Professional Documents
Culture Documents
Se 09 PJ 2015
Se 09 PJ 2015
SURAT EDARAN
NOMOR SE-09 /PJ/2015
TENTANG
A. UMUM
Sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment system yang berdasarkan sistem
tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan yang besar untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.Self
assessment system akan berjalan dengan baik apabila Wajib Pajak melaksanakan seluruh
kewajiban perpajakannya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi dan disertai dengan
mekanisme pengawasan dan penegakan hukum yang optimal oleh Direktorat Jenderal
Pajak (DJP).
Sebagai salah satu mekanisme pengawasan terhadap self assessment system, Direktur
Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan. Hal ini diatur dalam
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP) yang menyatakan bahwa Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam rangka melaksanakan pemeriksaan yang efektif perlu ditetapkan rencana dan
strategi pemeriksaan secara spesifik/specific, dapat diukur/measurable, dapat
dicapai/attainable, relevan/relevant, batasan waktu/time-bound, dan perbaikan terus-
menerus/continuous improvement (SMART-C) yang diharapkan dapat meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak, penerimaan dari kegiatan pemeriksaan, dan kualitas pemeriksaan.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas pemeriksaan diperlukan rumusan strategi
pemeriksaan yang tepat dan sistematis. Dengan demikian sumber daya pemeriksaan yang
dimiliki oleh DJP dapat dioptimalkan untuk mencapai rencana pemeriksaan yang telah
ditetapkan.
B. MAKSUD…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-2-
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dalam surat edaran ini meliputi:
1. Rencana Pemeriksaan;
2. Strategi Pemeriksaan;
3. Pengukuran Kinerja Pemeriksaan; dan
4. Tindak Lanjut, Pemantauan, dan Evaluasi.
D. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP).
2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
E. MATERI
1. Rencana Pemeriksaan
a. Penerimaan Pajak dari Kegiatan Pemeriksaan
1) Penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan di tahun 2015 direncanakan
sebesar Rp73.500.000.000.000,00 (tujuh puluh tiga triliun lima ratus miliar rupiah).
Jumlah ini meningkat sebesar 206,25% dari rencana penerimaan pajak dari
kegiatan pemeriksaan tahun 2014 sebesar Rp24.000.000.000.000,00 (dua puluh
empat triliun rupiah).
2) Distribusi rencana penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1)
kepada Kantor Wilayah DJP akan ditetapkan kemudian melalui surat Direktur
Jenderal Pajak atau surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
b. Rencana Rasio Cakupan Pemeriksaan/Audit Coverage Ratio (ACR)
1) Dalam rangka mendukung pencapaian penerimaan pajak, sekaligus sebagai
upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan pajak harus dilakukan
dengan penetapan cakupan pemeriksaan melalui ACR.
2) Target ACR dibedakan untuk Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi.
3) Secara…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-3-
3) Secara nasional, target ACR untuk Wajib Pajak badan ditetapkan sebesar 1,99%
dan untuk Wajib Pajak orang pribadi ditetapkan sebesar 0,25%.
4) Target ACR pada setiap Kanwil DJP ditetapkan sebagaimana lampiran I.
c. Rencana Pencapaian LHP Konversi
1) Rencana pencapaian LHP Konversi nasional ditetapkan dengan
mempertimbangkan jumlah dan sebaran Fungsional Pemeriksa Pajak serta Rasio
Penyelesaian Pemeriksaan.
2) Dengan memperhatikan data jumlah dan sebaran Fungsional Pemeriksa Pajak
per 31 Desember 2014 serta rencana Rasio Penyelesaian Pemeriksaan tahun
2015 sebesar 160%, rencana pencapaian LHP Konversi tahun 2015 ditetapkan
sebanyak 45.158 HP Konversi.
3) Dalam hal terdapat perubahan jumlah dan sebaran Fungsional Pemeriksa Pajak,
rencana pencapaian LHP Konversi direvisi sesuai dengan data dan kondisi terkini.
2. Strategi Pemeriksaan
a. Strategi Pengamanan Penerimaan dari Pemeriksaan
1) Strategi pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus dilakukan melalui mekanisme bottom-up maupun top-down
secara terukur. Parameter terukur dalam hal ini adalah Wajib Pajak yang akan
dilakukan pemeriksaan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- memiliki potensi pajak yang dapat diidentifikasi;
- Penanggung Pajak diketahui keberadaannya; dan
- masih memiliki kegiatan usaha yang aktif.
Identifikasi potensi pajak harus didukung dengan data dan/atau informasi yang
bersifat kuantitatif dan/atau kualitatif, antara lain alat keterangan, bukti
pemotongan/pemungutan PPh, data PKPM, devisa hasil ekspor, kepemilikan
aset, hasil visit Account Representative (AR), dan hasil pengamatan.
Penanggung Pajak diketahui keberadaannya berdasarkan informasi yang
diberikan oleh AR atau Tim Pemeriksa.
Dalam rangka meningkatkan peran Kanwil DJP dan KPP terkait dengan kegiatan
pemeriksaan khusus, maka penerbitan instruksi/persetujuan pemeriksaan khusus
diutamakan dilakukan oleh Kepala Kanwil DJP.
a) Penerbitan instruksi/persetujuan pemeriksaan khusus oleh Kanwil DJP
i. Pemeriksaan khusus bottom-up
- Persetujuan pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan analisis risiko
yang dibuat oleh AR dan/atau tim pemeriksa pajak.
- Setiap KPP mengusulkan pemeriksaan khusus minimal 1 (satu) Wajib
Pajak untuk setiap AR dan 1 (satu) Wajib Pajak untuk setiap tim
pemeriksa pajak. Dalam hal telah ada pemisahan tugas dan fungsi AR
di KPP maka yang dimaksud adalah AR yang melaksanakan tugas dan
fungsi pengawasan dan penggalian potensi.
- Penyampaian usulan pemeriksaan khusus oleh Kepala KPP dilakukan
paling lambat 31 Maret 2015.
- Kepala Kanwil DJP memberikan persetujuan atau penolakan
pengusulan pemeriksaan khusus paling lambat 1 (satu) bulan sejak
pengusulan tersebut diterima.
- Apabila…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-4-
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-5-
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-6-
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-8-
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-9-
4) Penelaahan…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-10-
Keterangan:
- Jumlah WP yang diperiksa adalah jumlah Wajib Pajak yang selesai diperiksa
selama tahun 2015.
- Jumlah WP terdaftar wajib SPT adalah jumlah Wajib Pajak terdaftar yang
wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh badan (SPT 1771 dan 1771$) atau
SPT Tahunan PPh orang pribadi (SPT 1770).
b. LHP Konversi
1) LHP Konversi adalah jumlah LHP yang dihasilkan berdasarkan pendekatan
konversi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.
2) Rencana LHP Konversi didasarkan pada jumlah fungsional Pemeriksa Pajak,
Standar Penyelesaian LHP Konversi, dan Rasio Penyelesaian Pemeriksaan.
3) Standar Penyelesaian LHP Konversi
a) Standar Penyelesaian LHP Konversi (selanjutnya disebut dengan Standar
Penyelesaian) ditetapkan berdasarkan parameter-parameter sebagai berikut:
- terukur;
- memperhatikan beban kerja;
- menantang namun dapat dicapai; dan
- memenuhi unsur keadilan.
b) Standar Penyelesaian dibedakan antar UP2 sebagai berikut:
Tabel…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-11-
Tabel 1
Standar Penyelesaian
Standar
No UP2 Penyelesaian
(LHP Konversi)
(1) (2) (3)
1 a. Kantor Pusat DJP 3,77 LHP
b. KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar
2 a. KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus 5,02 LHP
b. Seluruh KPP Madya
3 KPP Pratama di lingkungan Kanwil DJP Papua dan 6,28 LHP
Maluku
4 KPP Pratama selain KPP Pratama di lingkungan 7,54 LHP
Kanwil DJP Papua dan Maluku
c) Standar Penyelesaian Fungsional Pemeriksa Pajak non-PPNS yang
ditempatkan di Kanwil DJP dihitung sebagai berikut:
Tabel 2
Standar Penyelesaian Fungsional Pemeriksa Pajak non-PPNS
yang Ditempatkan di Kanwil DJP
Standar
No Kanwil DJP Penyelesaian
(LHP Konversi)
(1) (2) (3)
1 Kanwil DJP Wajib Pajak Besar 3,77 LHP
2 a. Kanwil DJP Jakarta Khusus
5,02 LHP
b. Kanwil DJP lain yang membawahi KPP Madya
3 Kanwil DJP lain yang tidak membawahi KPP Madya 7,54 LHP
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-12-
Keterangan:
- Standar Penyelesaian adalah Standar Penyelesaian per Fungsional
Pemeriksa Pajak sesuai dengan tabel 1 dan/atau tabel 2.
- Jumlah FPP adalah jumlah Fungsional Pemeriksa Pajak per UP2.
d. Rasio skp yang Disetujui
1) Salah satu ukuran dari pemeriksaan yang berkualitas adalah menurunnya
resistensi Wajib Pajak atas temuan pemeriksaan dan penetapan pajak. Dalam
rangka memacu pemeriksa untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan tersebut,
perlu ditetapkan rasio nilai skp yang disetujui oleh Wajib Pajak.
2) Rasio skp yang Disetujui adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas
pemeriksaan melalui persentase nilai nominal ketetapan pajak yang disetujui oleh
Wajib Pajak;
3) Rasio ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
- skp Disetujui adalah nilai surat ketetapan pajak (skp) yang disetujui Wajib
Pajak sesuai dengan perekaman nota penghitungan pada SIDJP;
- Dalam hal terdapat pembayaran sesuai Pasal 8 ayat (4) UU KUP yang belum
diperhitungkan dalam skp maka atas pembayaran tersebut menambah nilai
skp yang disetujui; dan
- Nilai skp adalah nilai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) yang diterbitkan
pada tahun 2015.
4) Standar Rasio Nilai Nominal skp yang Disetujui ditetapkan sebesar 45%.
e. Rasio Penyelesaian Pemeriksaan Tepat Waktu
1) Rasio Penyelesaian Pemeriksaan Tepat Waktu adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur kualitas pemeriksaan berdasarkan waktu penyelesaian
pemeriksaan;
2) Rasio ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
- LHP Tepat Waktu adalah LHP yang diselesaikan dalam jangka waktu
pengujian serta pembahasan akhir dan pelaporan sesuai ketentuan; dan
- LHP yang Dihasilkan adalah jumlah seluruh LHP yang diselesaikan.
3) Standar Rasio Penyelesaian Pemeriksaan Tepat Waktu ditetapkan sebesar 70%.
f. Rasio…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-13-
Keterangan:
- Pajak yang Masih Harus Dibayar adalah nilai pajak yang harus dibayar
sesuai dengan SKPKB;
- PPh Terutang/PPN Kurang Bayar adalah nilai PPh terutang atau nilai PPN
kurang bayar sesuai dengan SPT yang diperiksa; dan
- Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa menyampaikan SPT Nihil atau tidak
menyampaikan SPT, rasio koreksi pajak terutang dianggap sebesar 100%
ii. Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap SPT Lebih Bayar Restitusi dan
menghasilkan produk hukum berupa SKPKB:
Keterangan:
- Lebih Bayar adalah nilai lebih bayar dalam SPT yang diperiksa;
- Nilai SKPKB adalah nilai pajak yang harus dibayar sesuai dengan SKPKB.
iii. Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan menghasilkan produk hukum berupa
SKPKBT, rasio ini dihitung berdasarkan hasil pembagian antara nilai jumlah
pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKBT menurut Pemeriksa dengan
nilai pajak yang masih harus dibayar/nilai pajak lebih bayar dalam surat
ketetapan pajak sebelumnya.
Keterangan:
- Nilai SKPKBT adalah jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
SKPKBT menurut Pemeriksa;
- Nilai skp Sebelumnya adalah nilai pajak yang masih harus dibayar/nilai
pajak lebih bayar dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
3) Untuk keperluan pengukuran kinerja, maka nilai maksimal Rasio Koreksi Pajak
Terutang ditetapkan sebesar 120%.
4) Standar Rasio Koreksi Pajak Terutang ditetapkan sebesar 12%.
5) Contoh perhitungan Rasio Koreksi Pajak Terutang disajikan dalam lampiran IV.
g. Rasio Pembayaran
1) Rasio Pembayaran adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas
pemeriksaan pajak berdasarkan nilai pembayaran hasil pemeriksaan.
2) Rasio Pembayaran dihitung hanya untuk pemeriksaan yang menghasilkan
SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP.
3) Rasio…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-14-
Keterangan:
- Nilai pembayaran adalah nilai pembayaran SKPKB/SKPKBT/STP yang
dilakukan Wajib Pajak pada tahun 2015 melalui:
a) pembayaran hasil pemeriksaan:
i. Surat Setoran Pajak (SSP) oleh Wajib Pajak;
ii. SSP yang berasal dari kompensasi utang pajak melalui potongan
SPMKP atau melalui transfer pembayaran sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 dan
perubahannya; dan/atau
iii. Pemindahbukuan (Pbk) atas SSP.
b) SSP yang digunakan oleh Wajib Pajak dalam rangka mengungkapkan
ketidakbenaran pengisian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(4) dan ayat (5) Undang-Undang KUP.
- Nilai SKPKB/SKPKBT/STP adalah jumlah seluruh nilai SKPKB, SKPKBT, dan
STP yang diterbitkan pada tahun 2015.
4) Contoh penghitungan Rasio Pembayaran disajikan dalam lampiran V.
5) Standar Rasio Pembayaran ditetapkan sebesar 45%.
h. Rasio Refund Discrepancy (Rasio RD)
1) Rasio RD adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kualitas pemeriksaan
pajak berdasarkan nilai restitusi yang berhasil dikurangi oleh Pemeriksa
sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan;
2) Rasio RD dihitung hanya untuk pemeriksaan yang dilakukan terhadap SPT Lebih
Bayar Restitusi yang menghasilkan SKPLB atau SKPN;
3) Rasio ini dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
- Nilai RD adalah nilai nominal restitusi yang tidak dikabulkan berdasarkan hasil
pemeriksaan;
- Nilai Lebih Bayar adalah nilai lebih bayar menurut Wajib Pajak;
- Rentang nilai Rasio RD dari 0% sampai dengan 100%.
4) Ilustrasi penghitungan Rasio RD dijelaskan dalam lampiran VI.
5) Standar Rasio RD ditetapkan sebesar 13%.
4. Tindak Lanjut, Pemantauan, dan Evaluasi
Agar pelaksanaan strategi pemeriksaan dilakukan secara optimal sehingga dapat
mencapai rencana yang telah ditetapkan maka perlu dilakukan tindak lanjut,
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan rencana dan strategi pemeriksaan dan
pencapaian rencana pemeriksaan;
a. Tindak Lanjut
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dan Kepala Kanwil DJP melakukan tindak
lanjut atas surat edaran ini antara lain sebagai berikut:
1) Direktur…
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-15-
Demikian Surat Edaran ini disampa ikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Februari 2015
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Kp.: PJ.04/PJ.0413
-16-
Kp.: PJ.04/PJ.0413
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN I
NOMOR SE-09/PJ/2015
TENTANG
Kp.: PJ.04/PJ.0413
Lampiran I
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-09/PJ/2015
Tanggal : 13 Februari 2015
Target ACR
NAMA KANWIL DJP WP Orang
WP Badan
Pribadi
Kanwil DJP Aceh 0,08% 1,06%
Kanwil DJP Bali 0,44% 2,09%
Kanwil DJP Banten 0,21% 1,64%
Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung 0,09% 2,08%
Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta 0,45% 1,53%
Kanwil DJP Jakarta Barat 0,41% 3,01%
Kanwil DJP Jakarta Khusus 64,94% 29,14%
Kanwil DJP Jakarta Pusat 1,04% 3,94%
Kanwil DJP Jakarta Selatan 1,18% 2,81%
Kanwil DJP Jakarta Timur 0,55% 2,56%
Kanwil DJP Jakarta Utara 0,18% 2,63%
Kanwil DJP Jawa Barat I 0,15% 1,39%
Kanwil DJP Jawa Barat II 0,15% 1,65%
Kanwil DJP Jawa Tengah I 0,53% 2,12%
Kanwil DJP Jawa Tengah II 0,37% 1,53%
Kanwil DJP Jawa Timur I 0,45% 2,45%
Kanwil DJP Jawa Timur II 0,34% 1,60%
Kanwil DJP Jawa Timur III 0,25% 1,40%
Kanwil DJP Kalimantan Barat 0,13% 0,82%
Kanwil DJP Kalimantan Timur 0,41% 1,30%
Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan Tengah 0,15% 1,40%
Kanwil DJP Nusa Tenggara 0,37% 1,12%
Kanwil DJP Papua dan Maluku 0,08% 0,93%
Kanwil DJP Riau dan Kepulauan Riau 0,12% 1,43%
Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara 0,13% 1,09%
Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara 0,07% 0,74%
Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi 0,07% 1,48%
Kanwil DJP Sumatera Utara I 0,18% 2,19%
Kanwil DJP Sumatera Utara II 0,16% 0,75%
Kanwil DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung 0,19% 2,01%
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar 30,77% 51,09%
Kp.: PJ.04/PJ.0413
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN II
NOMOR SE-09/PJ/2015
TENTANG
Kp.: PJ.04/PJ.0413
Lampiran II
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-09/PJ/2015
Tanggal : 13 Februari 2015
Pada hari ini ….. ….. bulan….. tahun ….., (3)berdasarkan ..................(4), kami
yang tersebut di bawah ini:
No. Nama NIP Jabatan
Dibuat di ……………(15)
Penerima Bimbingan Teknis, Tim Bimbingan Teknis
Pihak yang Mewakili Pihak yang Mewakili
……………………..(16) ………………………..(17)
...................................... ..................................
NIP .......................(18) NIP ..........................(19)
Kp.: PJ.04/PJ.0413
PETUNJUK PENGISIAN
LAMPIRAN II
Angka (1) : Diisi dengan nama dan alamat unit yang melakukan Bimbingan Teknis
Angka (2) : Diisi dengan nomor Berita Acara Bimbingan Teknis
Angka (3) : Diisi dengan hari dan tanggal pelaksanaan Bimbingan Teknis
Angka (4) : Diisi dengan nomor dan tanggal surat/surat tugas yang menjadi dasar
pelaksanaan Bimbingan Teknis
Angka (5) : Diisi dengan nomor urut
Angka (6) : Diisi dengan nama anggota Tim Bimbingan Teknis
Angka (7) : Diisi dengan NIP anggota Tim Bimbingan Teknis
Angka (8) : Diisi dengan jabatan anggota Tim Bimbingan Teknis
Angka (9) : Diisi dengan Kanwil DJP/KPP tempat dilakukan Bimbingan Teknis
Angka (10) : Diisi dengan nomor urut
Angka (11) : Diisi dengan nama yang mewakili penerima Bimbingan Teknis
Angka (12) : Diisi dengan NIP yang mewakili penerima Bimbingan Teknis
Angka (13) : Diisi dengan jabatan yang mewakili penerima Bimbingan Teknis
Angka (14) : Diisi dengan materi yang diberikan dalam Bimbingan Teknis
Angka (15) : Diisi dengan kota tempat dilakukan Bimbingan Teknis
Angka (16) : Diisi dengan jabatan pihak yang mewakili penerima Bimbingan Teknis
Angka (17) : Diisi dengan jabatan pihak yang mewakili Tim Bimbingan Teknis
Angka (18) : Diisi dengan nama dan NIP pihak yang mewakili penerima Bimbingan
Teknis
Angka (19) : Diisi dengan nama dan NIP pihak yang mewakili Tim Bimbingan Teknis
Kp.: PJ.04/PJ.0413
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN III
NOMOR SE-09/PJ/2015
TENTANG
Kp.: PJ.04/PJ.0413
Lampiran III
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-09/PJ/2015
Tanggal : 13 Februari 2015
Kp.: PJ.04/PJ.0413
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN IV
NOMOR SE-09/PJ/2015
TENTANG
Kp.: PJ.04/PJ.0413
Lampiran IV
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-09/PJ/2015
Tanggal : 13 Februari 2015
1) Wajib Pajak menyampaikan SPT Kurang Bayar dengan nilai Kurang Bayar Rp100,00
dan produk hukum yang diterbitkan adalah SKPKB Rp15,00:
PPh Terutang menurut WP = Rp100,00
PPh masih harus dibayar dalam SKPKB menurut Pemeriksa = Rp15,00
Rasio Koreksi Pajak Terutang = 15/100
= 15%
2) Wajib Pajak menyampaikan SPT Lebih Bayar dengan nilai Lebih Bayar Rp100,00 dan
produk hukum yang diterbitkan adalah SKPLB Rp80,00:
Nilai Lebih Bayar menurut WP = (Rp100,00)
Nilai Lebih Bayar menurut Pemeriksa = (Rp80,00)
Rasio Koreksi Pajak Terutang = (100-80)/(100)
= (20)/(100)
= 20%
3) Wajib Pajak menyampaikan SPT Lebih Bayar dengan nilai Lebih Bayar Rp100,00 dan
produk hukum yang diterbitkan adalah SKPKB Rp10,00:
Nilai Lebih Bayar menurut WP = (Rp100,00)
PPh masih harus dibayar dalam SKPKB menurut Pemeriksa = Rp10,00
Rasio Koreksi Pajak Terutang = (100+10) /(100)
= (110)/(100)
= 110%
4) Wajib Pajak menyampaikan SPT Kurang Bayar dengan nilai PPh Terutang Rp100,00,
sudah pernah diterbitkan SKPKB dengan nilai kurang bayar Rp50,00, dan kemudian
diterbitkan SKPKBT dengan nilai kurang bayar Rp20,00:
PPh Terutang menurut WP = Rp100,00
PPh masih harus dibayar dalam SKPKB menurut Pemeriksa = Rp50,00
PPh masih harus dibayar dalam SKPKBT menurut Pemeriksa = Rp200,00
Rasio Koreksi Pajak Terutang = 200/150
= 133%
Untuk keperluan pengukuran kinerja, nilai Rasio Koreksi Pajak Terutang ditetapkan
sebesar angka maksimal yaitu 120%.
5) Wajib Pajak menyampaikan SPT Lebih Bayar dengan nilai Lebih Bayar senilai
Rp100,00, sudah pernah diterbitkan SKPLB senilai Rp50,00, dan kemudian diterbitkan
SKPKBT dengan nilai PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp20,00:
Nilai Lebih Bayar menurut WP = (Rp100,00)
Nilai Lebih Bayar menurut Pemeriksa dalam SKPLB = (Rp50,00)
PPh masih harus dibayar dalam SKPKBT menurut Pemeriksa = Rp20,00
Rasio Koreksi Pajak Terutang = 70/50
= 140%
Untuk keperluan pengukuran kinerja, nilai Rasio Koreksi Pajak Terutang ditetapkan
sebesar angka maksimal yaitu 120%.
Kp.: PJ.04/PJ.0413
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN V
NOMOR SE-09/PJ/2015
TENTANG
Kp.: PJ.04/PJ.0413
Lampiran V
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-09/PJ/2015
Tanggal : 13 Februari 2015
1) Wajib Pajak menyampaikan SPT Kurang Bayar Rp100,00 dan produk hukum yang
diterbitkan adalah SKPKB Rp70,00 sedangkan Wajib Pajak melakukan pembayaran
Rp50,00:
PPh Terutang menurut WP = Rp100,00
PPh masih harus dibayar dalam SKPKB menurut Pemeriksa = Rp70,00
Pembayaran oleh WP di tahun 2014 = Rp50,00
Rasio Pembayaran = 50/70
= 71,43%
2) Wajib Pajak menyampaikan SPT Kurang Bayar dengan nilai PPh Terutang Rp100,00,
sudah pernah diterbitkan SKPKB senilai Rp50,00, dan kemudian diterbitkan SKPKBT
Rp150,00. Atas SKPKBT tersebut, Wajib Pajak melakukan pembayaran Rp150,00:
PPh Terutang menurut WP = Rp100,00
PPh masih harus dibayar dalam SKPKB menurut Pemeriksa = Rp50,00
PPh masih harus dibayar dalam SKPKBT menurut Pemeriksa = Rp150,00
Pembayaran oleh WP di tahun 2014 = Rp150,00
Rasio Pembayaran = 150/150
= 100%
Kp.: PJ.04/PJ.0413
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN VI
NOMOR SE-09/PJ/2015
TENTANG
Kp.: PJ.04/PJ.0413
Lampiran VI
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor : SE-09/PJ/2015
Tanggal : 13 Februari 2015
1) Wajib Pajak menyampaikan SPT Lebih Bayar Rp100,00 dan produk hukum yang
diterbitkan adalah SKPLB Rp70,00:
Nilai Lebih Bayar menurut WP = Rp100,00
Nilai SKPLB menurut Pemeriksa = Rp70,00
Nilai refund discrepancy = Rp30,00
Rasio RD = 30/100
= 30%
2) Wajib Pajak menyampaikan SPT Lebih Bayar Rp100,00 dan produk hukum yang
diterbitkan adalah SKPLB Rp100,00:
Nilai Lebih Bayar menurut WP = Rp100,00
Nilai SKPLB menurut Pemeriksa = Rp100,00
Nilai refund discrepancy = Rp0,00
Rasio RD = 0/100
= 0%
3) Wajib Pajak menyampaikan SPT Lebih Bayar Rp100,00 dan produk hukum yang
diterbitkan adalah SKPN:
Nilai Lebih Bayar menurut WP = Rp100,00
Nilai SKPLB menurut Pemeriksa = Rp0,00
Nilai refund discrepancy = Rp100,00
Rasio RD = 100/100
= 100%
Kp.: PJ.04/PJ.0413