Professional Documents
Culture Documents
Pedoman Pembinaan Patah Tulang
Pedoman Pembinaan Patah Tulang
ll.j4l
PENANGGUNG JAWAB
TIM PENYUSUN :
PENDAHULUAN
A. Tujuan
Tersedianya Pedoman Pembinaan Battra patah tulang
sebagai panduan petugas kesehatan melakukan pembinaan
yang efektif bagi pengobatan patah tulang.
B. Manfaat
Buku pedoman ini merupakan bagian pertama dari O"ndu"n
pembinaan pengobat patah tulang. yang menguraikan tentang
bagaimana membentuk kemitraan dengan battra patah tulang
sebagai langkah awal sebelum melakukan intervensi
meningkatkan mutu pelayanan
Perbedaan
persepsi: KIE - Kultural Terjalin
. Pengetahuan . Dialog- kemitraan
dan perilaku kekeluargaan
battra patah . Komunikasi
tulang sambung
termasuk rasa
dan metode
peralatan
. Sarehan
batra patah
tulang
. Pengetahuan Profil batra patah
dan perilaku
tul ang (karakterisiti k
petugas
kesehatan batra)
D. Sistimatika
Dengan kerangka pikir sebagai tersebut diatas buku pertan
akan disusun dengan sistimatika :
Bab I Pendahuluan : yang memuat perbedaan cara pandan
persepsi antara petugas kesehatan dan batra pate
tulang dalam menjalin kemitraan untuk pembinau
batra patah tulang.
Bab ll menguraikan prinsip atau konsep pendekatan K
kultural yang diperlukan untuk membangt
kemitraan.
Bab.lll menguraikan tentang bagaimana membangt
kemitraan dengan menggunakan prinsip pendekatz
KIE dalam membangun kemitraan.
BAB II.
KONSEP DASAR KEMITRAAN DENGAN
PENDEKATAN KIE KULTURAL
dihadapinya.
Oleh karena itu pihak-pihak yang bermitra perlu
memahami sistem pengobatan barat atau modern
(konvensional) yang dianut oleh tenaga kesehatan dan
sistem pengobatan tradisional patah tulang yang dianut
oleh battra patah tulang sehingga dapat tercapai interaksi
kemitraan yang optimal. Adanya beberapa perbedaan dari
kedua sistem tersebut maka perlu pemahaman bebera'hal
di bawah ini.
dan sebagainya.
I
2. Pengobatan Tradisional
dilaksanakanSecarabijaksanayangbertitiktolakdari
minimal
kerangka berpikir yang sama dengan mereka atau
norma
tidak bertentangan secara frontal dengan nilai-nilai,
yang berlaku dalam lingkungan lingkungan kebudayaan
mereka.
Selain itu, inovasi baru atau. ciri-ciri kebudayaan luar
tersebut, agar dapat diterima oleh warga masyarakat, jika
perlu harus dimodifikasi sedemikian rupa, dilaksanakan
secara bijaksana, dengan bertitik tolak dari kerangka
berpikir yang sama dengan mereka atau sekurang-
kurangnya tidak bertentangan secara frontal dengan nilai-
nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungan
kebudayaan mereka.
i
;
1. Ciri-ciri umum battra patah tulang
'bawah
i
I
i
Apa yang dikemukakan di ini sesungguhnya
I
bukanlah ciri yang ditetapkan oleh kelompok battra,
I
I
I
l akan tetapi merupakan deskripsi dari temuan empiris di
i
lapangan, antara lain:
a. Pengobat tradisional (battra), khususnya battra
patah tulang, pada umumnya berusia sekitar 40
-7O
tahun, meskipun tidak ada per-syaratan khusus
mengenai usia untuk menjadi battra patah tulang.
Mungkin hal ini disebabkan oleh sulit dan lamanya
proses alih generasi dalam dunia perdukunan atau
battra patah tulang ini yang mungkin disebabkan
oleh proses pematangan untuk sampai pada tingliat
diakui oleh masyarakatnya.
b. Pada umumnya battra, termasuk Battra patah tulang
tidak menentukan pasiennya harus membayar atau
tidak, dan tidak menentukan berapa tarif jasa
pengobatan. Semua diserahkan kepada pasien dan
keluarganya sendiri untuk memberi semampu dan
seikhlasnya. Ada keyakinan mereka, bahwa kalau
mereka menentukan tarif jasa pengobatan, maka
akan menurunkan kualitas atau memudarnya
kemujaraban pengobatan.
c. Hampir seluruh battra patah tulang yang ada di
suatu daerah tertentu mempunyai hubungan
kekerabatan. Hal ini mungkin disebabkan adanya
pola penurunan ilmu atau kemampuan pengobatan,
yang hanya diberikan kepada keturunan atau
kerabat dekat yang dipandang potensial untuk
mengemban tu$as menyembuhkan penderita patah
tulang di kampungnya
c. lndikasi kesembuhan :
pertemuan maka :
2. Strategi kemitraan
Pada hakikatnya adalah melakukan mobilisasi sumber
. Perkumpulankekrabatan,
. Forum komunikasi yang ada dalam komunitas,
etnik setempat.
2. Mekanisme kerja yang jelas untuk penanganan
kasus patah tulang, menyangkut siapa berperan
apa
dan kapan atau pada fase apa peran itu dilaksanakan.
Kesinambungan (kontinyuitas) kerja kemitraan
memerrukan
pembinaan yang terus menerus.