You are on page 1of 12

MAKALAH

NASIKH DAN MANSUKH


(pengertian, persamaan dan perbedaan, macam-macam, dan pendapat ulama)

Dosen pengampu: Dr. H. Fakrur Rozi, M.Ag.

Disusun oleh:
KELOMPOK 2

Gita Puji Lestari 23030960114


Abdur Rouf 23030960113
Rara Nur Hafizhah 23030960112
Diah Ayu Pitaloka 23030960111

PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
Tahun Akademik 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Nasikh
dan Mansukh”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar penyusunan makalah ini. Untuk itu kami sampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang “Nasikh dan Mansukh” ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kalamullah yang merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia. Dari awal hingga akhir, Al-Qur’an
merupakan kesatuan utuh, tidak ada pertentangan satu dengan lainnya. Dalam Al-Qur’an
terkandung banyak hikmah dan pelajaran. Al-Qur’an memuat ayat yang mengandung hal-
hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, seruan kepada umat manusia
untuk beriman dan bertaqwa serta memuat tentang ibadah dan muamalah.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, dalam penjelasan Al-Qur’an ada yang
dikemukakan secara terperinci, ada pula yang garis besarnya saja, ada yang khusus, ada
yang masih bersifat umum dan global. Ada ayat-ayat yang sepintas lalu adanya gejala
kontradiksi yang menurut para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana menghadapi
ayat-ayat tersebut sehingga timbul pembahasan tentang “Nasikh dan Mansukh”.

1.2. Rumusan Masalah

a. Apa pengertian Nasakh, Nasikh, dan Mansukh?


b. Apa persamaan dan perbedaan Nasakh dan Takhshish?
c. Apa saja macam-macam Nasakh?
d. Apa pendapat ulama tentang Nasakh?

1.3. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui Nasakh, Nasikh, dan Mansukh


b. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan Nasakh dan Takhshish
c. Untuk mengetahui macam-macam Nasakh
d. Untuk mengetahui pendapat ulama tentang Nasakh
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Nasakh, Nasikh, dan Mansukh

a. Nasakh
Nasakh merupakan salah satu metode dalam penyelesaian pertentangan dalil
dalam hukum islam. Pembahasan ini terdapat perbedaan diantara ulama mengenai
nasakh. Mengenai ada tidaknya nasakh mendapat perhatian dari berbagai ulama.
Salah satu pandangan mengenai nasakh berasal dari Abdul Wahab Khallaf yaitu
pembatalan pemberlakuan hukum syar’i dengan dalil yang datang kemudian.
Sedangkan menurut Abdullahi Ahmed an-Na’im, nasakh merupakan penundaan
sementara ayat-ayat makkiyah dengan ayat-ayat madaniyyah karena kebutuhan
konteks dan situasi pada abad ketujuh.1

b. Nasikh
Secara etimologis, kata “nasikh” merupakan isim fa’il dari kata kerja nasakha
yang memiliki beberapa makna antara lain menghilangkan (al izalah), mengganti
(al tabdil), membatalkan (al ibthal), mengalihkan (al tahwil), dan memindahkan
(al naqh). Sehingga kata Nasikh bisa bermakna penghilang, pengganti, pemindah,
dan atau penyalin.2

c. Mansukh
Menurut bahasa, Mansukh merupakan sesuatu yang dihapus/ dihilangkan/
dipindah ataupun disalin. Sedangkan menurut istilah para ulama, Mansukh
merupakan hukum syarak yang diambil dari dalil syarak yang pertama, yang belum
diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syarak baru yang
datang kemudian.3

2.2. Persamaan dan Perbedaan Nasakh dan Takhshish

a. Persamaan Nasakh dan Takhshish


Persamaanya antara lain, terletak pada fungsinya, yakni untuk membatasi
kandungan suatu hukum.Keduanya berfungsi untuk menghususkan sebagian
kandungan dari suatu lafadz.Hanya saja, takhsis lebih khusus pada pembatasan
berlakunya hukum yang umum,sedangkan nasakh menekankan pembatasan suatu
hukum pada masa tertentu.4

1
Buku Abdul Wahab Khallaf “Ilmu Ushul Fiqih” dan buku Abdullahi Ahmed an-Na’im “Toward an Islamic
Reformation: Cill Liberties, Human Right, and International Low”
2
Ejournal UINSAIZU: https://ejournal.uinsaizu.ac.id
3
Academia Education: https://www.academia.edu/15618673/PENGERTIAN_NASAKH_NASIKH_and_MANSUKH
4
Academia Education: https://www.academia.edu/41456045/Ilmu_Nasikh_dan_Mansukh
b. Perbedaan Nasakh dan Takhshish

1) Takhsis menjelaskan bahwa apa yang keluar dari keumuman suatu lafadz tidak
dimaksudkan untuk memberi petunjuk dengan lafadz itu. Sedangkan naskh
menjelaskan bahwa apa yang keluar dari keumuman suatu lafadz tidak
bermaksud menciptakan beban hukum meskipn dari segi lafadznya
menunjukkan demikian.
2) Takhsis tidak berlaku pada perintah yang hanya mengandung satu perintah,
sedangkan nasakh berlaku terhadap perintah yang mengandung satu perintah.
3) Nasakh tidak dapat terjadi kecuali dengan khitab dari pembuat hukum,
sedangkan takhsis bias dilakukan dengan dalil aqli dan naqli
4) Nasikh datangnya kemudian dari mansukh berbeda halnya dengan takhsis
datang boleh dahulu atau kemudian dari yang ditakhsiskan.
5) Takhsis tidak mengeluarkan dalil umum dari kebolehan berhujjah dengannya
dalam masa kemudian, karena dalil umum itu diamalkan dan berdaya hukum
diluar apa yang telah ditetapkan secara khusus. Sedangkan pada nasakh
terkadang mengeluarkan hukum dari dalil yang telah dinasakhkan itu dalam
hal penggunaannya untuk masa kemudian secara keseluruhan yaitu pada saat
datangnya nasakh.
6) Takhsis boleh dengan qiyas, sedangkan nasakh tidak boleh.
7) Nasakh mengangkatkan hukum setelah ditetapkan sedangkan yang
dikeluarkan pada takhsis dan tidak diberlakukan lagi dari lafaz umum adalah
hukum yang belum pernah berlaku sama sekali.5

Adapun Beberapa Contoh Nasakh

1. Firman Allah dalam Surah 2 Al Baqarah: 115

َ ٰ ‫الِل ۗ ّا َّن ه‬
‫الِل َو ّاس ٌع عَ ّل ْ ٌي‬ ّ ْ ‫َو ّ ه ٰ ّلِل الْ َم‬
ّ ٰ ‫ْش ُق َوالْ َم ْغ ّر ُب فَ َايْنَ َما ت َُول ُّ ْوا فَ َ ََّث َو ْج ُه ه‬
Artinya : ” Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian
menghadap, di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya)
lagi Maha Mengetahui”

Dinasakh dalam Surah 2 Al-Baqarah : 144

‫الس َم ۤا ّ ِۚء فَلَ ُن َو ّل ٰ َينَّ َك ّق ْب َ ًَل تَ ْرضه هىَا ۖ فَ َو ّ ٰل َو ْ َْج َك َش ْط َر الْ َم ْسجّ ّد الْ َح َرا ّم ۗ َو َح ْي ُث‬ َّ ‫قَدْ نَ هرى تَقَل ُّ َب َو ْ ّْج َك ِّف‬
ُ ٰ ‫َما ُك ْن ُ ُْت فَ َول ُّ ْوا ُو ُج ْوه ُ َُْك َش ْط َر ٗه ۗ َوا َّّن َّ ّاَّل ْي َن ُا ْوتُوا الْ ّك هت َب لَ َي ْعلَ ُم ْو َن َان َّ ُه الْ َح ُّق ّم ْن َّر ّ ٰ ّّب ْم ۗ َو َما ه‬
‫الِل ّبغَا ّف ٍل‬
‫َ ََّعا ي َ ْع َملُ ْو َن‬

5
Ejournal UINMANADO: https://journal.iain-manado.ac.id
Artinya : Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah
ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai.
Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Di mana pun kamu sekalian
berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi
kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidilharam) itu
adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka
kerjakan.

2. Surah 5 Al-Maidah Ayat 5


‫َ ه ٰس ُع ْو َن لّلْ َك ّذ ّب َا ه ٰ ُّك ْو َن لّ ُّلس ْح ّ ۗت فَ ّا ْن َج ۤا ُء ْوكَ فَ ْاح ُ ُْك بَيَْنَ ُ ْم َا ْو َا ْع ّر ْض َعَنْ ُ ْم َِۚوا ّْن تُ ْع ّر ْض َعَنْ ُ ْم فَلَ ْن‬
‫الِل ُ ُّي ُّب الْ ُم ْق ّس ّط ْ َي‬
َ ٰ ‫ُض ْوكَ َش ْي ًٔـا ۗ َوا ّْن َح َ َْك َت فَ ْاح ُ ُْك بَيَْنَ ُ ْم ِّبلْ ّق ْسطّۗ ّا َّن ه‬ ُّ ُ َّ ‫ي‬
Artinya : Mereka (orang-orang Yahudi itu) sangat suka mendengar berita bohong
lagi banyak memakan makanan yang haram. Maka, jika mereka datang
kepadamu (Nabi Muhammad untuk meminta putusan), berilah putusan di
antara mereka atau berpalinglah dari mereka. Jika engkau berpaling, mereka
tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Akan tetapi, jika engkau memutuskan
(perkara mereka), putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang adil.Di nasakh oleh surah 5 Al Maidah 49

‫الِل ّالَ ْي َ ۗك‬


ُ ٰ ‫الِل َو ََل تَت َّ ّب ْع َاه َْو ۤا َء ُ ُْه َوا ْح َذ ْر ُ ُْه َا ْن ي َّ ْف ّتنُ ْوكَ َع ْْۢن ب َ ْع ّض َمآ َانْ َز َل ه‬
ُ ٰ ‫َو َا ّن ْاح ُ ُْك بَيَْنَ ُ ْم ّب َمآ َانْ َز َل ه‬
‫الِل َا ْن ي ُّ ّص ْيَبَ ُ ْم ّب َب ْع ّض ُذن ُْوّبّ ّ ْم َۗوا َّّن َكثّ ْ ًْيا ّٰم َن النَّ ّاس لَ هف ّس ُق ْو َن‬ ُ ٰ ‫فَ ّا ْن ت ََول َّ ْوا فَا ْع َ َْل َان َّ َما ُي ّريْدُ ه‬
Artinya : Hendaklah engkau memutuskan (urusan) di antara mereka menurut
aturan yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu
mereka. Waspadailah mereka agar mereka tidak dapat memperdayakan engkau
untuk meninggalkan sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya banyak dari manusia
adalah orang-orang yang fasik.

Adapun Beberapa Contoh Takhshish

1. Istitsna (pengecualian)
Dalam surah 24 al-Nur: 4-5
ُ ‫ت ث ُ َّم لَ ْم َيأْتُوا ِبأ َ ْر َبعَ ِة‬
‫ش َهدَا َء فَاجْ ِلدُو ُه ْم ثَ َمانِينَ َج ْلدَة ً َو ََل‬ َ ْ‫َوالَّذِينَ َي ْر ُمونَ ْال ُمح‬
ِ ‫صنَا‬
َ‫ش َهادَة ً أ َ َبدًا ۚ َوأُو َٰلَئِكَ ُه ُم ْالفَا ِسقُون‬
َ ‫تَ ْق َبلُوا لَ ُه ْم‬
Artinya : Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.(Q.S.
An-Nur:4)
ٌ ُ ‫غف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ َ ‫َّللا‬ ْ َ ‫ِإ ََّل الَّذِينَ تَابُوا ِم ْن َب ْع ِد َٰذَلِكَ َوأ‬
َ َّ ‫صلَ ُحوا فَإِ َّن‬
Artinya : Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki
(dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(Q.S. An-Nur:5)

Kalimat “illa alladzina tabu pada ayat tersebut adalah mukhassis terhadap
pengertian umum pada kalimat sebelumnya
2. Shifat (sifat)
Dalam surah 4, al-Nisa’:23,
‫الَّل ِتي دَخ َْلت ُ ْم ِب ِه َّن فَإِ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا دَخ َْلت ُ ْم‬
َّ ‫سا ِئ ُك ُم‬
َ ‫ور ُك ْم ِم ْن ِن‬
ِ ‫الَّل ِتي فِي ُح ُج‬ َّ ‫َو َر َبا ِئبُ ُك ُم‬
‫علَ ْي ُكم‬
َ ‫ِب ِه َّن فَ ََّل ُجنَا َح‬
Artinya: anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya

Kalimat “allati dakhaltum bihinna” merupakan sifat terhadap kalimat “nisa’ikum”


sebagai mukhasisnya.

3. Syarth (syarat)
Dalam surah 2, al-baqarah: 180,
َ‫ص َّيةُ ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َو ْاْل َ ْق َر ِبين‬
ِ ‫ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ إِ ْن ت ََركَ َخي ًْرا ْال َو‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم إِذَا َح‬ َ ‫ُك ِت‬
َ ‫ب‬
َ‫علَى ْال ُمتَّقِين‬ ِ ‫ِب ْال َم ْع ُر‬
َ ‫وف ۖ َحقًّا‬
Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang- orang
yang bertakwa.”

Kalimat in taraa khairan merupakan syarat diadakannya wasiat.

4. Ghayah (batas)
Dalam surah 2, al-Baqarah: 196,
ُ ‫س ُك ْم َحتَّ َٰى َي ْبلُ َغ ْال َه ْد‬
ُ‫ي َم ِحلَّه‬ َ ‫َو ََل تَحْ ِلقُوا ُر ُءو‬
Artinya : dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat
penyembelihannya.

Kalimat hatta yablugha al-hadyu mahillah merupakan batas dari berlakunya


larangan mencukur kepala.
2.3.Macam-Macam Nasakh
Berdasarkan kejelasan dan kecakapannya, Nasakh dibagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya:

a. Nasakh Sharih
Yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat
terdahulu. Misalnya ayat tentang perang pada surat Al-Anfal:68

َ ٌ‫عذَاب‬
‫ع ِظ ْي ٌم‬ ْ ُ ‫َّللا َس َبقَ لَ َم َّس‬
َ ‫ُك فِ ْي َما ٓ ا َ َخ ْذت ُ ْم‬ ِ ‫لَ ْو ََل ِك َٰتبٌ ِمنَ ه‬

“Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan
yang besar karena (tebusan) yang kamu ambil.”

Ayat ini menurut jumhur di Nasakh oleh ayat yang mengharuskan satu orang
mukmin melawan dua orang kafir pada Ayat 66 surat Al-Anfal:

َ ٌ‫ض ْعفًا ۗ فَا ِْن َّي ُك ْن ِم ْن ُك ْم ِمائَة‬


ۚ ‫صا ِب َرة ٌ َّي ْغ ِلب ُْوا ِمائَتَي ِْن‬ َ ‫ع ِل َم ا َ َّن فِ ْي ُك ْم‬
َ ‫ع ْن ُك ْم َو‬ َ ُ‫َّللا‬‫ف ه‬ َ َّ‫ا َ ْل َٰـنَ َخف‬
َ‫ص ِب ِريْن‬
‫َّللاُ َم َع ال ه‬ ِ ‫ف َّي ْغ ِلب ُْٓوا ا َ ْلفَي ِْن ِب ِا ْذ ِن ه‬
‫َّللا ۗ َو ه‬ ٌ ‫ُك ا َ ْل‬
ْ ُ ‫َوا ِْن َّي ُك ْن ّٰم ْن‬
“Sekarang Allah telah meringankan kamu karena Dia mengetahui bahwa ada
kelemahan padamu. Maka jika diantara kamu ada seratus orang yang sabar,
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus (musuh); dan jika diantara kamu ada
seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang
dengan seizin Allah. Allah beserta orang-orang yang sabar.”

b. Nasakh Dzimmi
Nasakh Dzimmi yaitu jika terdapat dua nasakh yang saling bertentangan dan
tidak dikompromikan namun keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama,
serta keduanya diketahui waktu turunnya, ayat yang datang kemudian dihapus oleh
ayat terdahulu. Seperti surat Al-Baqoroh ayat 180

َ‫ض َر ا َ َحدَ ُك ُم ۡال َم ۡوتُ ا ِۡن ت ََركَ خ َۡي َرا ۖ ۚ ا ۡل َو ّص َّي ُة ِل ۡل َوا ِلدَ ۡي ِن َو ۡاَلَ ۡق َر ِب ۡين‬َ ‫علَ ۡي ُك ۡم اِذَا َح‬ َ ‫ُك ِت‬
َ ‫ب‬
َ‫علَى ۡال ُمتَّ ِق ۡين‬
َ ‫ف ۚ َحقًّا‬ِ ‫ِب ۡال َمعۡ ُر ۡو‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput sesorang diantara kamu,
jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orangtua dan karib kerabat
dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Ayat ini dinasakh dengan hadist: La Washiyyah Li Warith (Tidak boleh berwasiyat
untuk ahli waris) yang menurut Al-Shafi’I menasakh ayat 180 dalam surat Al-
Baqarah yang mewajibkan adanya wasiat kepada kedua orangtua dan para kerabat
dengan cara yang baik.

c. Nasakh Kully
Yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya
ketentuan iddah empat bulan sepuluh hari pada surat Al-Baqoroh:234 di Nasakh
oleh ketentuan iddah satu tahun pada surat Al-Baqarah ayat 240

‫ع ْش ًرا ۚ فَ ِاذَا‬ ْ ‫َوالَّ ِذيْنَ يُت ََوفَّ ْونَ ِم ْن ُك ْم َو َيذَ ُر ْونَ ا َ ْز َوا ًجا َّيت ََر َّب‬
َ ‫صنَ ِبا َ ْنفُ ِس ِه َّن ا َ ْر َب َعةَ ا َ ْش ُه ٍر َّو‬
َ‫َّللاُ ِب َما تَ ْع َملُ ْون‬
‫ف ۗ َو ه‬ ِ ‫علَ ْي ُك ْم فِ ْي َما فَ َع ْلنَ فِ ْٓي ا َ ْنفُ ِس ِه َّن ِب ْال َم ْع ُر ْو‬
َ ‫َبلَ ْغنَ ا َ َجلَ ُه َّن فَ ََّل ُجنَا َح‬
‫َخ ِبي ٌْر‬
“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri
hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian
apabila telah sampai (akhir) iddah mereka, maka tidak ada dosa bagimu
mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang
patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”َ Qs. Al-
Baqarah:234

‫غي َْر‬َ ‫عا اِلَى ْال َح ْو ِل‬ً ‫اج ِه ْم َّمتَا‬ ِ ‫ص َّيةً َِلَ ْز َو‬ ِ ‫َوالَّ ِذيْنَ يُت ََوفَّ ْونَ ِم ْن ُك ْم َو َيذَ ُر ْونَ ا َ ْز َوا ًجا ۖ َّو‬
‫علَ ْي ُك ْم فِ ْي َما فَ َع ْلنَ فِ ْٓي ا َ ْنفُ ِس ِه َّن ِم ْن َّم ْع ُر ْوفٍ ۗ َو ه‬
ُ‫َّللا‬ َ ‫اج ۚ فَا ِْن خ ََرجْ نَ فَ ََّل ُجنَا َح‬ ٍ ‫ا ِْخ َر‬
‫ع ِزي ٌْز َح ِك ْي ٌم‬ َ
“Dan orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri,
hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun
tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Tetapi jika mereka keluar (sendiri), maka
tidak ada dosa bagimu (mengenai apa) yang mereka lakukan terhadap diri mereka
sendiri dalam hal-hal yang baik. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Qs. Al-
Baqarah:240

d. Nasakh Juz’i
Yaitu menghapus hukum umum yang berlaku untuk semua individu dengan
hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu atau menghapus hukum yang
muqayyad. Contoh surat An-Nur ayat 4 dengan ayat 6

ُ ‫ت ث ُ َّم لَ ْم َيأْت ُ ْوا ِبا َ ْر َبعَ ِة‬


‫ش َهدَ ۤا َء فَاجْ ِلد ُْو ُه ْم ثَمَٰ ِنيْنَ َج ْلدَة ً َّو ََل تَ ْق َبلُ ْوا‬ َ ْ‫َوالَّ ِذيْنَ َي ْر ُم ْونَ ْال ُمح‬
ِ ‫ص َٰن‬
َٰۤ ُ
َ‫ول ِٕىكَ ُه ُم ْال َٰف ِسقُ ْون‬ َ ‫لَ ُه ْم‬
‫ش َهادَة ً ا َ َبدًا ۚ َوا‬
“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan
puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya.
Mereka itulah orang-orang yang fasik.” Qs. An-Nur: 4

‫ش َهادَة ُ ا َ َح ِد ِه ْم ا َ ْر َب ُع‬ ٓ َّ ‫ش َهدَ ۤا ُء ا‬


ُ ُ‫َِل ا َ ْنف‬
َ َ‫س ُه ْم ف‬ ُ ‫َوالَّ ِذيْنَ َي ْر ُم ْونَ ا َ ْز َوا َج ُه ْم َولَ ْم َي ُك ْن لَّ ُه ْم‬
‫اّٰلل ۙ اِ َّنهٗ لَ ِمنَ ال ه‬
َ‫ص ِدقِيْن‬ ِ ‫ت ۢ ِب ه‬ٍ ‫شَهَٰ َٰد‬
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak
mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian masing-masing
orang itu ialah empat kali bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya
dia termasuk orang yang berkata benar.” Qs. An-Nur: 6

Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, ulama membaginya menjadi 3:

a. Penghapusan terhadap hukum dan bacaan (tilawah) secara bersamaan. Ayat-


ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan tidak dibenarkan
untuk diamalkan. Misalnya tentang hadis tentang sudara susu sebanyak
sepuluh hisapan. Ketetapan ini kemudian dinasakh menjadi lima hisapan.
b. Penghapusan terhadap hukumnya saja sedangkan bacannya tetap ada.
Contohnya ajakan para penyembah berhala dari kalangan musyrikin kepada
umat islam untuk saling bergantian dalam beribadah. Hal tersebut telah
dihapus oleh ketentuan ayat qital (peperangan) tetapi bunyinya tetap ada
(untuk mu agamamu dan untukkulah agamaku)
c. Penghapusan terhadap bacaannya saja sedangkan hukumnya tetap berlaku.
Adapun dari sisi otoritas mana yang berhak menghapus sebuah nasakh.6

2.4. Pendapat ‘Ulama Tentang Nasakh


Pendapat ulama tentang Nasakh ini terbagi menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Orang Syi’ah Rafidah


Mereka yang berlebihan dalam menetapkan dan meluaskan Nasakh dan
memandang konsep al-bada’ sebagai sesuatu yang mungkin terjadi bagi Allah.
Mereka berargumentasi dengan ucapan yang dinisbatkan Ali kw secara palsu dan
firman Allah dalam Qs. Ar-Ra’d:39

ِ ‫َّللاُ َما َيش َۤا ُء َوي ُْث ِبتُ ۚ َو ِع ْندَ ٗ ٓه ا ُ ُّم ْال ِك َٰت‬
‫ب‬ ‫َي ْم ُحوا ه‬

“Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya
terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).”

Dengan pengertian bahwa Allah siap untuk menghapuskan dan menetapkan

6
JURNAL ANNABA: STIT Muhammadiyah Paciran Lamongan: http://ejournal.kopertais4.or.id
b. Abu Muslim Al-Asfahani
Menurutnya secara logika Nasakh dapat terjadi, tidak mungkin terjadi menurut
syara’. Abu muslim menolak adanya Nasakh dalam Al-Qur’an dengan argumentasi:

1) Jika ada Nasakh berarti ada ayat-ayat Al-Qur’an yang dibatalkan.


2) Beliau menafsirkan Qs. Al-Baqarah: 106 dengan berkata bahwa yang
dimaksud dengannya adalah menasakh syariat terdahulu. Ayat ini tidak
menunjukkan terjadinya Nasakh antar ayat Al-Qur’an, melainkan sekedar
sebagai pengandaian terjadinya Nasakh antara ayat Al-Qur’an.
3) Hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah syari’at yang abadi. Maka
tidak layak bila dalam Al-Qur’an terjadi Nasakh.
4) Kebanyakan hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah bersifat Kully,
bukan Juz’I dan khusus. Disamping itu Al-Qur’an adalah kitab suci yang
menjelaskan syari’at secara global bukan rinci, maka tidal layak terjadi
Nasakh.
c. Jumhur Ulama
Mereka berpendapat Nasakh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah
pula terjadi dalam hukum-hukum syara’. As-Suyuti berpendapat bahwa dalam Al-
Qur’an 20 Nasakh yang dinasakh. Adapaun argumentasi dan dalil yang
dikemukakan jumhur ulama adalah:
1) Perbuatan-perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Allah
boleh saja memerintah sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada waktu
lain. Karena hanya Allah-lah yang mengetahui kepentingan hamba-hambanya.
2) Naskh-naskh Al-Qur’an menunjukkan kebolehan Nasakh seperti Qs. An-
Nahl:101

... ‫َواِذَا َبد َّْل َنا ٓ َٰا َيةً َّم َكانَ َٰا َي ٍة‬

“Dan apabila kami letakkan suatu ayat dengan ayat di tempat ayat yang lain
sebagai penggantinya…”

3) Nasakh synnah menunjukkan adanya Nasakh yaitu: sebuah Ha dist Shahih dari
Ibnu Abbas RA, Umar RA berkata: “Yang paling paham dan menguasai Qur’an
diantara kami adalah Ubay. Namun demikian kami pun meninggalkan Sebagian
perkataanya, karena ia mengatakan: Aku tidak meninggalkan sedikit pun segala
apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah SAW.”7

7
Buku Juhana Nasrudin: “Kaidah Ilmu Tafsir Al-Qur’an Praktis”
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Nasakh adalah menghilangkan, memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat


lain, mengganti atau menukar, membatalkan atau mengubah, dan pengalihan.
Sedangkan Mansukh ialah hukum syara' yang diambil dari dalil syara' yang pertama,
yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara' baru
yang datang kemudian.
2. Syarat-syarat nasakh adalah adanya mansukh (ayat yang dihapus), adanya nasakh
syarih (menghapus hukum pada ayat terdahulu), adanya nasakh dzimmi (terdapat dua
nasakh yang saling bertentangan dan tidak dikompromikan namun keduanya turun
untuk sebuah masalah yang sama), adanya nasakh kully (menghapus hukum yang
sebelumnya secara keseluruhan) adanya nasakh (hukum umum yang berlaku untuk
semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu atau
menghapus hukum yang muqayya).
3. Abu Muslim al-Asfahani. Menurutnya, secara logika naskh dapat saja terjadi, tetapi
tidak mungkin terjadi menurut syara'. Dikatakan pula bahwa ia menolak sepenuhnya
terjadi naskh dalam Al Qur'an, dengan pengertian bahwa hukum-hukum Qur'an tidak
akan dibatalkan untuk selama- lamanya. Dan mengenai ayat-ayat tentang naskh
semuanya ia takhsiskan.

You might also like