You are on page 1of 27

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN

PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 2 INDRALAYA :

ANGGELA (06091182126007)
DEA TRISANDINI (06091282126039)
HASLINDA (06091082126044)
KEZIA ARDIAN ANJALI (06091282126051)
LISNA NEPRIANI (06091282126046)
PUTRI AYU NUR ROHMAH (06091282126054)
TRI SEPTIANA (06091182126002)

DOSEN PENGAMPU :

Drs. KHOIRON NAZIP, M.Pd


Drs. DIDI JAYA SANTRI, M.Si
NIKE ANGGRAINI, S.Pd., M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan
dengan judul “Pengukuran Faktor-Faktor Lingkungan” tepat pada waktunya guna memenuhi
tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Praktikum Ekologi Tumbuhan.
Kelancaran penulisan dan penyusunan Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan ini tidak
terlepas dari bantuan pihak lain, yang ikut mengarahkan sekaligus mendukung proses pembuatan
Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan ini hingga selesai. Oleh karena itu, kami menyampaikan
ucapan terima kasih yang mendalam terkhusus kepada :
1. Kepada Drs. Khoiron Nazip, M.Pd., Drs. Didi Jaya Santri, M.Si., Nike AnggrainI, S.Pd.,
M.Sc., selaku dosen pengampu mata kuliah Praktikum Ekologi Tumbuhan yang telah
membantu dan memberikan pengarahan seputar pelaksanaan praktikum serta pembuatan
dan penyusunan laporan.
2. Kepada orang tua kami yang selalu mendoakan dan mendukung segala kegiatan yang
kelompok 2 lakukan dalam pelaksanaan praktikum serta pembuatan laporan ini sehingga
terselesaikan dengan baik.
3. Dan seluruh anggota kelompok 2 yang telah bekerja sama dalam pelaksanaan praktikum
dan penyusunan laporan ini hingga selesai.
Demikian Laporan Praktikum Ekologi Tumbuhan ini kami buat dengan sepenuh hati.
Kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih terdapat ketidaksempurnaan, untuk itu
kami mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari Bapak/Ibu dosen maupun
pembaca. Kami berharap semoga ini dapat bermanfaat dan memotivasi kita semua.

Indralaya, 20 Januari 2023

Kelompok 2 Indralaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makhluk hidup merupakan suatu organisme yang dapat bernapas, bergerak,
dan dapat berkembang biak untuk melestarikan jenisnya. Makhluk hidup juga dibagi
menjadi 3 golongan utama yang dibedakan berdasarkan ciri-cirinya, yaitu manusia,
hewan, dan tumbuhan. Perhitungan yang dilansir jurnal biologi PLoS, menyatakan
terdapat 8,7 juta spesies hewan dan tumbuhan. Namun jumlah tersebut baru mencakup
86% spesies darat dan 91% spesies laut, dengan kata lain masih ada jumlah spesies yang
hidup di bumi lebih dari jumlah yang diprediksi dan belum termasuk hewan dan
tumbuhan hidup yang terlanjur punah/belum diketahui keberadaannya.
Makhluk hidup dapat hidup disuatu habitat tentunya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan sehingga dapat hidup dengan baik atau bahkan tidak dapat hidup sama
sekali karena faktor lingkungan yang buruk. Faktor lingkungan yang biasanya terjadi
pada makhluk hidup adalah faktor lingkungan abiotik yang meliputi air, tanah, cahaya
dan udara. Faktor tersebut sangat berperan dalam kehidupan makhluk hidup dan
mempengaruhi hewan atau tumbuhan apa yang hidup disekitar lingkungan tersebut.
Setiap makhluk hidup memiliki habitatnya masing-masing, sehingga
keberagaman itu terbentuk. Keberagaman itu juga tentunya dipengaruhi oleh faktor-
faktor lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor abiotik tersebut dapat diukur dan
diketahui dengan menggunakan suatu alat. Alat-alat yang digunakan sangat beragam
dan penggunaannya pun perlu diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam pengukuran.
Apabila pengukuran telah dilakukan dapat diketahui alasan mengapa suatu makhluk
hidup tersebut dapat tinggal, tumbuh dan berkembang dengan baik ditempat tersebut.
Tujuan dari latar belakang masalah ini adalah mengenal dan cara
menggunakan alat-alat pengukuran di suatu lingkungan, alat-alat tersebut adalah
Anemometer, Lux meter, Clynometer, GPS, Hygrometer, Soil Tester, Meteran,
Thermometer.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada praktikum ini meliputi :
1. Apa sajakah alat-alat pengukur faktor lingkungan?
2. Bagaimana cara penggunaan alat-alat pengukur faktor lingkungan?
3. Bagaimana mengukur berbagai faktor lingkungan abiotik?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka laporan praktikum ini ditulis dengan tujuan sebagai
berikut :
1. Mengenal alat-alat pengukur faktor lingkungan.
2. Mengenal cara penggunaan alat-alat pengukur faktor lingkungan.
3. Mengukur berbagai faktor lingkungan abiotik.

1.4 Manfaat
Dari kegiatan praktikum ini, diharapkan bagi mahasiswa agar dapat
mengetahui berbagai jenis alat-alat pengukur faktor lingkungan, serta dapat
mengetahui cara penggunaan alat-alat pengukur tersebut untuk pengukuran faktor
lingkungan abiotik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Lingkungan adalah suatu sistem yang kompleks, dimana berbagai faktor
berpengaruh timbal balik satu sama lain dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap tumbuh-tumbuhan berbeda-beda pada
waktu yang tidak sama.
Satu faktor atau beberapa faktor dkatakan penting apabila faktor tersebut
sangat mempengaruhi tumbuhnya tumbuh-tumbuhan. Faktor-faktor tersebut mungkin
tidak seragam kepentingannya terhadap semua organisme dalam lingkungan atau
bahkan selama siklus hidupnya. Suatu faktor mungkin kritis terhadap sebagian dari
siklus hidupnya saja, sedangkan pada fase lain tidak. Faktor-faktor lingkungan antara
lain adalah: faktor-faktor iklim, faktor edafis (tanah) dan faktor biotik.

2.2 Dasar Teori


Faktor bioekologi secara umum terbagi atas dua yakni faktor fisik atau abiotik
yang terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang bersifat non biologis seperti iklim
(suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisik lingkungan
lainnya. Diketahui bahwa Setiap mahluk hidup termasuk vegetasi tumbuhan berada
pada kondisi lingkungan abiotik yang dinamis dalam skala ruang yang bervariasi
disetiap tempat hidupnya. Oleh karena itu setiap tumbuhan harus dapat beradaptasi
menghadapi perubahan kondisi faktor lingkungan tersebut. Namun demikian,
adavegetasi tumbuhan tidak mungkin dapat hidup dalam kisaran faktor-faktor abiotik
yang tinggi, ada jenis vegetasi tumbuhan yang mampu tumbuh dikisarn faktor abiotik
yang tinggi.Faktor bioekologi yang kedua adalah faktor biotik yaitu organisme yang
berpengaruh terhadap organisme lain contoh tumbuhan lain. Tumbuhan dapat tumbuh
dengan berhasil bila lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk
pertumbuhan sesama daur hidupnya. Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya
bergantung pada kondisi fisik dan kimia tetapi juga karena kehadiran organisme lain
faktor yang berperan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni iklim, tanah
dan biotik. ( Parinding, 2007 ).
Selain itu menurut Azemi et al (1996) dalam Hariyadi (2000) variasi epifit
lebih disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim mikro. Masing-masing strata pohon
memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda. Pada bagian bawah dan tengah banyak
mendapatkan perlindungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro
yang berbeda dibandingkan dengan kondisi bagian tajuk. Bagian bawah dan tengah
pohon lebih lembab sedangkan untuk bagian tajuk pohon merupakan bagian yang
terkena cahaya matahari. Dengan kondisi iklim mikro yang berbeda menyebabkan
tumbuhan paku epifit pola penyebarannya engelompok pada percabangan pohon
inang. Sedangkan paku terestrial lebih menyukai kondisi lingkungan yang lembab
sehingga itu pola penyebarannya berkelompok di bawah naungan yang intensitas
cahayanya lebih rendah.
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas,
tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan
hewan, karena kondisi udara pada skala mikro ini yang akan berkontak langsung
dengan (dan mempengaruhi secara langsung) makhluk-makhluk hidup tersebut.
Makhluk hidup tanggap terhadap dinamika atau perubahan-perubahan dari unsur-
unsur iklim di sekitarnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah
laku dan metabolisme yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, sebaliknya,
keberadaan makhluk hidup tersebut (terutama tumbuhan) akan pula mempengaruhi
keadaan iklim mikro di sekitarnya. Antara makhluk hidup dan udara di sekitarnya
akan terjadi saling pengaruh atau interaksi satu sama lain (Lakitan, 2002:53).
Proses metabolisme atau fisiologis tumbuhan memiliki efek terhadap suhu
udara lingkungan sekitarnya. Proses ekofisiologi yang menyebabkan terbentuknya
iklim mikro adalah proses transpirasi dan evaporasi (Fandeli, 2004).
Evaporasi merupakan pertukaran antara panas laten dan panas yang terasa
(sensibel). Udara sekitar akan kehilangan panas karena terjadinya evaporasi yang
menyebabkan suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk (Zoer’aini, 2005).
Proses evaporasi (proses fisis perubahan cairan menjadi uap) dari permukaan
tanaman disebut transpirasi. Lakitan (1997) menjelaskan, bahwa penyerapan energi
radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk
meningkatkan laju transpirasinya (terutama untuk menjaga stabilitas suhu tumbuhan).
Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan
suhu udara di bawahnya kira-kira 3,50C pada siang hari yang terik. Proses fisiologis
yang ikut berperan menciptakan iklim mikro dan berjalan secara silmultan dengan
transpirasi adalah proses fotosintesis (Lakitan, 1997).
Suhu tanah sangat dipengaruhi oleh interaksi sejumlah faktor dengan sumber
panas, yaitu sinar matahari dan langit, serta konduksi interior tanah. Faktor eksternal
yang menyebabkan perubahan suhu tanah diantaranya adalah radiasi solar (jumlah
panas yang mencapai permukaan bumi), radiasi dari langit, kondensasi, evaporasi,
curah hujan, Insulasi (tanaman penutup tanah, mulsa, awan). Sedangkan faktor
internal meliputi kapasitas panas tanah, konduktivitas dan difusivitas thermal,
aktivitas biologis, struktur tanah, tekstur tanah dan kelembaban tanah serta
garamgaram terlarut (Hanafiah KA 2004).
Semakin banyak jumlah pohon yang rindang dalam suatu wilayah maka
kualitas RTH nya akan baik (Prasetya, 2012). Dengan kondisi Ruang Terbuka Hijua
yang baik maka suhu udara yang berada di tempat tersebut akan lebih terasa dingin.
Hal ini dikarenakan tanaman mampu menyerap energi sinar matahari dan mampu
menyerap CO2. Oleh karena, dengan jumlah tanaman yang banyak dan rindang
mampu menyerap energi sinar matahari dan menyerap CO2 maka suhu udara di
Taman Slamet rendah.
Kelembaban tanah dan suhu tanah merupakan dua faktor penentu yang penting
pada proses respirasi tanah (Raich & Tufekciogul 2000). Hasil pengamatan Rochette
et al. (1997) menunjukkan respirasi tanah yang lembab dua sampai tiga kali lebih
besar dibandingkan tanah yang kering. Banyak peneliti melaporkan peningkatan
respirasi tanah meningkat mengikuti suhu tanah. Respirasi tanah merupakan indikator
yang sensitif dan penting pada suatu ekosistem, termasuk aktivitas yang berkenaan
dengan proses metabolisme di tanah, pembusukan sisa tanaman pada tanah, dan
konversi bahan organik tanah menjadi CO2. Melalui respirasi tanah ini, karbon
dilepas dari tanah ke atmosfer (Rochette et al. 1997).
Lessard et al. (1994) menyatakan kelembaban dan suhu tanah sangat
berpengaruh terhadap produksi CO2 dan peningkatan suhu akan meningkatkan fluks
CO2. Hal ini terjadi karena dengan rapatnya jumlah pohon maka dapat menyerap
radiasi matahari dan menghasilkan H2O. Dari hasil Peningkatan H2O dan penyerapan
CO2 ini yang mempengaruhi peningkatan kelembapan udara (Tauhid, 2008).
Kelembaban tanah adalah jumlah uap air yang terdapat dalam suatu massa
tanah yang dinyatakan dalam % bobot kering atau volume (Soedarsono et al. 2006).
Kandungan air tanah dan struktur tanah memegang peranan penting dalam
menentukan aerasi tanah, potensial redoks tanah dan difusi transfer gas dalam tanah
(Taufik M 2003).
Kelembaban dan kadar air tanah mempengaruhi dominasi jenis
mikroorganisme tanah yang aktif dalam proses dekomposisi bahan organik. Pada
kelembaban dan kadar air yang tinggi, perkembangan dan aktivitas bakteri akan
maksimum. Sebaliknya akan menurun pada kondisi kering (tekanan -3 bar) dan sangat
tertekan pada kadar air titik layu permanen (tekanan -15 bar) (Hanafiah KA 2004).
Bahan organik tanah berperan secara fisik, kimia, maupun biologis sehingga
menentukan status kesuburan suatu tanah. Bahan organik menjadi sumber energi
karbon dan hara bagi biota heterotropik (penguna senyawa organik). Kandungan
bahan organik tanah ditentukan oleh kesetimbangan antara laju pelonggokan dengan
laju dekomposisinya (Soepardi G 1983).
Faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik tanah adalah iklim,
vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Sebaran vegetasi
berkaitan erat dengan pola tertentu dari perubahan temperatur dan curah hujan. Pada
wilayah yang curah hujannya rendah dengan jumlah vegetasi yang sedikit akan
menghasilkan akumulasi bahan organik yang rendah. Pada wilayah yang temperatur
dingin, kegiatan mikroorganisme juga rendah sehingga proses dekomposisi lambat
(Soedarsono et al. 2006).
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH (Hardjowigeno, 2003). Pada nilai pH yang sangat rendah
tanah dikatakan bereaksi masam, sedangkan pada pH yang tinggi tanah dikatakan
bereaksi alkalin (basis). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah
diantaranya kadar humus, aluminium silikat, hidroksida (terutama Al dan Fe) dan
garam-garam terlarut dalam tanah (Buckman and Brandy, 1960 dalam Purwanto dan
Gintings, 1994).
Hardjowigeno (2003) mengemukakan pentingnya pH tanah, yaitu :
1. Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada
umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral
karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.
2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah masam
banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali memfiksasi unsur P
juga merupakan racun bagi tanaman.
3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme, antara lain bakteri dan jamur
berkembang dengan baik pada pH 5,5, sedangkan bakteri pengikat nitrogen dari
udara dan bakteri.

a. Faktor Iklim Mikro


1. Cahaya
Cahaya matahari merupakan gelombang elektromgnet yang di samping
membawa energi cahaya juga membawa energi panas. Penangkapan energi
matahari melalui fotosintesis sangat fundamental bagi kehidupan di ekosistem.
Aspek cahaya yang penting antara lain Intesitas cahaya (lux, watt), kualitas cahaya
(bergantung pada panjang gelombang cahaya) dan lama penyinaran (fotoperiode).
Intesitas cahaya diukur dengan luxmeter.

2. Temperatur
Temperatur atau suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan di
ekosistem terestrial. Laju metabolime organisme poikiloterm sangat dipengaruhi
oleh suhu lingkungan sekitar. Ada interaksi negatif antara suhu dengan ketinggian
tempat (altitude) dan posisi garis lintang (latitude). Suhu dapat diukur dengan
termometer.

3. Kelembaban Udara
Kelembaban udara sering diukur dengan nilai relatifnya, yaitu kelembaban
relatif udara (relative humidity / HR) yang menggambarkan perbandingan antara
tekanan uap air pada saat itu dengan uap air jenuh pada suhu yang sama.
Kelembaban relative udara (%) dapat diukur menggunakan hygrometer.

4. Arah dan Kecepatan Angin


Arah dan kecepatan angin dapat menjadi faktor pembatas di tempat
terbuka, pantai, tebing dll. Karena angin dapat menempiskan lapisan udara yang
jenuh uap air, mempengaruhi keseimbangan panas antara organisme dan
lingkungan. Selain itu antara parameter angin dan faktor iklim seperti kelembaban
udara, evaporasi dan curah hujan. Arah angin dapat ditentukan secara sederhana
dengan meletakkan suatu kerucut ringan di suatu tiang di tempat terbuka.
Sedangkan kecepatan angin dapat diukur menggunakan alat anemometer (m/s atau
km/jam).

b. Faktor Geografis
1. Ketinggian
Ketinggian tempat diukur dari permukaan air laut dengan altimeter (mdpl)
atau GPS (Global Positioning System). Perbedaan ketinggian akan mempengaruhi
faktor iklim yang selanjutnya iklim akan mengakibatkan perubahan struktur dan
penyebaran tumbuhan dan hewan.

2. Kemiringan
Lahan dapat memiliki kemiringan yang berbeda-beda, misalnya datar (0-
1⁰), landai (2-3⁰), agak miring (3-7⁰), miring (8-11⁰), agak curam (12-15⁰), curam
(16-25⁰), sangat miring (26-35⁰) dan tebing (>36⁰). Kemiringan tanah dapat diukur
menggunakan alat hagameter, busur derajat atau klinometer. Kemiringan tanah
juga dapat dinyatakan dengan satuan % dengan ketentuan 45⁰ sama dengan 100%.

c. Faktor Edapis dan Sifat Kimia Tanah


1. Temperatur Tanah
Temperatur tanah akan menentukan kecepatan penguraian serasah
(humifikasi dan mineralisasi), aktivitas flora dan fauna tanah serta penyerapan
nutrisi oleh akar tumbuhan. Pengukuran temperatur tanah dapat dilakukan dengan
termometer tanah atau soil tester.

2. Keasaman Tanah
Hubungan antara pH tanah dengan organisme sudah lama diketahui,
sehingga dikenal dengan adanya organisme asidofil dan basophil. Oleh karena itu,
penetuan pH tanah sangat diperlukan dalam bidang ekologi terestrial. Ada dua
cara yang dapat digunakan untuk mengukur pH tanah, antara lain secara langsung
dengan menggunakan alat soil tester atau secara tidak langsung melalui
pengukuran pH suspensi tanah dengan menggunakan pH meter atau kertas pH.
Tanah kering yang tidak mengandung kerikil sebanyak 10 gram terlebih dahulu
dicampur dengan 25 ml akuades. Diaduk hingga homogen dan dibiarkan selama
30 menit. Pengukuran pH tanah dilakukan terhadap suspense tanah yang sedang
teraduk homogen (bisa menggunakan magnetic stirres).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di lingkungan sekitar Laboratorium Kebun Botani
Kampus FKIP UNSRI Inderalaya. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 19 Januari
2023 pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Dalam pelaksanaan praktikum ini, digunakan beberapa alat-alat sebagai berikut :
1. Meteran 1 buah
2. Lux Meter 1 buah
3. Soil Tester 1 buah
4. Hygrometer 1 buah
5. Clynometer Android version 1 buah
6. GPS Test Android Version 1 buah
7. Thermometer 1 buah
8. Pahat 1 buah

3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang dipergunakan dalam praktikum ini antara lain :
1. Faktor lingkungan abiotik (tanah, air, cahaya, udara).
2. Pohon di sekitar lingkungan pengamatan.

3.3 Langkah Kerja


3.3.1 Soil Tester
1. Tancapkan ujung alat runcing kedalam tanah hingga sel-selnya terbenam
dalam tanah dan biarkan beberapa saat.
2. Lihat skala atas untuk penentuan pH tanah.
3. Tekan tombol yang terletak disamping alat untuk menentukan kelembaban
tanah.
4. Lihat skala bawah untuk mengetahui kelembaban tanah.

3.3.2 Lux Meter


1. Tekan tombol on/off kearah on.
2. Pilih kisaran range yang akan diukur (2000 lux, 20000 lux, 100000 lux).
3. Arahkan sensor cahaya menggunakan tangan pada permukaan daerah yang
akan diukur intensitas cahayanya.
4. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.

3.3.3 Termometer
1. Letakkan thermometer pada daerah yang akan diukur suhunya.
2. Setelah itu, tunggu beberapa saat sampai angka pada thermometer terlihat
konstan.
3. Catat hasil yang didapatkan dalam derajat celcius.

3.3.4 Hygrometer
Alat ini memiliki dua skala, yang satu berfungsi untuk menunjukkan kelembaban
dan yang satunya lagi berfungsi untuk menunjukkan temperatur.
1. Letakkan hygrometer pada daerah yang akan diukur kelembabannya.
2. Kemudian tunggu beberapa saat.
3. Lalu baca dan catat hasil yang didapatkan.

3.3.5 Clynometer
1. Buka aplikasi Clinometer pada perangkat handphone.
2. Letakkan ujung clinometer (titik A) tepat di depan mata.
3. Arahkan ujung lain dari clinometer kepuncak benda (titik E).
4. Catat derajat yang didapatkan.
5. Ukur tinggi badan pengamat.
6. Lalu, ukur jarak pengamat ke benda yang akan diukur ketinggiannya (F-G)
menggunakan meteran.

3.3.6 GPS Test


1. Buka aplikasi GPS test pada perangkat handphone.
2. Klik pada simbol yang bergambar seperti maps.
3. Lalu, hidupkan GPS.
4. Tunggu dan catat posisinya serta waktu pengamatan.

3.3.7 Anemometer
1. Tekan tombol on/off kearah off.
2. Arahkan sensor angin menggunakan tangan pada permukaan daerah yang
akan diukur kecepatan anginnya.
3. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.

3.3.8 Meteran
1. Pengukuran menggunakan meteran, dimulai dari skala nol meter.
2. Posisikan ujung pita meteran, tepat pada titik awal objek yang ingin diukur.
3. Lalu, Tarik pita meteran menuju titik akhir dari objek yang akan diukur.
4. Catat jarak yang didapatkan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai
berikut :
Alat ukur Keterangan Hasil pengukuran
Pengukuran
PH tanah 7
Soil tester
Kelembapan tanah 12.5
Lux meter Intensitas cahaya 866 lux
Thermometer Suhu udara 28℃
Hygrometer Kelembapan udara 25 %
Anemometer Kecepatan angin 0.03 m/s
Clynometer Sudut elevasi 36.1°
3°13’17.200” S
GPS Test Letak posisi
104°39’01.223” E
Meteran Panjang suatu objek 720 cm
Ukuran lokasi 260 cm x 260 cm
pengambilan data

4.2 Analisis Data


a. Soil tester
PH tanah : 7
Kelembapan tanah : 12.5

b. Lux meter
Range : 2000
Intensitas cahaya : 866 lux

c. Thermometer
Suhu udara : 28°𝑐
d. Hygrometer
Dry : 25
Wet : 25
Kelembapan udara : 25%

e. Clynometer

Tinggi badan pengamat : 158 cm


Jarak benda dengan pengamat : 720 cm
Sudut elevasi : 36. 1°
Tinggi benda (y) :
𝑑𝑒
tan θ = 𝑠𝑎

tan 36.1 = 0.72


𝑦
tan 36.1 = 720 𝑐𝑚
𝑦
0.72 = 720 𝑐𝑚

y = 0.72 x 720 cm
y = 518,4 cm
tinggi pohon = tinggi pengamat +tinggi y
tinggi pohon = 158 cm + 518,4 cm
tinggi pohon = 6,764 cm
tinggi pohon = 6,764 m
f. GPS Test
Letak suatu pengamatan : 3°13’17.200” S
104°39’01.223” E
g. Meteran
Ukuran lokasi pengambilan data : 260 cm x 260 cm
Panjang suatu objek benda dengan pengamat : 720 cm

h. Anemometer
Kecepatan angin : 0.3 m/s

4.3 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan pada tanggal 19 Januari
2023 pukul 10.00-12.00 WIB di lingkungan sekitar Laboratorium Kebun Botani
Kampus UNSRI Indralaya. Maka dapat kami bahas hal-hal yang berkenaan tentang
Pengukuran Faktor-Faktor Lingkungan yaitu :
Alat ukur yang digunakan dapat berupa Soil tester, Lux meter, Thermometer,
Hygrometer, Clynometer, GPS Test, Meteran dan Anemometer. Pada Soil tester yang
dapat diukur berupa PH tanah, Kelembapan tanah. Pada Lux meter yang dapat diukur
berupa Intesitas cahaya. Pada Thermometer yang dapat diukur berupa suhu udara.
Pada Hygrometer yang dapat diukur berupa kelembaban udara. Untuk Clynometer
yang dapat diukur berupa sudut elevasi. Pada GPS Test yang dapat diukur berupa
letak posisi. Pada Meteran yang dapat diukur berupa panjang suatu objek, Ukuran
lokasi pengambilan data. Terakhir pada Anemometer yang dapat diukur berupa
kecepatan angin.
Perhitungan pertama pada soil tester yaitu pH tanah 7, pH 7 merupakan kondisi
tanah yang paling ideal untuk pertumbuhan tanaman dalam skala netral. Perhitungan
kelembapan tanah yaitu 12.5 artinya tanah tersebut lembab. Kelembaban tanah
merupakan salah satu variabel kunci dalam proses hidrologi yang berperan penting
dalam menentukan ketersediaan air sebagai unsur yang sangat fundamental dalam
kehidupan mahluk hidup. Kelembaban tanah adalah air yang ditahan pada ruang atau
pori di antara partikel tanah. Tingkat suhu dan kelembaban tanah sangat bervariasi
sejalan dengan perubahan proses pertukaran energi matahari terutama yang melalui
permukaan tanah. Fenomena ini berlaku di dalam penampang tanah melalui
serangkaian proses yang kompleks (Kurnia et al. 2006).
Kelembaban tanah dan suhu tanah merupakan dua faktor penentu yang penting
pada proses respirasi tanah (Raich & Tufekciogul 2000). Hasil pengamatan Rochette
et al. (1997) menunjukkan respirasi tanah yang lembab dua sampai tiga kali lebih
besar dibandingkan tanah yang kering. Banyak peneliti melaporkan peningkatan
respirasi tanah meningkat mengikuti suhu tanah. Respirasi tanah merupakan
indikator yang sensitif dan penting pada suatu ekosistem, termasuk aktivitas yang
berkenaan dengan proses metabolisme di tanah, pembusukan sisa tanaman pada
tanah, dan konversi bahan organik tanah menjadi CO2. Melalui respirasi tanah ini,
karbon dilepas dari tanah ke atmosfer (Rochette et al. 1997).
Lessard et al. (1994) menyatakan kelembaban dan suhu tanah sangat berpengaruh
terhadap produksi CO2, dan peningkatan suhu akan meningkatkan fluks CO2.
Hal ini terjadi karena dengan rapatnya jumlah pohon maka dapat menyerap radiasi
matahari dan menghasilkan H2O. Dari hasil Peningkatan H2O dan penyerapan CO2
ini yang mempengaruhi peningkatan kelembapan udara (Tauhid, 2008).
Kelembaban tanah adalah jumlah uap air yang terdapat dalam suatu massa tanah
yang dinyatakan dalam % bobot kering atau volume (Soedarsono et al. 2006).
Kandungan air tanah dan struktur tanah memegang peranan penting dalam
menentukan aerasi tanah, potensial redoks tanah dan difusi transfer gas dalam tanah
(Taufik M 2003).
Kelembaban dan kadar air tanah mempengaruhi dominasi jenis mikroorganisme
tanah yang aktif dalam proses dekomposisi bahan organik. Pada kelembaban dan
kadar air yang tinggi, perkembangan dan aktivitas bakteri akan maksimum.
Sebaliknya akan menurun pada kondisi kering (tekanan -3 bar) dan sangat tertekan
pada kadar air titik layu permanen (tekanan -15 bar) (Hanafiah KA 2004).
Bahan organik tanah berperan secara fisik, kimia, maupun biologis sehingga
menentukan status kesuburan suatu tanah. Bahan organik menjadi sumber energi
karbon dan hara bagi biota heterotropik (penguna senyawa organik). Kandungan
bahan organik tanah ditentukan oleh kesetimbangan antara laju pelonggokan dengan
laju dekomposisinya (Soepardi G 1983).
Perhitungan kedua pada Lux meter yaitu dengan range 2000 maka diperoleh hasil
intesitas cahaya 866 lux. Perhitungan ketiga pada Thermometer yaitu dengan suhu
udara 28°𝑐. Suhu udara berhubungan dengan proses pertukaran energi yang
berlangsung di atmosfer sebaliknya suhu udara tidak berhubungan langsung dengan
rasa yang diterima oleh indera manuasia (Lakitan, 2002).
Suhu udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu tertentu. Umumnya suhu udara
maksimum terjadi antara pukul 12.00 WIB sampai pukul 14.00 WIB sedangkan suhu
udara minimum terjadi pada pukul 06.00 WIB atau sekitar matahari terbit.
Perhitungan keempat pada Hygrometer dengan dry-wetnya 25 maka hasil
kelembapan udara 25%. Perhitungan kelima pada Clynometer dengan data tinggi
badan pengamat 158 cm, jarak benda dengan pengamat 720 cm, sudut elevasi
36. 1°𝑐. Maka diperoleh hasil tinggi pohon yaitu 6,764 m. Perhitungan keenam pada
GPS Test dimana letak suatu pengamatan memperoleh hasil 3°13’17.200
104°39’01.223” E. Perhitungan ketujuh pada Meteran hasil yang diperoleh untuk luas
ukuran lokasi yang diambil data yaitu 260 cm x 260 cm dengan panjang objek benda
dengan pengamat 720 cm. Untuk luas lokasi tersebut diperoleh beberapa tumbuhan
yang ada didalamnya seperti pohon rambutan, pohon jambu biji dan agave (tanaman
berduri). Perhitungan terakhir pada Anemometer dimana hasil kecepatan angin yang
diperoleh yaitu 0.3 m/s. Kecepatan angin adalah kecepatan udara yang bergerak
secara horizontal yang dipengaruhi oleh gradien barometris letak tempat, tinggi
tempat dan keadaan topografi suatu tempat. Angin selalu di berinama dari arah mana
angin datang, sebagai contoh angin dari timur ke barat disebut angin timur, angin
yang berhembus dari laut kedarat di sebut angin laut dan sebaliknya. Arah angin
lazimnya dinyatakan dengan derajat, arah angin dapat berubah-ubah dalam waktu
yang singkat (Suwarti et al, 2017).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setiap mahluk hidup termasuk vegetasi tumbuhan berada pada kondisi
lingkungan abiotik yang dinamis dalam skala ruang yang bervariasi disetiap tempat
hidupnya. Oleh karena itu setiap tumbuhan harus dapat beradaptasi menghadapi
perubahan kondisi faktor lingkungan tersebut. Namun demikian, adavegetasi
tumbuhan tidak mungkin dapat hidup dalam kisaran faktor-faktor abiotik yang tinggi,
ada jenis vegetasi tumbuhan yang mampu tumbuh dikisarn faktor abiotik yang tinggi.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan lebih baik lagi,
dengan menggunakan alat-alat yang lebih detail lagi. Praktikum dilakukan dengan
lebih semangat lagi dan kerja sama yang penuh karena apabila melakukan kegiatan
praktikum dengan semangat, hasil yang diperoleh pun akan lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Fandeli, C., Kaharuddin dan Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota. Cet. I. Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hanafiah, Kemas Ali. 2004. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademik Presindo.

Hariyadi, Bambang. 2000. Sebaran dan keanekaragaman jenis tumbuhan paku di bukit sari,
Jambi (Tesis).Bandung ITB.

Lakitan, B. 2002. Dasar-dasar Klimatologi cetakan ke-2. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Lessard, R., Rochette, P., Topp, E., Pattey, E., Desjardins, R. L. And Beaumont G. 1994.
Methane and carbon dioxide fluxes from poorly drained adjacent cultivated and forest soils.
Can. J. Soil Sci. 74, 139 – 146.

Parinding. 2007. Potensi dan Karakteristik Bio-Ekologis Tumbuhan Sarang Semut Di Taman
Nasional Wasur Merauke Papua (Tesis). SekolahPascasarjana IPB. Bogor.

Prasetyo. 2008. Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro di Kota Pasuruan. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Geografi UM

Purwanto I, dan Gintings AN. 1994. Penelitian Sifat-sifat Fisik dan Kimia Tanah di Bawah
Tegakan Hutan Alam Duabanga moluccana di Nusa Tenggara Barat. Buletin Penelitian
Hutan No. 561. Bogor : PusatPenelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Raich, J. W., and A. Tufekciogul (2000), Vegetation and soil respiration : Correlations and
controls, Biogeochemistry, 48, 71–90.

Rochette, P., and L.B. Flanagan. 1997. Quantifying rhizosphere respiration in a corn crop under
field conditions. Soil Sci. Soc. Am. J. 61:466–474.

Soedarsono N, Rabello D, Kamei H, Fuma D, Ishihara Y, Suzuki M, Noguchi T, Sakaki Y,


Yamaguchi A, Kojima T (2006). Evaluation of RANKL/RANKL/OPG gene polymorphisms
in aggressive periodontitis. J Periodont Res. 41: 397-404.

Soepardi G. 1983.Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Tauhid. 2008. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang
Hari di Perkotaan. Thesis tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro

Zoer’aini. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara, Jakarta.
LAMPIRAN
1. Alat dan bahan

2. Menggunakan alat-alat
3. Anggota kelompok 2
TUGAS
1. Apa yang dimaksud dengan suhu basah dan suhu kering pada hygrometer? Dan
bagaimana cara pengukurannya
2. Apa kesimpulan saudara bila membandingkan suhu, kelembaban, dan kandungan material
organik tanah pada masing-masing pohon?
3. Mengapa perbedaan variasi temperatur air lebih kecil dari pada udara ?

JAWABAN
1. Suhu basah merupakan petunjuk pada hygrometer untuk menunjukkan suhu udara basah,
jenuh atau lembab yang dipengaruhi oleh sumbu yang lembab.
Suhu kering merupakan petunjuk pada hygrometer untuk menunjukkan suhu udara di
lingkungan sekitar pada saat pengukuran
Cara pengukurannya yaitu :
1. Baca dan catat suhu udara pada termometer kering (kolom DRY), dan pada
termometer basah (kolom WET)
2. Hitung selisih keduanya dengan cara skala dry dikurangi dengan skala wet
3. Hasil dari selisih antara skala dry dan skala wet digunakan untuk memilih skala
derajat yang terdapat pada bagian tengah hygrometer
4. Setelah diketahui selisihnya, cocokkan dengan skala wet, maka akan diperoleh nilai
kelembaban udara (%).

2. Jika membandingkan suhu, kelembaban dan kandungan material organik tanah pada
masing-masing pohon, dapat disimpulkan bahwa lingkungan tersebut sesuai untuk
tumbuhan seperti pohon rambutan, pohon matoa, dan juga agave untuk tumbuh dan
berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan pohon sangat dipengaruhi dan ditentukan
oleh kondisi lingkungannya, jika suhu dan kelembaban terlalu tinggi atau terlalu rendah,
tanaman dapat kehilangan kemampuan fisiologisnya, seperti respirasi, transpirasi,
transpor zat, dan fotosintesis yang pada akhirnya akan menyebabkan tanaman akan mati.
Kandungan material organik tanah juga memengaruhi pertumbuhan tanaman, karena
kandungan material organik ini dapat membantu proses pelapukan dan membantu
pembentukan humus sehingga meningkatkan unsur-unsur kimia yang berada di dalam
tanah dan meningkatkan kesuburan tanah yang akan memasok nutrisi pada tanaman.
3. Perbedaan variasi temperatur air lebih kecil daripada udara adalah karena terdapat
perbedaan kapasitas panas yang dimiliki air dan udara. Kapasitas panas air lebih tinggi
dari kapasitas panas udara. kapasitas panas adalah panas yang dibutuhkan sebuah
senyawa untuk menaikkan suhunya pada satuan massa tertentu. Dapat diartikan bahwa
dengan jumlah panas yang diterima dari matahari memiliki ukuran yang sama, air akan
selalu memiliki suhu yang lebih rendah daripada udara.

You might also like