Unsur ini juga
bereaksi dengan mineral asam. Produk Yttrium diperkirakan sekitar 600 ton per
tahun dalam bentuk yttrium oxide dan cadangan dunia diperkirakan sekitar 9 juta
ton.

35
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
5.4 Lingkungan Pengendapan Unsur Tanah Jarang
Sebuah bijih dikatakan sebagai bijih (mineral atau batuan) yang
mengandung UTJ jika bijih tersebut mengandung konsentrasi UTJ dalam jumlah
jumlah yang sangat tinggi dan terkandung pada batuan yang mudah untuk
dijumpai atau pada material sedimen berupa pasir atau lempung.
Mekanisme konsentrasi tersebut membagi bijih UTJ menjadi dua kelompok,
yaitu bijih utama (primary ores) dan bijih sekunder (secondary ore).
1. Bijih Primer (Primary ores)
Bijih primer adalah bijih yang terkonsentrasi pada batuan beku yang
mengandung UTJ dalam jumlah yang sangat besar yang dihasilkan dari
proses partial melting dan/atau fractional crystallization dari magma, atau
konsentrasi UTJ akibat dari adanya proses hidrotermal, UTJ dijumpai di
beberapa negara dan lokasi-lokasi yang juga pada umumnya berasosiasi
dengan logam ekonomis lainnya seperti Fe, Nb, Ta, dan Au. Gambar 9.7
memperlihatkan penyebaran sumber daya dan produksi UTJ serta
lokasilokasi keberadaan dan jenis endapan dari UTJ secara global.
Pada bijih primer, UTJ terkonsentrasi dalam bentuk eksklusi atau di luar
sistem mineral dalam batuan yang artinya bahwa mineral sebenarnya tidak
menginginkan adanya UTJ. UTJ tersebut tidak dapat melekat pada mineral
silika yang dominan atau mineral-mineral lainnya pada saat magma membeku
dan membentuk kristal. Akibatnya, unsur-unsur ini tertolak secara berulang-
ulang untuk membeku bersama dengan mineral lainnya dan kemudian
terkonsentrasi pada larutan sisa yang belum membeku. Larutan sisa ini
kemudian mengandung kandungan UTJ yang sangat tinggi dan ketika larutan
tersebut membeku, UTJ akan terkonsentrasi. Ilustrasi ini telah dijelaskan pada
Bab II, yaitu endapan magmatik (pegmatit).
Beberapa kelompok bijih primer yaitu: membeku, UTI akan terkonsentrasi.
1) Batuan beku alkaline seperti carbonatite dan peralkaline; Endapan logam
UTJ yang paling banyak ditemukan yaitu yang berasosiasi dengan batuan
carbonatite Carbonatite adalah batuan beku dengan komposisi lebih dari
50% mineral karbonat (umumnya kalsit, dolomit, ankerit, atau siderit).

36
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
Setidaknya lebih dari 100 lokasi keterdapatan carbonatite yang
mengandung logam UTJ (Wall & Mariano, 1996). Di antaranya endapan
carbonatite yang paling terkenal yaitu Bayan Obo di Mongolia yang
merupakan sumber UTJ paling besar di dunia (Wu, 2008) dan Mountain
Pass di California yang memiliki cadangan sekitar 29 juta ton dengan
grade rata-rata sebesar 8.9% logam tanah jarang (Castor, 1991). Bijihnya
mengandung 10-15% bastnasit, 65% kalsit atau dolomit, 20-25% barit.
Sulfida yang dijumpai berupa galena. Bijih UTJ diambil hanya dari
mineral bastnasit, Carbonatite di Mountain Pass berasosiasi dengan tubuh
pluton alkalin yang bersifat ultrapotasik. Selain logam UTJ, carbonatite
juga merupakan sumber utama dari Nb dan Ta yang juga digolongkan
menjadi logam langka. Batuan carbonatite yang kemudian mengalami
proses hidrotermal akan mengandung konsentrasi UTJ yang lebih tinggi
daripada batuan segarnya, yang akan membentuk flourocarbonate-,
ancylite-, atau monasit dengan nilai ekonomis. Namun, carbonatite yang
paling banyak dijumpai mengandung logam UTJ yang tinggi adalah yang
berasosiasi dengan tubuh intrusi batuan beku yang jenuh silika seperti
granit-sienit dan juga sering dengan sienit leusit. Jenis UTI yang dominan
pada endapan ini yaitu UTJ ringan (LREE), namun di beberapa lokasi
dijumpai UT) berat (HREE), terutama di bagian batuan yang mengalami
proses hidrotermal. UTJ pada batuan peralkaline umumnya mempunyai
cadangan yang besar namun mengandung kandungan logam yang rendah.
Namun, endapan ini umumnya memperlihatkan kandungan UTI berat
yang lebih tinggi daripada UTJ ringan (Sappin & Boudin, 2015).
2) Vein dari larutan hidrotermal;
Salah satu deposit dari logam UTJ yang terbentuk akibat adanya vein dari
larutan hidrotermal yaitu cebakan iron oxide-copper-gold deposit (IOCG)
di Olympic Dam, Australia. Peran dari larutan hidrotermal dalam
pembentukan logam UTJ tidak sesederhana dalam proses endapan
hidrotermal biasa, namun terdapat beberapa proses tambahan seperti
adanya brine dengan salinitas tinggi yang bercampur yang berasal dari

37
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
interaksi larutan hidrotermal dengan endapan evaporit. Umumnya logam
UTJ diambil dari mineral bastnasit, monasit, flourensit, dan xenotime.
Salah satu endapan dari jenis ini yaitu Kirunatype deposit.
3) Pegmatite dan peraluminous granit;
UTJ pada endapan tipe pegmatite umumnya hadir sebagai by-produt dari
mineral-mineral seperti mika dan feldspar sebagai komoditas utama.
Mekanisme pengayaannya telah dijelaskan seperti pada Bab III tentang
endapan magmatisme. Konsentrasi UTJ dijumpai di beberapa pegmatite
yang mengandung oksida, fosfat, dan silika. Kehadiran dari pegmatite
yang mengandung allanite umumnya digunakan sebagai petunjuk
kehadiran UTJ, dengan rasio antara UTJ ringan lebih besar daripada UTJ
berat.
4) Metamorphic process (skarn).
Konsentrasi UTJ pada endapan skarn dijumpai pada endapan skarn yang
berselingan dengan batuan gunung api yang bersifat felsik dan calc-
alkaline. Kehadiran UTJ secara disebabkan oleh adanya reaksi antara
larutan panas dengan batuan karbonat (metasomatisme) yang membawa
alumina, silika, magnesium, dan UTJ. Umumnya endapan ini kaya akan
UTJ ringan dengan mineral pembawa UTJ seperti allanite yang kaya akan
Ce dan bastnasit.
2. Bijih Sekunder (Secondary ores)
Yang termasuk dalam bijih sekunder adalah bijih yang terkonsentrasi
akibat proses sedimentasi dan erosi (placer), proses ion absorption type dan
proses substitusi. Proses ion absorption type dan substitusi merupakan proses
yang terjadi pada endapan-endapan yang terbentuk akibat proses pelapukan
seperti halnya endapan laterit.
1) Endapan placer
Jenis endapan placer terbentuk dari hasil proses pelapukan batuan yang
kaya akan UTJ yang kemudian tererosi dan terendapkan di berbagai
cekungan pengendapan seperti di lembah, sungai, dan di pantai. Proses
erosi mengkonsentrasikan mineral-mineral berat ke dalam cekungan yang

38
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
disebut dengan placer. Apabila batuan induk yang mengalami proses erosi
tersebut mengandung mineral yang kaya akan UTJ seperti monasit, zirkon
dan xenotime maka bisa dipastikan mineral-mineral ini akan
terkonsentrasi secara mekanik dengan mineral berat lainnya seperti ilmenit
dan timah. Endapan tipe ini dijumpai di beberapa deposit terutama pada
sedimen pasir seperti di Pulau Bangka, Indonesia, dan di Malaysia.
2) Ion absorption type
Proses ion absorption type yang dijumpai di Cina bagian selatan (Chi &
Tian, 2008). Ion absoption type merupakan salah satu mekanisme
konsentrasi UTJ yang saat ini banyak dieksplorasi. Proses ini terbentuk
akibat adanya proses pencucian atau leaching UTJ dari batuan beku yang
kemudian menempati tempat pada lempung di lapisan hasil pelapukan
batuan tersebut. UTJ dijumpai pada profil laterit yang kaya akan lempung
yang menempel pada permukaan kaolinit, haloysit, dan smektit atau
sebagai fase UTJ sekunder terutama pada mineral fosfat.
3) Proses pembentukan bijih UTJ terutama scandium (Sc) juga dapat
terbentuk melalui proses substitusi Fe dari mineral-mineral mafik seperti
goetit, piroksin, dan amfibol pada saat proses laterisasi. Reaksi substitusi
ini terjadi pada lapisan limonit di profil hasil pelapukan batuan ultrabasa.
Maulana, dkk. (2016) melaporkan bahwa kandungan Sc pada lapisan
limonit lebih tinggi sekitar 5-10 kali lipat dari batuan segarnya (fresh rock)
pada endapan laterit di Soroako. Chasse, dkk. (2017) melaporkan
keterdapatan pengayaan unsur Scandium sebanyak 10 kali lipat pada
endapan laterit dari batuan ultrabasa di Australia. Faktor yang
menyebabkan terjadinya konsentrasi Sc pada pada endapan laterit dapat
dibagi menjadi tiga yaitu (a) batuan asal yang mengandung Sc dalam
jumlah yang besar, (b) lama proses laterisasi berlangsung dalam kondisi
lingkungan tektonik yang stabil dan (c) kondisi lateritisasi selama proses
pelapukan dimana Sc akan mengganti oksida Fe.

39
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL
5.5 Daftar Referensi
Adi maulana. 2017. Buku Endapan Mineral.Yogyakarta
https://hmtg.ft.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1207/UNSUR-TANAH-
JARANG-logam-strategis-di-era-global.pdf

40
PRAKTIKUM
ENDAPAN MINERAL

You might also like