Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Noer
Jurnal Noer
NIP : 198508232022211014
NDH : 20
Unit Kerja : SMAN 1 SAGULING
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan ridhonya
sehingga Jurnal Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 dapat
disusun. Penyusunan Jurnal Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
tahun 2023 ini adalah bertujuan untuk memberikan tugas dan fungsi ASN serta memberikan
pengenalan nilai dan etika pada instansi pemerintah. Jurnal ini tidak hanya memberikan
pengenalan nilai dan etika, tetapi juga memberikan informasi keberhasilan peserta Orientasi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam menyerap materi-materi yang ada di
setiap modul.
Tanpa menyebutkan satu persatu dan dengan rasa hormat yang sedalam- dalamnya saya
ucapkan terima kasih kepada seluruh panitia penyelenggara, dalam hal ini adalah Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Barat dan seluruh pihak yang
telah membantu menyusun pelaksanaan Jurnal Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) tahun 2023.
Kami menyadari bahwa jurnal ini jauh dari sempurna, untuk itu kami memohon masukan,
koreksi dan saran untuk kesempurnaan jurnal ini dan keberlanjutan untuk penyusunan jurnal
pada gelombang berikutnya. Kami berharap apa yang terangkum dalam Jurnal Orientasi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara
Nomor 289/K.1/PDP.07/2022 tentang Pedoman Orientasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja wajib menjalani masa percobaan yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi
untuk membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan memperkuat
profesionalisme serta kompetensi bidang.
B. Tujuan
Tujuan dari orientasi PPPK diantaranya adalah:
1. Memberikan pengenalan tugas dan fungsi ASN
2. Memberikan pengenalan nilai dan etika pada instansi pemerintah.
D. Penutup
Orientasi PPPK ini merupakan Salah satu upaya yang dilakukan untuk pengembangan
kompetensi bagi ASN sesuai tuntutan tugas jabatan dengan memaksimalkan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi serta terintegrasi secara nasional, karena pada dasarnya
Aparatur Sipil Negara merupakan unsur utama yang memiliki peran strategis dalam
menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di Indonesia.
E. Lampiran
Pada bagian ini berisi tentang resume materi dari MOOC mulai dari Agenda 1 hingga
Agenda 3 yang dihimpun dalam Jurnal Kegiatan MOOC Orientasi Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja.
I. Materi Kebijakan
Orientasi bagi PPPK bertujuan agar kita belajar secara mandiri melalui MOOC,
yang nantinya ada evaluasi untuk meyakinkan bahwa semua materi sudah dipahami.
Pembelajaran dibagi tiga bagian yakni : 1. Tentang sikap prilaku bela negara, 2 Nilai nilai
core value di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi acuan di dalam bekerja,
3 Kedudukan di dalam penyelenggaraan pemerintahan
II. Agenda I
1. Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),
diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kepentingan bangsa dan Negara harus
ditempatkan di atas kepentingan lainnya. Agar kepentingan bangsa dan Negara dapat
selalu ditempatkan di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit,
melalui:
Ada 4 empat konsensus dasar berbangsa dan bernegara yaitu: Pancasila, Undang
Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan
negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan
warga negara Indonesia. Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan
Indonesia menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang
beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa
Indonesia bahkan cenderung berkembang menjadi bahasa perhubungan luas.
Penggunaannya oleh bangsa lain yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu
menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari
penjabaran lima norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-norma
dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang
memberi kerangka dasar hukum sistem penyelengagaran negara pada umumnya, atau
khususnya sistem penyelenggaraan negara yang mencakup aspek kelembagaan, aspek
ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusianya.Konstitusi atau UUD, yang bagi
Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD 1945 hasil Amandemen I, II, III dan
IV terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis dan sumber
hukum tertinggi dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
Atas dasar itu, penyelenggaraan negara harus dilakukan untuk disesuaikan dengan arah
dan kebijakan penyelenggaraan negara yang berlandaskan Pancasila dan konstitusi
negara, yaitu UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD
1945, merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi,
kandungan cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
dan oleh karena itu tidak akan berubah atau dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum
bagi Batang-tubuh UUD 1945 maupun bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia apapun yang akan atau mungkin dibuat. Normanorma dasar yang merupakan
cita-cita luhur bagi Republik Indonesia dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara
tersebut dapat ditelusur pada Pembukaan UUD 1945 tersebut yang terdiri dari empat (4)
alinea. Dari sudut hukum, batang tubuh UUD 1945 merupakan tataran pertama dan utama
dari penjabaran 5 (lima) norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-
norma dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum
yang memberi kerangka dasar hukum sistem administrasi negara Republik Indonesia
pada umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang
mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya
manusianya.
Kontemporer yang dimaksud disini adalah sesuatu hal yang modern, yang eksis
dan terjadi dan masih berlangsung sampai sekarang, atau segala hal yang berkaitan
dengan saat ini.
Konsep Perubahan
Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari danmenjadi bagian dari
perjalanan peradaban manusia. Sebelum membahas mengenai perubahan lingkungan
strategis, sebaiknya perlu diawali dengan memahami apa itu perubahan, dan bagaimana
konsep perubahan dimaksud. Untuk itu, mari renungkan pernyataan berikut ini
…“perubahan itu mutlak dan kita akan jauh tertinggal jika tidak segera menyadari dan
berperan serta dalam perubahan tersebut”.
Modal Intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan peluang dan
mengelola perubahan organisasi melalui pengembangan SDMnya. Hal ini didasari bahwa
pada dasarnya manusia memiliki sifat dasar curiosity, proaktif dan inovatif yang dapat
dikembangkan untuk mengelola setiap perubahan lingkungan strategis yang cepat berubah.
Penerapannya dalam dunia birokrasi/pemerintahan adalah, hanya pegawai yang memiliki
pengetahuan yang luas dan terus menambah pengetahuannya yang dapat beradaptasi dengan
kondisi perubahan lingkungan strategis.
Modal Emosional
Modal Sosial
Kesadaran Sosial (Social Awareness) yaitu Kemampuan berempati terhadap apa yang
sedang dirasakan oleh orang lain, memberikan pelayanan prima, mengembangkan
kemampuan orang lain, memahami keanekaragaman latar belakang sosial, agama dan
budaya dan memiliki kepekaan politik.
Kemampuan sosial (Social Skill) yaitu, kemampuan mempengaruhi orang lain,
kemampuan berkomunikasi dengan baik, kemampuan mengelola konflik dalam
kelompok, kemampuan membangun tim kerja yang solid, dan kemampuan mengajak
orang lain berubah. Manfaat yang bisa dipetik dengan mengembangkan modal sosial
adalah terwujudnya kemampuan untuk membangun dan mempertahankan jaringan kerja,
sehingga terbangun hubungan kerja dan hubungan interpersonal yang lebih akrab.
Modal ketabahan (adversity)
Konsep modal ketabahan berasal dari Paul G. Stoltz (1997). Ketabahan adalah
modal untuk sukses dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sebuah organisasi birokrasi. Berdasarkan perumpamaan pada para pendaki gunung, Stoltz
membedakan tiga tipe manusia: quitter, camper dan climber.
Quitter yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah memilih untuk melarikan diri
dari masalah dan tidak mau menghadapi tantangan guna menaklukkan masalah. Orang
seperti ini akan sangat tidak efektif dalam menghadapi tugas kehidupan yang berisi
tantangan. Dia juga tidak efektif sebagai pekerja sebuah organisasi bila dia tidak kuat.
Camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak sepenuh hati. Bila dia menghadapi sesuatu
tantangan dia berusaha untuk mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan.
Camper bukan tipe orang yang akan mengerahkan segala potensi yang dimilikinya untuk
menjawab tantangan yang dihadapinya.
Climber yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam menyelesaikan masalah. Tipe
orang ini adalah pantang menyerah, sesulit apapun situasi yang dihadapinya. Climber
adalah pekerja yang produktif bagi organisasi tempat dia bekerja. Orang tipe ini memiliki
visi dan cita-cita yang jelas dalam kehidupannya. Kehidupan dijalaninya dengan sebuah
tata nilai yang mulia, bahwa berjalan harus sampai ke tujuan.
Modal etika/moral
Kecerdasan moral sebagai kapasitas mental yang menentukan prinsip-prinsip
universal kemanusiaan harus diterapkan ke dalam tata-nilai, tujuan, dan tindakan kita atau
dengan kata lain adalah kemampuan membedakan benar dan salah. Ada empat komponen
modal moral/etika yakni:
Integritas (integrity), yakni kemauan untuk mengintegrasikan nilai-nilai universal di
dalam berperilaku yang tidak bertentangan dengan kaidah perilaku etis yang universal.
Bertanggung-jawab (responsibility) yakni orang-orang yang bertanggung-jawab atas
tindakannya dan memahami konsekuensi dari tindakannya sejalan dengan prinsip etik
yang universal.
Penyayang (compassionate) adalah tipe orang yang tidak akan merugikan orang lain.
Pemaaf (forgiveness) adalah sifat yang pemaaf. Orang yang memiliki kecerdasan moral
yang tinggi bukanlah tipe orang pendendam yang membalas perilaku yang tidak
menyenangkan dengan cara yang tidak menyenangkan pula
Penjelasan korupsi di Indonesia dibagi dalam dua fase, yaitu: fase pra kemerdekaan
(zaman kerajaan dan penjajahan) dan fase kemerdekaan (zaman orde lama, orde baru, dan
orde reformasi hingga saat ini) yang diuraikan sebagai berikut:
Zaman kerajaan,
Zaman penjajahan
Pada zaman penjajahan, praktek korupsi masuk dan meluas ke dalam sistem budaya,
sosial, ekonomi, dan politik. Budaya korupsi yang berkembang dikalangan tokoh-
tokoh lokal yang diciptakan sebagai budak politik untuk kepentingan penjajah.
Reprsentasi Budak-Budak Politik tersebut dimanisfetasikan dalam struktur
pemerintahan adiministratif daerah, misal demang (lurah), tumenggung (setingkat
kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang nota bene merupakan
orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi kepentingan di
daerah teritorial tertentu. Pemerintahan kolonial memberikan tugas untuk menarik
upeti atau pajak dari rakyat dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat, hasilnya
diserahkan kepada pemerintah penjajah. Pada pelaksanaannya, sebagian besar
digelapkan untuk memperkaya diri dengan berbagai motif.
Zaman modern
Berdasarkan uraian munculnya budaya korupsi sejak zaman kerajaan hingga zaan
penjajahan, maka di zaman modern seperti sekarang ini kita perlu menyadari bahwa
korupsi merupakan jenis kejahatan yang terwariskan hingga saat ini dari perjalanan
panjang sejarah kelam bangsa Indonesia, bahkan telah beranak pinak lintas generasi.
Penanganan kejahatan korupsi secara komprehensif sangat diperlukan sehingga
mampu mengubah cara berpikir dan bertindak menjadi lebih baik. Penanganan
terhadap korupsi di Indonesia yang pernah tercatat dilakukan sejak periode pasca
kemerdekaan (masa orde lama), masa orde baru, dan masa reformasi hingga saat ini.
B. Memahami Korupsi
Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio”
(Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Kata
“corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari
bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda). Secara harfiah korupsi
mengandung arti: kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus Umum
Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai: “perbuatan
yang buruk seperti: penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya”.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai
penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain
C. Narkoba
Di kalangan masyarakat luas atau secara umum dikenal istilah Narkoba atau
Napza, dimana keduanya istilah tersebut mempunyai kandungan makna yang sama.
Kedua istilah tersebut sama-sama digunakan dalam dunia obat-obatan atau untuk
menyebutkan suatu hal yang bersifat adiktif, yaitu dapat mengakibatkan ketergantungan
(addiction) apabila disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dosis yang
dianjurkan oleh dokter. Narkoba adalah merupakan akronim Narkotika, Psikotropika,
dan Bahan Adiktif lainnya, sedangkan Napza adalah akronim dari Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Kedua istilah tersebut juga biasa disebut
narkotika an-sich, dimana dengan penyebutan atau penggunaan istilah ”narkotika”
sudah dianggap mewakili penggunaan istilah narkoba atau napza. Sebagai contoh
”penamaan” institusi yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN)
di Indonesia menggunakan Istilah Badan Narkotika Nasional (BNN). Istilah yang
digunakan bukan ”Narkoba”, melainkan ”Narkotika”, padahal BNN tugasnya tidak
hanya yang terkait dengan Narkotika an-sich, tetapi juga yang berkaitan dengan
Psikotropika dan bahkan Prekursor Narkotika (Bahan Dasar Pembuatan Narkotika)
2. Akuntabel
Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk
dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu
yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam
banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung
jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral
individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas
adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai
pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik
(Matsiliza dan Zonke, 2017)
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi
untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah
seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai
dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut
adalah:
Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi
Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien
Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas
tinggi
Aspek-aspek Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship)
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua pihak antara individu/kelompok/institusi
dengan negara dan masyarakat. Pemberi kewenangan bertanggungjawab memberikan
arahan yang memadai, bimbingan, dan mengalokasikan sumber daya sesuai dengan tugas
dan fungsinya. Dilain sisi, individu/kelompok/institusi bertanggungjawab untuk
memenuhi semua kewajibannya. Oleh sebab itu, dalam akuntabilitas, hubungan yang
terjadi adalah hubungan yang bertanggungjawab antara kedua belah pihak.
Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)Hasil
yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat pemerintah yang bertanggung
jawab, adil dan inovatif. Dalam konteks ini, setiapindividu/kelompok/institusi dituntut
untuk bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta selalu
bertindak dan berupaya untuk memberikan kontribusi untuk mencapai hasil yang
maksimal.
Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting)
Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas. Dengan memberikan laporan
kinerja berarti mampu menjelaskan terhadap tindakan dan hasil yang telah dicapai oleh
individu/kelompok/institusi, serta mampu memberikan bukti nyata dari hasil dan proses
yang telah dilakukan. Dalam dunia birokrasi, bentuk akuntabilitas setiap individu
berwujud suatu laporan yang didasarkan pada kontrak kerja, sedangkan untuk institusi
adalah LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).
Akuntabilitas memerlukan konsekuensi(Accountability is meaningless without
consequences) Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab, dan tanggungjawab
menghasilkan konsekuensi. Konsekuensi tersebut dapat berupa penghargaan atau sanksi.
Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk memperbaiki kinerja ASN dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam pendekatan akuntabilitas yang bersifat
proaktif (proactive accountability), akuntabilitas dimaknai sebagai sebuah hubungan dan
proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sejak awal,
penempatan sumber daya yang tepat, dan evaluasi kinerja. Dalam hal ini proses setiap
individu/kelompok/institusi akan diminta pertanggungjawaban secara aktif yang terlibat
dalam proses evaluasi dan berfokus peningkatan kinerja.
3. Kompeten
Konsepsi Kompetensi
Kompetensi menurut Kamus Kompetensi Loma (1998) dan standar kompetensi
dari International Labor Organization (ILO), memiliki tiga aspek penting berkaitan
dengan perilaku kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang
diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Gambar 4.1 tentang Aspek Kompetensi
menggambarkan terkait aspek-aspek kompetensi dimaksud.
Sebagaimana Gambar 4.1 Kompetensi merupakan perpaduan aspek pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) yang terindikasikan dalam
kemampuan dan perilaku seseorang sesuai tuntutan pekerjaan.
Pengertian yang sama juga digunakan dalam konteks ASN, kompetensi adalah
deskripsi pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan
tugas jabatan (Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017), dan kompetensi menjadi
faktor penting untuk mewujudkan pegawai profesional dan kompetitif. Dalam hal ini
ASN sebagai profesi memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan kompetensi
dirinya, termasuk mewujudkannya dalam kinerja.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017, Pasal 210 sampai dengan
pasal 212, Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan sebagai berikut:
a. Mandiri oleh internal instansi pemerintah yang bersangkutan.
b. Bersama dengan instansi pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk
melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu.
c. Bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.
Pengembangan kompetensi bagi Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja
(PPPK), berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2018 dalam pasal 39 diatur
sebagai berikut:
a. Dalam rangka pengembangan kompetensi untuk mendukung pelaksanaan
tugas, PPPK diberikan kesempatan untuk pengayaan pengetahuan.
b. Setiap PPPK memiliki kesempatan yang sama untuk di ikutsertakan dalam
pengembangan kompetensi
c. Pengembangan kompetensi dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
pengembangan kompetensi pada Instansi Pemerintah.
d. Dalam hal terdapat keterbatasan kesempatan pengembangan kompetensi,
prioritas diberikan dengan memper-hatikan hasil penilaian kinerja pppK yang
bersangkutan.
Ringkasan
1. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku
kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
2. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi
ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan
dengan bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk
memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan
dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk
dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk
memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
3. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
4. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
5. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine
box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.
Perilaku Kompeten
4. Harmonis
a. Pengertian Harmonis
Pengertian
Tuntutan bahwa ASN harus berintegritas tinggi adalah bagian dari kode etik dan
kode perilaku yang telah diatur di dalam UU ASN. Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang
ASN ada dua belas kode etik dan kode perilaku ASN itu, yaitu:
Perilaku ASN
Penerapan sikap perbertika ilaku yang menunjukkan ciri-ciri sikap harmonis.
Tidak hanya saja berlaku untuk sesama ASN (lingkup kerja) namun juga berlaku bagi
stakeholders eksternal. Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan:
a. Toleransi
b. Empati
c. Keterbukaan terhadap perbedaan.
Sebagai pelayan, tentu saja pejabat publik harus memahami keinginan dan
harapan masyarakat yang harus dilayaninya. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan hak-haknya sebagai dampak globalisasi yang ditandai revolusi dibidang
telekomunikasi, teknologi informasi, transportasi telah mendorong munculnya tuntutan
gencar yang dilakukan masyarakat kepada pejabat publik untuk segera merealisasikan
penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Seperti telah sering diuraikan, norma etika yang berisi berbagai ketentuan dan
kaidah moralitas memiliki perbedaan dalam sistem sanksi jika dibandingkan dengan
norma hukum. Sistem sanksi dalam norma hukum sebagian besar bersifat paksaan
(coercive) dan karena itu memerlukan aparat penegak hukum yang dibentuk atau
difasilitasi oleh negara. Sebaliknya, sistem sanksi dalam norma etika tidak selalu bersifat
paksaan sehingga pembebanan sanksi kepada pelanggar norma berasal dari kesadaran
internal, sanksi sosial atau kesepakatan bersama yang terbentuk karena tujuan dan
semangat yang sama di dalam organisasi.
5. Loyal
Urgensi Loyalitas ASN
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang
Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan
bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi
pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government),
pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa)
Karena pentingnya sifat dan sikap ini, maka banyak ketentuan yang mengatur
perihal loyalitas ASN ini (akan dibahas lebih rinci pada bab-bab selanjutnya), diantaranya
yang terkait dengan bahasan tentang:
1) Kedudukan dan Peran ASN
2) Fungsi dan Tugas ASN
3) Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
4) Kewajiban ASN
5) Sumpah/Janji PNS
6) Disiplin PNS
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya
dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam
kehidupan sehari-harinya, yaitu:
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan
sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan
perundang-undangangan yang berlaku.Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk
menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS yang
memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan
ini dengan baik.
6. Adaptif
Uraian Materi
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan
hidup dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Dengan
demikian adaptasi merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan
diri).Sejatinya tanpa beradaptasi akan menyebabkan makhluk hidup tidak dapat
mempertahankan diri dan musnah pada akhirnya oleh perubahan lingkungan. Sehingga
kemampuan adaptif merupakan syarat penting bagi terjaminnya keberlangsungan
kehidupan.
Dalam KBBI diuraikan definisi adaptif adalah mudah menyesuaikan (diri) dengan
keadaan. Sedangkan dalam kamus Bahasa Inggris, seperti Cambridge menyebutkan
bahwa adaptif adalah “having an ability to change to suit changing conditions”, atau
kemampuan untuk berubah dalam sitauasi yang berubah. Sedangkan dalam Collins
dictionary disebutkan bahwa “adaptive means having the ability or tendency to adapt to
different situations”, atau adaptif adalah kemampuan atau kecenderungan untuk
menyesuaikan diri pada situasi yang berbeda . Ini artinya bahwa sebagian besar kamus
bahasa memberi penekanan dalam pengertian adaptif pada hal kemampuan (ability) untuk
menyesuaikan diri
Soekanto (2009) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi, yakni:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan
dan sistem.
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
Kreativitas dan Inovasi
Pada umumnya istilah kreativitas dan inovasi kerap diidentikkan satu sama lain.
Selain karena saling beririsan yang cukup besar, kedua istilah ini memang secara konteks
boleh jadi mempunyai hubungan kasual sebab-akibat. Sebuah inovasi yang baik biasanya
dihasilkan dari sebuah kreativitas. Tanpa daya kreativitas, inovasi akan sulit hadir dan
diciptakan. Menginovasi sebuah barang atau proses akan memerlukan kemampuan kreatif
untuk menciptakan inovasi. Inovasi pada tataran ide akan sulit berwujud jika kreativitas
inovatornya tidak bekerja dengan baik. Namun demikian, dalam kenyataannya, kehadiran
inovasi juga tidak mutlak mensyaratkan adanya kreativitas.
Adapun dimensi-dimensi kreativitas dikenal melingkupi antara lain:
Fluency (kefasihan/kelancaran), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak
ide atau gagasan baru karena kapasitas/wawasan yang dimilikinya.
Flexibility (Fleksibilitas), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak
kombinasi dari ide-ide yang berbeda
Elaboration (Elaborasi), yaitu kemampuan untuk bekerja secara detail dengan
kedalaman dan komprehensif.
Originality (Orisinalitas), yaitu adanya sifat keunikan, novelty, kebaruan dari
ide atau gagasan yang dimunculkan.
Organisasi Adaptif
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu lanskap
(landscape), pembelajaran (learning), dan kepemimpinan (leadership). Unsur lanskap
terkait dengan bagaimana memahami adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi
dengan lingkungan strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan
lingkungan strategis ini meliputi bagaimana memahami dunia yang kompleks, memahami
prinsip ketidakpastian, dan memahami lanskap bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran
yang terdiri atas elemen-elemen adaptive organization yaitu perencanaan beradaptasi,
penciptaan budaya adaptif, dan struktur adaptasi. Yang terakhir adalah unsur
kepemimpinan yang menjalankan peran penting dalam membentuk adaptive organization
Adaptif sebagai nilai dan budaya ASN
Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi di mana ASN
memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi yang
berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang
berkesinambungan.
Dalam konteks budaya organisasi, maka nilai adaptif tercermin dari kemampuan
respon organisasi dalam mengadaptasi perubahan. Mengutip dari Management Advisory
Service UK4, maka “An Adaptive (Corporate) Culture is one that enables the
organisation to adapt quickly and effectively to internal and external pressures for
change”. Ini menjelaskan bahwa budaya adaptif bisa menjadi penggerak organisasi dalam
melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan internal maupun eksternal. Budaya
menjadi faktor yang memampukan organisasi dalam berkinerja secara cepat dan efektif.
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup. Organisasi dan
individu di dalamnya memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk hidup, untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya dibedakan
mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus berpikir
kreatif.Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan
keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan budaya
adaptif dalam organisasi memerlukan beberapa hal, seperti di antaranya tujuan organisasi,
tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan lainnya.Dan
budaya adaptif sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun karakter
adaptif pada diri ASN sebagai individu yang menggerakkan organisasi untuk mencapai
tujuannya
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan
– baik individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan
membangun atau mewujudkan individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi
VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility dengan
Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi complexity dengan clarity, dan
hadapi ambiguity dengan agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon
perubahan lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel.
Budaya organisasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga
efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan
dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati
sebagai sebuah strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk
meningkatkan kinerja. Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
7. Kolaboratif
Definisi Kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapadefinisi kolaborasi
dan collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019)
mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between
two or more firms aiming to become more competitive by developing shared routines”.
Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa :Collaboration is a process though which
parties with different expertise, who see different aspects of a problem, can constructively
explore differences and find novel solutions to problems that would have been more
difficult to solve without the other’s perspective (Gray, 1989).Lindeke and Sieckert
(2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah: Collaboration is a complex process,
which demands planned, intentional knowledge sharing that becomes the responsibility of
all parties (Lindeke and Sieckert, 2005).
Kolaborasi pemerintahan
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya yang juga
perlu dijelaskan yaitu collaborative governance. Irawan (2017 P 6) mengungkapkan
bahwa “ Collaborative governance “sebagai sebuah proses yang melibatkan norma
bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor governance
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi
yaitu:
forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
'‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan consensus (bahkan jika
konsensus tidak tercapai dalam praktik), dan
fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Uraian Materi
Dalam konteks kehidupan digital, kita tidak pernah hidup sendiri. Di luar sana ada
orang-orang yang mungkin sudah menangkap tampilan layar atau mengarsipkan
dokumen pribadi yang pernah kita unggah. Jika kejadiannya seperti ini, maka hampir
mustahil untuk menghapus jejak ini secara utuh. Untuk itu, kita harus berhati-hati ketika
melakukan sesuatu di dunia digital. Di masa sekarang, dengan media sosial yang sudah
menjadi keseharian, kita menjadi sangat mudah memberikan komen dan
mempublikasikan sesuatu.
Untuk meningkatkan kompetensi kritis dalam memanfaatkan mesin pencari serta
mencegah kita untuk terlempar dalam pusaran hoaks, terlebih dahulu kita perlu
mengetahui dan memahami tiga gangguan informasi. Pertama, misinformasi adalah
informasi yang tidak benar. Namun, orang yang menyebarkannya percaya bahwa
informasi tersebut adalah benar tanpa bermaksud membahayakan orang lain. Kedua,
disinformasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yangmenyebarkannya juga tahu
bahwa informasi itu tidak benar. Ketiga, mal informasi adalah sepenggal informasi benar
namun digunakan dengan niat untuk merugikan seseorang atau kelompok tertentu
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan
teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah
konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada
kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang
dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang
pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu
mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung
jawab.
Keempat pilar yang menopang literasi digital yaitu etika, budaya, keamanan, dan
kecakapan dalam bermedia digital. Etika bermedia digital meliputi kemampuan individu
dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan,
mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam
kehidupan sehari-hari. Budaya bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam
membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan
kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Keamanan bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam mengenali,
mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran
keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, kecakapan bermedia digital
meliputi Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan
perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan
sehari-hari.
Beragam sajian dalam bentuk foto, video, maupun tulisan, saat ini tersebar di
semua lini media digital kita. Pada tahapan ini, kita sebenarnya sudah punya modal untuk
memproduksi konten budaya dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah tantangan yang kita
hadapi menjadi lebih kompleks. Di satu sisi, kita dituntut untuk menghargai segala
perbedaan. Di lain pihak, kita juga dituntut memprioritaskan upaya menjaga konten
budaya yang diproduksi. Dalam proses produksi konten, jangan lupa ada pihak lain, atau
orang lain dalam konteks budaya yang berbeda, yang mungkin tidak nyaman ketika
kegiatan ritual budaya maupun ibadah kepercayaan/keagamaannya diekspos. Saat kita
hendak membuat foto maupun video tentang pemeluk Kong Hu Cu yang sedang berdoa
di Klenteng, misalnya, belum tentu mereka berkenan untuk diabadikan kegiatannya.
Maka, menjadi kewajiban pihak yang memproduksi konten budaya tersebut untuk
mendapatkan ijin dari individu individu yang hendak diekspos kegiatannya.
Partisipasi literasi digital dalam seni budaya tradisional dan kontemporer bisa
dilakukan dengan banyak cara. Salah satu cara yang paling manjur adalah bergabung
dengan berbagai kelompok seni budaya tradisional & kontemporer, serta menjadi bagian
dari kelompok penjaga dan pelestari bahasa daerah di masing-masing daerah. Setiap
Kota/Kabupaten di Indonesia biasanya memiliki lembaga pusat kebudayaan daerah. Nah,
kita dapat berpartisipasi dengan cara bergabung dalam jaringan-jaringan tersebut. Harus
diakui, ini tidak mudah, karena tidak semua pusat kebudayaan daerah memiliki media
digital. Sehingga, menjalin jaringan tidak begitu saja mudah dilakukan. Namun, apabila
kita bisa mengembangkan jaringan tersebut, berpartisipasilah dengan mendorong agar
lembaga budaya atau komunitas ini memiliki media digital, sehingga mampu
menghadirkan seni, budaya dan bahasa daerah mereka dalam ruang digital yang lebih
luas.
Hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk
mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak Digital
meliputi hak untuk mengakses, hak untuk berekspresi dan hak untuk merasa nyaman. Hak
harus diiringi dengan tanggung jawab. Tanggung jawab digital, meliputi menjaga hak-hak
atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional atau atau ketertiban masyarakat atau
kesehatan atau moral publik.
Hak dan kewajiban digital dapat memengaruhi kesejahteraan digital setiap
pengguna. Kesejahteraan digital merupakan istilah yang merujuk pada dampak dari
layanan teknologi dan digital terhadap kesehatan mental, fisik, dan emosi seseorang.
Siapa yang bertanggung jawab untuk menciptakan kesejahteraan digital? jawabannya
adalah setiap individu. Terdapat empat aspek kesejahteraan individu yang digambarkan
dalam piramida dan delapan prinsip praktik digital yang baik yang digambarkan pada
lingkaran (Jisc, n.d).
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas
dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi
bahkan solusi dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian
masyarakat Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII,
2020). Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan
6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat
Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar
dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi
Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.
Berdasarkan arahan bapak presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan
kebutuhan SDM talenta digital, Literasi digital berfungsiuntuk meningkatkan kemampuan
kognitif sumber daya manusia diIndonesia agar keterampilannya tidak sebatas
mengoperasikan gawai.Kerangka kerja literasi digital untuk kurikulum terdiri dari digital
skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. Kerangka kurikulum literasi digital
digunakan sebagai metode pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif
masyarakat dalam menguasai teknologi digitalDigital skill merupakan Kemampuan
individu dalam mengetahui,memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti
lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital culture
merupakan Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan,membiasakan,
memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika dalam kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK.
Digital ethics merupakan Kemampuan individu dalam menyadari,
mencontohkan,menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan,
danmengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari.
Digital safety merupakan Kemampuan User dalam mengenali,mempolakan, menerapkan,
menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan
keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan
teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah
konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi.Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan
padakecakapan penggunamedia digital dalammelakukan proses mediasi media digital
yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017).
Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digitalyang bagus tidak hanya
mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh
tanggung jawab.
Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi. Poros pertama,
yaitu domain kapasitas ‘single–kolektif’ memperlihatkanrentang kapasitas literasi digital
sebagai kemampuain individu untukmengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya
hingga kemampuan individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat
kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah domain ruang ‘informal–formal’
yang memperlihatkan ruang pendekatan dalam penerapan kompetensiliterasi digital.
Ruang informal ditandai dengan pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan instrumen
yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih
terstruktur dilengkapi instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai
‘warga negara digital.’ Blok-blok kompetensi semacam ini memungkinkan kita melihat
kekhasan setiap modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi
digital, berada di domain ‘single, informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital)
sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan berada pada
domain ‘kolektif, formal’ di mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu
berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia
Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital membawa individu untuk
bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain ‘kolektif, informal’. Digital
Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat
menjagakeselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah
menyentuh instrumen-instrumen hukumpositif.
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas
dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi
bahkan solusi dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian
masyarakat Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII,
2020. Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan
6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat
Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar
dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi
Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.
2. Manajemen ASN
I. Kedudukan, Peran, Hak dan Kewajiban, dan Kode Etik ASN
Kedudukan
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN
yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada
pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman
Kedudukan atau status jabatan PNS dalam system birokrasi selama ini dianggap
belum sempurna untuk menciptakan birokrasi yang professional. Untuk dapat
membangun profesionalitas birokrasi, maka konsep yang dibangun dalam UU ASN
tersebut harus jelas. Berikut beberapa konsep yang ada dalam UU No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
2. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat
sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki
jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
Sedangkan PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai
dengan kebutuhan Instansi Pemerintah untuk jangka waktu tertentu dalam rangka
melaksanakan tugas pemerintahan.
Dengan kehadiran PPPK tersebut dalam manajemen ASN, menegaskan bahwa
tidak semua pegawai yang bekerja untuk pemerintah harus berstatus PNS, namun dapat
berstatus sebagai pegawai kontrak dengan jangka waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan budaya kerja baru menumbuhkan suasana kompetensi di kalangan birokrasi
yang berbasis pada kinerja.
Peran ASN
Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi
sebagai berikut:
1. Pelaksana kebijakan public;
2. Pelayan public; dan
3. Perekat dan pemersatu bangsa
Selanjutnya Pegawai ASN bertugas:
1. Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Memberikan pelayanan public yang professional dan berkualitas, dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Selanjutnya peran dari Pegawai ASN: perencana, pelaksana, dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi
politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Hak dan Kewajiban ASN
Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum, suatu
kepentingan yang dilindungi oleh hukum, baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan
bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Agar dapat melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya dengan baik dapat meningkatkan produktivitas, menjamin
kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak.
Berdasarkan Pasal 92 UU ASN Pemerintah juga wajib memberikan perlindungan
berupa:
1. jaminan kesehatan;
2. jaminan kecelakaan kerja;
3. jaminan kematian; dan
4. bantuan hukum.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat
kontraktual. Dengan kata lainkewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan.
Kewajiban pegawai ASN yang disebutkan dalam UU ASN adalah:
1. setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah
yang sah;
2. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3. melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang;
4. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
6. menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan
7. menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
8. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.