You are on page 1of 25

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PWM ( Pulse Width Modulation )

PWM merupakan sebuah mekanisma untuk membangkitkan sinyal keluaran


yang periodenya berulang antara high dan low dimana kita dapat mengontrol durasi
sinyal high dan low sesuai dengan yang kita inginkan. Duty cycle merupakan
prosentase periode sinyal high dan periode sinyal, prosentase duty cycle akan
bebanding lurus dengan tegangan rata-rata yang dihasilkan. Berikut ilustrasi sinyal
PWM, misalkan kondisi high 5 V dan kondisi low 0 V.

Pengaturan lebar pulsa modulasi atau PWM merupakan salah satu teknik yang
“ampuh” yang digunakan dalam sistem kendali (control system) saat ini. Pengaturan
lebar modulasi dipergunakan di berbagai bidang yang sangat luas, salah satu
diantaranya adalah: speed control (kendali kecepatan), power control (kendali sistem
tenaga), measurement and communication (pengukuran atau instrumentasi dan
telekomunikasi).

2.1.1 Prinsip Dasar PWM

Modulasi lebar pulsa (PWM) dicapai/diperoleh dengan bantuan sebuah gelombang


kotak yang mana siklus kerja (duty cycle) gelombang dapat diubah-ubah untuk
mendapatkan sebuah tegangan keluaran yang bervariasi yang merupakan nilai rata-
rata dari gelombang tersebut.
Gambar 2.1 Bentuk gelombang kotak (pulsa) dengan kondisi high 5V dan low 0V

Ton adalah waktu dimana tegangan keluaran berada pada posisi tinggi
(baca: high atau 1) dan, Toff adalah waktu dimana tegangan keluaran berada pada
posisi rendah (baca: low atau 0).
Anggap Ttotal adalah waktu satu siklus atau penjumlahan antara Ton dengan Toff , biasa
dikenal dengan istilah “periode satu gelombang”.

Ttotal = Ton + Toff ………………………………………………………. (2.1)

Siklus kerja atau duty cycle sebuah gelombang di definisikan sebagai,

……………………………... (2.2)
Tegangan keluaran dapat bervariasi dengan duty-cycle dan dapat dirumusan sebagai
berikut,

sehingga : ........................................... (2.3)

Dari rumus diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tegangan keluaran dapat diubah-
ubah secara langsung dengan mengubah nilai Ton .
Apabila Ton adalah 0, Vout juga akan 0.
Apabila Ton adalah Ttotal maka Vout adalah Vin atau katakanlah nilai maksimumnya.
PWM bekerja sebagai switching power suplai untuk mengontrol on dan off.
Tegangan dc dikonvert menjadi sinyal kotak bolak balik, saat on mendekati tegangan
puncak dan saat off mrnjadi nol (0) volt. Jika frekuensi switching cukup tinggi maka
temperatur (suhu) air yang dikendalikan akan semakin sesuai dengan yang
diharapkan. Dengan mengatur duty cycle dari sinyal (modulasi lebar pulsa dari sinyal
disebabkan oleh PWM). Terlihat pada gambar di bawah sinyal ref adalah sinyal
tegangan dc yang dikonversi oleh sinyal gergaji dan menghasilkan sinyal kotak

Gambar 2.2 Sinyal Referensi ( sinyal tegangan DC)

Informasi analog dapat dikirimkan dengan menggunakan pulsa-pulsa tegangan


atau pulsa-pulsa arus. Dengan modulasi pulsa, pembawa informasi terdiri dari pulsa-
pulsa persegi yang berulang- ulang. Salah satu teknik modulasi yang sering digunakan
adalah teknik modulasi durasi atu lebar dari waktu tunda positif ataupun waktu tunda
negatif pulsa-pulsa persegi tersebut. Untuk membangkitkan sinyal PWM adalah
dengan menggunakan fungsi timer/counter yang dibandingkan nilainya dengan sebuah
register tertentu.

2.1.2 PWM mode phase correct

Dalam ATme ga 8535 dapat dihasilkan PWM mode phase correct dimana nilai
register counter TCNTx yang mencacah naik dan turun secara terus menerus akan
selalu dibandingkan dengan register OCRx. Hasil perbandingan register TCNTx dan
OCRx digunakan untuk membangkitkan sinyal PWM yang dikeluarkan melalui
sebuah pin Ocx seperti gambar berikut.
Gambar 2.3 PWM mode phase correct

Pada PWM 8 bit maka frekuensi dan duty cycle pada mode phase coreect dirumuskan

………………………………………………………… (2.4)

........................................................................... (2.5)

dengan;

f PWM = frekuensi PWM

f OSC = frekuensi osilator

N = Skala clock

D = Duty cycle
2.1.3 PWM mode fast

Pada mode fast hampir sama dengan phase correct hanya register TCNTx
mencacah naik tanpa mencacah turun seperti gambar berikut.

Gambar 2.4 PWM mode fast

Pada PWM 8 bit maka frekuensi dan duty cycle dirumuskan sebagai berikut:

……………………………………………………….(2.6)

........................................................................(2.7)

dengan;

f PWM = frekuensi PWM

f OSC = frekuensi osilator

N = Skala clock

D = Duty cycle
PWM Sinusoida satu fase menghasilkan pulsa PWM bolak balik satu fase dengan nilai
tegangan bolak balik efektifnya dirumuskan sebagai berikut:

1T 2
T ∫0
Vrms = v dt ……………………………………………….(2.8)

dengan Vrms = tegangan efektif

v = fungsi tegangan

T = perioda

Oleh karena pada inverter SPWM nilai tegangan masukan DC adalah konstan
maka tegangan rms dapat juga dirumuskan :

Vrms = Vdc
∑t p
………………………………………………….(2.9)
T

dengan Vrms = tegangan efektif

VDC = tegangan searah inverter

tp = lebar pulsa tinggi dalam 1 periode

T = perioda

Untuk menghasilkan sinyal PWM tersebut dapat menggunakan 2 buah sinyal sinus
dan 1 sinyal segitiga atau dengan menggunakan 1 buah sinyal sinus dan 2 buah sinyal
segitiga. Pada proses pembangkitan SPWM dengan menggunakan 2 buah sinyal sinus
dan sebuah sinyal segitiga, dilakukan pembandingan amplitudo antara sinyal segitiga
dengan sinyal sinus. Sinyal penggerak akan dibangkitkan apabila amplitude sinyal
sinus lebih besar daripada amplitudo sinyal segitiga. Masing- masing sinyal penggerak
digunakan untuk penyaklaran sehingga diperoleh sinyal PWM. Proses pembangkitan
SPWM tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5
ωt
π 2π

ωt
π 2π

ωt
π 2π

δm

αm ωt
π 2π
π + αm

Gambar 2.5 (a) Proses pembandingan antara sinyal pembawa dengan sinyal
referensi, (b) Sinyal penggerak VAN, (c) Sinyal penggerak VBN, (d) Sinyal SPWM

Proses pembangkitan SPWM secara digital dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Dengan membangkitkan gelombang segitiga dan gelombang sinus secara diskret


dengan metode look up table. Kemudian dilakukan pembandingan untuk masing-
masing nilai amplitudo gelombang sinus dan segitiga seperti pada gambar 1. Cara
ini sama halnya dengan membangkitkan gelombang sinus analog dan gelombang
segitiga analog secara digital.
2. Dengan mencari terlebih dahulu waktu untuk setiap pulsa masing- masing
sinyal penggerak, untuk dijadikan data dalam proses pembangkitan sinyal penggerak
secara look up table.

2.2 SENSOR

2.2.1 Pengertian Umum Sensor

Secara umum sensor didefenisikan sebagai alat yang mampu menangkap fenomena
fisika atau kimia kemudian mengubahnya menjadi sinyal listrik baik arus listrik
ataupun tegangan. Fenomena fisik yang mampu menstimulus sensor untuk
menghasilkan sinyal elektrik meliputi temperature, tekanan, gaya, medan magnet
cahaya, pergerakan dan sebagainya.

Secara garis besar sensor dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :


a) Sensor kimia
b) Sensor fisika

Sensor fisika adalah alat yang mampu mendeteksi besar (nilai) suatu besaran
berdasarkan hukum- hukum fisika. Ada beberapa jenis sensor fisika yang kita kenal
seperti sensor suhu, sensor cahaya, sensor gerak dan lain- lain.

Sensor suhu adalah alat yang digunakan untuk merubah besaran panas menjadi
besaran listrik yang dapat dengan mudah dianalisis besarnya.

Karakteristik sensor suhu ditentukan dari sejauh mana sensor tersebut


memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi setiap perubahan suhu yang ingin
dideteksinya. Kemampuan mendeteksi perubahan suhu meliputi:

1. Sensitifitas, yaitu ukuran seberapa sensitif sensor terhadap suhu yang


dideteksinya. Sensor yang baik akan mampu mendeteksi perubahan suhu
meskipun kenaikan suhu tersebut sangat sedikit. Sebagai gambaran sebuah
inkubator bayi yang dilengkapi dengan sensor yang memiliki sensitifitas yang
tinggi
2. Waktu respon dan waktu recovery, yaitu waktu yang dibutuhkan sensor untuk
memberikan respon terhadap suhu yang dideteksinya. Semakin cepat waktu respon
dan waktu recovery maka semakin baik sensor tersebut.

3. Stabilitas dan daya tahan, yaitu sejauh mana sensor dapat secara konsisten
memberikan besar sensitifitas yang sama terhadap suhu , serta seberapa lama
sensor tersebut dapat terus digunakan.

2.2.2 Sensor Suhu (LM 35)


LM 35 ialah sensor temperatur paling banyak digunakan untuk praktek, karena
selain eksternal yang menyediakan akurasi ±¼°C pada temperatur ruangan dan
harganya cukup murah, linearitasnya lumayan bagus. LM35 tidak membutuhkan
kalibrasi kisaran -55 to +150°C. LM35 dimaksudkan untuk beroperasi pada -55°
hingga +150°C

Gambar 2.6 Bentuk Fisik LM 35

Pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja dari LM35, pin 2 atau tengah
digunakan sebagai tegangan keluaran atau Vout dengan jangkauan kerja dari 0 Volt
sampai dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM35 yang dapat digunakan
antar 4 Volt sampai 30 Volt
2.2.3 Prinsip Kerja Sensor LM 35

Mula- mula vcc sebesar 12v digunakan untuk menghidupkan sensor LM35 yang
akan mendeteksi suhu. Keluaran sensor ini akan naik sebesar 10 mV setiap derajad
celcius sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :

VLM35 = Suhu*10mV ……………………. (2.10)

Secara prinsip sensor akan me lakukan penginderaan pada saat perubahan suhu
setiap suhu 1 ºC akan menunjukan tegangan sebesar 10 mV. Pada penempatannya
LM35 dapat ditempelkan dengan perekat atau dapat pula disemen pada permukaan
akan tetapi suhunya akan sedikit berkurang sekitar 0,01 ºC karena terserap pada suhu
permukaan tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan selisih antara suhu udara dan
suhu permukaan dapat dideteksi oleh sensor LM35 sama dengan suhu disekitarnya,
jika suhu udara disekitarnya jauh lebih tinggi atau jauh lebih rendah dari suhu
permukaan, maka LM35 berada pada suhu permukaan dan suhu udara disekitarnya .

Untuk lebih meningkatkan keakurasian dan kepresisian pengukur suhu, maka


perlu dilakukan pengesetan yang optimal pada tegangan referensi ADC yang
digunakan sehingga jika menggunakan ADC 8-bit misalnya, maka jangkauan 0-255
haruslah merepresentasikan nilai minimum dan maksimum suhu yang dapat diukur
oleh rangkaian sensor suhu. Jangan sampai memberikan tegangan referensi yang salah
pada rangkaian ADC, sehingga jangkauan ADC melebihi atau kurang dari jangkauan
tegangan masukannya.

2.2.4 Karakteristik Sensor

Berikut ini adalah karakteristik dari sensor suhu LM35.


§ Memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu
10 mVolt/ºC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius.
§ Memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0,5ºC pada suhu 25 ºC.
§ Memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC.
§ Bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt.
§ Memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µA.
§ Memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low- heating) yaitu kurang dari 0,1
ºC pada udara diam.
§ Memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 W untuk beban 1 mA.
§ Memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ± ¼ ºC.

2.3 Mikrokontroler AVR ATMega8535

Tidak seperti sistem komputer, yang mampu menangani berbagai macam


program aplikasi (misalnya pengolah kata, pengolah angka dan lain sebagainya),
mikrokontroler hanya bisa digunakan untuk satu aplikasi tertentu saja. Perbedaan
lainnya terletak pada perbandingan RAM-nya dan ROM. Read Only Memory
(ROM), berfungsi untuk menyimpan berbagai program yang berasal dari pabrik
komputer. Sesuai dengan na manya, ROM (Read Only Memory), maka program yang
tersimpan didalam ROM, hanya bisa dibaca oleh parapemakai. Random Access
Memory (RAM), merupakan bagian memory yang bisa digunakan oleh para pemakai
untuk menyimpan program dan data.

Pada sistem komputer perbandingan RAM dan ROM-nya besar, artinya


program-program pengguna disimpan dalam ruang RAM yang relatif besar,
sedangkan rutin-rutin antarmuka perangkat keras disimpan dalam ruang ROM yang
kecil. Sedangkan pada mikrokontroler, perbandingan ROM dan RAM-nya yang besar
artinya program kontrol disimpan dalam ROM (bisa Masked ROM atau Flash
PEROM) yang ukurannya relatif lebih besar, sedangkan RAM digunakan sebaga i tem
pat penyimpanan sementara, termasuk register-register yang digunakan pada mikro-
kontroler yang bersangkutan.

2.3.1 Arsitektur Mikrokontroler AVR ATMEGA8535

AVR termasuk kedalam jenis mikrokontroler RISC (Reduced Instruction Set


Computing) 8 bit. Berbeda dengan mikrokontroler keluarga MCS-51 yang
berteknologi CISC (Complex Instruction Set Computing). Pada mikrokontroler
dengan teknologi RISC semua instruksi dikemas dalam kode 16 bit (16 bits words)
dan sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 clock, sedangkan pada teknologi
CISC seperti yang diterapkan pada mikrokontroler MCS-51, untuk menjalankan
sebuah instruksi dibutuhkan waktu sebanyak 12 siklus clock.

Secara garis besar, arsitektur mikrokontroler ATMEGA8535 terdiri dari :

1. 32 saluran I/O (Port A, Port B, Port C dan Port D)


2. 10 bit 8 Channel ADC (Analog to Digital Converter)
3. 4 Channel PWM
4. 6 Sleep Modes : Idle, ADC Noise Reduction, Power-save, Power-Down,
Standby and Extended Standby
5. 3 buah timer/counter.
6. Analog Compararator
7. Watchdog timer dengan osilator internal
8. 512 byte SRAM
9. 512 byte EEPROM
10. 8 kb Flash memory dengan kwmampuan Read While Write
11. Unit interupsi (internal dan external)
12. Port antarmuka SPI8535 “memory map”
13. Port USART untuk komunikasi serial dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps
14. 4,5 V sampai 5,5 V operation, 0 sampai 16 MHz
Gambar 2.7 Arsitektur ATMEGA8535
2.3.2 Peta Memory ATMega8535

ATMega8535 memiliki ruang pengalamatan memori data dan memori


program yang terpisah. Memori data terbagi menjadi 3 bagian yaitu : 32 buah register
umum, 64 buah register I/O, dan 512 byte SRAM internal.

Register untuk keperluan umum menempati space data pada alamat terbawah
yaitu $00 sampai $1F. Sementara itu register khusus untuk menangani I/O dan kontrol
terhadap mikrokontroler menempati 64 alamat berikutnya, yaitu mulai dari $20
sampai $5F. Register tersebut merupakan register yang khusus digunakan untuk
mengatur fungsi terhadap berbagai peripheral mikrokontroler, seperti kontrol register,
timer/counter, fungsi fungsi I/O, dan sebagainya. Register khusus alamat memori
secara lengkap dapat dilihat pada tabel dibawah . Alamat memori berikutnya
digunakan untuk SRAM 512 byte, yaitu pada lokasi $60 sampai dengan $25F.

Gambar 2.8 Memori AVR ATMega8535

Selain itu AVR ATmega8535 juga memilki memori data berupa EEPROM 8-bit
sebanyak 512 byte. Alamat EEPROM dimulai dari $000 sampai $1FF.
2.3.3 Status Register

Status register adalah register berisi status yang dihasilkan pada setiap operasi yang
dilakukan ketika suatu instruksi dieksekusi. SREG merupakan bagian dari inti CPU
mikrokontroler.

Gambar 2.9 Status Register

Status Register ATMega8535

1. Bit7 --> I (Global Interrupt Enable), Bit harus di Set untuk mengenable semua
jenis interupsi.
2. Bit6 --> T (Bit Copy Storage), Instruksi BLD dan BST menggunakan bit T
sebagai sumber atau tujuan dalam operasi bit. Suatu bit dalam sebuah register
GPR dapat disalin ke bit T menggunakan instruksi BST, dan sebaliknya bit T
dapat disalin kembali kesuatu bit dalam register GPR dengan menggunakan
instruksi BLD.
3. Bi5 --> H (Half Cary Flag)
4. Bit4 --> S (Sign Bit) merupakan hasil operasi EOR antara flag -N (negatif) dan
flag V (komp lemen dua overflow).
5. Bit3 --> V (Two's Component Overflow Flag) Bit ini berfungsi untuk
mendukung operasi matematis.
6. Bit2 --> N (Negative Flag) Flag N akan menjadi Set, jika suatu operasi
matematis menghasilkan bilangan negatif.
7. Bit1 --> Z (Zero Flag) Bit ini akan menjadi Set apabila hasil operasi matematis
menghasilkan bilangan 0.
8. Bit0 --> C (Cary Flag) Bit ini akan menjadi set apabila suatu operasi
menghasilkan carry.
2.3.4 Konfigurasi Pin Mikrokontroler AVR ATMEGA8535

Mikrokontroler ATMega8535 memiliki 40 pin untuk model PDIP, dan 44 pin untuk
model TQFP dan PLCC. Nama-nama pin pada mikrokontroler ini adalah :

1. VCC : merupakan pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya
2. GND : merupakan pin ground.
3. Port A (PA0...PA7) : merupakan pin I/O dan pin masukan ADC
4. Port B (PB0 – PB7) : merupakan akan pin I/O dua arah dan pin fungsi
khusus, yaitu sebagai Timer/Counter, komperator analog dan SPI.
5. Port C (PC0 – PC7) : merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu TWI, komperator analog, input ADC dan Timer Osilator.
6. Port D (PD0 – PD7) : merupakan pin I/O dua arah dan pin fungsi khusus,
yaitu komperator analog, interupsi eksternal dan komunikasi serial.
7. RESET : merupakan pin yang digunakan untuk mereset mikrokontroler.
8. XTAL1 dan XTAL2 : merupakan pin masukan clock eksternal.
9. AVCC : merupakan pin masukan tegangan untuk ADC.
10. AREF : merupakan pin tegangan referensi ADC

Gambar 2.10 Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATMEGA8535


Deskripsi pin-pin pada mikrokontroler ATMega8535 :

1. Port A

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pinnya dapat menyediakan


internal pull- up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port A dapat memberi
arus 20 mA dan dapat mengendalikan display LED secara langsung. Data Direction
Register port A (DDRA) harus disetting terlebih dahulu sebelum Port A digunakan.
Bit-bit DDRA diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port A yang bersesuaian
sebagai input, atau diisi 1 jika sebagai output. Selain itu, kedelapan pin port A juga
digunakan untuk masukan sinyal analog bagi A/D converter.

2. Port B

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pinnya dapat menyediakan


internal pull- up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port B dapat memberi
arus 20 mA dan dapat mengendalikan display LED secara langsung. Data Direction
Register port B (DDRB) harus disetting terlebih dahulu sebelum Port B digunakan.
Bit-bit DDRB diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port B yang bersesuaian
sebagai input, atau diisi 1 jika sebagai output. Pin-pin port B juga memiliki untuk
fungsi- fungsi alternatif khusus seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 Fungsi Pin-pin Port B

Port Pin Fungsi Khusus


PB0 T0 = timer/counter 0 external counter input
PB1 T1 = timer/counter 0 external counter input
PB2 AIN0 = analog comparator positive input
PB3 AIN1 = analog comparator negative input
PB4 SS = SPI slave select input
PB5 MOSI = SPI bus master output / slave input
PB6 MISO = SPI bus master input / slave output
PB7 SCK = SPI bus serial clock
3. Port C

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pinnya dapat menyediakan internal pull-
up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port C dapat memberi arus 20 mA dan
dapat mengendalikan display LED secara langsung. Data Direction Register port C
(DDRC) harus disetting terlebih dahulu sebelum Port C digunakan. Bit-bit DDRC
diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port C yang bersesuaian sebagai input, atau
diisi 1 jika sebagai output. Selain itu, dua pin port C (PC6 dan PC7) juga memiliki
fungsi alternatif sebagai oscillator untuk timer/counter 2.

4. Port D

Merupakan 8-bit directional port I/O. Setiap pinnya dapat menyediakan internal pull-
up resistor (dapat diatur per bit). Output buffer Port D dapat memberi arus 20 mA dan
dapat mengendalikan display LED secara langsung. Data Direction Register port D
(DDRD) harus disetting terlebih dahulu sebelum Port D digunakan. Bit-bit DDRD
diisi 0 jika ingin memfungsikan pin-pin port D yang bersesuaian sebagai input, atau
diisi 1 jika sebagai output. Selain itu, pin-pin port D juga memiliki untuk fungsi-
fungsi alternatif khusus seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2.2 Fungsi Pin-pin Port D

Port Pin Fungsi Khusus


PD0 RDX (UART input line)
PD1 TDX (UART output line)
PD2 INT0 ( external interrupt 0 input )
PD3 INT1 ( external interrupt 1 input )
PD4 OC1B (Timer/Counter1 output compareB match output)
PD5 OC1A (Timer/Counter1 output compareA match output)
PD6 ICP (Timer/Counter1 input capture pin)
PD7 OC2 (Timer/Counter2 output compare match output)
5. RESET

RST pada pin 9 merupakan reset dari AVR. Jika pada pin ini diberi masukan low
selama minimal 2 machine cycle maka system akan di-reset.

6. XTAL1

XTAL1 adalah masukan ke inverting oscillator amplifier dan input ke internal clock
operating circuit.

7. XTAL2

XTAL2 adalah output dari inverting oscillator amplifier.

8. AVcc

Avcc adalah kaki masukan tegangan bagi A/D Converter. Kaki ini harus secara
eksternal terhubung ke Vcc melalui lowpass filter.

9. AREF

AREF adalah kaki masukan referensi bagi A/D Converter. Untuk operasionalisasi
ADC, suatu level tegangan antara AGND dan Avcc harus dibeikan ke kaki ini.

10. AGND

AGND adalah kaki untuk analog ground. Hubungkan kaki ini ke GND, kecuali jika
board memiliki anlaog ground yang terpisah.

2.4 Bahasa Pemrogra man ATM ega8535

Pemrograman mikrokontroler ATMega8535 dapat menggunakan low level


language (assembly) dan high level language (C, Basic, Pascal, JAVA, dll) tergantung
compiler yang digunakan. Bahasa Assembler mikrokontroler AVR memiliki kesamaan
instruksi, sehingga jika pemrograman satu jenis mikrokontroler AVR sudah dikuasai,
maka akan dengan mudah menguasai pemrograman keseluruhan mikrokontroler jenis
mikrokontroler AVR. Namun bahasa assembler relatif lebih sulit dipelajari dari pada
bahasa C.
Untuk pembuatan suatu proyek yang besar akan memakan waktu yang lama
serta penulisan programnya akan panjang. Sedangkan bahasa C memiliki keunggulan
dibanding bahasa assembler yaitu independent terhadap hardware serta lebih mudah
untuk menangani project yang besar.

Bahasa C memiliki keuntungan-keuntungan yang dimiliki bahasa assembler


(bahasa mesin), hampir semua operasi yang dapat dilakukan oleh bahasa mesin, dapat
dilakukan dengan bahasa C dengan penyusunan program yang lebih sederhana dan
mudah. Bahasa C terletak diantara bahasa pemrograman tingkat tinggi dan assembly .

2.5 Software ATMega8535 Editor dan Simulator


2.5.1 Software ATMega8535 Editor

Instruksi- instruksi yang merupakan bahasa C tersebut dituliskan pada sebuah editor,
yaitu CodeVision AVR. CodeVision AVR merupakan salah satu software kompiler
yang khusus digunakan untuk mikrokontroler keluarga AVR. Meskipun CodeVision
AVR termasuk software komersial, namun kita tetap dapat menggunakannya dengan
mudah karena terdapat versi evaluasi yang disediakan secara gratis walaupun dengan
kemampuan yang dibatasi.
Tampilan CodeVision AVR seperti dibawah ini:

Gambar 2.11 Tampilan CodeVision AVR


2.5.2 Software Downloader
Melakukan download program ke mikrokontroler dapat menggunakan ponyprog2000.

Gambar 2.12 Tampilan Ponyprog2000

2.6 Mikrokontroler ATmega 8

Mikrokontroler ATMega8 yang merupakan bagian dari keluarga


mikrokontroler CMOS 8-bit buatan Atmel. AVR mempunyai 32 register general-
purpose, timer/counter fleksibel dengan mode compare, interrup t internal dan
eksternal, serial UART, programmable Watchdog Timer, dan mode power saving.
Beberapa dari mikrokontroler atmel AVR mempunyai ADC internal dan PWM
internal. AVR juga mempunyai In-Sistem Programmable Flash on-chip yang
mengijinkan memori program untuk diprogram berulang-ulang dalam sistem
menggunakan hubungan serial SPI.

Gambar 2.13 Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATMEGA8


2.6.1 Konfigurasi Pin Mikrokontroler AVR ATMEGA8535

• VCC
Suplai tegangan digital. Besarnya tegangan berkisar antara 4,5 – 5,5V untuk
ATmega8 dan 2,7 – 5,5V untuk ATmega8L.

• GND
Ground. Referensi nol suplai tegangan digital.

• (PB7..PB0)
PORTB adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 8-bit dengan resistor pull- up
internal yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik
yang simetrik ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan
sebagai input, pin yang di pull- low secara eksternal akan memancarkan arus
jika resistor pull- up- nya diaktifkan. Pin-pin PORTB akan berada pada kondisi
tri-state ketika RESET aktif, meskipun clock tidak running.

• PORTC(PC5..PC0)
PORTC adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 7-bit dengan resistor pull- up
internal yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik
yang simetrik ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan
sebagai input, pin yang di pull- low secara eksternal akan memancarkan arus
jika resistor pull- up- nya diaktifkan. Pin-pin PORTC akan berada pada kondisi
tri-state ketika RESET aktif, meskipun clock tidak running.

• PC6/RESET
Jika Fuse RSTDISBL diprogram, maka PC6 berfungsi sebagai pin I/O akan
tetapi dengan karakteristik yang berbeda dengan PC5..PC0. Jika Fuse
RSTDISBL tidak diprogram, maka PC6 berfungsi sebagai masukan Reset.
Sinyal LOW pada pin ini dengan lebar minimum 1,5 mikrodetik akan
membawa mikrokontroler ke kondisi Reset, meskipun clock tidak running.
• PORTD (PD7..PD0)
PORTD adalah port I/O dua-arah (bidirectional) 8-bit dengan resistor pull- up
internal yang dapat dipilih. Buffer keluaran port ini memiliki karakteristik
yang simetrik ketika digunakan sebagai source ataupun sink. Ketika digunakan
sebagai input, pin yang di pull- low secara eksternal akan memancarkan arus
jika resistor pull- up-nya diaktifkan. Pin-pin PORTD akan berada pada kondisi
tri-state ketika RESET aktif, meskipun clock tidak running.

• RESET
Pin masukan Reset. Sinyal LOW pada pin ini dengan lebar minimum 1,5
mikrodetik akan membawa mikrokontroler ke kondisi Reset, meskipun clock
tidak running. Sinyal dengan lebar kurang dari 1,5 mikrodetik tidak menjamin
terjadinya kondisi Reset.

• AVCC
AVCC adalah pin suplai tegangan untuk ADC, PC3..PC0, dan ADC7..ADC6.
Pin ini harus dihubungkan dengan VCC, meskipun ADC tidak digunakan. Jika
ADC digunakan, VCC harus dihubungkan ke AVCC melalui low-pass filter
untuk mengurangi noise.

• AREF
Pin Analog Reference untuk ADC.
• ADC7..ADC6
Analog input ADC. Hanya ada pada ATmega8 dengan package TQFP dan
QFP/MLF.

Kelebihan dari ATMega8 adalah sebagai berikut :

• Mempunyai performa yang tinggi (berkecepatan akses maksimum 16MHz)


dan hemat daya
• Memori untuk program flash cukup besar yaitu 8K Byte
• Memori internal SRAM sebesar 1K Byte
• EEPROM sebesar 512 byte yang dapat diprogram saat operasi
• Port komunikasi SPI
• Komunikasi serial standar USART
• Tersedia 3 chanel timer/counter (2 untuk 8 bits dan 1 untuk 16 bits)

2.7 Kalor

Kalor adalah energi yang dipindahkan akibat adanya perbedaan temperatur..


Satuan kalor adalah kalori, dimana 1 kalori adalah kalor yang diperlukan untuk
menaikkan temperatur 1 gr air sebesar 1 0 C

Dalam sistem British, 1 Btu (British Thermal Unit) adalah kalor untuk menaikkan
temperatur 1 lb air dari 63 F menjadi 64 F.

1 kal = 4,186 J = 3,968 x 10-3 Btu

1 J = 0,2389 kal = 9,478 x 10-4 Btu

1 Btu = 1055 J = 252,0 kal

Energi kalor (Q) merupakan energi ya ng berpindah dari satu benda ke benda
yang lain akibat adanya perbedaan suhu. Berkaitan dengan sistem dan lingkungan,
bisa dikatakan bahwa kalor merupakan energi yang berpindah dari sistem ke
lingkungan atau energi yang berpindah dari lingkungan ke sistem akibat adanya
perbedaan suhu. Jika suhu sistem lebih tinggi dari suhu lingkungan, maka kalor akan
mengalir dari sistem menuju lingkungan. Sebaliknya, jika suhu lingkungan lebih
tinggi dari suhu sistem, maka kalor akan mengalir dari lingkungan menuju sistem.

Q = m c ∆T …………………………………………………………..(2.11)

dengan :
Q = Energi kalor (J)
m = Massa benda (Kg)
c = Kalor jenis benda (J/KgK)
?T = Perubahan suhu (K)
Berikut ini adalah tabel nilai kalor jenis air dan beberapa zat- zat lain. Terlihat
bahwa air memiliki kalor jenis terbesar dibandingkan dengan zat-zat yang lain,
termasuk zat- zat yang tidak disebut di dalam tabel. Ini berarti bahwa air memerlukan
kalor lebih banyak daripada zat lain untuk massa dan kenaikan suhu yang sama. Air
juga melepaskan kalor yang lebih besar dibandingkan dengan zat- zat lain jika suhunya
diturunkan.

Tabel. 2.3 Kalor Jenis Zat

Zat Kalor jenis Zat Kalor jenis


2
(x 10 J/kg K) (x 102 J/kg K)
Air 41,8 Kuningan 3,76
Air laut 39,0 Raksa 1,40
Aluminium 9,03 Seng 3,88
Besi 4,50 Sporitus 2,40
Es 20,6 Tembaga 3,85
Kaca 6,70 Timbal 1,30

You might also like