You are on page 1of 8

Nama : Shasi Kirani Aurora

Nim : 2104134745
Kelas : BDP - A
Jurusan : Budidaya Perairan
Matakuliah : Budidaya Pakan Alami

RINGKASAN ARTIKEL 1

Judul : Penambahan Kangkung Rebus Dan Air Rebusannya Pada media


Kultur Infusoria Terhadap Indeks Keragamannya

Infusoria merupakan mikroorganisme dan termasuk plankton yang


tergolong kelompok ciliata dan flagellata. Ciliata ialah mikroba yang mempunyai
sejumlah cilia atau bulu getar yang menjulur dari permukaannya. Flagellata ialah
mikroba yang bergerak dengan menggunakan flagel atau bulu cambuk. Infusoria
dari Kelompok cilliata antara lain yaitu Paramecium, Colpoda Vorticella, dan
Cycloposthium. Infusoria dari kelompok flagellata antara lain yaitu Euglena,
Volvox, Brachiomonas, Goniaum, Chlamydomonas, Pandarina, Dan Dinobryon.

Infusoria berperan penting dalam rantai makanan. Infusoria memiliki


ukuran tubuh yang kecil dan lembut, sehingga sesuai untuk larva ikan pada tahap
awal pemberian pakan (Mukai dkk., 2016). Kandungan protein pada salah satu
kelompok infusoria yaitu euglena mencapai 39-61% (Nur, 2014), yang memenuhi
standar SNI protein yang dibutuhkan oleh ikan. Menurut Sambode dkk. (2013),
juga menyatakan Infusoria mempunyai kandungan gizi yang lengkap dan mudah
dicerna dalam usus benih ikan. Ukuran tubuhnya yang relatif kecil sangat sesuai
dengan bukaan mulut larva ikan. Sifatnya yang selalu bergerak aktif akan
merangsang larva ikan untuk memangsanya jika menggunakan infusoria sebagai
pakan alami maka akan dibutuhkan dengan jumlah yang banyak.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL).


Rancangan Acak Lengkap digunakan apabila rancangan tersebut bersifat
homogen. Dikatakan homogen apabila alat dan bahan yang digunakan sama atau
seragam. Penelitian ini terdapat 12 percobaan dengan 3 (tiga) kali perlakuan dan 3
(tiga) kali ulangan, ditambah 1 (satu) perlakuan kontrol dengan 3 (tiga) kali
ulangan.

Perlakuan P0 adalah media kultur infusoria berupa gandum sebanyak 1


(satu sendok) dan air sebanyak 5 liter. P 1 adalah media kultur infusoría berupa
kangkung rebus sebanyak 500 gr ditambah dengan air 5 liter. P 2 adalah media
kultur infusoria berupa air rebusan kangkung sebanyak 5 liter. P 3 adalah media
kultur infusoria berupa kangkung beserta air rebusannya sebanyak 5 liter.

Prosedur Penelitian
Persiapan media kultur

Pada proses penelitian ini hal pertama kali yang harus dilakukan yaitu
persiapan media kultur infusoria berupa kangkung dan bibit infusoria. Bibit
infusoria yang akan digunakan untuk penelitian dibiakkan terlebih dahulu dengan
menggunakan kangkung yang sudah direbus dan dipisahkan dari airnya. Bibit
infusoria yang digunakan untuk pembiakkan di ambil dari alam. Setelah dilakukan
pembiakkan maka barulah menyiapkan media yang akan digunakan. Hasil
biakkan yang digunakan yaitu pada fase stasioner sekitar berada pada hari ke 3- 4.

Kangkung yang sudah disiapkan dicuci dan dipotong-potong


menggunakan pisau. Potongan kangkung ditimbang sebanyak 3 kg dan dibagi
menjadi enam yaitu masing-masing 500 gr. Kemudian dilakukan 6 (enam) kali
perebusan, untuk setiap perebusan kangkung direbus dengan menggunakan air 5
(lima) liter pada suhu mencapai 80°C selama 15 menit (Adrian, 2012). Setelah
semua selesai direbus maka dicampur semua hasil rebusan agar homogen. Setelah
itu dibiarkan dingin terlebih dahulu barulah dipisahkan antara air dan kangkung
tersebut. Kemudian dibagi untuk masing-masing perlakuan.
Persiapan wadah

Wadah yang akan digunakan Berupa toples besar dengan volume 10 liter.
Toples yang akan digunakan sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu (Dwirastina
dan Husnah., 2014). Setelah itu masing- masing media untuk setiap perlakuan
dimasukkan ke dalam akuarium. Untuk PO yaitu dimasukkan gandum sebanyak 1
(satu) sendok dan ditambah air sebanyak 5 liter. P1 dimasukkan kangkung rebus
sebanyak 500 gr dan ditambahkan air sebanyak 5 liter. P2 dimasukkan air rebusan
kangkung sebanyak 5 liter. P3 dimasukkan kangkung beserta air rebusan 5 liter.
Kemudian diberi aerator pada masing- masing akuarium untuk suplai oksigen.

Hasil Dan Pembahasan


Jenis Infusoria

Infusoria yang ditemukan pada penelitian ini ada dua kelompok yaitu
kelompok flagellata (Euglena sp dan Volvox sp) dan kelompok cilliata
(Paramecium sp. Stentor sp). Jenis Infusoria yang banyak ditemukan atau
mendominasi pada masing-masing perlakuan yaitu Paramecium sp yang mencapai
pada kelimpahan 2292,39 sell dengan persentase 98,35%. Sedangkan spesies yang
sedikit ditemukan yaitu spesies Stentor sp yang mencapai kelimpahan 3,54
dengan persentase 0,15%. Kelimpahan tertinggi diikuti oleh Euglena sp dengan
persentase 0,99 % dan Volvox sp dengan persentase 0,51%.

Hasil pengamatan pada masing-masing diketahui bahwa spesies


Paramecium sp yang mendominasi dan pertumbuhannnya sangat pesat. Hal ini
disebabkan oleh laju pertumbuhan Paramecium sp lebih tinggi dibanding infusoria
spesies lainnya. Selain itu juga waktu generasi Paramecium sp juga lebih cepat
dibandingkan dengan yang lain.

Indek keragaman infusoria

Indeks keanekaragaman tertinggi terjadi pada P1 dengan nilal indeks


keanekaragaman 0,4. Untuk perlakuan P0 dan P3 memiliki indeks
keanekaragaman terendah diantara empat perlakuan dan juga memiliki nilai yang
sama yaitu 0.1. Selanjutnya P2 memiliki indeks keanekaragaman yang lebih tinggi
dari P0 dan P3 tetapi masih rendah dari P2 yaitu dengan nilai 0.2.

Uji statistik keanekaragaman populasi infusoria pada berbagai perlakuan


menunjukkan hasil bahwa terjadi perbedaan pada masing- masing perlakuan. Dari
tabel diatas maka diperoleh hasil bahwa F hitung F tabel pada taraf 5% dan F
hitung < F tabel pda taraf 10%. Maka pernyataan H1 diterima Indeks Dan H0
ditolak.
Berdasarkan uji lanjut BNT didapatkan hasil bahwa perlakuan kontrol
berpengaruh signifikan terhadap P1 tetapi tidak signifikan terhadap P2 dan P3P1
signifikan terhadap P2 tetapi tidak signifikan terhadap P3, sedangkan P2 tidak
signifikan terhadap P3Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa PO
(gandum) signifikan terhadap P1 (ampas) dan P2 air kangkung) P3
campuran)Untuk indeks keanekaragaman media yang sebaiknya digunakan ialah
ampas kangkungkarena mempunyai indeks keragaman yang lebih maksimal
dibandingkan dengan media lainnya.

Uji statistik indeks keanekaragaman infusoria pada keempat spesies


dengan berbagai perlakuan menunjukkan hasil bahwa terjadi perbedaan yang
sangat nyata pada masing- masing perlakuan. Dari tabel 18 diperoleh F hitung F
tabel pada taraf 5% maupun 10 %. Tetapi pada tabel 16 F hitung F tabel pada taraf
5% dan F hitung <F tabel pad taraf 10%. Maka dari hasil tersebut pernyataan yang
diterima H1 dan H0.
RINGKASAN ARTIKEL 2

Judul : Pengaruh Konsentrasi Probiotik Terhadap Kepadatan dan


Komposisi Infusoria yang Ditumbuhkan pada Substrat Daun Pisang (Musa
paradisiaca)

Infusoria adalah sekelompok organisme yang memiliki sel tunggal


berukuran sekitar 40-100um, seperti alga, amoeba, euglena, paramecium, rotifer,
stentor, dan vorticella (Fitria et al., 2018). Infusoria sebagai salah satu pakan
alami diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan larva dan kelulushidupan
larva dikarenakan infusoria memiliki ukuran yang kecil, lembut, mengandung
sekitar 36,82% protein, tidak bersifat racun, aman untuk menjadi pakan alami
untuk larva ikan, serta memiliki kemampuan perkembangbiakan yang cepat
sehingga dapat dilakukan pemanenan kultur dalam waktu singkat (Pratiwy et al.,
2021).

Infusoria memerlukan substrat untuk sumber makanannya. Substrat yang


digunakan adalah bahan organik yang dapat mendukung pertumbuhan infusoria
(Fitria et al., 2018) seperti daun pisang kering. Penggunaan daun pisang sebagai
substrat kultur insuforia juga dapat menjadi salah satu alternatif pemanfaatan daun
pisang kering yang masih belum banyak dimanfaatkan. Menurut Yanuartono et al.
(2020) pada daun pisang terdapat protein kasar 19,4 +0,3%, dan lemak kasar 1,8-
0,6%. Selain itu daun pisang mengandung serat kasar yaitu 11.01 %. Peningkatan
nilai nutrisi pada serat kasar dan kandungan nutrisi dalam daun pisang dapat
dilakukan dengan hidrolisa selulosa secara ensimatik dengan bantuan
mikroorganisme. Penyediaan mikroorga-nisme dupat dilakukan dengan
menambahkan agen mikroorganisme. Oleh karena itu, probiotik diduga dapat
menjadi faktor pendukung untuk meningkatkan kepadatan infusoria.

Metode Penelitian

Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan lima taraf perlakuan
yang meliputi konsentrasi probiotik 0 ml/l (sebagai kontrol), 0,5 ml/1, 1 ml, 2
ml/l, dan 4 ml/1 dengan pengulangan sebanyak 4 kali untuk setiap perlakuan.
Bibit infusoria diperoleh dengan menggunakan air kolam ikan sekaligus sebagai
media tumbuh infusoria. Infusoria tersebut kemudiant ditumbuhkan dalam wadah
kultur berupa botol berukuran 1,5 liter dengan pemberian 1 liter air kolam yang
sudah disaring sebagai media kultur. Pada setiap perlakuan, ditambahkan
sebanyak 5 gram daun pisang Siam (Musa paradisiaca) yang sudah dikeringkan
sebagai substrat untuk pertumbuhan infusoria. Pada setiap perlakuan kemudian
ditambahkan probiotik berupa EM4 dengan konsentrasi berbeda sebagai variabel
bebasnya. EM4 yang digunakan mengandung bakteri Lactobacillus casei dan.
Saccaromyces cerevisiae. Semua sampel perlakuan diletakkan pada tempat teduh
yang tidak terkena sinar matahari. Pengamatan dilakukan pada hari ke 2, 4, 6, 8,
10, 12, dan 14. Data yang diambil dalam pengamatan tersebut adalah data
kepadatan infusoria, keanekeragaman spesies infusoria beserta jumlah individu
per spesies. Selain itu dilakukan juga pengukuran terhadap berbagai parameter
kualitas lingkungan yang meliputi pH dan suhu.

Hasil Dan Pembahasan


Pertumbuhan Dan Kepadatan Infusoria

Kepadatan infusoria pada hari ke 0 masih rendah hal ini dikarenakan


infusoria yang terdapat dalam kultur murni dari air kolam yang digunakan dan
belum beradaptasi dengan probiotik yang diberikan. Pada hari ke-2 kultur
infusoria sudah mulai mengalami peningkatan kepadatan akan tetapi pertumbuhan
infusoria yang terjadi belum pesat. Peningkatan yang belum pesat ini terjadi
karena infusoria masih beradaptasi secara fisiologis terhadap media kultur
sehingga metabolisme infusoria untuk tumbuh lamban.
Berdasarkan pengamatan, fase stasioner terjadi pada rentang hari ke 8-12
hari pada semua perlakuan. Pada umur tersebut, kultur infusoria dalam penelitian
ini mengalami puncak kepadatan untuk semua perlakuan di hari ke-10. Pada
perlakuan konsentrasi probiotik sebesar 0 ml/L, puncak rata-rata kepadatan
infusorianya adalah sebesar 482 individu. Pada konsentrasi probiotik 0.5 ml/l
adalah sebesar 715 individu, konsentrasi probiotik 1 ml/l adalah sebesar 769
individu, konsentrasi probiotik 2 ml/l adalah sebesar 938 individu dan pada
konsentrasi probiotik 4 ml/1 puncak rata-rata kepadatan infusoria adalah sebesar
1171 individu. Pada hari berikutnya infusoria mulai mengalami penurunan
kepadatan populasi, yaitu fase kematian yang diduga terjadi mulai hari ke-14.

Komposisi Infusoria

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman infusoria


pada semua perlakuan termasuk rendah. Dimana indeks keanekaragaman lebih
dari () dan kurang dari 1,5 termasuk dalam kategori rendah, sedangkan lebih dari
1,5 dan kurang dari 3,5 termasuk dalam kategori sedang, dan indeks
keanekaragaman dengan nilai lebih dari 3,5 termasuk dalam kategori tinggi.
Indeks keanekaragaman yang rendah menunjukkan bahwa dalam suatu ekosistem
terdapat kecenderungan dominansi jenis.Hal ini sesuai dengan data indeks
dominansi pada penelitian yang termasuk dalam kategori tinggi dengan Indeks
dominansi lebih dari 0 dan kurang dari 0,5 termasuk dalam kategori rendah,
sedangkan lebih dari 0,5 dan kurang dari 0,75 termasuk kategori sedang, dan
indeks dominansi 0,75-1 termasuk dalam kategori tinggi.

Penggunaan probiotik yang dapat mempengaruhi kepadatan infusoria yang


dibuktikan pada peneltian ini, dapat dijadikan dasar oleh pembudidaya larva ikan
untuk mengembangkan kultur infusoria sebagai pakan alami lebih optimal
menggunakan probiotik. Selain itu biaya yang diperlukan untuk kebutuhan pakan
larva akan dapat berkurang. Hal ini akan berdampak bagi pembudidaya larva yang
dapat memberikan pakan untuk larva ikan secara maksimal dengan harga
terjangkau.

You might also like