You are on page 1of 5
_ Werte Kebun Raya 7 (1), Me 2007 KEPULAUAN INDONESIA DAN TUMBUHAN ENDEMIK Sudarmono Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, LIPI Salvia sensi Lamiaceae) Endemic plants are native to a particular place and found only there. Endemism correlates generally but not exclusively with species richness, The greatest numbers of endemics occur on islands, mountain peaks, around water floods, unusual media and isolated habitats. Indonesia is one of megabiodiversity country which have many geographic factors played an important role. The endemism and ex situ conservation of endemic plants are discussed. Botanical Gardens in each province of Indonesia are Presented that supports conserve the origin of this rare endemic plants. Key words : botanical gardens, endemic plants, geographic factors, islands. PENDAHULUAN dikenal endemisitas tumbuhannya yang tinggi. Untuk wilayah Asia, Australia dan Pasifik maka Salah satu kekayaan bumi Indonesia yaitu Malesia, khususnya Indonesia dan Thailand, keanekaragaman tumbuh-tumbuhannya yang prosentase endemisitasnya 70-80 % atau sangat tinggi baik tumbuhan berbunga _sebanyak 29 sampai 40.000 jenis endemik yang (termasuk buah-buahan), paku-pakuan, anggrek ada (Tabel 1) (Daviset. al, 1995). maupun yang lain-lainnya. Indonesia juga Tabel 1. Keragaman Flora dan Endemisitas untuk witayah Asia, Australia dan Pasifik Asia Tengah dan Utara 17.500 2500 ‘Subkontinen India 25.000 12.000 China dan Asia Timur 45,000 18.650 ‘Asia Tenggara (Malesia) 42 -50,000 29 -40.000 ‘Australia dan Selandia Baru 17.580 16.202 Kepulauan Samudra Pasifik ‘1-12.00 ‘Warta Kebun Raya 7 (1), Mei 2007 Endemik berasal dari bahasa Yunani (En artinya dalam dan Demos berarti orang). Pada awalnya kata ini dipakai di bidang Epidemiologi, menunjuk pada infeksi yang terjadi pada suatu populasi tanpa ada pengaruh luar. Misalnya cacar adalah endemik dari United Kingdom. Nyamuk malaria sebagai endemik daerah tropik, dan lain-lain, Selanjutnya kata endemic juga digunakan di bidang Ekologi, artinya asli pada suatu daerah (geografi), atau wilayah cakupannya. Dalam tulisan ini diartikan sebagai jenis yang asli dari suatu bagian daerah geografi atau cakupannya. Endemisitas biasanya terjadi pada suatu areal yang terisolasi dalam beberapa cara atau juga terjadi ketika populasi pada suatu jenis terpisah sehingga mereka tidak dapat melakukan persilangan. Pada waktunya nanti kedua populasi mememungkinkan menjadi dua jenis yang terpisah. Evolusi menjadi jenis baru ini disebut spesiasi. Faktor yang menyebabkannya disebut sebagai mekanisme pemisahan yang dapat terjadi karena geografi (misalnya: perbedaan _ketinggian tempat atau adanya formasi pegunungan) atau sifat tingkah lakunya (contohnya suatu populasi berkembang, menjadi dua musim penyerbukan atau perkawinan yang berbeda). endemisitas tidak hanya terjadi diantara benua atau kepulauan akan tetapi juga terjadi didalamnya. Sebagai contoh Rafflesia hanya tumbuh di wilayah Malesia. Fenomena Apabila satu jenis tumbuhan endemik di suatu daerah luas punah maka tidak akan ada lagi di deerah lain, Seiring dengan makin menyusutnya luas hutan karena dijadikan lahan pertanian, perkebunan, perumahan, fasilitas sosial dan Umum, serta industri secara signifikan, semakin menyusut pula populast tumbuhan endemik. Kepunahan tumbuhan endemik yang tidak terpantau akan berakibat selain akan hilangnya pusat keanekaragaman tumbuhan, akan hilang pula salah satu kekayaan yang tidak dimiliki oleh negara lain. Apabila potensi tumbuhan endemik yang punah tersebut belum digali sepenuhnya maka akan hilang pula salah satu peluang potensi yang mungkin sangat berguna bagi kehidupan manusia. Dari dasar inilah dibahas pengetahuan tentang tumbuhan endemik, terjadinya endemik dan bagaimana mengendalikan tingkat kepunahan endemik melalui usaha konservasi ex-situpada tulisan. Faktor Geografi DAN PENYEBAB Terjadinya tumbuhan endemik Tingkat endemik suatu tumbuhan dapat terjadi karena proses alamiah yang berlangsung selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad. Faktor yang menyebabkannya antara lain isolasi geografi. Faktor geografi sangat berperan pada proses terjadinya endemik di Indonesia. Pertama, faktor lautan, yang memisahkan puylau-pulau menyebabkan terjadinya proses fsolast. Kedua, faktor kepulauan yang terbentuk dari lipatan-lipatan batuan yang mengandung bahan logam yang tinggi atau dikenal dengan serpentin sehingga hanya tumbuhan yang “kuat” sajalah yang dapat beradaptasi pada media khusus tesebut. Media khusus ini dapat diartikan dengan kurangnya bahan makanan bagi ‘tumbuhan. Ketiga, faktor kandungan kapur yang, tinggi sehingga hanya tumbuhan tertentu yg mampu beradaptasi. Keempat, reofit yaitu tingginya curah hujan yang _menyebabkan terbentuknya aliran air dan genangan air, yang kemudian akan berkembang tumbuhan yang beradaptasi dengan aliran air atau genangan air. Kelima, faktor tingginya suatu gunung atau pegunungan yang menghalangi suatu penyerbuk untuk melakukan penyerbukan secara luas dan penyerbukan terbatas pada areal yang terisolasi oleh puncak gunung atau bukit. Keenam, adanya sungai besar sehingga _menghalangi penyerbuk dari daerah seberang. Hal ini terjaci apabila sungainya besar dan tidak ada penyeberangan atau perpindahan arus Lalu lintas antar daerah yang berseberangan. suatu Contohnya adalah pada populasi jenis Salvia Japonica (Lamiaceae) yang ada di wilayah sebelah barat dan sebelah timur sungat Yodogawa di Jepang. Populasi-populasi ini mempertihatkan jarak genetik yang berbeda atau terjadi pemisahan genetik (Sudarmono dan Okada 2003). Ketujuh, bisa juga karena adanya danau, seperti kondisi faktor ke-enam. Meskipun demikian beberapa faktor (uar tain juga berperan dalam proses tumbuhan menjadi endemik, misalnya penyerbuk dan ketinggian dari permukaan air laut seperti disebutkan diatas, iklim, dll. Wilayah kepulauan Beberapa analisa umum telah menyimpulkan bahwa Pulau Kalimantan tingkat endemisitasnya tinggi dan keragaman hayatinya sedang; Sulawesi tingkat endemisitasnya tinggi dan keragaman jenisnya sedang; sedangkan Papua baik tingkat endemisitas maupun keragaman jenisnya tinggi. Seperti yang telah dilaporkan, ‘oleh Roos dkk (2004), bahwa di tima pulau di Indonesia yaitu Jawa, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan dan Papua terdapat adanya hubungan nyata antara jumlah jenis endemik dengan (vas permukaan pulau. Perlu pula adanya penelitian mendalam pada pulau-pulau kecil yang ada di sekitarnya. Akan lebih baik lagi apabila setiap pulau mempunyai daftar atau tentang tumbuhan endemik yang ada, Tanah berkapur dan serpentin Berdasarkan analisa geologi terbentuknya suatu kepulauan akan menimbulkan lipatan berbagai batuan. Kepulauan di Indonesia terbentuk oleh lipatan Eurasia dan Australia sehingga beberapa pulau terlihat lipatan gunung yang terdiri dari lapisan batuan kapur atau batuan serpentin yang cukup luas. Wilayah batuan kapur diartikan sebagai wilayah dengan kandungan kalsium yang tinggi dan pH lebih dari 6. Kondisi seperti ini sulit bagi tumbuhan untuk menyerap unsur zat makanan. Apabila wilayah kapur (limestone) dilihat pada perbandingan kalsium (Ca) dengan magnesium (Mg) yang tinggi maka pada wilayah serpentin adalah. kebalikannya yaitu perbandingan antara magnesium dengan ‘Warta Kebun Raya 7 (1), Mei 2007 kalsiumnya tinggi. Kedua-duanya sama-sama menghambat pertumbuhan tumbuhan. Tanah serpentin kandungan logamnya tinggi namun tingginya serat silika yang dikenal sebagai asbestos justru membahayakan manusia (penyebab kanker). Namun beberapa jenis tumbuhan mampu bertahan dan beradaptasi selama bertahun-tahun. Adaptasi terhadap tingkungan ini akan membentuk perubahan pada sifat penampakan morfologi pada jenis toleran serpentin, Pertama, secara tiptkal memiliki daun yang sempit ukurannya. Kedua, perawakan tumbuhan rata-rata lebih rendah bila dibandingkan dengan sesama jenis pada kondisi nonserpentin. Ketiga, sistem perakarannya hanya berkembang pada sekitar lapisan tanah di permukaan serpentin daripada tanah nonserpentin di sekitarnya. Di Indonesia, peta lokasi terdapatnya wilayah perkapuran (limestone) dan serpentin yang tinggi adalah Pulau Jawa bagian selatan, Sumatera dan Sulawest. Papua merupakan wilayah kapur, sedangkan wilayah serpentin berada di Pulau Jawa dan Sulawest (Davis et al 1995). Beberapa wilayah kapur seperti pantai selatan Pulau Jawa mengandung kapur yang tinggi sehingga menarik minat usaha pertambangan untuk menggali perbukitan kapur sebagai bahan pembuatan semen. Masyarakat tidak menghendaki adanya penggalian kapur karena kapur juga menjadikan sumber air. Begitu pula dengan bukit serpentin yang bila hanya ditihat kandungan besinya saja memang menggiurkan, padahal kandungan asbestos di dalamnya merupakan bahan yang sangat berbahaya. Kondisi curah hujan yang tinggi Faktor curah hujan yang tinggi bukan sebagai faktor penyebab secara langsung terjadinya tumbuhan endemic. la akan berpengaruh terhadap terjadinya genangan air pada daerah cekungan seperti rawa-rawa, sungal, danau, tepi pantai (laut), dll. Masih perlu pembuktian SS a a a Warta Kebun Raya 7 (1), Mei 2007 gen apa yang berperan dalam adaptasi tumbuhan terhadap kondisi air yang berlebihan. Namun beberapa jenis endemik reofit banyak ditemukan di Sumatera dan mungkin akan lebih banyak lagi tumbuhan endemik yang ditemukan apabila penelitian difokuskan pada tumbuhan air karena hubungan antara tumbuhan darat dan air tentunya sangat dekat. Lokasi endemik reofit banyak terdapat di daerah yang berbukit-bukit seperti Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Jambi, Sumatera Utara, dan sebagian besar wilayah pegunungan di Indonesia. Gunung, Sungai dan Danau Hal ini terjadi erat kaitannya dengan sistem Penyerbukan. Tumbuhan yang terisolir karena adanya gunung atau sungai besar atau danau akan terhalang proses penyerbukannya sehingga penyerbukan hanya akan terjadi pada suatu populasi tertentu saja. Hal ini umumnya terjadi pada tumbuhan yang dalam proses penyerbukannya dibantu oleh serangga penyerbuk berukuran kecil seperti lebah atau oleh angin. Selain itu pada tumbuhan yang ada di puncak-puncak gunung akan mengalami pengucitan (refugia) sehingga beadaptasi hanya pada ketinggian tertentu. Terbentuknya jenis ‘endemik karena adanya gunung sepert! yang, terjadi pada tumbuhan di wilayah Pegunungan Himalaya (Amphicom dan Incarvillea; keluarga Bignoniaceae) (Chen et al, 2005). Proses terjadinya tumbuhan endemik Endemisitas secara alamiah akan terjadi setelah memakan waktu berjuta-juta tahun dan akan lebih lama lagi apabila_kondisi_alamnya mengalami kerusakan. Oleh Karena itu wilayah ‘tumbuhan endemik perlu mendapat perhatian, khususnya oleh para peneliti yang berkaitan dengan tumbuhan ataupun organisme lainnya, Terjadinya perubahan pada berbagai jenis tumbuhan sangat erat kaitannya dengan perubahan genetik atau mutasi gen. Beberapa peneliti menyebutkan bahawa terjadinya jenis A baru bgisa disebabkan karena proses penyerbukan (hibridisasi) dan isolasi geografi seperti yang telah dijelaskan di atas. Faktor radiasi adaptif sebagai penyebab mutasi pada gen karena adanya penyimpangan genetik (genetic drift) dan pengaruh leher botol (bottle neck effect) atau proses penyusutan populast yang awalnya berkembang pesat, juga memegang peranan penting dalam proses tersebut. Proses introgresi yang terjaci pada jenis Salvia isensis yang merupakan endemik serpentin menunjukkan bahwa jenis nonserpentin yang ada di sekitarnya sangat berperan dalam proses spesiasi tersebut (Sudarmono dan Okada, 2007). Kebijaksanaan perlindungan tumbuhan endemik Pelestarian jenis flora dan fauna sudah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Tumbuhan yang dilindungi {tu dikarenakan mempunyai populasi yang kecil, adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam, dan daerah penyebarannya terbatas (endemik). Hingga saat ini baru 58 jenis tumbuhan yang dilindungi di Indonesia padahal kekayaan tumbuhan berbunga di Indonesia adalah 10 % dari jumlah tumbuhan yang ada di dunia. Minimnya jumlah tumbuhan yang dilindungi ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya penelitian dan minimnya pengetahuan tentang dunia tumbuhan yang metiputi tumbuhan tingkat tinggi (tumbuhan yang terdiri dari bagian yang lengkap seperti daun, batang, bunga, dan akar) dan tumbuhan tingkat rendah (bagiannya tidak lengkap seperti ganggang, jamur, lumut, kapang, tumbuhan mikro), Merujuk pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 43/1978 bahwa hewan dan tumbuhan yang masuk kategori appendix | dan a oa appendix Il harus dilindungi. Jumtah tumbuhan yang dilindungi tersebut meliputi 861 jenis anggrek dan 149 jenis tumbuhan yang lain sampai dengan tahun 2003 (Suhartono and Mardiastuti, 2002). Apabila otonomi daerah berjalan dengan baik sudah semestinya otonomi penelitian baik oleh Pemerintah Daerah setempat maupun bekerjasama dengan Universitas atau lembaga penelitian swasta (LSM) untuk meneliti dan mengeksplorasi jenis- Jenis tumbuhan endemtk atau tumbuhan di wilayah tersebut juga berjalan dengan baik. Namun pada kenyataannya masih sulit karena permasalahan yang kompleks di daerah khususnya di bidang ekonomi dan politik. Namun bagaimanapun juga pihak Universitas di daerah yang mempunyai sumberdaya Chen, manusia terdidik dapat memegang peranan penting. * Pembangunan Kebun Raya di setiap provinsi pada sisi lain juga sangat dibutuhkan guna mengeksplorasi jenis-jenis tumbuhan endemik tersebut. Kebun Raya yang ada di bawah Lembaga llmu Pengetahuan indonesia (LIPI) seperti Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas (Jawa Barat), Kebun Raya Purwodadi (Jawa Timur) dan Kebun Raya Eka Karya Bedugul (Bali) telah menampung beberapa jenis tumbuhan endemik yang ada di berbagai wilayah di Indonesia. Namun hal inf tentunya tidak cukup daya tampungnya mengingat tumbuhan endemik dari negara lain juga ditanam pada keempat Kebun Raya tersebut. K. Guan, Z, Zhou, R. Olmstead, and Q. Crank. 2005. Molecular Phylogeny of Incarvillea (Bignoniaceae) Based ‘On ITS and trnL-F Sequences. American Journal of Botany 92(4): 625-633. Davis, S.D., V.H. Heywood and A.C. Hamilton. 1995. Centres of Plant Diversity. A guide and Strategy for their Conservation. Vol. 2 Asta, Australia and The Pacific. The World Wide Fund For Nature (WWF) and IUCN-The World Conservation Union, Jakarta. Suhartono, T. and A. Mardiastuti. 2002. CITES Implementation in Indonesia, Nagao Natural Environmental Foundation. Jakarta, Pp. 318-328. Roos, W.C., PJ.A. Kessler S.R. Gradstein and P, Baas. 2004. Species Diversity and Endemisitasm of Five Major Malesian Islands: Diversity-area Relationships. J. of Biogeography, Vol. 31, Isue 12, pp. 1893-1908. Sudarmono danH. Okada. 2003. Variasf Genetik pada populasi Salvia japonica Thunb. (Labiatae) di Kebun Raya Universitas ‘Osaka City dan Daerah Sekitarnya, Proceeding of 12th indonesian Scientific Meeting In Japan, Osaka University, Osaka, Japan. Sudarmono and H. Okada. 2007. Speciation Process of Salvia isensis (Lamiaceae), An Endemic Species of Serpentine Areas ‘in the Ise-Tokai district, Japan, from The Viewpoint of the Contradictory Phylogenetik Trees between Chloroplast andNuclear DNA, Journal of Plant Research Vol. 120, No. 4, pp. 483-490.

You might also like