You are on page 1of 14

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS

A. RIANSYAH
A1C119102

CI INSTITUSI CI LAHAN

UNIVERSITAS MEGA REZKY FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI ( NERS )

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS
A. Pengertian
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi, yang terutama menyerang parenkin paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal,
tulang dan nodus limfe. Agens infeksius utama Mycobakterium tuberculosis, adalah
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. M. Bovis dan M. Avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan
terjadinya infeksi tuberkolosis.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Angka
mortalitasnya terus meningkat. TB sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutris,
tempoat kumuh, perumahan dibawah standar, dan perawatan kesehatan yang tidak
adekuat.Sejak tahun 1985 tren-nya terus meningkat, perubahan ini telah ditunjang oleh
beberapa faktor, termasuk peningkatan imigrasi, epidemik HIV, strein TB yang resistens
terhadap banyak obat, dan tidak adekuatnya dukungan sistem kesehatan masyarakat.

B. Etiologi.
Penyakit Tuberculosis Paru adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh
spesies basil TB ( mycobakterium tuberculosis humanis ) yang merupakan familie
Mycobacteriaceae dalam genus Mycobacterium dan paling berbahaya bagi manusia
adalah tipe humanis ( infeksi tipe bovines) saat ini sudah dapat diabaikan, setelah hygiene
peternakan makin ditingkatkan. Kuman ini berbentuk batang dengan ukuran berkisar 1-4
mikron dan tebalnya 0,3-0,6 mikron. Basil ini memiliki dinding sel lipoid yang tahan
asam sehingga disebut juga Basil Tahan Asam (BTA ). Dalam jaringan tubuh manusia kuman
ini dapat dormant, tertidur selama beberapa tahun.
Basil TB memerlukan waktu yang lama untuk melakukan mitosis yaitu sekitar 12-24 jam.
hal ini memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2-3 hari sekali ). Basil TB
sangat rentang terhadap sinar matahari langsung, sehingga dalam beberapa menit saja
akan mati, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat lembab dan
gelap.Ternyata kerentanan ini terhadap gelombang sinar ultra violet. Dalam 2 menit akan
mati dalam lingkungan basah dengan suhu 100 C juga akan mati dalam beberapa menit
bila terkena alkohol 70 %, atau lisol 5 % (Modul TB 2007). Setiap orang, berapapun
umur, ras atau kewarganegaraan mereka, dapat terinfeksi TB, akan tetapi ada beberapa
factor yang dapat meningkatkan risiko anda terkena penyakit ini. Faktor-faktor ini adalah
sebagai berikut:
Imunitas yang rendah. Bila system kekebalan tubuh anda sehat, macrophages sering kali
akan dengan sukses dapat membendung bakteri TB, akan tetapi tubuh anda tidak akan
dapat melakuak perlindugnan yang efektif bila resistensi anda lemah. Ada beberapa
factor yang dapat melemahkan system kekebalan tubuh anda. Mengidap penyakit yang
dapat menekan imunitas, seperti HIV/AIDS, diabetes atau penyakti pada paru yang
disebut silicosis, dan mendaptkan terapi menggunakan kortikosteroid atu obat-obatan
kemoterapi dapat merusak kemampuan tubuh anda untuk melindungi dirinya sendiri.
Meningkatnya risiko reaktivasi TB juga dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan
untuk arthritis infliximab (Remicade) dan etanercept (Enbrel).
a. Berhubungan secara dekat dengan seseorang yang terinfeksi TB. Secara umum, anda
harus berada bersama seseorang penderita TB aktif yang tidak menjalani perawatan,
dalam periode yang cukup lama untuk dapat terinfeksi. Risiko anda tertular penyakit
ini dari seorang anggota keluarga, teman sekamar atau rekan kerja akan lebih besar.
b. Kewarganegaraan. Orang-orang yang berasal dari wilayah yang memiliki angka TB
yang tinggi – terutama Afrika, Asia dan Amerika Latin, dan untuk kasus MDR-TB,
mantan Negara Uni Soviet – akan memiliko resiko tinggu untuk terinfeksi TB.
c. Jenis kelamin. Pada sebagian besar belahan dunia, lebih banyak laki-laki daripada
perempuan yang terinfeksi TB. Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk
meninggal karena penyakit ini.
d. Ras. Di Amerika Serikat, warga keturunan Hispanional, Indian Amerika dan kulit
hitam memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi TB daripada orang kulit putih. Orang
Asia keturunan Amerika memiliki angka kejadian TB yang paling tinggi.
e. Usia. Orang dewasa yang usianya lebih tua memiliki risiko TB lebih besar karena
pertambahan usia yang normal atau penyakit yang dapat melemahkan sistem imunitas
mereka. Mereka juga biasanya tinggal di panti jompo, dimana epidemi TB dalam
skala kecil terjadi.
f. Penyelahgunaan zat berbahaya. Penggunaan obat atau alcohol dalam jangka panjang
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh anda dan membuat anda lebih rentan
terhadap TB.
g. Kurang gizi. Makanan yang tidak bergizi atau memiliki kalori terlalu tinggi dapat
membuat anda berisiko tinggi terhadap TB.
h. Kurangnya layanan kesehatan. Bila anda memiliki pendapatan yang rendah, tinggal di
daerah terpencil, baru saja bermigrasi ke Amerika Serikat, atau tuna wisma, anda
mungkin tidak memiliki akses layanan kesehatan yang anda perlukan untuk
mendapatkan diagnosis dan perawatan TB.
i. Tinggal atau bekerja di wilayah hunian yang menggunakan fasilitas bersama. Orang-
rang yang tinggal di penjara, sel imigrasi atau panti jompo semua memiliki risiko
tinggi mengidap TB. Penyakit ini telah mencapai tingkat epidemi di beberapa penjara,
dimana orang-orang tinggal berdesakan, memiliki sistem ventilasi yang buruk, dan
diagnosa yang tidak adekuat serta perawatan terhadap penyakit yang seringkali
membuat masalah sistem kesehatan yang ada menjadi semakin buruk.
j. Tinggal di kamp pengungsi atau wisma perlindungan. World Health Organization –
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa ada setidaknya 23 juta pengungsi
yang tinggal di kamp dan tempat pengungsian di seluruh dunia. Diperlemah dengan
nutrisi yang buruk, kesehatan yang kurang baik dan tinggal berdesakan di kamp yang
kondisi kebersihannya kurang baik, para pengungsi memiliki risiko yang amat tinggi
untuk terinfeksi TB.
k. Pekerjaan yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Berhubugnan secara regular
dengan orang-orang yang sakit akan meningkatkan risiko anda terpapar bakteri TB.
Menggunakan masker dan sering mencuci tangan akan sangat mengurangi risiko anda
.
l. Perjalanan internasional. Saat orang melakukan migrasi dan mengadakan perjalanan
jauh, mereka dapat terpapar bakteri TB atau memaparkannya pada orang lain.
Beberapa faktor yang membuat anda memiliki risiko terinfeksi TB, tapi tidak memiliki
penyakit TB aktif. Tabel ini menjelaskan perbedaannya:

Orang yang memiliki risiko tinggi Orang yang memiliki risiko tinggi
terinfeksi TB terinfeksi TB aktif

Orang yang mengidap infeksi HIV


Berhubungan dekat dengan orang yang
atau sistem kekebalan tubuhnya
terinfeksi TB
kurang baik
Orang yang memiliki kondisi medis
ORang-orang yang terlahir di belahan dunia
yang kelihatannya meningkatkan
dimana TB adalah hal yang biasa terjadi
risiko TB, seperti diabetes dan
seperti Asia, Afrika atau Amerika Latin
silicosis
Orang yang terinfeksi M. tuberculosis
Orang dewasa berusia lanjut
dalam dua tahun terakhir
Orang yang tidak memiliki akses pada Orang dengan hasil foto X-ray yang
layanan kesehatan termasuk orang-orang menunjukkan terjadinya penyakit TB
tunawisma di masa lalu.
Orang yang menyuntikkan obat
Orang yang menyuntikkan obat-obatan
terlarang atau menyalahgunakan
terlarang.
alcohol
Orang yang tinggal atau bekerja di hunian
yang menggunakan fasilitas bersama,
seperti panti jompo atau lembaga
pemasyarakatan.
Orang-orang yang terpapar pada TB pada
saat bekerja, contohnya orang yang profesi
sebagai tenaga medis
C. Patogenesis.
Patogenesis penyakit Tuberculosis dapat dibedakan berdasarkan 2 jenis tuberculosis,
yaitu :
a. Tuberculosis primer
TB primer adalah penyakit TB yang timbul dalam 5 tahun pertama setelah terjadinya
infeksi basil TB untuk pertama kalinya (Danusantoso, 2000). Infeksi primer terjadi
bila seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistim pertahanan mukosilier
broncus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak secara leluasa di alveolus paru,
yang menyebabkan reaksi peradangan pada paru. Dalam waktu kurang dari satu jam
setelah berhasil masuk alveoli, basil-basil TB sebagian akan terangkut aliran limfe
kedalam kelenjar-kelenjar limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Sebagian dapat ikut masuk kedalam aliran darah dan tersebar ke organ lain
dan menginfeksinya. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah sekitar 4-6 minggu sedangkan masa inkubasinya adalah waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
b. Tuberculosis Sekunder/TB pos primer
Yang dimaksud dengan TB sekunder ialah penyakit yang baru timbul setelah lewat 5
tahun sejak terjadinya infeksi primer. Dengan demikian, mulai sekarang apa yang
disebut TB post primer, secara internasional diberi nama baru TB Sekunder (Modul
TB 2007).
Patofisiologi (menurut Brunner & Suddarth) :
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi infeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan napas alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri) dan area paru-paru
lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofel
dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpangan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 samapi 10 minggu setelah pemajangan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk
dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral
dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi
nekrotik, membentuk massa seperti keju, massa itu dapat mengalami kalsifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit
aktif.
Setelah pemajangan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respon yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivitas bakteri dorman. Dalam kasus ini,
tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri
kemudian menjadi tersebar diudara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh.
Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia
lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selnjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke
bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses
mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan,
hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10 %
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
D. Gejala-gejala Tuberculosis
Pada stadium dini penyakit tuberculosis tidak menunjukan adanya tanda dan gejala yang
khas. Biasanya keluhan muncul dapat berupa :
a. Gejala utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.
a). Gejala lain yang sering dijumpai :
 Dahak bercampur dahak
 Batuk darah
 Sesak napas dan rasa nyeri dada.
 Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari
sebulan.
Sedangkan pada anak gejala umumnya dapat berupa :
 Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
 Nafsu makan tidak ada dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan
adekuat.
 Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan typus, malaria atau
infeksi saluran napas akut ), dapat disertai keringat malam.
 Pembesaran kelenjar limfe superficial yang tidak sakit, biasanya multiple, paling
sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
 Gejala-gejala dari saluran napas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan didada dan nyeri dada.
 Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen dan tanda-tanda cairan
dalam abdomen.
Gejala-gejala di atas dapat pula ditemukan pada penyakit paru lainnya. Oleh karena
itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut di atas dianggap sebagai suspek
tuberculosis atau tersangka penderita tuberculosis, dan perlu dilakukan pemeriksaa
dahak secara mikroskopik langsung.
E. Cara penularan atau Rantai penularan
Sumber penularan adalah penderita tuberculosis paru BTA positif, yang dapat
menularkan kepada orang yang berada disekelilingnya, terutama dengan kontak erat.
Individu yang berisiko tinggi untuk tertular tuberkulosis adalah :
• Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
• Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV)
• Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
• Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat ( tunawisma, tahanan, etnik
dan ras minoritas, terutama, anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda
antara yang berusia 15 sampai 44 tahun.
• Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya ( misalnya
diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau
yeyunoileal).
• Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi. Setiap individu yang tinggal di
institusi
• Individu yang tinggal di daerah perumahan substandart kumuh
• Petugas kesehatan.
Pada waktu bersin atau batuk, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan darah). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan hidup di
udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi jika droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah kuman TB masuk kedalam
tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya, melalui sistim peredaran darah, saluran limfe, saluran napas,
atau penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya. Daya penularan seseorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajad positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif, maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
F. Diagnosis
Tes Mantoux yang hanya menyebabkan terjadinya sedikit reaksi atau bahkan tanpa reaksi
sama sekali biasanya berarti bahwa anda tidak terinfeksi bakteri TB. Tapi pada beberapa
kasus, meskipun hasil tes menunjukkan hasil negatif infeksi TB tetap terjadi. Alasan
terjadinya hasil negatif yang salah ini adalah:
Infeksi TB yang baru terjadi. Perlu waktu beberapa minggu setelah anda terinfeksi agar
tubuh anda dapat memberikan reaksi pada tes di kulit. Bila dokter anda mencurigai tes
yang anda jalanit erlalu cepat dilakukan, anda mungkin berlu melakukan tes ulang dalam
waktu beberapa bulan. Sistem imunitas yang lemah. Bila sistem imun anda telah
dilemahkan karena penyakit seperti HIV atau oleh kortikosteroid atau obat-obatan
kemoterapi, anda mungkin tidak akan memberikan respons pada tes Mantoux, meskipun
anda telah terinfeksi TB. Melakukan diagnosis TB pada orang-orang yang HIV positif
akan lebih kompleks laki karena banyak gejala AIDS yang mirip dengan gejala TB.
Vaksinasi menggunakan virus hidup. Vaksin yang mengandung virus hidup seperti
vaksin campak atau vaksin cacar air, dapat mempengaruhi tes TB pada kulit. Untuk
alasan itulah, anda tidak boleh menjalani tes TB selama empat sampai enam minggu
setelah mendapatkan vaksin dengan virus hidup. Penyakit TB yang parah. Bila tubuh
anda sudah dipenuhi oleh bakteri TB, tubuh anda mungkin tidak akan dapat memberikan
perlindungan yang cukup untuk memberikan respons terhadap tes TB pada kulit. Tes
yang tidak dilakukan dengan benar. Kadang-kadang PPD Tuberculin disuntikkan terlalu
dalam di bawah kulit. Pada kasus seperti ini, reaksi yang terjadi mungkin tidak kelihatan.
Pastikan tes yang anda jalani dilakukan oleh seseorang yang memiliki keahlian dalam
melakukan tes TB.
Diagnosis TB Pada penderita HIV/AIDS : melakukan diagnosis pada pendirta HIV
positif dapat menjadi sesuatu yang menantang, sebagian karena tanda-tanda dan gejala
HIV/AIDS seringkali mirip dengan tanda dan gejala TB. Lebih jauh lagi, penderita HIV
mungkin tidak akan bereaksi pada tes kulit standar, dan foto rontgen, tes dahak dan tes-
tes lain mungkin akan gagal menunjukkan tanda-tanda terjadinya inefksi TB pada fase
awal.
G. Komplikasi
TB paru dapat menyebabkan terjadinya kerusakan permanen pada paru bila tidak
mendaptkan diagnosis dan perawatan secara dini. Penyakit aktif yang tidak diobati juga
akan menyebabkan terjadinya penyebaran ke bagian tubuh yang lain dimana bakteri TB
akan menyebabkan terjadinya komplikasi yang serius dan mematikan. TB yang
menginfeksi tulang, contohnya, dapat menyebabkan terjadinya rasa sakit yagn amat
sangat, bisul bernanah dan kerusakan pada sendi. TB meningeal, yang menginfeksi otak
dan sistem syaraf pusat, dan TB miliary, yang terjadi bila bakteri TB telah tersebar ke
seluruh tubh, adalah jenis-jenis TB yang paling berbahaya. Anak-anak sangat rentan
terhadap TB meningeal dan TB milary, yang membuat ditegakkannya diagnosis secara
dini pada bayi dan anak-anak sangat penting untuk dialkukan. Komplikasi yagn paling
serius, adalah bangkitnya bakteri TB setelah diobatin dan terjadinya jenis bakteri yang
kebal terhadap obat-obatan.
H. Tipe penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe yaitu:
a). Kasus baru, adalah penderita yang belum pernah diobati dengan obat anti
Tuberculosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b). Kambuh, penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan
telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
c). Pindahan (transfer in), adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan disuatu
kabupaten lain lalu pindah berobat ke kabupaten ini.
d). Setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out), adalah penderita yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat umumnya penderita kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
e). Gagal, adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan kelima atau penderita dengan hasil BTA negatif rongent
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
f). Kasus kronik, adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2.
I. Pengobatan TB Paru
a. Tujuan pengobatan
a) Menyembuhkan penderita
b) Mencegah kematian
c) Mencegah kekambuhan
d) Menurunkan tingkat penularan
b. Jenis dan dosis obat
a) Isoniasid (INH)
b) Rifampisin
c) Pirazinamid
d) Streptomisin
e) Etambutol
c. Prinsip pengobatan
Pada strategi DOTS, obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari berbagai jenis,
dalam jumlah yang cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan, supaya semua
kuman (termasuk persiten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap
lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada perut kosong. Apabila panduan
obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan),
kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten).Untuk menjamin
kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas minum obat
(PMO).
Pengobatan TBC diberikan dalam dua tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.
1) Tahap intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua obat, terutama
rifampicin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurung waktu dua
minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) pada akhir pengobatan intensif.
2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjut penting untuk membunuh kuman
persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Program
nasional penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan panduan Obat anti
Tuberculosis (OAT) sesuai standar yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu:
a. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Obat ini dibentuk untuk:
a) Penderita baru TB paru BTA positif
b) Penderita paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat
c) Penderita ekstra paru berat
b. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Obat ini diberikan untuk:
a) Penderita kambuh (relaps)
b) Penderita gagal (failure)
c) Penderita dengan pengobatan lalai (after default)
c. Kategori III (2HRZ/4H3R3)
Obat ini diberikan pada:
a) Penderita baru BTA negatif Rontgen positif sakit ringan
b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu kelenjar limfe (limfadenitis), Pleuritis
eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi
dan kelenjar adrenal.
J. Perawatan dan pencegahan penyakit TB
a. Berikan posisi semi fowler, bantu/ajarkan batuk yang efektif dan latihan napas dal
b. Mengganti pakaian bila basah kena keringat malam dan Menyediakan kamar
tersendiri
c. Minum obat secara teratur sesuai petunjuk
d. Menutup mulut dan hidung pada saat batuk dan bersin
e. Menyediakan tempat dahak yang baik dan dalam keadaan tertutup buat pasien
f. Membersihkan tempat dahak dengan air mendidih/dibersihkan dengan air sabun
g. Berbicara jangan berhadapan langsung dengan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2000

Price & Wilson Patofisiologi ; Konsep Klinis Penyakit-Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 1995

Fakultas Kesehatan Masyarakat, (2007). Modul Pembelajaran Penyakit Tuberculosis Paru Oleh
Perawat, Universitas Hasanuddin.

Syaifoellah Noer, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Cetakan ke 7, Penerbit Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2004

You might also like