You are on page 1of 67

Oleh : NOER HADIANTO

NIP : 198508232022211014
NDH : 20
Unit Kerja : SMAN 1 SAGULING
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan ridhonya
sehingga Jurnal Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 dapat
disusun. Penyusunan Jurnal Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
tahun 2023 ini adalah bertujuan untuk memberikan tugas dan fungsi ASN serta memberikan
pengenalan nilai dan etika pada instansi pemerintah. Jurnal ini tidak hanya memberikan
pengenalan nilai dan etika, tetapi juga memberikan informasi keberhasilan peserta Orientasi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam menyerap materi-materi yang ada di
setiap modul.
Tanpa menyebutkan satu persatu dan dengan rasa hormat yang sedalam- dalamnya saya
ucapkan terima kasih kepada seluruh panitia penyelenggara, dalam hal ini adalah Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Barat dan seluruh pihak yang
telah membantu menyusun pelaksanaan Jurnal Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) tahun 2023.
Kami menyadari bahwa jurnal ini jauh dari sempurna, untuk itu kami memohon masukan,
koreksi dan saran untuk kesempurnaan jurnal ini dan keberlanjutan untuk penyusunan jurnal
pada gelombang berikutnya. Kami berharap apa yang terangkum dalam Jurnal Orientasi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penyusun
A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara
Nomor 289/K.1/PDP.07/2022 tentang Pedoman Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja wajib menjalani masa percobaan yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi
untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat
profesionalisme serta kompetensi bidang.

B. Tujuan
Tujuan dari orientasi PPPK diantaranya adalah:
1. Memberikan pengenalan tugas dan fungsi ASN
2. Memberikan pengenalan nilai dan etika pada instansi pemerintah.

C. Materi Kegiatan Orientasi PPPK


1. Materi Kebijakan
a.Sambutan Kepala LAN RI
b. Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN
c.Manajemen Penyelenggaraan PPPK
2. Agenda 1 Sikap Perilaku Bela Negara
a.Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara
b. Analisis Isu kontemporer
c.Kesiapsiagaan Bela Negara
3. Agenda 2 Nilai-nilai Dasar ASN
a. Berorientasi Pelayanan
b. Akuntabel
c. Kompeten
d. Harmonis
e. Loyal
f. Adaptif
g. Kolaboratif
4. Agenda 3 Kedudukan dan Peran PNS dalam NKRI
a. SMART ASN
b. Manajemen ASN

D. Penutup
Orientasi PPPK ini merupakan Salah satu upaya yang dilakukan untuk pengembangan
kompetensi bagi ASN sesuai tuntutan tugas jabatan dengan memaksimalkan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi serta terintegrasi secara nasional, karena pada dasarnya
Aparatur Sipil Negara merupakan unsur utama yang memiliki peran strategis dalam
menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di Indonesia.

E. Lampiran

Pada bagian ini berisi tentang resume materi dari MOOC mulai dari Agenda 1 hingga
Agenda 3 yang dihimpun dalam Jurnal Kegiatan MOOC Orientasi Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja.
I. Materi Kebijakan

A. Sambutan Kepala LAN (Deskripsi: Sambutan Kepala Lembaga Administrasi


Negara Dr. Adi Suryanto, M.Si)
Menyongsong era baru Indonesia emas 2045 sebuah harapan besar agar Indonesia
bisa berada di jajaran terdepan dengan negara negara maju lainnya kita harus cepat
beradaptasi dengan perkembangan zaman seperti revolusi Industri 4.0 dan tantangan
global lainnya. Harapannya agar bisa kita raih dengan cara mempersiapkan SDM aparatur
ASN yang kompeten dan professional. Latsar menjadi pondasi penting untuk
mewujudkan Smart ASN agar mampu menghadapi tantangan dunia. Latsar ini tidak
hanya terbatas pada interaksi fisik namun bisa belajar dengan variasi materi pembelajaran
yang telah tersedia di MOOC (Massive Open Online Course)

B. Penjelasan Kebijakan Bangkom ASN (Deskripsi: Kebijakan Pengembangan


Kompetensi ASN oleh Dr. Muhammad Taufiq, DEA., Deputi Kebijakan
Pengembangan Kompetensi ASN LAN RI)
ASN adalah sebuah kebanggan bagi kita, ada beberapa hal yang harus di kuasai
oleh ASN yaitu penguasaan core value, employer yang dikenal dengan singkatan
BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif,
Kolaboratif) dan penguasaan literasi digital (smart ASN)
Penjelasan Manajemen Penyelenggaraan PPPK (Deskripsi: Manajemen
Penyelenggaraan PPPK oleh Erna Irawati, S.Sos, M.Pol., Adm. Kepala Pusat Pembinaan
Program dan Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN LAN RI)

Orientasi bagi PPPK bertujuan agar kita belajar secara mandiri melalui MOOC,
yang nantinya ada evaluasi untuk meyakinkan bahwa semua materi sudah dipahami.
Pembelajaran dibagi tiga bagian yakni : 1. Tentang sikap prilaku bela negara, 2 Nilai nilai
core value di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi acuan di dalam bekerja,
3 Kedudukan di dalam penyelenggaraan pemerintahan
II. Agenda I
1. Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),
diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kepentingan bangsa dan Negara harus
ditempatkan di atas kepentingan lainnya. Agar kepentingan bangsa dan Negara dapat
selalu ditempatkan di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit,
melalui:

1. Memantapkan wawasan kebangsaan. Pengetahuan tentang wawasan kebangsaan


telah diperoleh para peserta Pelatihan di bangku pendidikan formal mulai dari
pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Namun, wawasan perlu
untuk dimantapkan sebagai bekal dalam mengawali pengabdian kepada Negara
dan bangsa.
2. Menumbuhkembangkan kesadaran bela Negara. Kesadaran bela Negara perlu
ditumbuhkembangkan sebagai hak dan sekaligus kewajiban setiap warga Negara.
Sebagai warga Negara terpilih, CPNS diharapkan mampu mengaktualisasikan
niali dasar bela Negara dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengimplementaskani Sistem Administrasi NKRI. System Adminitrasi NKRI
merupakan salah satu satu system nasional guna mencapai kepentingan dan tujuan
nasional. CPNS sebagai calon pengawak sistem tersebut diharapkan mampu
mengimplementasikan wawasan kebangsaan yang mantap dan
mengaktualisasikan kesadaran bela Negara dalam kerangka Sistem Adminitrasi
NKRI.

Sejarah pergerakan kebangsan perlu secara lengkap disampaikan kepada peserta


Latsar CPNS meskipun pada pendidikan formal sebelumnya sudah mereka peroleh,
namun pemahaman yang dibutuhkan adalah untuk menjadi dasar pemahaman tentang
wawasan kebangsaan secara lebih komprehensif. Fakta-fakta sejarah dapat dijadikan
pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia terbangun dari serangkaian proses panjang
yang didasarkan pada kesepakatan dan pengakuan terhadap keberagaman dan bukan
keseragaman serta mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Wawasan Kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang


dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan
lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Wawasan Kebangsaan
adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan
bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap
sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi
bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.

Ada 4 empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara yaitu: Pancasila, Undang
Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu, kebangsaan Indonesia


merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol
kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bendera, bahasa, dan lambang negara,
serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaanyang berakar pada
sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam
mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bendera Negara
Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di
dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan
eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan
negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan
warga negara Indonesia. Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
Indonesia menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang
beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa
Indonesia bahkan cenderung berkembang menjadi bahasa perhubungan luas.
Penggunaannya oleh bangsa lain yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu
menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia untuk merebut dan mempertahankan


kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan segenap komponen bangsa yang
dilandasi oleh semangat untuk membela Negara dari penjajahan. Perjuangan tersebut
tidak selalu dengan mengangkat senjata, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Nilai dasar Bela Negara kemudian diwariskan
kepada para generasi penerus guna menjaga eksistensi RI. Sebagai aparatur Negara, ASN
memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan dalam pengabdian sehari hari. Bela
Negara dilaksanakan atas dasar kesadaran warga Negara serta keyakinan pada kekuatan
sendiri yang ditumbuhkembangkan melalui usaha Bela Negara. Usaha Bela Negara
diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara
wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau
secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi. Usaha BelaNegara bertujuan untuk
memelihara jiwa nasionalisme Warga Negara dalam upaya pemenuhan hak dan
kewajibannya terhadap Bela Negara yang diwujudkan dengan Pembinaan Kesadaran
Bela Negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional.

Berdasarkan Penjelasan Umum UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara (UU ASN), dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum
dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan
ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu
menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.

Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai ASN


diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan
tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan
pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan Pegawai
ASN. Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi
umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan
ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu
dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political development) serta
melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang
diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.Berdasarkan
Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan


pada tanggal 18 Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam
arti sebagai dasar ideologi maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas
dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Artinya, setiap materi muatan
kebijakan negara, termasuk UUD 1945, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.

Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari
penjabaran lima norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-norma
dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang
memberi kerangka dasar hukum sistem penyelengagaran negara pada umumnya, atau
khususnya sistem penyelenggaraan negara yang mencakup aspek kelembagaan, aspek
ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusianya.Konstitusi atau UUD, yang bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD 1945 hasil Amandemen I, II, III dan
IV terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis dan sumber
hukum tertinggi dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
Atas dasar itu, penyelenggaraan negara harus dilakukan untuk disesuaikan dengan arah
dan kebijakan penyelenggaraan negara yang berlandaskan Pancasila dan konstitusi
negara, yaitu UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD
1945, merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi,
kandungan cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
dan oleh karena itu tidak akan berubah atau dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum
bagi Batang-tubuh UUD 1945 maupun bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia apapun yang akan atau mungkin dibuat. Normanorma dasar yang merupakan
cita-cita luhur bagi Republik Indonesia dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara
tersebut dapat ditelusur pada Pembukaan UUD 1945 tersebut yang terdiri dari empat (4)
alinea. Dari sudut hukum, batang tubuh UUD 1945 merupakan tataran pertama dan utama
dari penjabaran 5 (lima) norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-
norma dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum
yang memberi kerangka dasar hukum sistem administrasi negara Republik Indonesia
pada umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang
mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya
manusianya.

2. Analisis Isu Kontemporer

Kontemporer yang dimaksud disini adalah sesuatu hal yang modern, yang eksis
dan terjadi dan masih berlangsung sampai sekarang, atau segala hal yang berkaitan
dengan saat ini.

Konsep Perubahan

Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari danmenjadi bagian dari
perjalanan peradaban manusia. Sebelum membahas mengenai perubahan lingkungan
strategis, sebaiknya perlu diawali dengan memahami apa itu perubahan, dan bagaimana
konsep perubahan dimaksud. Untuk itu, mari renungkan pernyataan berikut ini
…“perubahan itu mutlak dan kita akan jauh tertinggal jika tidak segera menyadari dan
berperan serta dalam perubahan tersebut”.

Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis

 Modal Intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan peluang dan
mengelola perubahan organisasi melalui pengembangan SDMnya. Hal ini didasari bahwa
pada dasarnya manusia memiliki sifat dasar curiosity, proaktif dan inovatif yang dapat
dikembangkan untuk mengelola setiap perubahan lingkungan strategis yang cepat berubah.
Penerapannya dalam dunia birokrasi/pemerintahan adalah, hanya pegawai yang memiliki
pengetahuan yang luas dan terus menambah pengetahuannya yang dapat beradaptasi dengan
kondisi perubahan lingkungan strategis.

 Modal Emosional

Kemampuan lainnya dalam menyikapi perubahan ditentukan oleh kecerdasan


emosional. Setiap PNS pasti bekerja dengan orang lain dan untuk orang lain. Kemampuan
mengelola emosi dengan baik akan menentukan kesuksesan PNS dalam melaksanakan tugas,
kemampuan dalam mengelola emosi tersebut disebut juga sebagai kecerdasan emosi.

 Modal Sosial

Modal sosial adalah jaringan kerjasama di antara warga masyarakat yang


memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi mereka. (rasa percaya, saling
pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan
kerja dan komunitas). Modal sosial ditujukan untuk menumbuhkan kembali jejaringan
kerjasama dan hubungan interpersonal yang mendukung kesuksesan, khususnya kesuksesan
sebagai PNS sebagai pelayan masyarakat, yang terdiri atas:

 Kesadaran Sosial (Social Awareness) yaitu Kemampuan berempati terhadap apa yang
sedang dirasakan oleh orang lain, memberikan pelayanan prima, mengembangkan
kemampuan orang lain, memahami keanekaragaman latar belakang sosial, agama dan
budaya dan memiliki kepekaan politik.
 Kemampuan sosial (Social Skill) yaitu, kemampuan mempengaruhi orang lain,
kemampuan berkomunikasi dengan baik, kemampuan mengelola konflik dalam
kelompok, kemampuan membangun tim kerja yang solid, dan kemampuan mengajak
orang lain berubah. Manfaat yang bisa dipetik dengan mengembangkan modal sosial
adalah terwujudnya kemampuan untuk membangun dan mempertahankan jaringan kerja,
sehingga terbangun hubungan kerja dan hubungan interpersonal yang lebih akrab.
 Modal ketabahan (adversity)
Konsep modal ketabahan berasal dari Paul G. Stoltz (1997). Ketabahan adalah
modal untuk sukses dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sebuah organisasi birokrasi. Berdasarkan perumpamaan pada para pendaki gunung, Stoltz
membedakan tiga tipe manusia: quitter, camper dan climber.
 Quitter yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah memilih untuk melarikan diri
dari masalah dan tidak mau menghadapi tantangan guna menaklukkan masalah. Orang
seperti ini akan sangat tidak efektif dalam menghadapi tugas kehidupan yang berisi
tantangan. Dia juga tidak efektif sebagai pekerja sebuah organisasi bila dia tidak kuat.
 Camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak sepenuh hati. Bila dia menghadapi sesuatu
tantangan dia berusaha untuk mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan.
Camper bukan tipe orang yang akan mengerahkan segala potensi yang dimilikinya untuk
menjawab tantangan yang dihadapinya.
 Climber yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam menyelesaikan masalah. Tipe
orang ini adalah pantang menyerah, sesulit apapun situasi yang dihadapinya. Climber
adalah pekerja yang produktif bagi organisasi tempat dia bekerja. Orang tipe ini memiliki
visi dan cita-cita yang jelas dalam kehidupannya. Kehidupan dijalaninya dengan sebuah
tata nilai yang mulia, bahwa berjalan harus sampai ke tujuan.

 Modal etika/moral
Kecerdasan moral sebagai kapasitas mental yang menentukan prinsip-prinsip
universal kemanusiaan harus diterapkan ke dalam tata-nilai, tujuan, dan tindakan kita atau
dengan kata lain adalah kemampuan membedakan benar dan salah. Ada empat komponen
modal moral/etika yakni:
 Integritas (integrity), yakni kemauan untuk mengintegrasikan nilai-nilai universal di
dalam berperilaku yang tidak bertentangan dengan kaidah perilaku etis yang universal.
 Bertanggung-jawab (responsibility) yakni orang-orang yang bertanggung-jawab atas
tindakannya dan memahami konsekuensi dari tindakannya sejalan dengan prinsip etik
yang universal.
 Penyayang (compassionate) adalah tipe orang yang tidak akan merugikan orang lain.
 Pemaaf (forgiveness) adalah sifat yang pemaaf. Orang yang memiliki kecerdasan moral
yang tinggi bukanlah tipe orang pendendam yang membalas perilaku yang tidak
menyenangkan dengan cara yang tidak menyenangkan pula

 Modal Kesehatan (kekuatan) Fisik/Jasmani


Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua modal insani
yang dibahas sebelumnya, Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak
muncul dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia agar
dia bisa bekerja dan berpikir secara produktif. Tolok ukur kesehatan adalah bebas dari
penyakit, dan tolok ukur kekuatan fisik adalah; tenaga (power), daya tahan (endurance),
kekuatan (muscle strength), kecepatan (speed), ketepatan (accuracy), kelincahan (agility),
koordinasi (coordination), dan keseimbangan (balance)

ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER


Saat ini konsep negara, bangsa dan nasionalisme dalam konteks Indonesia sedang
berhadapan dengan dilema antara globalisasi dan etnik nasionalisme yang harus disadari
sebagai perubahan lingkungan strategis. Termasuk di dalamnya terjadi pergeseran
pengertian tentang nasionalisme yang berorientasi kepada pasar atau ekonomi global.
Dengan menggunakana logika sederhana, “pada tahun 2020, diperkirakan jumlah penduduk
dunia akan mencapai 10 milyar dan akan terus bertambah, sementara sumber daya alam dan
tempat tinggal tetap, maka manusia di dunia akan semakin keras berebut untuk hidup, agar
mereka dapat terus melanjutkan hidup”. Pada perubahan ini perlu disadari bahwa globalisasi
dengan pasar bebasnya sebenarnya adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan bentuk dari
konsekuensi logis dari interaksi peradaban dan bangsa.
A. Korupsi
Korupsi dalam sejarah dunia sebagaimana yang dikemukakan oleh Hans G.
Guterbock, “Babylonia and Assyria” dalam Encyclopedia Brittanica bahwa dalam catatan
kuno telah diketemukan gambaran fenomena penyuapan para hakim dan perilaku korup
lainnya dari para pejabat pemerintah. Di Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Yunani dan
Romawi Kuno korupsi adalah masalah serius. Pada zaman kekaisaran Romawi Hammurabi
dari Babilonia yang naik tahta sekitar tahun 1200 SM telah memerintahkan seorang
Gubernur provinsi untuk menyelidiki perkara penyuapan. Shamash, seorang raja Assiria
(sekitar tahun 200 sebelum Masehi) bahkan tercatat pernah menjatuhkan pidana kepada
seorang hakim yang menerima uang suap

Sejarah korupsi di Indonesia

Penjelasan korupsi di Indonesia dibagi dalam dua fase, yaitu: fase pra kemerdekaan
(zaman kerajaan dan penjajahan) dan fase kemerdekaan (zaman orde lama, orde baru, dan
orde reformasi hingga saat ini) yang diuraikan sebagai berikut:
 Zaman kerajaan,

Dari beberapa catatan sejarah menggambarkan kehancuran kerajaan-kerajaan besar


di Indonesia disebabkan perilaku korup sebagian besar tokohnya. Pada zaman ini
kasus korupsi lebih banyak terkait aspek politik/ kekuasaan dan usaha-usaha
memperkaya diri sendiri dan kerabat kaum bangsawan sehingga menjadi pemicu
perpecahan.

 Zaman penjajahan
Pada zaman penjajahan, praktek korupsi masuk dan meluas ke dalam sistem budaya,
sosial, ekonomi, dan politik. Budaya korupsi yang berkembang dikalangan tokoh-
tokoh lokal yang diciptakan sebagai budak politik untuk kepentingan penjajah.
Reprsentasi Budak-Budak Politik tersebut dimanisfetasikan dalam struktur
pemerintahan adiministratif daerah, misal demang (lurah), tumenggung (setingkat
kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang nota bene merupakan
orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi kepentingan di
daerah teritorial tertentu. Pemerintahan kolonial memberikan tugas untuk menarik
upeti atau pajak dari rakyat dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat, hasilnya
diserahkan kepada pemerintah penjajah. Pada pelaksanaannya, sebagian besar
digelapkan untuk memperkaya diri dengan berbagai motif.
 Zaman modern
Berdasarkan uraian munculnya budaya korupsi sejak zaman kerajaan hingga zaan
penjajahan, maka di zaman modern seperti sekarang ini kita perlu menyadari bahwa
korupsi merupakan jenis kejahatan yang terwariskan hingga saat ini dari perjalanan
panjang sejarah kelam bangsa Indonesia, bahkan telah beranak pinak lintas generasi.
Penanganan kejahatan korupsi secara komprehensif sangat diperlukan sehingga
mampu mengubah cara berpikir dan bertindak menjadi lebih baik. Penanganan
terhadap korupsi di Indonesia yang pernah tercatat dilakukan sejak periode pasca
kemerdekaan (masa orde lama), masa orde baru, dan masa reformasi hingga saat ini.
B. Memahami Korupsi
Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio”
(Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Kata
“corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda). Secara harfiah korupsi
mengandung arti: kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus Umum
Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai: “perbuatan
yang buruk seperti: penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai
penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain
C. Narkoba
Di kalangan masyarakat luas atau secara umum dikenal istilah Narkoba atau
Napza, dimana keduanya istilah tersebut mempunyai kandungan makna yang sama.
Kedua istilah tersebut sama-sama digunakan dalam dunia obat-obatan atau untuk
menyebutkan suatu hal yang bersifat adiktif, yaitu dapat mengakibatkan ketergantungan
(addiction) apabila disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dosis yang
dianjurkan oleh dokter. Narkoba adalah merupakan akronim Narkotika, Psikotropika,
dan Bahan Adiktif lainnya, sedangkan Napza adalah akronim dari Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Kedua istilah tersebut juga biasa disebut
narkotika an-sich, dimana dengan penyebutan atau penggunaan istilah ”narkotika”
sudah dianggap mewakili penggunaan istilah narkoba atau napza. Sebagai contoh
”penamaan” institusi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN)
di Indonesia menggunakan Istilah Badan Narkotika Nasional (BNN). Istilah yang
digunakan bukan ”Narkoba”, melainkan ”Narkotika”, padahal BNN tugasnya tidak
hanya yang terkait dengan Narkotika an-sich, tetapi juga yang berkaitan dengan
Psikotropika dan bahkan Prekursor Narkotika (Bahan Dasar Pembuatan Narkotika)

D. Terorisme dan Radikalisme


a. Terorisme
Di dunia ini terorisme bukan lah hal baru, namun selalu menjadi aktual.
Dimulai dengan terjadinya ledakan bom di gedung World Trade Center, New york 11
September 2001 dan sebuah pesawat menubruk pusat keamanan AS Pentagon beberapa
menitkemudian, aksi terorisme yang tak pelak menebar ketakutan di kalangan berbagai
pihak, baik dari pihak AS, maupun masyarakat internasional. Bom Bali tahun 2002
dengan jutaan korban tidak bersalah baik asing juga masayarakat domestik, hingga
ledakan bom bunuh diri di jalan Tamrin, Jakarta Indonesia tahun 2017. Serentetan ini
menjadikan tindak aksi terorisme sebagai extraordinary crime yang begitu meresahkan.
Banyak pihak berspekulasi dan menimbulkan kecurigaan antar masing – masing dan
berpotensi memecah belah sebuah negara dan mengancam kesejahteraan serta
keamanan yang memaksa pemerintah untuk turun tangan dalam mengatasinya. Untuk
itu, sebagai calon PNS diwajibkan memahami terorisme dan radikalisme secara lebih
dekat dan lebih dalam.
b. Radikal dan Radikalisme
Secara etimologis, kata radikal berasal dari radices yang berarti a concerted
attempt to change the status quo (David Jarry, 1991). Pengertian ini mengidentikan term
radikal dengan nuansa yang politis, yaitu kehendak untuk mengubah kekuasaan. Istilah
ini mengandung varian pengertian, bergantung pada perspektif keilmuan yang
menggunakannya. Dalam studi filsafat, istilah radikal berarti “berpikir secara mendalam
hingga ke akar persoalan”. Istilah radikal juga acap kali disinonimkan dengan istilah
fundamental, ekstrem, dan militan. Istilah ini berkonotasi ketidaksesuaian dengan
kelaziman yang berlaku. Istilah radikal ini juga seringkali diidentikkan dengan
kelompok-kelompok keagamaan yang memperjuangkan prinsip-prinsip keagamaan
secara mendasar dengan cara yang ketat, keras, tegas tanpa kompromi.
c. Money Laundring
Istilah “money laundering” dalam terjemahan bahasa Indonesia adalah
aktivitas pencucian uang. Terjemahan tersebut tidak bisa dipahami secara sederhana
(arti perkata) karena akan menimbulkan perbedaan cara pandang dengan arti yang
populer, bukan berarti uang tersebut dicuci karena kotor seperti sebagaimana layaknya
mencuci pakaian kotor. Oleh karena itu, perlu dijelaskan terlebih dahulu sejarah
munculnya money laundering dalam perspektif sebagai salah satu tindak kejahatan.
d. Proxy War
Dari serangkaian peristiwa yang terjadi pada bangsa Indonesia di masa lalu.
Dapat kita simpulkan bahwa perjuangan yang bersifat kelompok tidak akan membawa
suatu bangsa tersebut mencapai tujuannya. Kita harus menyatukan energi serta
keunggulan-keunggulan yang kita miliki untuk memperbesar bangsa Indonesia. Jika kita
terpecah-pecah maka kita tidak akan menjadi bangsa yang besar dan tidak akan
mencapai tujuan.Kemudian seiring waktu berjalan lahirlah Pancasila sebagai
fundamental bangsa Indonesia yang disusun menurut watak peradaban Indonesia yang
memiliki banyak suku bangsa, bahasa, adat istiadat, dan agama, maka dengan
merumuskan Peri Kebangsaan, Peri Kemanusian, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan
Peri Kesejahteraan Rakyat. Diharapkan Pancasila dapat menjadi suatu fondasi bangsa
Indonesia sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa yang dapat menyelaraskan
serta menyatukan segala macam perbedaan.
e. Kejahatan Mass Communication (Cyber Crime, Hate Speech, dan Hoax)
Kejahatan dalam komunikasi massa tidak hanya dilakukan oleh pengguna
media sosial, tetapi juga dapat terjadi dan dilakukan oleh institusi pers yang tidak
melakukan pemberitaan secara berimbang atau melanggar prinsip-prinsip jurnalisme.
Sebagai contoh, dalam pemberitaan kasus kriminal tertentu, media lebih memberikan
porsi besar pemberitaan pada profil korban atau pelaku dari sisi personal, latar belakang
atau kehidupan sosialnya, yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kasus yang
dimuat dalam berita. Pemberitaan seperti ini akan menimbulkan trauma bagi keluarga
atau kerabat serta teman dari korban atau pelaku yang sebetulnya tidak ada
hubungannya sama sekali. Sehingga mereka menjadi korban oleh media, dan sangat
mungkin menjadi korban “bully” dari pengguna media lainnya.
Perubahan adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari, menjadi
bagian yang selalu menyertai perjalanan peradaban manusia. Cara kita menyikapi
terhadap perubahan adalah hal yang menjadi faktor pembeda yang akan menentukan
seberapa dekat kita dengan perubahan tersebut, baik pada perubahan lingkungan
individu, keluarga (family), Masyarakat pada level lokal dan regional (Community/
Culture), Nasional (Society), dan Dunia (Global). Dengan memahami penjelasan
tersebut, maka yang perlu menjadi fokus perhatian adalah mulai membenahi diri dengan
segala kemampuan, kemudian mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki dengan
memperhatikan modal insani (manusia) yang merupakan suatu bentuk modal (modal
intelektual, emosional, sosial, ketabahan, etika/moral, dan modal kesehatan (kekuatan)
fisik/jasmani) yang tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan, kreativitas,
keterampilan, dan produktivitas kerja.
Perubahan lingkungan stratejik yang begitu cepat, massif, dan complicated
saat ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia dalam percaturan global untuk
meningatkan daya saing sekaligus mensejahterakan kehidupan bangsa. Pada perubahan
ini perlu disadari bahwa globalisasi baik dari sisi positif apalagi sisi negatif sebenarnya
adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan bentuk dari konsekuensi logis dari interaksi
peradaban antar bangsa.
Terdapat beberapa isu-isu strategis kontemporer yang telah menyita ruang
publik harus dipahami dan diwaspadai serta menunjukan sikap perlawanan terhadap isu-
isu tersebut. Isu-isu strategis kontemporer yang dimaksud yaitu: korupsi, narkoba,
terorisme dan radikalisasi, tindak pencucian uang (money laundring), dan proxy war
dan isu Mass Communication dalam bentuk Cyber Crime, Hate Speech, dan Hoax.
Strategi bersikap yang harus ditunjukan adalah dengan cara-cara objektif dan dapat
dipertanggungjawabkan serta terintegrasi/komprehensif. Oleh karena itu dibutuhkan
kemampuan berpikir kritis, analitis, dan objektif terhadap satu persoalan, sehingga dapat
merumuskan alternatif pemecahan masalah yang lebih baik dengan dasar analisa yang
matang.
3. Kesiapsiagaan Bela Negara
“Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki
oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi
kerjayang beragam yang dilakukan berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara
ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh
kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan UUD Tahun 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara”. Rumusan 5 Nilai Bela Negara :
1. Rasa Cinta Tanah Air;
Mencintai, menjaga dan melestarikan lingkungan hidup; menghargai dan
menggunakan karya anak bangsa; menggunakan produk dalam negeri;
Menjaga dan memahami seluruh ruang wilayah NKRI; Menjaga nama baik
bangsa dan negara; Mengenal wilayah tanah air tanpa rasa fanatisme
kedaerahan.
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara;
Disiplin dan bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan; menghargai
dan menghormati keanekaragaman suku, agama, ras dan antar golongan;
Bangga terhadap bangsa dan negara sendiri; Rukun dan berjiwa gotong
royong dalam masyarakat; Menjalankan hak dan kewajiban sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
3. Setia kepada Pancasila Sebagai Ideologi Negara;
Menjalankan kewajiban agama dan kepercayaan secara baik dan benar;
memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari
hari; meyakini Pancasila sebagai dasar negara serta menjalankan Pancasila
sebagai pemersatu bangsa dan negara; Menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-
nilai musyawarah mufakat; Menghormati serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia; Saling membantu dan tolong menolong antar sesama sesuai nilai-
nilai luhur Pancasila untuk mencapai kesejahteraan.
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara;
Rela menolong sesame warga masyarakat yang mengalami kesulitan tanpa
melihat latar belakang sosio-kulturalnya; Mendahulukan kepentingan bangsa
dan negara dari pada kepentingan pribadi dan golongan; Menyumbangkan
tenaga, pikiran, kemampuan untuk kepentingan masyarakat, kemajuan bangsa
dan negara; Membela bangsa sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-
masing; Berpartisipasi aktif dan peduli dalam pembangunan masyarakat
bangsa dan negara; Rela berkorban untuk kepentinganbangsa dan negara tanpa
pamrih.
5. Mempunyai Kemampuan Awal Bela Negara;
Memiliki kemampuan, integritas dan kepercayaan diri yang tinggi dalam
membela bangsa dan negara; Mempunyai kemampuan memahami dan
mengidentifikasi bentuk bentuk ancaman di lingkungan masing-masing;
senantiasa menjaga kesehatannya sehingga memiliki kesehatan fisik dan
mental yang baik; Memiliki pengetahuan tentang kearifan local dalam
menyikapi setiap ancaman; Memiliki kemampuan dalam memberdayakan
kekayaan sumberdaya alam dan keragaman hayati.
Bela Negara merupakan Tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik
secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai Ancaman.
Aksi Nasional Bela Negara adalah sinergi setiap warga negara guna mengatasi segala
macam ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan dengan berlandaskan pada nilai-nilai
luhur bangsa untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil, dan makmur.
III. Agenda II
1. Berorientasi Pelayanan
a. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang prima dan memenuhi harapan masyarakat merupakan muara
dari Reformasi Birokrasi, sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan bahwa visi
Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan
publik yang berkualitas
Sementara itu, frasa pelayanan publik (public service) dalam kamus tersebut
memiliki arti “a service such as education or transport that a government or an official
organization provides for people in general in a particular society (layanan seperti
pendidikan atau transportasi yang disediakan oleh pemerintah atau organisasi resmi untuk
orang-orang pada umumnya dalam masyarakat tertentu)”
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 UU
Pelayanan Publik, yaitu:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

b. Membangun Budaya Pelayanan Prima


Hingga saat ini, potret birokrasi kita masih belum baik. Birokrasi lebih banyak
berkonotasi dengan citra negatif seperti rendahnya kualitas pelayanan publik, berperilaku
korup, kolutif dan nepotis, masih rendahnya profesionalisme dan etos kerja, mahalnya biaya
yang harus dikeluarkan masyarakat dalam pengurusan pelayanan publik, proses pelayanan
yang berbelitbelit, hingga muncul jargon “KALAU BISA DIPERSULIT KENAPA
DIPERMUDAH”. Selama ini permasalahan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia
sangat berkaitan erat dengan proses pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara,
baik dari sisi prosedur, persyaratan, waktu, biaya dan fasilitas pelayanan, yang dirasakan
masih belum memadai dan jauh dari harapan masyarakat.
Budaya pelayanan oleh ASN akan sangat menentukan kualitas pemberian layanan
kepada masyarakat. Menurut Djamaluddin Ancok dkk. (2014), budaya pelayanan yang baik
juga tentu akan berdampak positif terhadap kinerja organisasi dengan mekanisme sebagai
berikut:
 Budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila terbangun kerja tim di dalam
internal organisasi. Melalui kerja sama yang baik, pekerjaan dalam memberikan
pelayanan dapat diselesaikan dengan hasil terbaik bagi pengguna layanan. Fokus utama
untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat harus menjadi prinsip utama ASN dalam
bekerja.
 Faktor lain adalah pemahaman tentang pelayanan prima. Budaya berorientasi pada
pelayanan prima harus menjadi dasar ASN dalam penyediaan pelayanan. Pelayanan
Prima adalah memberikan pelayanan sesuai atau melebihi harapan pengguna layanan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dalam memberikan pelayanan prima terdapat beberapa
tingkatan yaitu: (1) memenuhi kebutuhan dasar pengguna, (2) memenuhi harapan
pengguna, dan (3) melebihi harapan pengguna, mengerjakan apa yang lebih dari yang
diharapkan.
 Pemberian pelayanan yang prima akan berimplikasi pada kemajuan organisasi, apabila
pelayanan yang diberikan prima (baik), maka organisasi akan menjadi semakin maju.
Implikasi kemajuan organisasi akan berdampak antara lain: (1) makin besar pajak yang
dibayarkan pada negara, (2) makin bagus kesejahteraan bagi pegawai, dan (3) makin
besar fasilitas yang diberikan pada pegawai.

Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas


yaitu:

 Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun pelayanan


yang berkualitas;
 Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat;
 Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan
pelayanan publik;
 Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti
pengaduan masyarakat;
 Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan
kerja, fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan
sarana prasarana; dan
 Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja
penyelenggara pelayanan publik.

ASN Sebagai Pelayan Publik


Untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, pegawai ASN diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik,
tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan
dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif.
Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum
pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan
ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu
dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political development) serta
melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang
diarahkan pada meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat. Selain
itu, pembangunan sumber daya manusia ASN sebagai bagian dari upaya reformasi
birokrasi, diharapkan mampu mengakselerasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan peran ASN
sebagaimana dimaksud dalam UU ASN.
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi
sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu
bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
 melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
 mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pasal 34 UU Pelayanan Publik juga secara jelas mengatur mengenai bagaimana
perilaku pelaksana pelayanan publik, termasuk ASN, dalam menyelenggarakan pelayanan
publik, yaitu:
 adil dan tidak diskriminatif;
 cermat;
 santun dan ramah;
 tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarutlarut;
 profesional;
 tidak mempersulit;
 patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
 menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi
penyelenggara;
 tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
 terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan
kepentingan;
 tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik;
 tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi
permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat;
 tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang
dimiliki;
 sesuai dengan kepantasan; dan
 tidak menyimpang dari prosedur.
Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 tanggal
26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur
Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu
strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World
Class Government), Pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN
BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Core Values dan
Employer Branding ASN tersebut, yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian
PANRB ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang
merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis,
Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Valuestersebut seharusnya dapat dipahami dan
dimaknai sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam
pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas pelayanan publik yang
sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa
ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya,
dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi
kepuasan masyarakat.

2. Akuntabel
Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk
dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu
yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam
banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung
jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral
individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas
adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai
pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik
(Matsiliza dan Zonke, 2017)
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi
untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah
seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai
dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut
adalah:
 Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi
 Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien
 Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas
tinggi

Aspek-aspek Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship)
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua pihak antara individu/kelompok/institusi
dengan negara dan masyarakat. Pemberi kewenangan bertanggungjawab memberikan
arahan yang memadai, bimbingan, dan mengalokasikan sumber daya sesuai dengan tugas
dan fungsinya. Dilain sisi, individu/kelompok/institusi bertanggungjawab untuk
memenuhi semua kewajibannya. Oleh sebab itu, dalam akuntabilitas, hubungan yang
terjadi adalah hubungan yang bertanggungjawab antara kedua belah pihak.
Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)Hasil
yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat pemerintah yang bertanggung
jawab, adil dan inovatif. Dalam konteks ini, setiapindividu/kelompok/institusi dituntut
untuk bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta selalu
bertindak dan berupaya untuk memberikan kontribusi untuk mencapai hasil yang
maksimal.
Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting)
Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas. Dengan memberikan laporan
kinerja berarti mampu menjelaskan terhadap tindakan dan hasil yang telah dicapai oleh
individu/kelompok/institusi, serta mampu memberikan bukti nyata dari hasil dan proses
yang telah dilakukan. Dalam dunia birokrasi, bentuk akuntabilitas setiap individu
berwujud suatu laporan yang didasarkan pada kontrak kerja, sedangkan untuk institusi
adalah LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).
Akuntabilitas memerlukan konsekuensi(Accountability is meaningless without
consequences) Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab, dan tanggungjawab
menghasilkan konsekuensi. Konsekuensi tersebut dapat berupa penghargaan atau sanksi.
Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk memperbaiki kinerja ASN dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam pendekatan akuntabilitas yang bersifat
proaktif (proactive accountability), akuntabilitas dimaknai sebagai sebuah hubungan dan
proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sejak awal,
penempatan sumber daya yang tepat, dan evaluasi kinerja. Dalam hal ini proses setiap
individu/kelompok/institusi akan diminta pertanggungjawaban secara aktif yang terlibat
dalam proses evaluasi dan berfokus peningkatan kinerja.

3. Kompeten
Konsepsi Kompetensi
Kompetensi menurut Kamus Kompetensi Loma (1998) dan standar kompetensi
dari International Labor Organization (ILO), memiliki tiga aspek penting berkaitan
dengan perilaku kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang
diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Gambar 4.1 tentang Aspek Kompetensi
menggambarkan terkait aspek-aspek kompetensi dimaksud.
Sebagaimana Gambar 4.1 Kompetensi merupakan perpaduan aspek pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) yang terindikasikan dalam
kemampuan dan perilaku seseorang sesuai tuntutan pekerjaan.
Pengertian yang sama juga digunakan dalam konteks ASN, kompetensi adalah
deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan
tugas jabatan (Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017), dan kompetensi menjadi
faktor penting untuk mewujudkan pegawai profesional dan kompetitif. Dalam hal ini
ASN sebagai profesi memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan kompetensi
dirinya, termasuk mewujudkannya dalam kinerja.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017, Pasal 210 sampai dengan
pasal 212, Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan sebagai berikut:
a. Mandiri oleh internal instansi pemerintah yang bersangkutan.
b. Bersama dengan instansi pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk
melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu.
c. Bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.
Pengembangan kompetensi bagi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja
(PPPK), berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2018 dalam pasal 39 diatur
sebagai berikut:
a. Dalam rangka pengembangan kompetensi untuk mendukung pelaksanaan
tugas, PPPK diberikan kesempatan untuk pengayaan pengetahuan.
b. Setiap PPPK memiliki kesempatan yang sama untuk di ikutsertakan dalam
pengembangan kompetensi
c. Pengembangan kompetensi dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
pengembangan kompetensi pada Instansi Pemerintah.
d. Dalam hal terdapat keterbatasan kesempatan pengembangan kompetensi,
prioritas diberikan dengan memper-hatikan hasil penilaian kinerja pppK yang
bersangkutan.

Hak Pengembangan Kompetensi


Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua
puluh) Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kebijakan ini tentu saja relevan
utamanya dalam menghadapi dinamika lingkungan global dan kemajuan teknologi
informasi, yang berubah dengan cepat sehingga kemutakhiran kompetensi ASN menjadi
sangat penting.
Sesuai Permenpan dan RB Nomor 38 tahun 2017 tentang Standar Jabatan ASN,
telah ditetapkan bahwa setiap pegawai perlu kompeten secara Teknis, Manajerial, dan
Sosial Kultural. Dalam ketentuan tersebut kebutuhan kompetensi untuk masing-masing
jabatan telah ditentukan standarnya, yang dalam hal ini menjadi fondasi dalam penentuan
berbagai kebutuhan pengelolaan kepegawaian, antara lain, pengembangan kompetensi
pegawai. Hak pengembangan tersebut meliputi pengembangan kompetensi teknis,
kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural.

Pendekatan Pengembangan Kompetensi


Terdapat dua pendekatan pengembangan yang dapat dimanfaatkan pegawai untuk
meningkatkan kompetensinya, yaitu klasikal dan non klasikal. Optimalisasi hak akses
pengembangan kompetensi dapat dilakukan dengan pendekatan pelatihan non klasikal,
diantaranya e-learning, job enrichment dan job enlargement termasuk coaching dan
mentoring. Coaching dan Mentoring selain efesien karena dapat dilakukan secara masif,
dengan melibatkan antara lain atasan peserta pelatihan sebagai mentor sekaligus sebagai
coach

Ringkasan
1. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku
kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
2. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi
ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan
dengan bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk
memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan
dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk
dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk
memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
3. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
4. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
5. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine
box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.

Perilaku Kompeten

Sesuai prinsip Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 ditegaskan bahwa


ASN merupakan jabatan profesional, yang harus berbasis pada kesesuaian kualifikasi,
kompetensi, dan berkinerja serta patuh pada kode etik profesinya. Sebagaimana diuraikan
dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja
PNS, bahwa salah satu pertimbangan pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Undang-Undang ASN
adalah untuk mewujudkan ASN profesional, kompeten dan kompetitif, sebagai bagian
dari reformasi birokrasi. ASN sebagai profesi memiliki kewajiban mengelola dan
mengembangkan dirinya dan wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan
menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen ASN.
Berikut ini contoh dari Glints yang diuraikan Hidayati (2020) bagaimana
membiasakan proses belajar learn, unlearn, dan relearn. Berikut langkahnya:
 Learn, dalam tahap ini, sebagai ASN biasakan belajarlah halhal yang benar-
benar baru, dan lakukan secara terusmenerus. Proses belajar ini dilakukan
dimana pun, dalam peran apa apun, sudah barang tentu termasuk di tempat
pekerjaannya masing-masing.
 Unlearn, nah, tahap kedua lupakan/tinggalkan apa yang telah diketahui berupa
pengetahuan dan atau kehalian. Proses ini harus terjadi karena apa yang ASN
ketahui ternyata tidak lagi sesuai atau tak lagi relevan. Meskipun demikian, ASN
tak harus benar-benar melupakan semuanya, untuk hal-hal yang masih relevan.
Misalnya, selama ini, saudara berpikir bahwa satu-satunya cara untuk bekerja
adalah datang secara fisik ke kantor. Padahal, konsep kerja ini hanyalah salah
satunya saja. Kita tak benar-benar melupakan “kerja itu ke kantor”, namun
membuka perspektif bahwa itu bukanlah pilihan tunggal. Ada cara lain untuk
bekerja, yakni bekerja dari jarak jauh.
 Relearn, selanjutnya, dalam tahap terakhir, proses relearn, kita benar-benar
menerima fakta baru. Ingat, proses membuka perspektif terjadi dalam unlearn

4. Harmonis
a. Pengertian Harmonis

Pengertian

Dalam Kamus Mariam Webster Harmonis (Harmonious) diartikaan sebagai


having a pleasing mixture of notes. Sinonim dari kata harmonious antara lain canorous,
euphonic, euphonious, harmonizing, melodious, musical, symphonic, symphonious,
tuneful. Sedangkan lawan kata dari harmonious adalah discordant, disharmonious,
dissonant, inharmonious, tuneless, unmelodious, unmusical.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna dan tulisan kata
‘harmonis’ yang benar:
• har·mo·nis a bersangkut paut dng (mengenai) harmoni; seia sekata;
• meng·har·mo·nis·kan v menjadikan harmonis;
• peng·har·mo·nis·an n proses, cara, perbuatan mengharmoniskan;
• ke·har·mo·nis·an n perihal (keadaan) harmonis; keselarasan; keserasian: ~ dl
rumah tangga perlu dijaga.
Dari laman Wikipedia, Harmoni (dalam bahasa Yunani: harmonia) berarti terikat
secara serasi/sesuai). Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai
faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu
kesatuan yang luhur. Sebagai contoh, seharusnya terdapat harmoni antara jiwa jasad
seseorang manusia, kalau tidak, maka belum tentu orang itu dapat disebut sebagai satu
pribadi. Dapat dicontohkan, pada bidang musik, sejak abad pertengahan pengertian
harmoni tidak mengikuti pengretian yang pernah ada sebelumnya, harmoni tidak lagi
menekankan pada urutan bunyi dan nada yang serasi, tetapi keserasian nada secara
bersamaan. Singkatnya Harmoni adalah ketertiban alam dan prinsip/hukum alam semesta.

Pentingnya Suasana Harmonis


Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari suasana tempat
kerja. Energi positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak positif bagi
karyawan yang akhirnya memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan internal,
dan kinerja secara keseluruhan.
Analogi yang sama dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, Pola
Harmoni merupakan sebuah usaha untuk mempertemukan berbagai pertentangan dalam
masyarakat. Hal ini diterapkan pada hubungan-hubungan sosial ekonomi untuk
menunjukkan bahwa kebijaksanaan sosial ekonomi yang paling sempurna hanya dapat
tercapai dengan meningkatkan permusyawaratan antara anggota masyarakat. Pola ini juga
disebut sebagai pola integrase
b. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis
Pengertian Etika
Secara lebih spesifik Collins Cobuild (1990:480) mendefinisikan etka sebagai “an
idea or moral belief that influences the behaviour, attitudes and philosophy of life of a
group of people”. Oleh karena itu konsep etika sering digunakan sinonim dengan moral.
Ricocur (1990) mendefinisikan etika sebagai tujuan hidup yang baik bersama dan untuk
orang lain di dalam institusi yang adil.
Dengan demikian etika lebih difahami sebagai refleksi atas baik/buruk,
benar/salah yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan yang baik atau benar,
sedangkan moral mengacu pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang
seharusnya dilakukan.
Kode Etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku dalam suatu
kelompok khusus, sudut pandangnya hanya ditujukan pada hal-hal prinsip dalam bentuk
ketentuan ketentuan tertulis.
Etika Publik
Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang menentukan
baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan
publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus
utama dalam pelayanan publik, yakni:
 Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan.
 Sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai bantuan dalam
menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi.
 Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual.

Sumber kode Etik ASN antara lain meliputi:


a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan
Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai
Negeri Sipil
d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps
dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS

Kode Etik ASN

Tuntutan bahwa ASN harus berintegritas tinggi adalah bagian dari kode etik dan
kode perilaku yang telah diatur di dalam UU ASN. Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang

ASN ada dua belas kode etik dan kode perilaku ASN itu, yaitu:

a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas


tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang
Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan etika pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab,
efektif, dan efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan dalam melaksanakan
tugasnya;
i. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan.

Perilaku ASN
Penerapan sikap perbertika ilaku yang menunjukkan ciri-ciri sikap harmonis.
Tidak hanya saja berlaku untuk sesama ASN (lingkup kerja) namun juga berlaku bagi
stakeholders eksternal. Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan:

a. Toleransi
b. Empati
c. Keterbukaan terhadap perbedaan.

Tata Kelola dan Etika dalam Organisasi

Sebagai pelayan, tentu saja pejabat publik harus memahami keinginan dan
harapan masyarakat yang harus dilayaninya. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan hak-haknya sebagai dampak globalisasi yang ditandai revolusi dibidang
telekomunikasi, teknologi informasi, transportasi telah mendorong munculnya tuntutan
gencar yang dilakukan masyarakat kepada pejabat publik untuk segera merealisasikan
penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Etika ASN sebagai pelayan publik

Seperti telah sering diuraikan, norma etika yang berisi berbagai ketentuan dan
kaidah moralitas memiliki perbedaan dalam sistem sanksi jika dibandingkan dengan
norma hukum. Sistem sanksi dalam norma hukum sebagian besar bersifat paksaan
(coercive) dan karena itu memerlukan aparat penegak hukum yang dibentuk atau
difasilitasi oleh negara. Sebaliknya, sistem sanksi dalam norma etika tidak selalu bersifat
paksaan sehingga pembebanan sanksi kepada pelanggar norma berasal dari kesadaran
internal, sanksi sosial atau kesepakatan bersama yang terbentuk karena tujuan dan
semangat yang sama di dalam organisasi.

c. Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya Harmonis

Dalam mewujudkan suasana harmoni maka ASN harus memiliki pengetahuan


tentang historisitas ke-Indonesia-an sejak awal Indonesia berdiri, sejarah proses
perjuangan dalam mewujudkan persatuan bangsa termasuk pula berbagai macam gerakan
gerakan separatism dan berbagai potensi yang menimbulkan perpecahaan dan menjadi
ancaman bagi persatuan bangsa. Secara umum, menurut Undang-Undang No. 5 Tahun
2014 Pasal 11 tentang ASN, tugas pegawai ASN adalah sebagai berikut.

 Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
 Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas
 Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan

5. Loyal
Urgensi Loyalitas ASN
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang
Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan
bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi
pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government),
pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa)
Karena pentingnya sifat dan sikap ini, maka banyak ketentuan yang mengatur
perihal loyalitas ASN ini (akan dibahas lebih rinci pada bab-bab selanjutnya), diantaranya
yang terkait dengan bahasan tentang:
1) Kedudukan dan Peran ASN
2) Fungsi dan Tugas ASN
3) Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
4) Kewajiban ASN
5) Sumpah/Janji PNS
6) Disiplin PNS

Makna Loyal dan Loyalitas


Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial”
yang artinya mutu dari sikap setia. Secara harfiah loyal berarti setia, atau suatu kesetiaan.
Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri pada
masa lalu. Dalam Kamus Oxford Dictionary kata Loyal didefinisikan sebagai “giving or
showing firm and constant support or allegiance to a person or institution (tindakan
memberi atau menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan kepada
seseorang atau institusi)”. Sedangkan beberapa ahli mendefinisikan makna “loyalitas”
sebagai berikut:
 Kepatuhan atau kesetiaan.
 Tindakan menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang konstan kepada
organisasi tempatnya bekerja.
 Kualitas kesetiaan atau kepatuhan seseorang kepada orang lain atau sesuatu
(misalnya organisasi) yang ditunjukkan melalui sikap dan tindakan orang
tersebut.
 Mutu dari kesetiaan seseorang terhadap pihak lain yang ditunjukkan dengan
memberikan dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan kepada
seseorang atau sesuatu.
 Merupakan sesuatu yang berhubungan dengan emosional manusia, sehingga
untuk mendapatkan kesetiaan seseorang maka kita harus dapat mempengaruhi
sisi emosional orang tersebut.
 Suatu manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki,
mendukung, merasa aman, membangun keterikatan, dan menciptakan
keterikatan emosional.
 Merupakan kondisi internal dalam bentuk komitmen dari pekerja untuk
mengikuti pihak yang mempekerjakannya.

Membangun Perilaku Loyal


Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai
terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi Secara Berkala

Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai profesi


berlandaskan pada prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal
5, Ayat 2) dengan serangkaian Kewajibannya (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan
mengoperasionalkan ketentuan-ketentuan tersebut maka dirumuskanlah Core Value ASN
BerAKHLAK yang didalamnya terdapat nilai Loyal dengan 3 (tiga) panduan perilaku
(kode etik)-nya.

Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya
dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam
kehidupan sehari-harinya, yaitu:

1. Cinta Tanah Air

2. Sadar Berbangsa dan Bernegara

3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara

4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara

5. Kemampuan Awal Bela Negara

Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan
sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan
perundang-undangangan yang berlaku.Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk
menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS yang
memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan
ini dengan baik.

Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam
melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari implementai nilai-nilai
loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilainilai Pancasila
menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya
sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun
sebagai bagian dari anggota masyarakat.

6. Adaptif
Uraian Materi
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan
hidup dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Dengan
demikian adaptasi merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan
diri).Sejatinya tanpa beradaptasi akan menyebabkan makhluk hidup tidak dapat
mempertahankan diri dan musnah pada akhirnya oleh perubahan lingkungan. Sehingga
kemampuan adaptif merupakan syarat penting bagi terjaminnya keberlangsungan
kehidupan.
Dalam KBBI diuraikan definisi adaptif adalah mudah menyesuaikan (diri) dengan
keadaan. Sedangkan dalam kamus Bahasa Inggris, seperti Cambridge menyebutkan
bahwa adaptif adalah “having an ability to change to suit changing conditions”, atau
kemampuan untuk berubah dalam sitauasi yang berubah. Sedangkan dalam Collins
dictionary disebutkan bahwa “adaptive means having the ability or tendency to adapt to
different situations”, atau adaptif adalah kemampuan atau kecenderungan untuk
menyesuaikan diri pada situasi yang berbeda . Ini artinya bahwa sebagian besar kamus
bahasa memberi penekanan dalam pengertian adaptif pada hal kemampuan (ability) untuk
menyesuaikan diri
Soekanto (2009) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi, yakni:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan
dan sistem.
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
Kreativitas dan Inovasi
Pada umumnya istilah kreativitas dan inovasi kerap diidentikkan satu sama lain.
Selain karena saling beririsan yang cukup besar, kedua istilah ini memang secara konteks
boleh jadi mempunyai hubungan kasual sebab-akibat. Sebuah inovasi yang baik biasanya
dihasilkan dari sebuah kreativitas. Tanpa daya kreativitas, inovasi akan sulit hadir dan
diciptakan. Menginovasi sebuah barang atau proses akan memerlukan kemampuan kreatif
untuk menciptakan inovasi. Inovasi pada tataran ide akan sulit berwujud jika kreativitas
inovatornya tidak bekerja dengan baik. Namun demikian, dalam kenyataannya, kehadiran
inovasi juga tidak mutlak mensyaratkan adanya kreativitas.
Adapun dimensi-dimensi kreativitas dikenal melingkupi antara lain:
 Fluency (kefasihan/kelancaran), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak
ide atau gagasan baru karena kapasitas/wawasan yang dimilikinya.
 Flexibility (Fleksibilitas), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak
kombinasi dari ide-ide yang berbeda
 Elaboration (Elaborasi), yaitu kemampuan untuk bekerja secara detail dengan
kedalaman dan komprehensif.
 Originality (Orisinalitas), yaitu adanya sifat keunikan, novelty, kebaruan dari
ide atau gagasan yang dimunculkan.

Organisasi Adaptif
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap
(landscape), pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Unsur lanskap
terkait dengan bagaimana memahami adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi
dengan lingkungan strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan
lingkungan strategis ini meliputi bagaimana memahami dunia yang kompleks, memahami
prinsip ketidakpastian, dan memahami lanskap bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran
yang terdiri atas elemen-elemen adaptive organization yaitu perencanaan beradaptasi,
penciptaan budaya adaptif, dan struktur adaptasi. Yang terakhir adalah unsur
kepemimpinan yang menjalankan peran penting dalam membentuk adaptive organization
Adaptif sebagai nilai dan budaya ASN
Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi di mana ASN
memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi yang
berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang
berkesinambungan.
Dalam konteks budaya organisasi, maka nilai adaptif tercermin dari kemampuan
respon organisasi dalam mengadaptasi perubahan. Mengutip dari Management Advisory
Service UK4, maka “An Adaptive (Corporate) Culture is one that enables the
organisation to adapt quickly and effectively to internal and external pressures for
change”. Ini menjelaskan bahwa budaya adaptif bisa menjadi penggerak organisasi dalam
melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan internal maupun eksternal. Budaya
menjadi faktor yang memampukan organisasi dalam berkinerja secara cepat dan efektif.
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup. Organisasi dan
individu di dalamnya memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk hidup, untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya dibedakan
mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus berpikir
kreatif.Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan
keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan budaya
adaptif dalam organisasi memerlukan beberapa hal, seperti di antaranya tujuan organisasi,
tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan lainnya.Dan
budaya adaptif sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun karakter
adaptif pada diri ASN sebagai individu yang menggerakkan organisasi untuk mencapai
tujuannya
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan
– baik individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan
membangun atau mewujudkan individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi
VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility dengan
Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi complexity dengan clarity, dan
hadapi ambiguity dengan agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon
perubahan lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel.
Budaya organisasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga
efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan
dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati
sebagai sebuah strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk
meningkatkan kinerja. Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
7. Kolaboratif
Definisi Kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapadefinisi kolaborasi
dan collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019)
mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between
two or more firms aiming to become more competitive by developing shared routines”.
Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa :Collaboration is a process though which
parties with different expertise, who see different aspects of a problem, can constructively
explore differences and find novel solutions to problems that would have been more
difficult to solve without the other’s perspective (Gray, 1989).Lindeke and Sieckert
(2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah: Collaboration is a complex process,
which demands planned, intentional knowledge sharing that becomes the responsibility of
all parties (Lindeke and Sieckert, 2005).
Kolaborasi pemerintahan
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya yang juga
perlu dijelaskan yaitu collaborative governance. Irawan (2017 P 6) mengungkapkan
bahwa “ Collaborative governance “sebagai sebuah proses yang melibatkan norma
bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor governance
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi
yaitu:
 forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
 peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
 peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
'‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
 forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
 forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan consensus (bahkan jika
konsensus tidak tercapai dalam praktik), dan
 fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.

Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintahan


WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan
upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang
lingkupkoordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan,
manajemen program dan pelayananpublik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai
pendekatan interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang
terkait dengan urusan-urusan yang relevan.
Dari definisi ini diketahui bahwa WoG merupakan pendekatan yang menekankan
aspek kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama ini terbangun
dalam model NPM. Bentuk pendekatannya bisa dilakukan dalam pelembagaan formal
atau pendekatan informal
Panduan Perilaku Kolaboratif
Menurut Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018), organisasi yang
memiliki collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
 Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;
 Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan
upaya yang diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka;
 Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan
mengambil risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika
terjadi kesalahan);
 Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas)
Setiap kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
 Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik;
Kolaboratif
Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan
Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas layanan
yang diberikan.
Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor
yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah
kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan
formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang
melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan
melalui kerja sama antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali
ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait kerja sama daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 363 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat, Daerah dapat mengadakan kerja sama yang
didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling
menguntungkan. Kerja sama dimaksud dapat dilakukan oleh Daerah dengan:
- daerah lain, Kerja sama dengan Daerah lain ini dikategorikan menjadi kerja
sama wajib dan kerja sama sukarela;
- pihak ketiga; dan/atau
- lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

IV. Agenda III


1. SMART ASN
A. Literasi Digital
Sesuai dengan 5 arahan presiden dalam upaya percepatan transformasi digital,
pengembangan SDM merupakan salah satu fokus Presiden. Berdasarkan petunjuk khusus
dari Presiden pada Rapat Terbatas Perencanaan Transformasi Digital, bahwa transformasi
digital di masa pandemi maupun pandemi yang akan datang akan mengubah secara
struktural cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar, bertransaksi yang sebelumnya
luring dengan kontak fisik menjadi lebih banyak ke daring yang akan dihadapi oleh
semua lapisan masyarakat termasuk ASN. Peserta CPNS memiliki peluang serta
tanggungjawab yang sangat besar sebagai aparatur negara, dimana anak-anak terbaik
bangsa inilah yang memiliki peran bukan hanya bagi instansi namun lebih luas lagi bagi
Indonesia. Presiden Jokowi juga telah menekankan 5 hal yang perlu menjadi perhatian
dalam menangani transformasi digital pada masa pandemi COVID-19. Literasi digital
menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh peserta CPNS dan diharapkan para
peserta mampu mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan transformasi digital yang
berlangsung sangat cepat.9

Uraian Materi

Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh masyarakat digital dapat


menggunakan media digital secara bertanggung jawab. Hal ini termasuk dalam visi misi
Presiden Jokowi untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Penilaiannya dapat
ditinjau dari etis dalam mengakses media digital (digital ethics), budaya menggunakan
digital (digital culture), menggunakan media digital dengan aman (digital safety), dan
kecakapan menggunakan media digital (digital skills)
Ruang digital adalah lingkungan yang kaya akan informasi. Keterjangkauan
(affordances) yang dirasakan dari ruang ekspresi ini mendorong produksi, berbagi,
diskusi, dan evaluasi opini publik melalui cara tekstual (Barton dan Lee, 2013).
Affordance berarti alat yang memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal baru, berpikir
dengan cara baru, mengekspresikan jenis makna baru, membangun jenis hubungan baru
dan menjadi tipe orang baru. Affordance dalam literasi digital adalah akses, perangkat,
dan platform digital. Sementara pasangannya yaitu kendala (constraint), mencegah kita
dari melakukan hal-hal lain, berpikir dengan cara lain, memiliki jenis lain dari hubungan.
Constraint dalam literasi digital bisa meliputi kurangnya infrastruktur, akses, dan
minimnya penguatan literasi digital (Jones dan Hafner, 2012). Menurut Jones dan Hafner
(2012), literasi disini bukan sekadar cara untuk membuat makna, tetapi juga cara
berhubungan dengan orang lain dan menunjukkan siapa kita. Literasi juga terkait cara
melakukan sesuatu di dunia dan cara mengembangkan ide-ide baru tentang dan solusi
untuk masalah yang dihadapi kita.
Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan
kebutuhan SDM talenta digital, literasi digital berperan penting untuk meningkatkan
kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak
sebatas mengoperasikan gawai. Kerangka kerja literasi digital terdiri dari kurikulum
digital skill, digital safety, digital culture, dan digital ethics. Kerangka kurikulum literasi
digital ini digunakan sebagai metode pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif
masyarakat dalam menguasai teknologi digital.

B. Pilar Literasi Digital


Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi yang termasuk
dalam pilar-pilar literasi digital. Poros pertama, yaitu domain kapasitas ‘single–kolektif’
memperlihatkan rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan individu untuk
mengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan individu untuk
berfungsi sebagai bagian dari masyarakat kolektif/societal. Sementara itu, poros
berikutnya adalah domain ruang ‘informal–formal’ yang memperlihatkan ruang
pendekatan dalam penerapan kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan
pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan instrumen yang lebih menekankan pada
kumpulan individu sebagai sebuah kelompok komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang
formal ditandai dengan pendekatan yang lebih terstruktur dilengkapi instrumen yang
lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga negara digital.’ Blok-blok
kompetensi semacam ini memungkinkan kita melihat kekhasan setiap modul sesuai
dengan domain kapasitas dan ruangnya.
Salah satu bentuk tantangan muncul dari keragaman kompetensi setiap individu
yang bertemu di ruang digital. Ada generation gap yang menunjukkan perbedaan perilaku
antara native generation dan migrant generation dalam kecakapan digital. Generasi ini
juga berbeda budaya karena memiliki pengalaman etiket yang berbeda antara luring dan
daring. Keragaman kecakapan digital dan budaya membawa konsekuensi perbedaan
dalam berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital. Tantangan
selanjutnya adalah banyaknya konten negatif di media digital yang disikapi secara tidak
sepantasnya oleh netizen Indonesia. Laporan Digital Incivility Index 2021 menempatkan
Indonesia pada posisi paling rendah-yang artinya, tingkat ketidaksopanan netizen
Indonesia paling tinggi di Kawasan Asia Tenggara
Ada dua hal penting saat berinteraksi di dunia digital. Pertama, penghargaan pada
diri sendiri akan menjaga kepentingan kita di dunia digital. Kita akan bijak mengekspos
diri kita melalui pesan yang kita buat dan bagikan. Kedua, penghargaan pada orang lain
bisa kita lihat contoh penerapan prinsip tersebut pada media sosial. Perkembangan media
sosial yang awalnya untuk mempererat hubungan antar pengguna, lalu mulai bergeser
ketika ada ada pihak-pihak yang memiliki kepentingan ekonomi, politik, dan SARA.
Sehingga ada baiknya kita memahami konten negatif dan mewaspadainya
Dengan kompleksnya informasi pada media digital, maka interaksi pun dapat
berdampak negatif. Misalnya, memberi komentar negatif terhadap berita khususnya gosip
artis di media sosial, seperti berikut ini. Pengikut beberapa akun Instagram populer
memberikan kata-kata hujatan terkait selebgram yang mengklarifikasi berita dirinya foto
berdua dianggap selingkuh. Hal ini disebut interaksi negatif. Interaksi negatif lainnya
adalah ujaran kebencian atau hate speech.
Setelah kita memahami bagaimana berinteraksi yang etis, kini mari kita
tingkatkan manfaat media digital dengan melakukan transaksi. Menurut
GlobalWebIndex, Indonesia adalah negara dengan tingkat adopsi e-commerce atau
transaksi daring paling tinggi di dunia pada tahun 2019. Hal ini menggambarkan bahwa
sebanyak 90% pengguna internet yang berada pada usia 19 hingga 60 tahun pernah
melakukan pembelian produk atau jasa secara daring
Media sosial dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) sebagai wadah mengembangkan bisnis. Berikut beberapa keunggulan
penggunaan media sosial untuk UMKM, antara lain:
 Biaya operasional lebih efektif dan efisien
 Toko dapat beroperasi 24 jam/hari selama 7 hari/minggu
 Potensi pasar lebih luas hingga ke internasional/global
 Katalog produk bisa selalu up-to-date
 Tidak memerlukan toko offline/ toko fisik untuk memasarkan produknya
 Modal lebih kecil untuk memulai usaha
 Dapat dengan mudah mengenali competito
Bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung
nilai nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Keduanya menjadi landasan yang kuat
dalam bersosialisasi di masyarakat baik secara tatap muka maupun melalui kegiatan
dalam jaringan (daring). Manusia harus memiliki mental yang tangguh dan memiliki
prinsip dalam menjalankan tugas tugas berkomunikasi dengan orang lain. Sikap Pancasila
ditunjukkan dalam berkegiatan kemanusiaan dalam berbagai kegiatan, salah satu
aplikasinya melalui media sosial yaitu melalui penggunaan nilai nilai Pancasila dalam
berkomunikasi antar sesama manusia. Terutama dalam menjalankan tugas tugas sebagai
duta bangsa dalam kesenian dan teknologi serta dalam menjalankan tugas sebagai duta
pariwisata untuk mempromosikan produk dalam negeri
Bangsa yang sukses dan berkualitas adalah bangsa yang berbudaya dan
bermartabat. Seyogyanya, saat dunia bertransformasi menjadi budaya digital, maka
budaya baru yang terbentuk harus dapat menciptakan manusia yang berkarakter dan
warga digital yang memiliki nilai-nilai kebangsaan untuk memperkuat bangsa dan
negaranya. Kehadiran media dan teknologi digital, dengan kata lain, harus menjadi sarana
memperkuat budaya bangsa dan karakter warganegara. Modul ini lahir dari sebuah cita-
cita untuk menjadikan budaya digital yang tumbuh pesat, tidak lepas dari nilai-nilai
kewarganegaraan dan budaya Indonesia. Perhatian terhadap perkembangan karakter harus
menjiwai setiap unsur yang terkait dengan literasi digital, mulai dari konsep hingga
aplikasinya dalam kehidupan masyarakat Nusantara
Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang dimasukkan dalam kerangka
literasi digital dapat diklasifikasikan menjadi dua pokok besar, yaitu:
 Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Landasan
Kecakapan Digital Dalam Kehidupan Berbudaya, Berbangsa dan Bernegara.
Adapun kompetensi yang dibutuhkan adalah Cakap Paham.
 Internalisasi (Penerapan) Nilai-Nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di
Ruang Digital. Adapun kompetensi yang dibutuhkan adalah Cakap Produksi,
Cakap Distribusi, Cakap Partisipasi dan Cakap Kolaborasi.
Sebagai pengguna platform digital, kita pasti menyimpan dan mengelola identitas
digital dan data pribadi ke dalam platform tersebut. Persoalannya, perlindungan terhadap
identitas digital dan data pribadi ini masih jadi persoalan di berbagai belahan dunia
(Sammons & Cross, 2017 dalam Adikara dan Kurnia, 2021). Apalagi, belum semua
negara, termasuk Indonesia, mempunyai regulasi yang mengatur perlindungan data
pribadi supaya hak warga negara di dunia digital bisa dijamin aspek hukumnya. Terdapat
dua jenis identitas digital baik yang terlihat maupun tidak terlihat sebagaimana dijelaskan

Dalam konteks kehidupan digital, kita tidak pernah hidup sendiri. Di luar sana ada
orang-orang yang mungkin sudah menangkap tampilan layar atau mengarsipkan
dokumen pribadi yang pernah kita unggah. Jika kejadiannya seperti ini, maka hampir
mustahil untuk menghapus jejak ini secara utuh. Untuk itu, kita harus berhati-hati ketika
melakukan sesuatu di dunia digital. Di masa sekarang, dengan media sosial yang sudah
menjadi keseharian, kita menjadi sangat mudah memberikan komen dan
mempublikasikan sesuatu.
Untuk meningkatkan kompetensi kritis dalam memanfaatkan mesin pencari serta
mencegah kita untuk terlempar dalam pusaran hoaks, terlebih dahulu kita perlu
mengetahui dan memahami tiga gangguan informasi. Pertama, misinformasi adalah
informasi yang tidak benar. Namun, orang yang menyebarkannya percaya bahwa
informasi tersebut adalah benar tanpa bermaksud membahayakan orang lain. Kedua,
disinformasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yangmenyebarkannya juga tahu
bahwa informasi itu tidak benar. Ketiga, mal informasi adalah sepenggal informasi benar
namun digunakan dengan niat untuk merugikan seseorang atau kelompok tertentu
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan
teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah
konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada
kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang
dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang
pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu
mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung
jawab.
Keempat pilar yang menopang literasi digital yaitu etika, budaya, keamanan, dan
kecakapan dalam bermedia digital. Etika bermedia digital meliputi kemampuan individu
dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan,
mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam
kehidupan sehari-hari. Budaya bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam
membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan
kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Keamanan bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam mengenali,
mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran
keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, kecakapan bermedia digital
meliputi Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan
perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan
sehari-hari.

C. Implementasi Literasi Digital dan Implikasinya


Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital meliputi berbagai perangkat keras
dan perangkat lunak karena lanskap digital merupakan sebutan kolektif untuk jaringan
sosial, surel, situs daring, perangkat seluler, dan lain sebagainya. Fungsi perangkat keras
dan perangkat lunak saling berkaitan sehingga tidak bisa lepas satu sama lain. Kita tidak
bisa mengakses dunia digital tanpa fungsi dari keduanya.
Dengan demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi perangkat keras
dan perangkat lunak yang digunakan dalam mengakses dunia digital. Salah satu
perangkat keras yang sering kali digunakan dalam dunia digital adalah komputer.
Komputer yang paling dekat dengan kehidupan kita adalah komputer pribadi. Komputer
merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut komputer yang didesain untuk
penggunaan individu (Wempen, 2015).
Jadi, komputer yang kita jumpai di rumah, sekolah, atau kafe internet seringkali
diasosiasikan sebagai komputer pribadi. Akan tetapi, bentuk komputer pribadi bermacam-
macam. Variasi bentuk ini bisa juga berkaitan dengan perbedaan fungsi dan kemampuan.
Berikut ini beberapa kategori untuk mesin komputer yang sering kita jumpai (Wempen,
2015)
Salah satu hal yang sering kita jumpai dalam dunia digital adalah internet. Internet
merupakan jaringan komputer yang memungkinkan satu komputer saling berhubungan
dengan komputer lain (Levine & Young, 2010). Karena hal tersebut, maka pengguna
komputer dapat berkomunikasi dengan pengguna komputer lainnya. Komunikasi yang
bisa dilakukan antar pengguna ini juga bersifat timbal balik. Jika komputer A
mengirimkan sebuah pesan ke komputer B, maka komputer B dapat membalas pesan
tersebut ke komputer A (Levine & Young, 2010).
Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung, artinya dimanapun kita berada
kita tetap harus menghormati aturan yang berlaku. Pepatah di atas sudah sering kita
dengar dari semenjak kitamasih kecil hingga sekarang ya, tentunya ini dapat menjadi
pegangan agar kita tidak salah langkah dalam menjaga sikap dan perilaku di dalam
masyarakat, tidak terkecuali ketika berinteraksi di dalam ruang digital bersama dengan
masyarakat digital. Castells (2010) menyebutnya sebagai sebuah bentuk masyarakat baru
akibat maraknya penggunaan internet baik melalui PC, Laptop maupun smartphone
Apa itu Hoaks?
Salah satu konten negatif yang mendapat perhatian adalah hoaks. Hoaks, sebuah
kata yang tidak asing lagi bagi kita. KBBI mengartikan hoaks sebagai informasi bohong.
Kata ini sangat populer belakangan ini di Indonesia. Berbagai peristiwa besar sering
diiringi oleh kemunculan hoaks, misalnya seperti peristiwa politik, bencana alam,
ekonomi, sosial dan kesehatan. Jika kita kilas balik, kehadiran hoaks kita rasakan pada
tahun 2016-2017 saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Jakarta (Rahayu, Utari, &
Wijaya, 2019; Supriatma, 2017; Utami, 2018). Pada masa Pilkada tersebut, hoaks banyak
beredar untuk menjatuhkan dan memenangkan masing-masing calon pemimpin kepala
daerah.
Apa itu Perundungan di Dunia Maya (cyberbullying)?
Pernah mendengar kata cyberbullying? Di antara kita sudah ada yang pernah
mendengarnya. Kata tersebut diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai
perundungan di dunia maya. Pengertiannya, tindakan agresif dari seseorang atau
sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental),
dengan menggunakan media digital. Tindakan ini bisa dilakukan terus menerus oleh yang
bersangkutan (UNICEF, n.d.). Kita mungkin kesulitan untuk membedakan mana yang
disebut sebagai perundungan dan mana yang hanya candaan. UNICEF (n.d) menjelaskan
jika suatu ujaran membuat kita merasa sakit hati dan membuat orang lain menertawai kita
(bukan kita ikut serta tertawa bersama mereka) maka candaan tersebut telah melewati
batas. Ketika kita meminta lawan bicara untuk berhenti namun mereka tetap
mengutarakan candaan tersebut kita merasa tidak nyaman, artinya ini tergolong bullying.
Sementara jika hal tersebut terjadi di dunia maya, maka disebut sebagai cyberbullying.
Sekarang zamannya kolaborasi, bekerja menghasilkan karya bersama, tidak
sendiri-sendiri. Sehingga, dapat menghasilkan karya yang kreatif dan orisinil. Hal ini
dipicu oleh penggunaan dunia digital yang semakin masif serta karakteristik media digital
sebagai web 2.0, yaitu media yang digunakan dengan cara kolaborasi dan berbagi data
antara individu. Seperti contohnya, media sosial sebagai media yang kontennya
diciptakan dan didistribusikan melalui interaksi sosial. Misalnya, berbagi opini di Twitter,
mengelola tampilan profil di Facebook, mengunggah video di YouTube, dsb (Straubhaar,
LaRose, and Davenport, 2012).
Proses interaksi yang terjadi di media sosial ini merupakan bagian dari
komunikasi sosial, bahkan semakin kompleks dan dapat menimbulkan masalah jika tidak
dikelola dengan baik. Permasalahan yang biasanya muncul terkait dengan privasi, hak
cipta karya, pornografi,kekerasan online, dan isu etika lainnya. Misalnya, penggunaan
foto unggahan dari pihak lai

Ragam Penipuan Digital


Scam Meliputi: Hacking atau Peretasan; Identity Theft atau Pencurian Identitas;
Phising Penipuan Phising; Remote Acces Scams atau Penipuan akses jarak jauh
Buying or Selling Meliputi: Classified Scams atau penipuan rahasia; False Billing
atau penipuan penagihan palsu; Health & Medical Products; Mobile Premium Service;
Online Shopping Scams; Overpayment Scams; Psychic & Clairvoyant

Digitalisasi Kebudayaan melalui Pemanfaatan TIK

Beragam sajian dalam bentuk foto, video, maupun tulisan, saat ini tersebar di
semua lini media digital kita. Pada tahapan ini, kita sebenarnya sudah punya modal untuk
memproduksi konten budaya dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah tantangan yang kita
hadapi menjadi lebih kompleks. Di satu sisi, kita dituntut untuk menghargai segala
perbedaan. Di lain pihak, kita juga dituntut memprioritaskan upaya menjaga konten
budaya yang diproduksi. Dalam proses produksi konten, jangan lupa ada pihak lain, atau
orang lain dalam konteks budaya yang berbeda, yang mungkin tidak nyaman ketika
kegiatan ritual budaya maupun ibadah kepercayaan/keagamaannya diekspos. Saat kita
hendak membuat foto maupun video tentang pemeluk Kong Hu Cu yang sedang berdoa
di Klenteng, misalnya, belum tentu mereka berkenan untuk diabadikan kegiatannya.
Maka, menjadi kewajiban pihak yang memproduksi konten budaya tersebut untuk
mendapatkan ijin dari individu individu yang hendak diekspos kegiatannya.
Partisipasi literasi digital dalam seni budaya tradisional dan kontemporer bisa
dilakukan dengan banyak cara. Salah satu cara yang paling manjur adalah bergabung
dengan berbagai kelompok seni budaya tradisional & kontemporer, serta menjadi bagian
dari kelompok penjaga dan pelestari bahasa daerah di masing-masing daerah. Setiap
Kota/Kabupaten di Indonesia biasanya memiliki lembaga pusat kebudayaan daerah. Nah,
kita dapat berpartisipasi dengan cara bergabung dalam jaringan-jaringan tersebut. Harus
diakui, ini tidak mudah, karena tidak semua pusat kebudayaan daerah memiliki media
digital. Sehingga, menjalin jaringan tidak begitu saja mudah dilakukan. Namun, apabila
kita bisa mengembangkan jaringan tersebut, berpartisipasilah dengan mendorong agar
lembaga budaya atau komunitas ini memiliki media digital, sehingga mampu
menghadirkan seni, budaya dan bahasa daerah mereka dalam ruang digital yang lebih
luas.
Hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk
mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak Digital
meliputi hak untuk mengakses, hak untuk berekspresi dan hak untuk merasa nyaman. Hak
harus diiringi dengan tanggung jawab. Tanggung jawab digital, meliputi menjaga hak-hak
atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional atau atau ketertiban masyarakat atau
kesehatan atau moral publik.
Hak dan kewajiban digital dapat memengaruhi kesejahteraan digital setiap
pengguna. Kesejahteraan digital merupakan istilah yang merujuk pada dampak dari
layanan teknologi dan digital terhadap kesehatan mental, fisik, dan emosi seseorang.
Siapa yang bertanggung jawab untuk menciptakan kesejahteraan digital? jawabannya
adalah setiap individu. Terdapat empat aspek kesejahteraan individu yang digambarkan
dalam piramida dan delapan prinsip praktik digital yang baik yang digambarkan pada
lingkaran (Jisc, n.d).
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas
dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi
bahkan solusi dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian
masyarakat Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII,
2020). Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan
6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat
Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar
dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi
Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.
Berdasarkan arahan bapak presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan
kebutuhan SDM talenta digital, Literasi digital berfungsiuntuk meningkatkan kemampuan
kognitif sumber daya manusia diIndonesia agar keterampilannya tidak sebatas
mengoperasikan gawai.Kerangka kerja literasi digital untuk kurikulum terdiri dari digital
skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. Kerangka kurikulum literasi digital
digunakan sebagai metode pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif
masyarakat dalam menguasai teknologi digitalDigital skill merupakan Kemampuan
individu dalam mengetahui,memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti
lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital culture
merupakan Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan,membiasakan,
memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika dalam kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK.
Digital ethics merupakan Kemampuan individu dalam menyadari,
mencontohkan,menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan,
danmengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Digital safety merupakan Kemampuan User dalam mengenali,mempolakan, menerapkan,
menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan
keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan
teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah
konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi.Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan
padakecakapan penggunamedia digital dalammelakukan proses mediasi media digital
yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017).
Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digitalyang bagus tidak hanya
mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh
tanggung jawab.
Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi. Poros pertama,
yaitu domain kapasitas ‘single–kolektif’ memperlihatkanrentang kapasitas literasi digital
sebagai kemampuain individu untukmengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya
hingga kemampuan individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat
kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah domain ruang ‘informal–formal’
yang memperlihatkan ruang pendekatan dalam penerapan kompetensiliterasi digital.
Ruang informal ditandai dengan pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan instrumen
yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih
terstruktur dilengkapi instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai
‘warga negara digital.’ Blok-blok kompetensi semacam ini memungkinkan kita melihat
kekhasan setiap modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi
digital, berada di domain ‘single, informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital)
sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan berada pada
domain ‘kolektif, formal’ di mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu
berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia
Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital membawa individu untuk
bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain ‘kolektif, informal’. Digital
Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat
menjagakeselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah
menyentuh instrumen-instrumen hukumpositif.
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas
dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi
bahkan solusi dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian
masyarakat Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII,
2020. Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan
6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat
Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar
dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi
Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.

2. Manajemen ASN
I. Kedudukan, Peran, Hak dan Kewajiban, dan Kode Etik ASN
Kedudukan
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN
yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada
pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman
Kedudukan atau status jabatan PNS dalam system birokrasi selama ini dianggap
belum sempurna untuk menciptakan birokrasi yang professional. Untuk dapat
membangun profesionalitas birokrasi, maka konsep yang dibangun dalam UU ASN
tersebut harus jelas. Berikut beberapa konsep yang ada dalam UU No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
2. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat
sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki
jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
Sedangkan PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai
dengan kebutuhan Instansi Pemerintah untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan.
Dengan kehadiran PPPK tersebut dalam manajemen ASN, menegaskan bahwa
tidak semua pegawai yang bekerja untuk pemerintah harus berstatus PNS, namun dapat
berstatus sebagai pegawai kontrak dengan jangka waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan budaya kerja baru menumbuhkan suasana kompetensi di kalangan birokrasi
yang berbasis pada kinerja.
Peran ASN
Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi
sebagai berikut:
1. Pelaksana kebijakan public;
2. Pelayan public; dan
3. Perekat dan pemersatu bangsa
Selanjutnya Pegawai ASN bertugas:
1. Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Memberikan pelayanan public yang professional dan berkualitas, dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Selanjutnya peran dari Pegawai ASN: perencana, pelaksana, dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi
politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hak dan Kewajiban ASN
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum, suatu
kepentingan yang dilindungi oleh hukum, baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan
bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Agar dapat melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya dengan baik dapat meningkatkan produktivitas, menjamin
kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak.
Berdasarkan Pasal 92 UU ASN Pemerintah juga wajib memberikan perlindungan
berupa:
1. jaminan kesehatan;
2. jaminan kecelakaan kerja;
3. jaminan kematian; dan
4. bantuan hukum.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat
kontraktual. Dengan kata lainkewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan.
Kewajiban pegawai ASN yang disebutkan dalam UU ASN adalah:
1. setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah
yang sah;
2. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3. melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang;
4. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
6. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan
7. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
8. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kode Etik dan Kode Perilaku ASN


Dalam UU ASN disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode
etik dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga
martabat dan kehormatan ASN.
Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:
1. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas
tinggi;
2. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3. melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4. melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5. melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang
Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan etika pemerintahan;
6. menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara;
7. menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara bertanggungjawab,
efektif, dan efisien;
8. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
9. memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain
yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
10. tidak menyalahgunakan informasi intern Negara, tugas, status, kekuasaan, dan
jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri
sendiri atau untuk orang lain;
11. memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas
ASN; dan
12. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin
Pegawai ASN.
II. Konsep Sistem Merit Dalam Pengelolaan ASN
UU ASN secara jelas mengakomodasi prinsip merit dalam pelaksanaan
manajemen ASP. Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan motor penggerak
pemerintahan, pilar utama dalam melaksanakan tugas sebagai pelayan publik yang secara
langsung maupun tidak langsung bersinggungan dengan masyarakat. Oleh karena itu
kinerja ASN menjadi indikator utama yang menentukan kualitas ASN itu sendiri. Untuk
mendapatkan ASN yang memiliki kinerja tinggi diperlukan suatu regulasi yang mampu
mendorong ASN bertanggung jawab terhadap tugasnya dan mau melakukannya dengan
sepenuh hati. Merit sistem adalah salah satu strategi untuk mendorong produktivitas kerja
lebih tinggi karena ASN dijamin obyektivitasnya dalam perjalanan kariernya. Manajemen
menyediakan kondisi dimana berbagai kebijakan dan manajemen SDM dilakukan dan
didasari pada pertimbangan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar,
tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis
kelamin, status pernikahan, umur ataupun kondisi kecacatan.
Undang-undang ASN memandang bahwa sumber daya manusia (SDM) adalah
aset yang harus dikembangkan. Dengan dasar tersebut maka setiap ASN memiliki
kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing. Oleh karenanya
setiap ASN dimotivasi untuk memberikan yang terbaik. Sistem merit merupakan salah
satu bentuk motivasi bagi ASN yang ingin meningkatkan kualitas dirinya.
Bagaimana menerapkan sistem merit dalam pengelolaan ASN? Sistem merit harus
diterapkan pada semua komponen atau fungsi dalam manajemen ASN. Semua fungsi dan
komponen dalam manajemen ASN sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 (mengatur
tentang manajemen PNS) dan pasal 93 (mengatur manajemen PPPK) UU ASN harus
menerapkan sistem merit ini.
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan
dan sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas,
obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk
menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan yang berupa transparansi dan
jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun jaminan obyektifitasnya dalam
pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah mendapatkan pegaway yang tepat dan
berintegritas untuk mencapai visi dan misinya.Pasca recruitment, dalam organisasi
berbagai sistem pengelolaan pegawai harus mencerminkan prinsip merit yang
sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada prinsip-prinsip yang obyektif
dan adil bagi pegawai. Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan pegawai akan
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan kinerja. Pegawai
diberikan penghargaan dan pengakuan atas kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad
performers mengetahui dimana kelemahan dan juga diberikan bantuan dari organisasi
untuk meningkatkan kinerja.

III. Mekanisme Pengelolaan ASN


Manajemen PNS dan PPPK
 Manajemen PNS
Meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan. Manajemen PNS pada Instansi Pusat dilaksanakan oleh pemerintah pusat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Manajemen PNS pada Instansi
Daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang
menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja. PNS dapat berpindah
antar dan antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan Fungsional
di Instansi Pusat dan Instansi Daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian
kinerja. PNS dapat diangkat dalam jabatan tertentu pada lingkungan instansi Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. PNS yang diangkat
dalam jabatan tertentu pangkat atau jabatan disesuaikan dengan pangkat dan jabatan di
lingkungan instansi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
 Manajemen PPPK
Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan, pengadaan, penilaian kinerja,
penggajian dan tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan, disiplin,
pemutusan hubungan perjanjian kerja dan perlindungan.
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah. Untuk
menjamin keterpaduan dan akurasi data dalam Sistem Informasi ASN, setiap Instansi
Pemerintah wajib memutakhirkan data secara berkala dan menyampaikannya kepada
BKN. Sistem Informasi ASN berbasiskan teknologi informasi yang mudah diaplikasikan,
mudah diakses, dan memiliki sistem keamanan yang dipercaya.
 Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK
 Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan,
pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan perlindungan
 Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja;
penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan;
disiplin; pemutusan hubungan perjanjiankerja; dan perlindungan.
 Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah
dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan
memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi
selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi,
kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
 Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan
Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun
 Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian
memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan
pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan laporan yang
disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri
 Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang
diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan
tidak kehilangan status sebagai PNS.
 Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik
Indonesia. Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan:
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan
jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
 Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah
 Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya
administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif

You might also like