You are on page 1of 24

PRINSIP-PRINSIP BERPIKIR ILMIAH DAN PANCASILA SEBAGAI DASAR

NILAI DALAM STRATEGI PERKEMBANGAN IPTEK

(Tugas Mata Kuliah Pancasila)

DISUSUN OLEH :

1. DIANY SEPTINA 133310


2. GIN GIN YULENDA 13331013
3. NIA NORANDA 133310
4. RIKA AFRIANSYAH 133310
5. SATRIA TRI WIBOWO 133310

PROGRAM STUDY D IV KESEHATAN LINGKUNGAN

POLTEKKES KEMENKES TJK

2013-2014
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul” Prinsip-prinsip Berpikir Ilmiah dan Pancasila
sebagai Dasar Nilai dalam Strategi Perkembangan Iptek”. Kemudian shalawat beserta
salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di
dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah PANCASILA di prodi D
IV KESEHATAN LINGKUNGAN. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bpk. Purwono, SH, M.Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah Pancasila
dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan


dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, November


2013

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia
masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami
perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya
merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin
orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di
bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan
Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di
Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam
dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi
jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada
pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan
keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang
berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan
masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan
standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
sumber nilai atau orientasi dasar yang disertai dengan kemampuan dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang
ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah
tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, pancasila sebagai ideologi
bangsa harus dijadikan sebagai acuan yang mengakomodir dan
mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
setiap warga negara dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup
manusia.

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses


ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran
tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau
pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari
sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo
sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir
sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada
masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari
jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.

Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan,


meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan
(berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip
– prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis


pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan
Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum,
yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu
kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini
diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan
operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan
selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks
pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk
memahami suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan


kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi.
Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri.
Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah,
sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh
mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan
ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat
ilmu.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi?
b. Bagaimanakah pancasila sebagai dasar nilai dalam strategi perkembangan
Iptek?
c. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?
d. Bagaimana konsep pendekatan alternatif?
e. Bagaimana pendekatan alternatif dari sudut pandang ontologi,
epistemologi dan aksiologi ?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk Untuk mengetahui pancasila
sebagai strategi dasar perkembangan IPTEK dan untuk mendapatkan
gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi
terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang
merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu.
D. MANFAAT
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah audience dapat mengetahui
fungsi pancasila sebagai strategi perkembangan iptek dan memahami
pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang
sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap
berpikir ilmiah dalam pendekatan alternatif, sebagai bahan kajian lebih
lanjut tentang berpikir ilmiah.
BAB III

PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN IPTEK
Sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah
menggunakan teknologi. Seseorang menggunakan teknologi karena manusia
berakal. Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik,
lebih aman dan sebagainya. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak
dihindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Perkembangan teknologi memang
sangat diperlukan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat
positif bagi kehidupan manusia. Memberikan banyak kemudahan, serta
sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Khusus dalam bidang
teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh
inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.
Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik
yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-
mesin otomatis, Demikian juga ditemukannya formulasi-formulasi baru
kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak
manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia. Sumbangan iptek
terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidak dapat dipungkiri. Namun
manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa perkembangan
iptek mendatangkan efek negatif bagi manusia. Dalam peradaban modern,
terlalu sering manusia terhenyak oleh disilusi dari dampak negatif iptek
terhadap kehidupan umat manusia.
Kini ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan temuan-temuannya
melaju pesat, mendasar, spektakuler. Iptek tidak lagi hanya sebagai sarana
kehidupan tetapi sekaligus sebagai kebutuhan kehidupan manusia. Bersamaan
dengan itu iptek telah menyentuh seluruh segi dan sendi kehidupan, dan
merombak budaya manusia secara intensif, yang berakibat terjadinya
perbenturan tata nilai dalam aspek kehidupan.
Fenomena perombakan tersebut, misalnya :
a. Dari budaya agraris-tradisional ke budaya industri modern. Peran mitos
digeser oleh peran logos / akal. Yang dituntut adalah prestasi, siap pakai,
keunggulan kompetitif, efisiensi, produktif dan kreatif, melupakan kaidah-
kaidah normatif.

b. Dari budaya nasional-kebangsaan ke budaya global-mondial. Visi, misi,


nilai-nilai universal lepas dari ikatan-ikatan primordial kebangsaan,
keagamaan. Akibatnya, rasa nasionalisme dan kepribadian bangsamulai
luntur.
Berkat kemajuan IPTEK, kini masyarakat begitu mudah
berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat dunia. Terjadinya proses
akulturasi dan pengaruh nilai-nilai kebudayaan antar bangsa secara langsung
ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi nilai, tata hidup, gaya hidup,
sikap hidup, maupun pikiran suatu kelompok masyarakat. Untuk itu
diperlukan sikap bijaksana, yaitu kesediaan untuk membuka diri terhadap
tuntutan jaman, sekaligus waspada terhadap nilai-nilai sosial budaya dari luar.
Hanya nilai-nilai yang sesuai dengan kepribadian kita yang kita serap.
Dengan meningkatnya hubungan antar bangsa di dunia, maka pengaruh tata
nilai dan budaya luar akan makin tinggi pula masuk ke Indonesia. Akibatnya
jika masyarakat tidak mempunyai ketahanan mental, ideologi, dan
kewaspadaan, maka dapat menjadi korban globalisasi dan pergaulan antar
bangsa.
Pengembangan dan penerapan IPTEK harus sejauh mungkin
memenuhi kriteria ketepatgunaan, yakni :
a. Segi teknis dapat dilaksanakan
b. Segi sosial akseptable
c. Secara ekonomi dapat dipertanggungjawabkan, dan
d. Secara ekologi tidak menurunkan kualitas hidup
B. PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI DALAM STRATEGI
PERKEMBANGAN IPTEK
Pancasila bukan merupakan ideologi yang kaku dan tertutup, namun
justru bersifat reformatif, dinamis, dan antisipatif. Dengan demikian
Pancasilan mampu menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yaitu dengan tetap memperhatikan
dinamika aspirasi masyarakat. Kemampuan ini sesungguhnya tidak berarti
Pancasila itu dapat mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung, tetapi lebih
menekan pada kemampuan dalam mengartikulasikan suatu nilai menjadi
aktivitas nyata dalam pemecahan masalah yang terjadi (inovasi teknologi
canggih). Kekuatan suatu ideologi itu tergantung pada kualitas dan dimensi
yang ada pada ideologi itu sendiri (Alfian, 1992)(dalam internet). Ada
beberapa dimensi penting sebuah ideologi, yaitu:
a. Dimensi Reality.
Yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara riil
berakar dalam hidup masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai
dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
b. Dimensi Idealisme.
Yaitu nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi
harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam
praktik kehidupan bersama dengan berbagai dimensinya.
c. Dimensi Fleksibility.
Maksudnya dimensi pengembangan Ideologi tersebut memiliki
kekuasaan yang memungkinkan dan merangsang perkembangan pemikiran-
pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa
menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam
nilai-nilai dasarnya.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya
merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia. Atas dasar kreatifitas
akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam
yang diciptakan Tuhan YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatan harkat dan martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya
tidak bebas nilai, namun terikat nilai – nilai. Pancasila telah memberikan
dasar nilai – nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan moral
ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dengan memasuki kawasan IPTEK yang diletakan diatas Pancasila
sebagai paradigmanya, perlu dipahami dasar dan arah peranannya, yaitu :
a. Aspek ontologi
Bahwa hakekat IPTEK merupakan aktivitas manusia yang tidak
mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menentukan
kebenaran dan kenyataan. Ilmu Pengetahuan harus dipandang secara utuh,
dalam dimensinya sebagai :
1. Sebagai masyarakat, menunjukkan adanya suatu academic community
yang dalam hidup keseharian para warganya untuk terus menggali dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Sebagai proses, menggambarkan suatu aktivitas masyarakat ilmiah yang
melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi,
komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.
3. Sebagai produk, adalah hasil yang diperoleh melalui proses, yang
berwujud karya – karya ilmiah beserta implikasinya yang berwujud fisik
ataupun non-fisik.
b. Aspek Epistemologi, bahwa pancasila dengan nilai–nilai yang terkandung
didalamnya dijadikan metode berpikir.
c. Aspek Askiologi, dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung
didalam pancasila sebagai metode berpikir, maka kemanfaatan dan efek
pengembangan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan
ideal dari pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-
nilai ideal pancasila.
Sila-sila pancasila yang harus menjadi sistem etika dalam pengembangan
IPTEK:
Sila ketuhanan yang mahaesa mengkomplementasikan ilmu
pengetahuan mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara
akal dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa
yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan
maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau tidak.
Pengolahan diimbangi dengan melestarikan.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar
moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK harus bersikap
beradab karena IPTEK adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab
dan bermoral. Oleh karena itu, pengembangan Iptek harus didasarkan pada
hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia. Iptek bukan untuk
kesombongan dan keserakahan manusia. Namun, harus diabdikan demi
peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila persatuan Indonesia mengkomplementasiakan universalitas dan
internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan
IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran
bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia di dunia.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan mendasari pengembangan IPTEK secara
demokratis, artinya setiap ilmuan harus memiliki kebebasan untuk
mengembangkan IPTEK juga harus menghormati dan menghargai kebebasan
orang lain dan juga memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik dikaji ulang
maupun di bandingkan dengan penemuan lainnya.
Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
mengkomplementasikan pengembangan IPTEK haruslah menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan
keadilan dalam hubungannnya dengan dirinya senndiri maupun dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat bangsa dan
negara, serta manusia dengan alam lingkungannya.
T.Jacob (2000) (dalam internet) berpendapat bahwa Pancasila
mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan iptek, yaitu:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengingatkan manusia bahwa ia
hanyalah makhluk Tuhan yang mempunyai keterbatasan seperti makhluk-
makhluk lain, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Ia tidak dapat
terlepas dari alam, sedangkan alam raya dapat berada tanpa manusia.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, usaha untuk menyejahterakan
manusia haruslah dengan cara-cara yang berprikemanusiaan. Desain,
eksperimen, ujicoba dan penciptaan harus etis dan tidak merugikan uamat
manusia zaman sekarang maupun yang akan datang. Sehingga kita tidak
boleh terjerumus mengembangkan iptek tanpa nilai-nilai perikemanusiaan.
3. Sila Persatuan Indonesia, mengingatkan pada kita untuk mengembangkan
iptek untuk seluruh tanah air dan bangsa. Dimana segi-segi yang khas
Indonesia harus mendapat prioritas untuk dikembangkan secara merata untuk
kepentingan seluruh bangsa, tidak hanya atau terutama untuk kepentingan
bangsa lain.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, membuka kesempatan yang sama bagi semua
warga negara untuk mengembangkan iptek, dan mengenyam hasilnya, sesuai
kemampuan dan keperluan masing-masing.
5. Sila Keadilan sosial, memperkuat keadilan yang lengkap dalam alokasi
dan perlakuan, dalam pemutusan, pelaksanaan,perolehan hasil dan pemikiran
resiko, dengan memaksimalisasi kelompok-kelompok minimum dalam
pemanfaatan pengembangan teknologi.
Pemahaman pancasila melalui kelima silanya secara universal dapat
masuk kedalam tatanan pembangunan Indonesia melalui perkembangan
IPTEK. Pentingnya keselerasan diantara keduanya menjanjikan hubungan
yang harmonis dalam membangun sebuah negara yang dicita-citakan. Namun,
pada kenyataanya sangat sulit untuk menyeimbangkan keduanya, karena
masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural, tidak jarang di antara
masyarakat tersebut tidak memiliki etika dalam menggunakan teknologi. Hal
tersebut sangat tergantung kepada tingkah laku manusia. Tidak setiap tingkah
laku itu memberikan jaminan. Hanya tingkah laku tertentu saja yang dapat
menjamin, yaitu tingkah laku yang bertanggung jawab. Artinya, yang
berdasarkan pada prinsip keadilan, yakni melakukan perbuatan sebagai
kewajiban atas hak yang layak bagi seseorang menurut posisi, fungsi dan
keberadaannya.
Peraturan perundangan, sebagai salah satu teknik bernegara, harus
mampu menghidupi warganya dalam suasana tenteram damai, dan bahagia
karena hal ini merupakan wujud ketentraman, kedamaian, dan kebahagiaan
negara itu sendiri. Dengan demikian cara-cara pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi seharusnya berkiblat kepada kelima sila pancasila
yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai
basis ketenteraman bernegara.
Pengembangan dan penguasaan dalam IPTEK (ilmu pengetahuan dan
teknologi) merupakan salah satu syarat menuju terwujudnya kehidupan
masyarakat bangsa yang maju dan modern. Pengembangan dan penguasaan
IPTEK menjadi sangat penting untuk dikaitkan dengan kehidupan global yang
ditandai dengan persaingan. Namun pengembangna IPTEK bukan semata-
mata untuk mengejar kemajuan material melainkan harus memperhatikan
aspek-aspek spiritual, artinya pengembangan IPTEK harus diarahkan untuk
mencapai kebahagiaan lahir dan batin.
Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-sila yang merupakan
sumber nilai, kerangka pikir serta asas moralitas bagi pembangunan IPTEK.
Sehingga bangsa yang memiliki pengembangan hidup pancasila, maka tidak
berlebihan apabila pengembangan IPTEK harus didasarkan atas paradigma
pancasila.
Syarat dan kondisi dikembangkannya iptek yang pancasialis :
a. Adanya keyakinan akan kebenaran nilai-nilai Pancasila dalam diri setiap
ilmuwan
b. Adanya situasi yang kondusif secara kultural, yaitu harus adanya semangat
pantang menyerah untuk mencari kebenaran ilmiah yang belum selesai, dan
adanya kultur bahwa disiplin merupakan suatu kebutuhan bukan sebagai
beban atau paksaan.
c. Adanya situasi yang kondusif secara struktural, bahwa perguruan tinggi
harus terbuka wacana akademisnya, kreatif, inovatif, dan mengembangkan
kerja sama dengan bidang-bidang yang berbeda
Hasil iptek harus dapat dipertanggungjawabkan akibatnya, baik pada
masa lalu, sekarang, maupun masa depan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
aturan yang mampu menjadikan pancasila sebagai roh bagi perkembangan
iptek di Indonesia. Dalam hal ini pancasila mampu berperan memberikan
beberapa prinsip etis pada iptek sebagai berikut.
a. Martabat manusia sebagai subjek, tidak boleh diperalat oleh iptek.
b. Harus dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan.

c. Iptek harus sedapat mungkin membantu manusia melepaskan kesulitan-


kesulitan hidupnya.

d. Harus dihindari adanya monopoli iptek.


e. Harus ada kesamaan pemahaman antara ilmuwan dan agamawan. Bahwa
iman dalam agama harus memancar dalam ilmu dan ilmu menerangi jalan
yang telah ditunjukkan oleh iman. Hal ini sesuai dengan ucapan Einstein,
yaitu without religion is blind, religion science is lame (ilmu tanpa agama
adala buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh).
C. PENGERTIAN METODE BERFIKIR ILMIAH
Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir
karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia
untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai
kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah adanya
abstraksi.
Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah
bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit
berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara
abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.
Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian
ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana
penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir
ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan.
Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
1. Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya
juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir
ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan
dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir
ilmiah berupa : “(1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika
Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai
dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah
kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam
berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya.
Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir
Induktif untuk mencari konsep – konsep yang berlaku umum”.
D. KONSEP PENDEKATAN ALTERNATIF
Pendekatan penelitian dalam metode berpikir iliah pada hakikatnya
dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan
Induktif. Namun dala perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan
pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan
pendekatan alternative ( pendekatan deduktif – induktif )
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yagn
mengguankan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion)
berdasarkan seperangkat presmis yang diberaikan. Dalam system deduktif
yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode
deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu
aygn umu ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the specific ).
Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteia
atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus
khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah
kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki
implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah
pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai
(value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang
seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan
akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapda pengukuran nilai
asset bersih yang bisa direaslisasikan ( net realizable value measurements of
assets ) merupakan premis dari toeri normative. Sebaliknya, teori deskriptif
(descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya
terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat
normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat
deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system
yagn tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat diddasarkan
kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan
empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.
Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat
bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya
mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya
untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral
dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya
definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.
Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif
adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global
(makro) sedangakn teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro).
Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena
didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan
yang diamatinya.
Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat
untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak
berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yagn saling
bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan
secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketapan
(appropriateness ) peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system
deduktif.
Proses riset sendiri tidak selalu emngikuti suatu pola yang pasti. Para
peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya
dengan mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data
yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu
memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkuangn bisnis yang
mendasari prakatek akuntasi. Riset Iduktif tersebut pada gilirannya akan
bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan
penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

E. PENDEKATAN ALTERNATIF DARI SUDUT PANDANG


ONTOLOGI EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

1. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi

Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada.


Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontology mempertanyakan tentang objek
yagn ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana
hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan
mengindera yang membuahkan pengetahaun.

Objek telaah ontology tersebut adalah yang tidak telihat pada satu
perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu
berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yagn meliputi segala
realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi
dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara benda–benda dan
makhluk hidup, antara jenis – jenis dan indidvidu – individu.

Pendekatan alternatif dari sudut pandang ontology, hal ini berarti


pendekatan alterantif dari sudut pandang filsafat yang membahas tentang
hakikat pendekatan alterantif sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata
lain, dari sudut pandang ontology, pendekatan alterantif dalam kajianany akan
mempersoalkan eksistensi pendekatan lain dala prosses berpikir ilmiah sesuai
dengan cara - cara yagn digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan
hakikat alternatif sebagai metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmih.

2. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pnadang Epistemologi

Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu


data dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang
lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang
sesuatu hal. Landasan epistemology adalah proses apa yang memungkinkan
mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan
prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni,
serta apa defininya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang
keputusan moral dan teori – teori moral.

Pembicaraannya tentang pendekatan alternatif dari sudut pandang


epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau
menelaah pendekatan alteranatif yang sesuai dengan kaidah –kaidah ilmu
pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain,
pendekatan alternative hendak dipahami secara rasional melalui metode
ilmiah.

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai din ada kaitannya dengan
kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang
pertama diawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori
kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika.

Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu


digunakan ? bagimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-
kaidah moral? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau professional?

Landasan aksiologi tentang pendekatan alternatif adalah berhubungan


dengan eksistensi pendekatan alternatif yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji
oleh pendekatan alternatif adalah segi pengembangan pendekatan alternatif itu
terhadap peningkatan kualitas hidup manusia terhadap kemanfaatan berpikir
ilmiah yang dapat mengarahkan manusia terhadap nilai baik maupun buruk.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Untuk dapat terjadi perkembangan IPTEK yang baik dan terarah maka yang dapat
mendukung perkembangan IPTEK tersebut melainkan dengan didasari oleh nilai-nilai
Pancasila, ada hal-hal yang perlu kita ketahui sbb:

1. Nilai-nilai Pancasila menjadi sumber motivasi bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan


dan Teknologi (IPTEK) nasional dalam mencerdaskan bangsa yang mempunyai nilai-
nilai Pancasila tinggi serta menegakkan kemerdekaan secara utuh, kedaulatan dan
martabat nasional dalam wujud negara Indonesia yang merdeka
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Perkembangan IPTEK karena Nilai-nilai pancasila
itu sangat mendorong dan mendasari akan perkembangan dari ilmu pengetahuan
dan teknologi yang baik dan terarah. Dengan Nilai-nilai Pancasila tersebut, perlu
menjadi kesadaran masyarakat bahwa untuk meningkatakan IPTEK di Indonesia itu,
sejak dini masyarakat harus memiliki dan memegang prinsip dan tekad yang kukuh
serta berlandaskan pada Nilai-nilai Pancasila yang merupakan kepribadian khas
Indonesia.
3. Berpikir ilmiah dalam, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah
dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan
metode Deduktif. Pandangan – pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap
waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir
manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak
salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa
berkembang, yang akan menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan.
4. Pendekatan alterantif adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan
deduktif (deductive approach) dan pendekatan induksi (inductive approach).
Penelitian yang menggunakan pendekatan alterantif pada hakikatnya
bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelittian yang menggunakan
paradigma kuantitatif – kualitatif.
5. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan alternative dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu onologi (metafisika),
epistemology, dan aksiologi.
B. SARAN
Sebagai masyarakat Indonesia yang menganut ideologi pancasila,
hendaknya dalam mengembangkan maupun memanfaatkan perkembangan
IPTEK harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan
berdasarkan tujuan untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia baik
untuk masa sekarang maupun masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

http://mettasetiani.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-paradigma_5047.html

http://galeriilmiah.wordpress.com/2012/03/27/definisi-berpikir-ilmiah/

http://notokusnoto.blogspot.com/2010/01/metode-berpikir-ilmiah.html

You might also like