You are on page 1of 33

LAPORAN RESMI

PRATIKUM
PENGELASAN

Pengelasan Pelat Posisi 1G dan 1F dengan


Sambungan Butt-joint dan T-Joint

Disusun Oleh
Kelompok : 18
1. M Adib Mahmudi Ma’sum 02.2018.1.09557
2. Fikri Ferdiansyah 02.2018.1.09558
3. Ahmad Rizal Alifian 02.2018.1.09585
4. M Chafidz Affandi 02.2018.1.09491

Laboratorium Pengelasan
Jurusan Teknik Mesin
Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2020
LEMBAR PENGESAHANAN LAPORAN PRATIKUM PENGELASAN

Disusun Oleh
Kelompok : 18
1. M Adib Mahmudi Ma’sum 02.2018.1.09557
2. Fikri Ferdiansyah 02.2018.1.09558
3. Ahmad Rizal Alifian 02.2018.1.09585
4. M Chafidz Affandi 02.2018.1.09491

Surabaya, 30 Desember 2021


Mengetahui, Menyetujui,
Laboratorium Pengelasan Dosen Pembimbing
Kepala,

Hery Irawan, S.T., M.T. Sukendro Broto


Sasongko, S.T., M.T., Ph.D.
NIP.014232 NIP.122098
KARTU KONSULTASI
Tugas : Laporan Pratikum Pengelasan
Semester/Tahun : Genap / 2021-2022
Jurusan : Teknik Mesin
Dosen Pembimbing : Sukendro Broto Sasongko,
S.T., M.T., Ph.D.
Anggota Kelompok : 18
1. M Adib Mahmudi Ma’sum 02.2018.1.09557

2. Fikri Ferdiansyah 02.2018.1.09558


3. Ahmad Rizal Alifian 02.2018.1.09585
4. M Chafidz Affandi 02.2018.1.09491

NO Materi Tanda Tangan Dosen

Surabaya, 30 Desember 2021

Dosen Pembimbing

Sukendro Broto
Sasongko, S.T., M.T.,
Ph.D.
NIP. 122098
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat nya yang telah memberikan kesehatan kepada kami, dan juga memberikan
kesempatan pada kami untuk menyelesaikan laporan pratikum pengelasan ini dengan
baik. Yang mana penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas penyelasain
pratikum pengelasan.
Selanjutnya kami tidak lupa mengucapkan terimakasih sebesar besar nya
kepada :
1. Bapak Hery Irawan, S.T,. M.T. selaku Kepala Lab Pengelasan dan sekaligus
sebagai dosen pembimbing laporan.
2. Bapak Gatot Setyono, S.T,. M.T. selaku Kepala Jurusan Teknik Mesin ITATS.
3. Asisten Lab yang telah membantu kami selama pratikum berlangsung.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, mengingat
kemampuan dan pengethauan kami terbatas, maka dari itu kami sangat mengharapkan
adanya kritik maupun saran utuk kesempurnaan laporan ini kedepannya. Atas
perhatiannya kami mengucapkan terimakasih.

Surabaya, 30 Desember 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Pengelasan merupakan teknologi yang digunakan untuk menyambung dua atau
lebih logam dengan menggunakan logam pengisi atau tanpa logam pengisi yang proses di
dalamnya disertai peleburan logam induk dan/atau logam pengisi. Berdasarkan definisi dari
Deutche Industrie Normen (DIN), pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan
logam atau logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.
Di samping untuk proses produksi, proses pengelasanlas dapat juga dipergunakan
untuk reparasi/perbaikan, misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, mempertebal
bagian-bagian yang sudah aus, dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan
merupakan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai
ekonomis pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus
betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan kontruksi serta
keadaan sekitar.
Posedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya di dalamnya
banyak masalah-masalah yang harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-
macam pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta
mendampingi praktik. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan
kontruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara
pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las, dan jenis las yang akan dipergunakan,
berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.
Proses pengelasan dewasa ini telah berkembang dengan pesat, diantaranya
penggunaan fluks sebagai pelindung logam cair selama proses pengelasan dari kontaminasi
udara bebas. Banyak penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki
hasil las dengan merekayasa pemakaian arus listrik yang sesuai dengan tebal plat yang akan
dilas.

Salah satu teknologi las adalah las elektroda terbungkus atau Shield Metal Arc
Welding (SMAW), dimana pada teknologi ini dikenal juga las busur listrik. Nyala busur las
dikenal juga sebagai energi panas pengelasan/masukan (H net). Pengelasan SMAW sering kali
dioperasikan secara manual dengan tujuan untuk produksi atau perbaikan. Pengoperasian

1
secaramanual sering kali operator sulit mempertahankan kecepatan pengelasan dan ritme
pengelasan (ayunan las), sehingga sering muncul bentuk cacat pada las. Bentuk cacat las
yang terjadi pada hasil las sering kali berupa spattering (bintik-bintik logam las), crater
(kawah las), under cut (celah kekosongan di antara layer logam las), porosity (lubang
kekosongan di dalam kampuh las), dll.

1.2 Batasan Masalah


Praktikum ini dibatasi hanya pada posisi pengelasan 1G (datar) dan 1F (datar)
dengan mesin las SMAW pada pengelasan pelat datar sambungan butt-joint dan T-joint.
Kampuh las pada

1.3 Permasalahan
Permasalahan pada praktikum ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh kecepatan ayunan pada saat pengelasan terhadap
hasil pengelasan SMAW untuk material baja AISI 1040?
2. Bagaimana pengaruh jarak dari pusat lasan terhadap temperatur puncak yang
terjadi pada proses pengelasan?
3. Bagaimana pengamatan cacat lasan yang terjadi pada hasil lasan dengan
pengujian NDT menggunakan dye penetrant?

1.4 Tujuan
Tujuan praktikum pengelasan adalah:
1. Mengetahui pengaruh kecepatan ayunan pada saat pengelasan terhadap hasil
pengelasan SMAW untuk material baja AISI 1040
2. Mengetahui pengaruh jarak dari pusat lasan terhadap temperatur puncak yang
terjadi pada proses pengelasan
3. Mengetahui cacat yang terjadi pada lasan yang diuji dengan pengujian NDT
menggunakan dye penetrant

2
BAB 2
DASAR TEORI

2.1 Shield Metal Arc Welding (SMAW)


Shield Metal Arc Welding (SMAW) atau disebut juga las elektroda terbungkus adalah
cara pengelasan yang paling banyak digunakan pada masa kini. Cara pengelasan ini
menggunakan kawat elektroda logam yang dibungkus dengan fluks. Berdasarkan Gambar 2.1,
dapat dilihat dengan jelas bahwa busur listrik terbentuk di antara logam induk dan ujung
elektroda. Karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut
mencair dan kemudian membeku bersama.

Gambar 2.1 Las SMAW

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan
membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus
listrik yang besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus seperti terlihat pada
Gambar 2.2 (a), sebaliknya bila arusnya kecil maka butirannya menjadi besar, seperti tampak
pada Gambar 2.2 (b).

Gambar 2.2 Pemindahan logam cair, (a) arus tinggi dan (b) arus
rendah 3
Pola pemindahan logam cair seperti diterangkan di atas sangat mempengaruhi sifat
mampu las dari logam. Secara umum dapat dikatakan bahwa logam mempunyai sifat mampu
las tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Sedangkan pola pemindahan
cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus seperti diterangkan di atas dan juga oleh komposisi
dari bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda mencair dan membentuk terak
yang kemudian menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai
penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahannya tidak dapat terbakar, tetapi berubah
menjadi gas yang juga menjadi pelindung dari logam cair terhadap oksidasi dan memantapkan
busur.

Mesin las SMAW dihasilkan oleh daya listrik dimana arus listrik diubah menjadi
bentuk energi panas yang digunakan untuk melelehkan logam induk, logam pengisi (apabila
menggunakan logam pengisi), dan elektroda. Sistem pengelasan dengan SMAW ditunjukkan
pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Bentuk sistem pengelasan SMAW

Sistem pengelasan dengan SMAW memiliki karakteristik yaitu jenis fluk pelindung,
deoksidasi, kestabilan nyala, dan logam pengisi. Jenis pelindung fluk dalam sistem
pengelasan SMAW menggunakan fluk yang dihasilkan dari elektroda. Jenis elektroda
dibedakan menjadi jenis cellulose (C6H10O5) dan jenis
3 limestone (CaCO -). Elektroda tipe
cellulose dipanaskan akan menimbulkan reaksi gas H2, CO, CO2, dan H2O akan membentuk
selimut gas untuk melindungi logam cair dari kontaminasi dengan udara luar. Tipe

4
limestone ketika dipanaskan akan menghasilkan reaksi gas CO2 dan slug CaO.
Tipe limestone termasuk kategori low hidrogen, dimana ketika dipanaskan akan
menghasilkan gas pelindung yang rendah hidrogen, sangat cocok digunakan untuk pengelasan
baja tipe hardenability steel yang rentan terjadinya retak akibat hidrogen (hidrogen cracking).
Reaksi deoksidasi yang terjadi saat proses pengelasan berlangsung dapat mencegah reaksi
oksidasi ketika proses solidifikasi berlangsung sehingga terhindar dari korosi. Kestabilan
busur merupakan reaksi listrik akibat lompatan ion negatif, dimana kestabilan listrik akan
menghasilkan nyala busur yang stabil sehingga ayunan torch bisa terjaga konstan dan mampu
menghasilkan weld pool (kolam las) yang baik.
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Proses Las SMAW
Proses pengelasan SMAW memiliki kelebihan antara lain merupakan proses
pengelasan yang simpel, portabel yang memudahkan untuk pengelasan di segala posisi,
prosesnya tidak membutuhkan biaya yang mahal jika dibandingkam dengan proses las yang
lain. Sistem pengelasan SMAW seringkali digunakan untuk proses perbaikan, perawatan, dan
penyusunan konstruksi.
Sedangkan untuk kekurangan dari proses las SMAW yaitu hasil las yang kurang
bersih sehingga tidak cocok untuk pengelasan material aluminium dan titanium, laju deposit
logam las tergantung dari besarnya kuat arus yang digunakan selama proses pengelasan
berlangsung sehingga untuk mendapatkan kecepatan yang bervariasi memerlukan persiapan
yang panjang, elektroda dengan panjang maksimum 35 mm akan menghambat ketika
digunakan untuk pengelasan yang panjang, karena memerlukan proses pergantian elektroda
ketika habis.
2.3 Polaritas Elektron
Sistem pergerakan elektron yang menyebabkan terjadinya nyala busur ditunjukkan
pada Gambar 2.4. Pergerakan elektron yang menyebabkan nyala busur di dalam sistem las
SMAW dibedakan dalam dua sistem polaritas yaitu polaritas lurus (DCEN) dan polaritas
balik (DCEP). Polaritas lurus terjadi ketika elektroda dihubungkan ke kutub negatif power
supply kemudian benda kerja dihubungkan pada kutub positif yang mengakibatkan elektron
mengalir ke benda kerja membentuk nyala busur. Sistem polaritas balik terjadi ketika
elektroda dihubungkan dengan kutub positif power supply dan kutub negatif dihubungkan
dengan benda kerja yang mengakibatkan elektron mengalir dari benda kerja ke elektroda
Gambar 2.4 Mekanisme pergerakan ion yang menyebabkan nyala busur

Sistem polaritas lurus akan menimbulkan penetrasi yang dalam dan sempit. Sistem
polaritas balik akan menimbulkan penetrasi dangkal dan lebar. Jika dibandingkan dengan
sistem polaritas bolak-balik, polaritas lurus, dan polaritas balik memiliki perbedaan dalam
parameter kedalaman penetrasi dan lebar kampuh las. Perbandingan polaritas antara polaritas
lurus, balik, dan AC ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Perbandingan polaritas lurus, balik, dan AC

2.4 Cooling Rate dan Solidifikasi


Cooling rate atau laju pendinginan sangat berpengaruh terhadap proses pengelasan,
dimana laju pendinginan akan menentukan terjadi retak pada logam induk dan hasil lasan atau
tidak. Laju pendinginan yang baik untuk prses pengelasan adalah laju pendinginan lambat.
Sebagai acuan adalah Diagram Transformasi CCT, dimana laju pendinginana lasan atau
Cooling Rate for Welding (CRW) harus berada di sebalah kanan laju pendinginan kritis
6
atau Critical Cooling Rate (CCR) pada diagram transformasi.
Solidifikasi di dalam logam las dimulai dari fusion line menuju logam las. Daerah
pengelasan yang lazim digunakan di dalam morfologi las adalah logam las, HAZ, fusion line,
dan logam induk. Morfologi las diperlukan untuk membedakan area yang terpengaruh selama
proses pengelasan berlangsung. Morfologi las ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Morfologi las

Proses solidifikasi pada logam las akan berpengaruh terhadap hasil las, dimana
sangat menentukan terjadi tidaknya retak akibat panas. Solidifikasi berlangsung tidak dalam
waktu yang konstan sehingga sangat terpengaruh pada waktu yang membentuk laju
solidifikasi. Laju solidifikasi dimulai dari sisi yang paling dingin menuju sisi yang paling
panas yang dapat dideskripsikan bahwa laju solidifikasi berjalan dari fusion line menuju
logam las. Laju solidifikasi juga terjadi dari kolam las menuju logam las.

2.5 Welding Procedure Specification (WPS)


Welding Procedure Specification (WPS) merupakan bentuk rencana yang terstruktur
sebelum melakukan proses pengelasan. WPS merupakan desain terencana dalam proses
perencanaan pengelasan. Ketika membuat WPS kita perlu memasukkan proses pengelasan,
tipe pengelasan, jenis sambungan, teknik ayunan, karakteristik arus, logam induk, logam las,
jenis pelindung (fluks atau gas), dan pemakaian preheat atau interpass. Pengelasan dengan
sistem multilayer perlu juga dimasukkan data spesifikasi tiap layer. Lembar WPS standart
AWS ditunjukkan pada Gambar 2.8.
7
Simbol Pengelasan

Simbol pengelasan berfungsi sebagai desain mengenai perancangan proses


pengelasan secara mudah dan akurat kepada operator/project owner. Simbol las meliputi
simbol dasar dan simbol tambahan.

Gambar 2.9 Simbol Pengelasan

2.6 Pengujian dengan Non Destructive Test (NDT)


Pengujian NDT sering kali digunakan oleh welding inspector untuk menguji hasil
las terhadap cacat yang terbentuk setelah proses pengelasan selesai. Pengujian NDT dibagi
dalam tipe sebagai berikut ini:
a. Pengujian visual hasil las (makroskopik struktur)
b. Pengujian dengan dye penetrant
c. Pengujian dengan serbuk magnet
d. Pengujian Radiografi
e. Pengujian Ultrasonik
f. Pengujian dengan arus Eddy
Pada praktikum ini nantinya akan digunakan untuk menilai hasil las adalah dengan
menggunakan dye penetrant. Pengujian dengan dye penetrant memiliki komponen utama
yaitu cairan cleaner dan cairan dye penetrant. Cairan cleaner berfungsi untuk
membersihkan kotoran, karat, dan minyak yang mungkin terdapat pada permukaan benda
kerja yang dapat menghambat penetrasi cairan penetran ke dalam benda kerja. Cairan dye
penetrant berfungsi untuk memberikan jejak apabila ada cacat di dalam benda kerja.

3
Proses munculnya jejak cairan penetran akibat adanya aliran cairan penetran yang masuk
melalui lubang-lubang kecil yang muncul akibat cacat. Contoh hasil pengujian dengan
cairan penetran ditunjukkan oleh Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Contoh benda kerja hasil pengujian dengan cairan penetran dan
cairan penetran yang digunakan

Langkah-langkah dalam pengujian dengan dye penetrant adalah ketika proses


pengelasan selesai, tunggu beberapa saat sampai hasil lasan dingin, lalu semprotkan cairan
nomor satu atau Cleaner, tunggu sampai kering kemudian langkah kedua adalah semprotkan
cairan nomor dua atau Penetrant. Tunggu sampai penetrant meresap ke dalam lasan, lalu
bersihkan kelebihan cairan penetran dengan lap/tisu. Setelah bersih dan kering, langkah
terakhir adalah semprotkan cairan nomor tiga atau Developer, cairan ini berfungsi untuk
memperjelas deteksi cacat/defect yang terjadi dalam lasan.

Gambar 2.11 Langkah-langkah pengujian Penetrant

2.7 Peak Temperatur atau Temperatur Puncak (Tp)


Proses transfer panas pada proses pengelasan menggunakan prinsip karakteristik
transfer energi panas dari busur las ke benda kerja dan antara benda kerja. Karakteristik ini
menentukan temperatur maksimum atau temperatur puncak dalam proses pengelasan, ukuran
dan bentuk lasan, dan HAZ (Heat Affected Zone), dan laju pendinginan dari logam las dan
daerah HAZ.

10
Daerah heat input atau daerah masukan panas merupakan daerah kecil dari seluruh
dimens benda kerja. Ada tiga variabel yang berperan penting dalam masukan panas pada
benda kerja berdasarkan panas yang diberikan pada permukaan lasan atau internal lasan.
Variabel- variabel tersebut adalah simpangan laju masukan energi, distribusi masukan panas
dan kecepatan lasan.
Heat flow (aliran panas) pada proses pengelasan sangat penting untuk membantu
input panas pada fusion welding. Heat flow dapat menentukan input panas yang dibutuhkan
untuk membentuk lasan dengan ukuran yang berbeda-beda dan pengaturan heating rate dan
cooling rate pada daerah HAZ dan logam las. Berdasarkan heat flow, dapat dipelajari
distribusi dari temperatur maksimal atau peak temperature di daerah HAZ, kecepatan
pendinginan pada logam induk dan daerah HAZ, dan kecepatan solidifikasi dari logam lasan.
Selain itu, peak temperature atau temperatur puncak, dapat digunakan untuk memperkirakan
transformasi metalurgi pada titik tertentu dekat lasan, peak temperature atau temperatur
puncak dapat dijangkau dari lokasi tersebut.

Gambar 2.12 Grafik temperatur puncak pada proses pengelasan

Gambar 2.13 Heat Affected Zone (HAZ)

11
Langkah pertama dalam menghitung temperatur puncak adalah terlebih dahulu
menghitung heat input atau masukan panas dalam proses pengelasan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

𝐻𝑛𝑒𝑡 = 𝜂𝐸𝐼
𝑣
dimana:

Hnet : masukan panas per unit (J/mm)


η : efisiensi
E : tegangan busur las (V)
I : kuat arus (A)
v : kecepatan las (mm/s)

Setelah didapat nilai masukan panasnya, langkah berikutnya adalah menghitung


peak temperature atau temperatur puncak (Tp) dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:

1 √2𝜋𝑒𝜌𝐶ℎ𝑌 1
𝐻𝑛𝑒𝑡 + 𝑇𝑚 − 𝑇0
=
dimana: 𝑇𝑝 − 𝑇0

Tp : temperatur puncak (oC)


T0 : temperatur awal logam induk (oC)
π : 3.14
e : 2.718
ρ : densitas logam induk (g/mm3)
C : panas spesifik (J/goC)
h : tebal logam induk (mm)
Y : jarak dari pusat lasan (mm)
Hnet : masukan panas per unit (J/mm)
Tm : temperatur lebur (oC)

12
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Spesifikasi Benda Kerja


Spesifikasi benda kerja ditunjukkan seperti Gambar 3.1, dengan dimensi panjang
10 cm, lebar 5 cm, dan tebal 0.5 cm dengan material Baja AISI 1040. Groove pengelasan
digunakan tipe I (persegi) untuk butt-joint.

Gambar 3.1 Dimensi benda kerja yang dilas

3.2 Spesifikasi Pemakaian Arus Las


Pemakaian arus las sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengelasan,
kedalaman penetrasi, terbentuknya cacat las, dan efektivitas ayunan las. Sistem AWS
telah menentukan penggunaan arus listrik yang digunakan untuk pengelasan material
pelat dengan ketebalan
tertentu.

3.3 Prosedur Praktikum


a. Pengisian Welding Procedure Spesification (WPS) dengan ketentuan seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.2
b. Pengelasan dengan spesifikasi seperti di bawah ini:
- Pembuatan kampuh I untuk pengelasan pelat datar dan pengelasan kancing
dilakukan di kedua ujung pelat untuk menghindari terjadinya deformasi akibat
kontraksi tegangan
- Pengelasan dengan menggunakan las SMAW dengan posisi pengelasan datar
(1G) seperti yang ditunjukkan Gambar 3.3, sistem satu layer. Saat pengelasan
berlangsung dilakukan pengukuran kecepatan pengelasan yang dilakukan saat
13
mulai hingga akhir pengelasan
- Pengelasan dilakukan dengan satu benda kerja tiap kelompok

Gambar 3.3 Model sistem pengelasan sistem AWS

c. Persiapan benda kerja sesuai dengan dimensi yang dilas, pemakaian


safety tolls sebagai standart keselamatan kerja
d. Tugas kelompok membuat laporan praktikum yang di dalamnya membuat
Welding Procedure Spesification (WPS) sebagai bentuk perencanaan
sebelum melakukan pengelasan dan menganalisis makro struktur hasil las
yang di dalamnya memuat makro struktur penetrasi las yang dilihat dari
face benda kerja dan cacat las secara visual dan melakukan analisis
mengapa terjadinya cacat las pada benda kerja hasil praktikum.
Prosedur pengisian Welding Procedure Spesification
(WPS) ditunjukkan pada Gambar 3.4.

You might also like