You are on page 1of 15

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI DASAR

MAKROFAUNA TANAH

Nama : Sara Fadlah Iq


NIM : 1110095000031
Kelompok : 1 (satu)
Semester : 3/A
Asisten Dosen : Dina Anggraini
Tanggal Praktikum : 19 Oktober 2011
Tanggal Dikumpul : 2 November 2011

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Organisme yang hidup dalam suatu lingkungan masing-masing memiliki kualitas organisme
penghuni di setiap habitat yang berbeda. Tanah tersusun atas empat bahan yaitu mineral, bahan
organik, air. Selain itu juga terdapat lingkungan tanah yang merupakan lingkungan yang terdiri
dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan
ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis
makhluk hidup seperti makrofauna tanah. Makrofauna tanah berperan penting dalam proses-
proses ekologis yang terjadi di dalam tanah, seperti dekomposisi, siklus unsur hara dan agregasi
tanah.
Kehidupan makrofauna tanah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang merupakan tempat
hidupnya. Faktor yang memepengaruhi itu diantaranya pH tanah, temperatur tanah, temperatur
udara, kelembaban tanah, kelembaban udara, intensitas cahaya. Perbedaan kondisi lingkungan
menyebabkan adanya perbedaan jenis makrofauna tanah dan juga yang mendominasinya. Maka
dari itu, peraktikum ini akan membandingkan makrofauna tanah yang terdapat pada tempat (plot)
yang berbeda, yaitu di area vegetasi dan non vegetasi serta jenis makrofauna tanah diurnal dan
noc turnal.
Dalam penyebaran makrofauna tanah lingkungan merupakan suatu sistem kompleks yang
berada diluar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme yang
hidup dalam lingkungan masing-masing. Begitu pula jumlah dan kualitas organisme penghuni di
setiap habitat tidak sama. Perbedaan yang paling mencolok adalah pada ukuran tumbuhan hijau,
karena akan mempengaruhi penyebaran makrofauna disekitarnya. Lingkungan juga merupakan
salah satu bagiannya (Irwan, 1992).
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah metode Pitfall trap merupakan
metode yang umum dan sangat sederhana serta cukup efektif dalam mengetahui keberadaan
makrofauna tanah.
1.2. Tujuan Penelitian
 Mengumpulkan dan mengkoleksi makrofauna tanah dengan menggunakan metode perangkap
jebakan sumur (pitfall trap).

 Mengetahui faktor lingkungan fisik terhadap makrofauna tanah.

 Menghitung keanekaragaman dan kelimpahan relatif makrofauna tanah.

 Membandingkan keanekaragaman dan kelimpahan relatif jenis-jenis makrofauna tanah pada


komunitas-komunitas yang berbeda.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah

Tanah merupakan suatu sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah itu dapat menerima
tambahan bahan dari luar atau kehilangan bahan-bahan yang telah dimiliki tanah. Sebagai sistem
terbuka, tanah merupakan bagian dari ekosistem dimana komponen-komponen ekosistem tanah,
vegetasi dan hewan saling memberi dan menerima bahan-bahan yang diperlukan (Hardjowigeno,
2007).

Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan
abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah
yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya
adalah makrofauna tanah (Hardjowigeno, 2007).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke dalam
tumbuhan melalui akar-akarnya. Tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat, kalium, seng dan
mineral esensi lainnya melalui akar-akar tumbuhan. Dengan semua itu, tumbuhan mengubah
karbon dioksida (masuk melalui stomata daun) menjadi protein, karbohidrat, lemak, asam
nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof bergantung pada
suhu dan air dimana tanah merupakan penentu utama dalam produktivitas bumi (Hardjowigeno,
2007).

2.2 Fauna Tanah dan Macam-macam Hewan Tanah


Fauna tanah merupakan hewan yang hidup di tanah, baik hidup pada permukaan tanah
maupun yang terdapat di dalam tanah. Beberapa fauna tanah seperti herbivora, ia memakan
tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang
sudah mati. Jika telah mengalami kematian, hewan-hewan tersebut memberi masukkan bagi
tumbuhan yang masih hidup, meskipun ada pula sebagai kehidupan fauna lain (Irwan, 1992).
Kelompok hewan tanah sangat banyak dan beraneka ragam mulai dari Protozoa, Rotifera,
Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga vertebrata. Hewan tanah dapat pula
dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang dipilihnya, dan
kegiatan makannya Berdasarkan ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan atas
mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 sampai dengan
200 mikron, mesofauna antara 200 mikron sampai dengan 1 sentimeter, dan makrofauna lebih
dari 1 sentimeter ukurannya (Suin, 1989)

Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah terbagi atas kelompok transien, temporer, periodic,
dan permanen. Berdasarkan habitanya, hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon,
hemiedafon, dan eudafon. Hewan epigeon hidup pada lapisan tumbuha-tumbuhan di permukaan
tanah, hemiedafon pada lapisan organic tanah, dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan
mineral. Berdasarkan kegiatan makannya hewan tanah ada yang bersifat herbivore, saprova,
fungifora, dan predator (Suin, 1989).

2.3. Makrofauna Tanah

Makrofauna tanah merupakan kelompok hewan- hewan besar penghuni tanah yang
merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak
berperan dalam proses fragmentasi serta memberikan fasilitas lingkungan yang baik bagi proses
dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mikrofauna tanah serta berbagai jenis
bakteri dan fungi. Peran makrofauna lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan
hewan mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke tanah, perbaikan struktur tanah dan
proses pembentukan tanah (Irwan, 1992).

Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam di dalam habitatnya. Pada
ekosistem binaan, keberadaan dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan bagi sistem
budidaya. Pada satu sisi makrofauna tanah berperan menjaga kesuburan tanah melalui
perombakan bahan organik, distribusi hara, peningkatan aeresi tanah dan sebagainnya. Tetapi
pada sisi lain juga dapat berperan sebagai hama berbagai jenis tanaman budidaya. Dinamika
populasi berbagai jenis makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan yang
mendukungnya, baik berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun keadaan lingkungan
fisika-kimia (Irwan, 1992).

Cacing tanah merupakan fauna tanah yang bermanfaat karena dapat merubah bahan
organik kasar menjadi humus. Cacing tanah memakan bahan organik segar dipermukaan tanah,
masuk sambil menyeret sisa-sisa tanaman ke liangnya, kemudian mengeluarkan kotorannya di
permukaan tanah. Adanya fauna tanah bahan organik kasar yang ada di dalam tanah dapat
menjadi humus. Fauna tanah dapat memperbaiki tata udara tanah dan mengubah kesuburan tanah
serta struktur tanah (Hardjiwigeno ,2007).

2.4. Faktor Lingkungan

Hakim.dkk (1989) dan Makalew menjelaskan bahwa faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi aktifitas organisme tanah yaitu : iklim (curah hujan, suhu), tanah (suhu tanah,
hara, kelembaban tanah, kemasaman) dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari
(intensitas cahaya).

Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran
dan kepadatan organisme tanah, dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat
dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu
tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu
hari satu malam dan tergantung musim. Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca,
topografi daerah dan keadaan tanah (Suin, 2006).
Temperatur sangat mempengaruhi aktivitas mikrobial tanah. Aktivitas ini sangat terbatas
pada temperatur di bawah 10ºC, laju optimum aktifitas biota tanah yang menguntungkan terjadi
pada suhu 18-30ºC. Nitrifikasi berlangsung optimum pada temperatur sekitar 30ºC. Pada suhu
diatas 30ºC lebih banyak unsur K-tertukar dibebaskan pada temperatur rendah (Hanafiah, 2007).

Pengukuran pH tanah juga sangat di perlukan dalam melakukan penelitian mengenai


makro fauna tanah. Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya
serta berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi
keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh
terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang berlangsung di
dalam tanah, kadar kelembaban tanah serta kondisi-kondisi serasi (Leksono, 2007).

2.5. Kekayaan Jenis (Species Richness)

Kekayaan jenis menunjukkan jumlah spesies dalam suatu komunitas yang dipelajari.
Untuk menentukannya perlu dilakukan suatu kajian intensif untuk dapat memperoleh informasi
yang tepat mengenai jumlah spesies yang ada. Semakin banyak jenis spesies yang ada di suatu
daerah, semakin tinggi tingkat kekayaannya.

Maguran (1988) menyatakan bahwa kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan


kemerataan Evenness yaitu :

 < 3,5 = kekayaan jenis rendah

 3,5 – 5 = kekayaan jenis sedang

 >5 = kekayaan jenis tinggi

2.6. Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas lingkungan


terhadap komunitas makrofauna tanah. Keanekaragaman spesies menunjukkan jumlah total
proporsi suatu spesies relatif terhadap jumlah total individu yang ada (Leksono, 2007).

Pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan makrofauna tanah selalu berbeda-beda


tergantung pada makro fauna, karena tiap jenis makrofauna memiliki adaptasi dan toleransi yang
berbeda terhadap habitatnya. Indeks tersebut digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih
rinci tentang komunitas makrofauna. Indeks keanekaragaman ditemukan oleh Shannon-Wiener
diacu dalam Begen (2000).

Maguran (1988) menyatakan bahwa kriteria yang digunakan untuk meninterpretasikan


keanekaragaman Shannon-Wiener yaitu :

 H’ < 1,5 : keanekaragaman rendah

 H’ 1,5-3,5 : keanekaragaman sedang

 H’ > 3,5 : keanekaragaman tinggi

2.7. Indeks Kemerataan

Indeks kemerataan jenis menunjukkan perataan penyebaran individu dari jenis-jenis


organisme yang menyusun suatu ekosistem. Maguran (1988) menyatakan bahwa kriteria yang
digunakan untuk menginterpretasikan kemerataan Evenness yaitu :

 E’ < 0,3 : kemerataan rendah

 E’ 0,3 – 0,6 : kemerataan sedang

 E’ > 0,6 : kemerataan tinggi


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di halaman Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam


Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilakukan pada hari Rabu, 19 Oktober 2011 dan
dilakukan selama 3 hari.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah alat penggali (sekop, linggis), gelas
plastik (5 buah), patok kayu (20 buah), terpal plastik (5 buah), tali rafia, botol koleksi, soil tester,
thermometer, lux meter. Sedangkan bahan yang digunakan adalah deterjen, air, alkohol 70%,
formalin 4%.

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Pitfall Trap
Perangkap jebakan dibuat dengan menggunakan gelas plastik yang dipasang pada lima titik
dengan jarak antar plot 1 meter.
Gambar 1. Susunan perangkap jebak
Tanah kemudian digali hingga gelas plastik sejajar permukaan tanah, lalu dimasukkan air yang
telah dicampurkan dengan deterjan bubuk. Botol plastik yang sudah terisi air deterjen
dimasukkan kedalam masing-masing lima titik. Kemudian di beri atap berupa terpal plastik agar
jebakan terlindung dari air hujan atau gangguan lain. Dilakukan juga pengukuran faktor fisik
lingkungan awal.
3.3.2. Sampling
Pengambilan sampel digunakan metode Hand Sorting dimana pengambilan sampel
dilakukan setiap hari selama 3 hari pagi dan sore hari. Dan yang diambil dikumpulkan
berdasarkan kesamaan ciri untuk mempermudah melakukan identifikasi. Pada saat pengambilan
sample terakhir dilakukan pengukuran fisik lingkungan akhir.

3.3.3. Identifikasi Sampel

Sampel yang telah diperoleh kemudian dibawa ke Laboratorium untuk dilakukan proses
identifikasi. Spesimen yang telah ditemukan tersebut diidentifikasikan berdasarkan kesamaan ciri
morfologinya lalu dihitung jumlah spesimen yang ditemukan.

3.4. Analisis Data

 Kelimpahan relatif (KR)

Kelimpahan Relatif (KR) = x 100%

 Indeks keanekaragaman
(Diversity Index)

H’ = - atau H’ =

Pi =
Keterangan : ni = jumlah individu tiap jenis
N = jumlah individu total
H’ = Indeks keanekaragaman
 Indeks Kemerataan (Evenness Index)

E’ =
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah spesies
E’ = Indeks Kemerataan

 Kekayaan Jenis (Species Richness)

Keterangan : S = Jumlah jenis


N = Jumlah individu total

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan makrofauna antara lain intensitas cahaya,
kelembaban, pH tanah, dan suhu. Faktor tersebut dapat mempengaruhi keanekaragaman dan
jumlah makrofauna yang terdapat dalam tanah. Sehingga untuk mengetahuinya diperlukan
pengukuran faktor lingkungan pada awal pengamatan dan akhir pengamatan. Berdasarkan hasil
pengukuran didapatkan data faktor fisik lingkungan adalah sebagai berikut:
Habita Kelomp Intensitas Kelembaban pH tanah Suhu (ºC)
t ok
Cahaya (%)
(klux) Tanah Udara Udara Tanah
Awal Akh Aw Akh Aw Akh Aw Akh Aw Akh Aw Akh
ir al ir al ir al ir al ir al ir
Vegeta 1 66 6,5 67 74 1 0,5 6,9 7 30,5 27 26 27
si 2 2,6 66 68 58 1 1 6,9 7 32 27 28 26
3 68 6,3 64 58 1 1 6,9 7 28 27 27 27
Rata-rata 45,5 26,2 66 63 1 0,83 6,9 7 30 27 27 26
Non 4 73,6 63,5 63 74 1 0,5 6,7 7 32 26 31 27
Vegeta 5 29,3 0,15 67 85 1 1 6,9 6 31 26 28 28
si
Rata-rata 51,45 31,8 65 79 1 0,75 6,8 6.5 31 26 29 27

Tabel 1. Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan

Tabel 1 diatas menunjukan pengukuran faktor fisik lingkungan pada daerah vegetasi dan
non vegetasi. Didapatkan intensitas cahaya rata-ratanya diawal dan diakhir pada daerah vegetasi
lebih rendah dibandingkan dengan daerah non vegetasi dikarenakan pada daerah vegetasi banyak
pepohonan yang menghalangi masuknya cahaya sehingga intensitas cahayanya lebih kecil di
banding cahaya pada daerah non vegetasi yang sedikit tanamannya.

Pengukuran kelembaban tanah rata-rata di awal pada daerah vegetasi lebih tinggi
dibandingkan daerah non vegetasi. Hal ini dikarenakan pada lokasi vegetasi tanahnya banyak
mengandung air karena adanya pepohonan besar yang banyak menampung air, juag sedikit
penguapan air karena terhalangi oleh pohon yang menyebabkan tanah di dareah vegetasi tetap
lembab. Namun kelembaban tanah rata-rata diakhir pada daerah vegetasi lebih rendah daripada
non vegetasi dikarenakan pengukuran akhir dilakukan setelah hujan sehingga kelembaban
tanahnnya lebih tinggi pada daerah non vegetasi.

Pengukuran suhu udara rata-rata awal pada daerah vegetasi dan non vegetasi tidak jauh
berbeda hanya terdapat sedikit perbedaan lebih tinggi di non vegetasi yaitu 30ºC untuk vegetasi
dan 31ºC untuk non vegetasi. Hal ini dikarenakan pada daerah vegetasi ternaungi pohon
sehingga suhunya relatif rendah dan pada daerah non vegetasi suhunya relatif tinggi karena tidak
ternaungi pohon besar. Suhu udara rata-rata diakhir pada daerah non vegetasi lebih rendah yaitu
26ºC dibandingkan pada daerah vegetasi yaitu 27ºC. Hal ini dikarenakan pengukuran suhu akhir
dilakukan setelah hujan turun sehingga suhu udaranya lebih rendah di daerah non vegetasi tanpa
naungan sehingga banyak air hujannya dan suhu menjadi rendah.

Secara keseluruhan pada pengukuran faktor lingkungan yang dilakukan diawal dan diakhir
tidak mengalami perubahan yang signifikan.
4.2. Spesies Makrofauna di Daerah Vegetasi dan Non Vegetasi
Makrofauna yang hidup di daerah vegetasi dan non vegetasi memiliki sedikit perbedaan,
juga spesies yang hidup dimalam hari (nocturnal) dan yang hidup pada siang hari (diurnal) juga
akan berbeda baik dalam jumlah maupun jenis spesies. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
spesies dari daerah vegetasi dan non vegetasi sebagai berikut:
Tabel 2. Spesies di daerah vegetasi dan non vegetasi
Vegetasi Non
vegetasi
Spesie Diurn Diurna
Noctural
s Nama Spesies al Noctural l
Semut hitam
27 9 3 9
1 besar
Semut merah
2 2
2 besar
3 Nyamuk 3 4 1
4 Drosophila 2 1 3
5 Insecta sp. 2 1 3
Semut hitam
103 25 12 4
6 kecil
7 Ngengat 1 2 4
8 Spesies 8 2
9 spesies 9 1
10 Lalat 1 1
11 Laba-laba besar 1
12 Laba-laba kecil 4 1
13 Spesies 13 1
14 Kumbang 1 1
15 Spesies 15 3
Semut merah
19 2
16 kecil
17 Spesies 17 1
18 Spesies 18 1
19 Spesies 19 1
20 Spesies 20 3
21 Lalat besar 1
22 Spesies 22 1
Jumlah 144 53 51 31

Berdasarkan Tabel 2. spesies yang didapatkan selama pengamatan 3 hari pada daerah
vegetasi diurnal didapatkan sebanyak 10 spesies dan jumlah individu total sebanyak 144 ekor.
Individu yang paling banyak didapatkan adalah semut hitam kecil yaitu 103 ekor pada daerah
vegetasi diurnal ini dikarenakan serangga kecil seperti semut lebih aktif keluar pada siang hari.
Pada daerah vegetasi noctural spesies makrofauna tanah yang didapatkan sebanyak 7 spesies
dengan jumlah individu total 53 ekor. Individu yang paling banyak didapatkan adalah semut
hitam kecil yaitu 25 ekor dan individu yang sedikit ditemukan yaitu drosophila, insecta sp., dan
lalat yaitu 1 ekor.
Pada daerah non vegetasi diurnal spesies makrofauna yang banyak ditemukan adalah
semut. Dan pada vegetasi diurnal ini didapatkan lebih banyak spesies dibandingkan dengan
vegetasi. Didapatkan jumlah spesies sebanyak 12 pada non vegetasi diurnal. Hal ini disebabkan
banyak makrofauna yang lebih banyak hidup pada rerumputan terbuka. Terdapat tiga jenis semut
pada daerah non vegetasi (berumput) yaitu semut hitam besar dengan jumlah individu 3 ekor,
semut merah kecil dengan jumlah individu 19 ekor, semut hitam kecil dengan jumlah individu 12
ekor. Dominannya semut pada daerah non vegetasi (berumput) dikarenakan sifat semut
merupakan predator dan pemakan sisa-sisa tumbuhan. Wilayah non vegetasi atau berumput
merupakan tempat strategis bagi semut membuat sarang untuk koloninya.secara keseluruhan,
jumlah individu yang didapatkan lebih rendah pada daerah non vegetasi dibandingkan negetasi.
Dan lebih banyak hewan diurnal dari pada nocturnal seperti semut, isebabkan semut lebih
banyak keluar pada siang hari (diurnal) dibandingkan pada malam hari (noctural) karena
serangga merupakan hewan diurnal begitu juga mamalia, burung dan kadal termasuk hewan
diurnal.
4.3. Komunitas Makrofauna Tanah di Daerah Vegetasi Diurnal
Pengamatan makrofauna tanah yang dilakukan pada daerah vegetasi diurnal didominasi
oleh berbagai jenis serangga. Kelimpahan relatif spesies dari daerah vegetasi diurnal diantaranya
adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Komunitas Makrofauna Tanah di Vegetasi Diurnal
Indiv KR
No Taksa Pi ln Pi Pi x ln Pi
idu (%)
18,75 0,187
27
1. Semut hitam besar % 5 -1,673 -0,313
0,013
2
2. Semut merah besar 1,39% 9 -4,275 -0,059
0,020
3
3. Nyamuk 2,08% 8 -3,872 -0,08
0,013
2
4. Drosophila 1,39% 9 -4,275 -0,059
0,013
2
5. Insecta sp. 1,39% 9 -4,275 -0,059
71,53 0,715
103
6. Semut hitam kecil % 3 -0,335 -0,239
0,006
1
7. Ngengat 0,69% 9 -4,976 -0,034
0,013
2
8. Sp 8 1,39% 9 -4,275 -0,059
0,006
1
9. Sp 9 0,69% 9 -4,976 -0,034
0,006
1
10. Lalat 0,69% 9 -4,976 -0,034
Individu 144 -0,97
H’ = 0,97
E’ = H’/ln S =
0,42

1,810

You might also like