Professional Documents
Culture Documents
Makalah Kelompok 2 Uqh
Makalah Kelompok 2 Uqh
Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Nasikh
dan Mansukh”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar penyusunan makalah ini. Untuk itu kami sampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Terlepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “Nasikh dan Mansukh” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kalamullah yang merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia. Dari awal hingga akhir, Al-Qur’an
merupakan kesatuan utuh, tidak ada pertentangan satu dengan lainnya. Dalam Al-Qur’an
terkandung banyak hikmah dan pelajaran. Al-Qur’an memuat ayat yang mengandung hal-
hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, seruan kepada umat manusia
untuk beriman dan bertaqwa serta memuat tentang ibadah dan muamalah.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, dalam penjelasan Al-Qur’an ada yang
dikemukakan secara terperinci, ada pula yang garis besarnya saja, ada yang khusus, ada
yang masih bersifat umum dan global. Ada ayat-ayat yang sepintas lalu adanya gejala
kontradiksi yang menurut para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana menghadapi
ayat-ayat tersebut sehingga timbul pembahasan tentang “Nasikh dan Mansukh”.
PEMBAHASAN
a. Nasakh
Nasakh merupakan salah satu metode dalam penyelesaian pertentangan dalil
dalam hukum islam. Pembahasan ini terdapat perbedaan diantara ulama mengenai
nasakh. Mengenai ada tidaknya nasakh mendapat perhatian dari berbagai ulama.
Salah satu pandangan mengenai nasakh berasal dari Abdul Wahab Khallaf yaitu
pembatalan pemberlakuan hukum syar’i dengan dalil yang datang kemudian.
Sedangkan menurut Abdullahi Ahmed an-Na’im, nasakh merupakan penundaan
sementara ayat-ayat makkiyah dengan ayat-ayat madaniyyah karena kebutuhan
konteks dan situasi pada abad ketujuh.1
b. Nasikh
Secara etimologis, kata “nasikh” merupakan isim fa’il dari kata kerja nasakha
yang memiliki beberapa makna antara lain menghilangkan (al izalah), mengganti
(al tabdil), membatalkan (al ibthal), mengalihkan (al tahwil), dan memindahkan
(al naqh). Sehingga kata Nasikh bisa bermakna penghilang, pengganti, pemindah,
dan atau penyalin.2
c. Mansukh
Menurut bahasa, Mansukh merupakan sesuatu yang dihapus/ dihilangkan/
dipindah ataupun disalin. Sedangkan menurut istilah para ulama, Mansukh
merupakan hukum syarak yang diambil dari dalil syarak yang pertama, yang belum
diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syarak baru yang
datang kemudian.3
1
Buku Abdul Wahab Khallaf “Ilmu Ushul Fiqih” dan buku Abdullahi Ahmed an-Na’im “Toward an Islamic
Reformation: Cill Liberties, Human Right, and International Low”
2
Ejournal UINSAIZU: https://ejournal.uinsaizu.ac.id
3
Academia Education: https://www.academia.edu/15618673/PENGERTIAN_NASAKH_NASIKH_and_MANSUKH
4
Academia Education: https://www.academia.edu/41456045/Ilmu_Nasikh_dan_Mansukh
b. Perbedaan Nasakh dan Takhshish
1) Takhsis menjelaskan bahwa apa yang keluar dari keumuman suatu lafadz tidak
dimaksudkan untuk memberi petunjuk dengan lafadz itu. Sedangkan naskh
menjelaskan bahwa apa yang keluar dari keumuman suatu lafadz tidak
bermaksud menciptakan beban hukum meskipn dari segi lafadznya
menunjukkan demikian.
2) Takhsis tidak berlaku pada perintah yang hanya mengandung satu perintah,
sedangkan nasakh berlaku terhadap perintah yang mengandung satu perintah.
3) Nasakh tidak dapat terjadi kecuali dengan khitab dari pembuat hukum,
sedangkan takhsis bias dilakukan dengan dalil aqli dan naqli
4) Nasikh datangnya kemudian dari mansukh berbeda halnya dengan takhsis
datang boleh dahulu atau kemudian dari yang ditakhsiskan.
5) Takhsis tidak mengeluarkan dalil umum dari kebolehan berhujjah dengannya
dalam masa kemudian, karena dalil umum itu diamalkan dan berdaya hukum
diluar apa yang telah ditetapkan secara khusus. Sedangkan pada nasakh
terkadang mengeluarkan hukum dari dalil yang telah dinasakhkan itu dalam
hal penggunaannya untuk masa kemudian secara keseluruhan yaitu pada saat
datangnya nasakh.
6) Takhsis boleh dengan qiyas, sedangkan nasakh tidak boleh.
7) Nasakh mengangkatkan hukum setelah ditetapkan sedangkan yang
dikeluarkan pada takhsis dan tidak diberlakukan lagi dari lafaz umum adalah
hukum yang belum pernah berlaku sama sekali.5
َ ٰ الِل ۗ ّا َّن ه
الِل َو ّاس ٌع عَ ّل ْ ٌي ّ ْ َو ّ ه ٰ ّلِل الْ َم
ّ ٰ ْش ُق َوالْ َم ْغ ّر ُب فَ َايْنَ َما ت َُول ُّ ْوا فَ َ ََّث َو ْج ُه ه
Artinya : ” Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian
menghadap, di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya)
lagi Maha Mengetahui”
الس َم ۤا ّ ِۚء فَلَ ُن َو ّل ٰ َينَّ َك ّق ْب َ ًَل تَ ْرضه هىَا ۖ فَ َو ّ ٰل َو ْ َْج َك َش ْط َر الْ َم ْسجّ ّد الْ َح َرا ّم ۗ َو َح ْي ُث َّ قَدْ نَ هرى تَقَل ُّ َب َو ْ ّْج َك ِّف
ُ ٰ َما ُك ْن ُ ُْت فَ َول ُّ ْوا ُو ُج ْوه ُ َُْك َش ْط َر ٗه ۗ َوا َّّن َّ ّاَّل ْي َن ُا ْوتُوا الْ ّك هت َب لَ َي ْعلَ ُم ْو َن َان َّ ُه الْ َح ُّق ّم ْن َّر ّ ٰ ّّب ْم ۗ َو َما ه
الِل ّبغَا ّف ٍل
َ ََّعا ي َ ْع َملُ ْو َن
5
Ejournal UINMANADO: https://journal.iain-manado.ac.id
Artinya : Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah
ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai.
Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Di mana pun kamu sekalian
berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi
kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidilharam) itu
adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka
kerjakan.
1. Istitsna (pengecualian)
Dalam surah 24 al-Nur: 4-5
ُ ت ث ُ َّم لَ ْم َيأْتُوا ِبأ َ ْر َبعَ ِة
ش َهدَا َء فَاجْ ِلدُو ُه ْم ثَ َمانِينَ َج ْلدَة ً َو ََل َ َْوالَّذِينَ َي ْر ُمونَ ْال ُمح
ِ صنَا
َش َهادَة ً أ َ َبدًا ۚ َوأُو َٰلَئِكَ ُه ُم ْالفَا ِسقُون
َ تَ ْق َبلُوا لَ ُه ْم
Artinya : Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.(Q.S.
An-Nur:4)
ٌ ُ غف
ور َر ِحي ٌم َ َّللا ْ َ ِإ ََّل الَّذِينَ تَابُوا ِم ْن َب ْع ِد َٰذَلِكَ َوأ
َ َّ صلَ ُحوا فَإِ َّن
Artinya : Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki
(dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(Q.S. An-Nur:5)
Kalimat “illa alladzina tabu pada ayat tersebut adalah mukhassis terhadap
pengertian umum pada kalimat sebelumnya
2. Shifat (sifat)
Dalam surah 4, al-Nisa’:23,
الَّل ِتي دَخ َْلت ُ ْم ِب ِه َّن فَإِ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا دَخ َْلت ُ ْم
َّ سا ِئ ُك ُم
َ ور ُك ْم ِم ْن ِن
ِ الَّل ِتي فِي ُح ُج َّ َو َر َبا ِئبُ ُك ُم
علَ ْي ُكم
َ ِب ِه َّن فَ ََّل ُجنَا َح
Artinya: anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya
3. Syarth (syarat)
Dalam surah 2, al-baqarah: 180,
َص َّيةُ ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َو ْاْل َ ْق َر ِبين
ِ ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ إِ ْن ت ََركَ َخي ًْرا ْال َو
َ علَ ْي ُك ْم إِذَا َح َ ُك ِت
َ ب
َعلَى ْال ُمتَّقِين ِ ِب ْال َم ْع ُر
َ وف ۖ َحقًّا
Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang- orang
yang bertakwa.”
4. Ghayah (batas)
Dalam surah 2, al-Baqarah: 196,
ُ س ُك ْم َحتَّ َٰى َي ْبلُ َغ ْال َه ْد
ُي َم ِحلَّه َ َو ََل تَحْ ِلقُوا ُر ُءو
Artinya : dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya.
a. Nasakh Sharih
Yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat
terdahulu. Misalnya ayat tentang perang pada surat Al-Anfal:68
َ ٌعذَاب
ع ِظ ْي ٌم ْ ُ َّللا َس َبقَ لَ َم َّس
َ ُك فِ ْي َما ٓ ا َ َخ ْذت ُ ْم ِ لَ ْو ََل ِك َٰتبٌ ِمنَ ه
“Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan
yang besar karena (tebusan) yang kamu ambil.”
Ayat ini menurut jumhur di Nasakh oleh ayat yang mengharuskan satu orang
mukmin melawan dua orang kafir pada Ayat 66 surat Al-Anfal:
b. Nasakh Dzimmi
Nasakh Dzimmi yaitu jika terdapat dua nasakh yang saling bertentangan dan
tidak dikompromikan namun keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama,
serta keduanya diketahui waktu turunnya, ayat yang datang kemudian dihapus oleh
ayat terdahulu. Seperti surat Al-Baqoroh ayat 180
َض َر ا َ َحدَ ُك ُم ۡال َم ۡوتُ ا ِۡن ت ََركَ خ َۡي َرا ۖ ۚ ا ۡل َو ّص َّي ُة ِل ۡل َوا ِلدَ ۡي ِن َو ۡاَلَ ۡق َر ِب ۡينَ علَ ۡي ُك ۡم اِذَا َح َ ُك ِت
َ ب
َعلَى ۡال ُمتَّ ِق ۡين
َ ف ۚ َحقًّاِ ِب ۡال َمعۡ ُر ۡو
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput sesorang diantara kamu,
jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orangtua dan karib kerabat
dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.”
Ayat ini dinasakh dengan hadist: La Washiyyah Li Warith (Tidak boleh berwasiyat
untuk ahli waris) yang menurut Al-Shafi’I menasakh ayat 180 dalam surat Al-
Baqarah yang mewajibkan adanya wasiat kepada kedua orangtua dan para kerabat
dengan cara yang baik.
c. Nasakh Kully
Yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya
ketentuan iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqoroh:234 di Nasakh
oleh ketentuan iddah satu tahun pada surat Al-Baqarah ayat 240
ع ْش ًرا ۚ فَ ِاذَا ْ َوالَّ ِذيْنَ يُت ََوفَّ ْونَ ِم ْن ُك ْم َو َيذَ ُر ْونَ ا َ ْز َوا ًجا َّيت ََر َّب
َ صنَ ِبا َ ْنفُ ِس ِه َّن ا َ ْر َب َعةَ ا َ ْش ُه ٍر َّو
ََّللاُ ِب َما تَ ْع َملُ ْون
ف ۗ َو ه ِ علَ ْي ُك ْم فِ ْي َما فَ َع ْلنَ فِ ْٓي ا َ ْنفُ ِس ِه َّن ِب ْال َم ْع ُر ْو
َ َبلَ ْغنَ ا َ َجلَ ُه َّن فَ ََّل ُجنَا َح
َخ ِبي ٌْر
“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri
hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian
apabila telah sampai (akhir) iddah mereka, maka tidak ada dosa bagimu
mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang
patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”َ Qs. Al-
Baqarah:234
غي َْرَ عا اِلَى ْال َح ْو ِلً اج ِه ْم َّمتَا ِ ص َّيةً َِلَ ْز َو ِ َوالَّ ِذيْنَ يُت ََوفَّ ْونَ ِم ْن ُك ْم َو َيذَ ُر ْونَ ا َ ْز َوا ًجا ۖ َّو
علَ ْي ُك ْم فِ ْي َما فَ َع ْلنَ فِ ْٓي ا َ ْنفُ ِس ِه َّن ِم ْن َّم ْع ُر ْوفٍ ۗ َو ه
َُّللا َ اج ۚ فَا ِْن خ ََرجْ نَ فَ ََّل ُجنَا َح ٍ ا ِْخ َر
ع ِزي ٌْز َح ِك ْي ٌم َ
“Dan orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri,
hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun
tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka
tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka
sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Qs. Al-
Baqarah:240
d. Nasakh Juz’i
Yaitu menghapus hukum umum yang berlaku untuk semua individu dengan
hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu atau menghapus hukum yang
muqayyad. Contoh surat An-Nur ayat 4 dengan ayat 6
ِ َّللاُ َما َيش َۤا ُء َوي ُْث ِبتُ ۚ َو ِع ْندَ ٗ ٓه ا ُ ُّم ْال ِك َٰت
ب َي ْم ُحوا ه
“Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya
terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).”
6
JURNAL ANNABA: STIT Muhammadiyah Paciran Lamongan: http://ejournal.kopertais4.or.id
b. Abu Muslim Al-Asfahani
Menurutnya secara logika Nasakh dapat terjadi, tidak mungkin terjadi menurut
syara’. Abu muslim menolak adanya Nasakh dalam Al-Qur’an dengan argumentasi:
... َواِذَا َبد َّْل َنا ٓ َٰا َيةً َّم َكانَ َٰا َي ٍة
“Dan apabila kami letakkan suatu ayat dengan ayat di tempat ayat yang lain
sebagai penggantinya…”
3) Nasakh synnah menunjukkan adanya Nasakh yaitu: sebuah Ha dist Shahih dari
Ibnu Abbas RA, Umar RA berkata: “Yang paling paham dan menguasai Qur’an
diantara kami adalah Ubay. Namun demikian kami pun meninggalkan Sebagian
perkataanya, karena ia mengatakan: Aku tidak meninggalkan sedikit pun segala
apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah SAW.”7
7
Buku Juhana Nasrudin: “Kaidah Ilmu Tafsir Al-Qur’an Praktis”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan