You are on page 1of 9

Pelaksanaan Penegakan Hukum dan Demokrasi di Era Presiden Jokowi

Tugas 2 Pendidikan kewarganegaraan


Nama. : Janter Prasiwi
NIM : 041219594
Jurusan : S1/ Ilmu Administrasi Bisnis.
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang menggunakan sistem pemerintahan demokratis,


yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Prinsip demokratis tersebut
tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI tahun 1945 yang menentukan bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Untuk menjamin
agar sistem demokrasi berjalan tertib, maka negara Indonesia didasarkan kepada hukum.
Pasal 1 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 menegaskannya dengan istilah bahwa Indonesia
adalah “negara berdasarkan atas hukum”. Penegasan konstitusi tersebut memperkuat konsepsi
bahwa negara Indonesia bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
Demokrasi dan penegakan hukum ibarat dua sisi dari sekeping mata uang yang tidak
boleh dipisahkan. Sebab, ketiadaan salah satu dari keduanya dapat menyebabkan situasi
ekstrem yang membuat kehidupan bernegara menjadi bukan hanya tidak sehat, tetapi sangat
membahayakan.
Demokrasi dalam arti kebebasan yang tanpa batas, dapat melahirkan situasi ekstrem
berupa anarki. Sebaliknya, hukum yang tidak memberikan kesempatan kepada warga negara
untuk berdaya sesungguhnya adalah tirani. Karena itu, demokrasi harus didisain seimbang
dengan penegakan hukum, sehingga kebebasan individu dapat berjalan secara tertib dan tidak
kontradiktif antara satu dengan yang lain.
KAJIAN PUSTAKA

Modul Pendidikan Kewarganegaraan MKDU 411,zainul Ittihad Amin – Demokrasi di


Indonesia.
www.kompasiana.com - Penegakan hukum demokratisasi menuju NKRI yang bermartabat.
www.kompasiana.com – era jokowi dan pemalakan demokrasi.
perpustakaan.bappenas.go.id – Demokrasi Dan Penegakan Hukum.
PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi dan sari pati dari
demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara
Republik Indonesia tahun 1945, secara jelas menempatkan kedaulatan rakyat pada pasal 1
ayat 2, menegaskan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar” dan diterjemahkan dalam bentuk Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal
22E ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa “pemilihan umum diselenggarakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sekali dalam lima tahun”.
Demokrasi yang sesungguhnya bisa terwujud apabila tersedia dua prasyarat dasar,
yaitu: Pertama, kemauan dan kesediaan untuk menghormati hak-hak asasi manusia,
khususnya pada pemimpin-pemimpin rakyat dan pemerintahan. Pemerintahan dalam sistem
demokrasi harus terbatas kekuasaannya, sehingga tidak ada tindakan sewenang-wenang
terhadap warga negara. Bahkan mereka berkewajiban untuk memberikan jaminan kepada
setiap warga negara untuk tidak hanya mendapatkan kehidupan yang aman, tetapi juga layak
bagi kemanusiaan.
Kedua, suatu struktur pemerintah yang tidak monolitik. Pemerintah memiliki
kewajiban untuk bertanggung jawab kepada sebuah Dewan yang otonom yang mewakili
rakyat. Selain itu, harus terdapat aparat pengadilan yang juga harus otonom, yang putusan-
putusannya tidak dipengaruhi oleh kekuasaan eksekutif maupun legislatif. Dalam konteks
inilah, gagasan trias politica muncul untuk menciptakan penyelenggaraan negara yang
terdapat kontrol efektif untuk menghindarkannya dari penyelewengan kekuasaan karena
terkonsentrasi pada satu titik.
Penegakan hukum sangat diperlukan untuk menjadikan demokrasi menjadi sistem
politik yang produktif bagi perbaikan. Harus diakui bahwa demokrasi bukan sistem politik
yang sempurna. Demokrasi juga mengandung berbagai cacat bawaan yang salah satu cara
mengatasinya adalah menegakkan supresimasi hukum. Jika kebebasan yang luas kepada
setiap warga negara berpotensi melahirkan anarki, maka kekuasaan yang besar bagi para
penyelenggara negara, karena legitimasi yang sangat kuat dari rakyat yang memilih mereka
secara langsung berpotensi melahirkan penyelewengan kekuasaan. Secara faktual itu telah
terjadi dalam berbagai bentuk praktik korupsi, bahkan di antaranya dilakukan secara kolektif
(berjama’ah).
Pada pelaksanaan Pemilu tanggal 17 April 2019 lalu adalah sebagai terjemahan dari
prinsip kedaulatan rakyat, memperlihatkan beberapa persoalan tentang demokrasi-Pemilu.
Dari sekian persoalan Pemilu yang muncul dan berdampak pada penurunan kualitas
demokrasi di Indonesia adalah netralitas aparatur penegak hukum dan berakibat pada model
penyelesaian setiap persoalan perbedaan pendapat warga negara dilakukan dengan cara anti
demokrasi. Sikap kritis warga negara terhadap penyelenggaraan negara/pemerintah,
cenderung diselesaikan melalui mekanisme hukum, bukan dengan model yang disediakan
dalam sistem politik demokrasi, yaitu; mendialogkan dengan cara adu dan uji pendapat
tersebut.
Era Presiden Jokowi ada kecendrungan terjadi pemalakan demokrasi dimana
pembatasan hak-hak politik warga negara secara paksa oleh penguasa dan kelompoknya.
Presiden Jokowi dan kelompok pendukungnya, menjadikan hukum sebagai alat politik
kekuasaan dan mengabaikan prinsip demokrasi yang menempatkan kedaulatan ada di tangan
rakyat dengan ciri bahwa semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum atau disebut
dengan egalitarianisme hukum. Sekarang, mengkritisi pemerintah akan diposisikan sebagai
penyebar hoaks atau kebohongan dan tuduhan memfitnah pemerintah. Meskipun kritikan
tersebut berbasis data, pendukung kekuasan tetap menuduh pengkritik sebagai penyebar
hoaks. Menghadapi para pengkritik Presiden Jokowi, pendukungnya lebih memilih
penggunaan instrumen hukum, dengan dalil menyebarkan hoaks. Disinilah awal masalahnya,
kritikan warga negara (oposisi) direspon dengan tuduhan menyebarkan hoaks dan fitnah oleh
kubu pro kekuasaan. Pro & kontra semacam ini tidak diselesaikan secara demokratis,
melainkan dengan cara pembukaman kebebasan berpendapat warga negara melalui
penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Penggunaan UU
ITE, menjadi trand politik era Kepemimpinan Jokowi dan dijadikan sebagai alat legal
melakukan tindakan pemalakan demokrasi dengan mempraktekan “bahwa tidak semua orang
sama dihadapan hukum”. Praktek penggunaan hukum sebagai alat politik untuk membukam
kebebasan berpendapat warga negara yang bersuara kritis terhadap pemerintah Jokowi tidak
sesuai dengan semangat demokrasi yang tertuang di dalam UUD 1945 pasal 28
“....mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan..”
Dalam sektor penegakan hukum di era Jokowi disebut masih tertatih, Potret
ketidakadilan hukum masih sering dipertontonkan oleh aparatur penegak hukum, apabila
peristiwa tersebut berhubungan dengan urusan kekuasaan-politik. Keadilan hukum yang
berhubungan dengan kebebasan berpendapat, dirasakan oleh mereka yang menjadi bagian
dari pendukung kekuasaan dan belum dinikmati oleh warga yang kritis terhadap pemerintah.
Perbedaan perlakuan hukum adalah pengingkaran terhadap tata nilai demokrasi yang bersifat
equality (persamaan), dimana hak setiap warga negara sama dihadapan hukum, yang dijamin
oleh UUD 1945. Penegakan hukum di era Presiden Jokowi menjadi alat politik kekuasaan.
Amanat konstitusi atau UUD tentang perlakuan yang sama dihadapan hukum, sebagai
prinsip negara-negara yang mengaanut sistem demokrasi diabaikan dan lalai dilaksanakan
oleh penguasa.
Praktek penegakan hukum yang didasari pada posisi dukungan politik pada Pemilu
Pilpres 2019 adalah bentuk penggunaan hukum sebagai alat politik kekuasaan sebagai
pemalakan demokrasi pada era Presiden Jokowi. Korban-korban dari pemalakan demokrasi
adalah mereka yang teridentifikasi sebagai pendukung Prabowo-Sandiaga Uno. Sementara
mereka yang teridentifikasi sebagai pendukung Jokowi belum tersentuh secara hukum,
meskipun melakukan tindakan yang sama dan diduga melanggar hukum.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mengujudkan sistem demokrasi yang baik maka perlu dituangkan di dalam
kaidah hukum dalam suatu sistem pemerintahan. Demikian juga dengan lembaga-lembaga
negara yang ada. Karena, secara umum prinsip demokrasi itu mempunyai empat pilar utama
yang mempunyai peran signifikan, seperti lembaga legislatif atau parlemen sebagai tempat
wakil rakyat, lembaga eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan negara, lembaga
yudikatif sebagai tempat memberi putusan hukum dan keadilan dalam pelaksanaan UU serta
pers sebagai alat kontrol masyarakat. Semua lembaga di atas sangat menentukan sekali bagi
proses tegaknya demokrasi. Untuk itu dengan tetap berpegang pada pilar-pilar demokrasi dan
konsep-konsep demokrasi hukum serta politik pada umumnya, diharapkan akan terwujud
penyelenggara negara yang bersih dan baik. Karena apa pun alasannya, demokrasi tanpa
diwadahi dengan hukum yang responsif maka segala bentuk kekacauan dan kecurangan akan
selalu datang dan seolah tidak mau pergi menghinggapi masyarakat.
Setidaknya yang harus dikedepankan dalam suatu negara demokrasi adalah adanya
persamaan di depan hukum, yang berarti negara demokrasi hendaknya mencerminkan
ketaatan akan hukum yang ada. Untuk itu Rule of Law harus dijalankan oleh seluruh warga
negara tanpa membedakan latar belakang. Jika hukum dapat dijalankan sesuai dengan kaidah
yang benar maka akan tercipta suatu tatanan demokrasi yang baik. Dan kita akan terhindar
dari kekacauan yang cenderung mengabaikan HAM.
Sekali lagi demokrasi saja tanpa hukum akan melahirkan sikap anarkhis dan chaos.
Dan, hukum saja tanpa demokrasi akan membuat bangsa ini kembali ke pangkuan
kediktatoran. Karena, hukum bisa dibuat dan dimanipulasi hanya sekedar sebagai alat untuk
memberikan legitimasi bagi kekuasaan. Untuk itu, jika ingin mengembangkan demokrasi
haruslah dengan cara yang demokratis pula. Intinya, kesediaan berbeda pendapat, kesediaan
mendengar haruslah diiringi dengan ketentuan hukum yang ada.
B. Saran
Perlu ditumbuhkan kesadaran moral para elite pemerintah di negeri ini untuk
membawa muatan kepentingan memperjuangkan amanat rakyat. Dengan motto bahwa sekali
amanat rakyat yang diemban itu dikhianati dan dijadikan barang komoditas maka saat itu
juga kekuasaan telah kehilangan keabsahan. Perlu dicamkan bahwa demokrasi akan menjadi
prasyarat yang utama bagi pembangunan yang dilaksanakan. Dan, nantinya akan memberikan
berkah pada rakyatnya. Pemerintah dengan segala sumber daya yang dimilikinya tidak akan
dapat tegak tanpa adanya dukungan yang memadai dari rakyat.
Perlu kita membangun demokrasi dengan struktur sosial politik yang baik serta
membangun mental dan budaya yang penuh damai. Jika hal ini dapat diwujudkan sudah
barang tentu perundangan yang ada memungkinkan dijalankan sesuai dengan kedudukan dan
fungsinya sebagai pengikat dan pemberi sanksi. Berkenaan dengan itu maka keberadaan
legitimasi kekuasaan yang otoriter jelas tidak dapat dijalankan di dalam suatu negara hukum.
Dan, legitimasi pada keteraturan dalam konteks negara hukum akan memberikan kedaulatan
pada rakyat dengan sebesar-sebesarnya.
Mahasiswa dan Pelajar harus menjadi kelompok yang bisa memberikan teladan dalam
konteks kompetisi secara demokratis dengan cara berpegang teguh kepada aturan main yang
ada. Jangan sampai kompetisi demokrasi yang dilakukan oleh masyarakat terdidik
melahirkan ironi, karena termanifestasi dalam bentuk-bentuk yang tidak lebih dari konflik-
konflik belaka yang tidak memiliki nilai produktif. Setiap kompetisi dan bahkan konflik
haruslah dilandasi semangat untuk menghasilkan perbaikan, baik dalam level sempit
lingkungan kampus, maupun terutama untuk level yang lebih luas, yakni negara. Dengan
demikian, mahasiswa akan terus menjadi agen kontrol sosial yang selalu diperhitungkan.
DAFTAR PUSTAKA

Modul Pendidikan Kewarganegaraan MKDU 411,zainul Ittihad Amin.


https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/amfatwa/
penegakan-hukum-demokratisasi-menuju-nkri-yang-
bermartabat_55122fc3a33311f556ba7f33?
amp_js_v=a2&amp_gsa=1&usqp=mq331AQCKAE
%3D#aoh=15726616736899&csi=1&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fwww.kompasiana.com%2Famfatwa%2Fpenegakan-hukum-demokratisasi-menuju-nkri-
yang-bermartabat_55122fc3a33311f556ba7f33
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10139/Demokrasi%20Dan
%20Penegakan%20Hukum.htm
https://www.kompasiana.com/pundunence/5c57213f12ae947b6e68b604/era-jokowi-dan-
pemalakan-demokrasi?page=3

You might also like