Professional Documents
Culture Documents
Chapter II
Chapter II
A. Pengertian Konsumen
terdapat hubungan antara tenaga pelaksana (tenaga kesehatan) dengan pasien yang merupakan
konsumen jasa. Dan untuk itu, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan konsumen.
menyebutkan konsumen adalah “Setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri , keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan”. Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga
suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik di sini,
konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli, sehingga dengan sendirinya konsumen
menyimpulkan, bahwa para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai
pemakai terakhir dari benda dan jasa. Jasa adalah “ setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen 13.
Istilah Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau
consument/Konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dalam
posisi mana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen). Setiap
13
Nurmandjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perlindungan
Konsumen di Indonesia, “ dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, penyunting “ Hukum Perlindungan
Konsumen, Bandung: Mandar Maju, 2000, hal. 18
Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, kata “Konsumen” yang berasal dari
consumer sebenarnya berarti “pemakai”. Namun, di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan
lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli,
bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan
hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai 14.
Pengertian Yuridis formal ditemukan dalam pasal 1 angka (2) UUPK dinyatakan bahwa :
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan.”
Konsumen adalah pihak yang memakai, membeli, menikmati, menggunakan barang dan /atau
jasa dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan rumah tangganya. Menurut pasal 1
angka (2) UUPK dikenal istilah Konsumen akhir dan Konsumen antara. Konsumen akhir adalah
penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan Konsumen antara adalah
Konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi lainnya. Maka
dapat disimpulkan bahwa pengertian Konsumen dalam UUPK adalah Konsumen akhir
Pengertian Konsumen dalam pasal 1 angka (2) UUPK mengandung unsur-unsur sebagai
berikut 15:
Maksudnya adalah orang perorangan dan termasuk juga badan usaha (badan hukum atau
14
Agus Brotosusilo, makalah “Aspek-Aspek Perlindungan Terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum
di Indonesia”, (Jakarta: YLKI-USAID, 1998) hal. 46
15
Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 1 angka (2) UUPK hendak menegaskan bahwa UUPK menggunakan kata
“pemakai” untuk pengertian Konsumen sebagai Konsumen akhir (end user). Hal ini
disebabkan karena pengertian pemakai lebih luas, yaitu semua orang mengkonsumsi
c. Barang dan/jasa
Barang yaitu segala macam benda (berdasarkan sifatnya untuk diperdagangkan) dan
dipergunakan oleh Konsumen. Jasa yaitu layanan berupa pekerjaan atau prestasi yang
Barang dan/jasa yang akan diperdagankan telah tersedia di pasaran, sehingga masyarakat
e. Barang dan/jasa digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau
mahluk hidup lain. Dalam hal ini tampak adanya teori kepentingan pribadi terhadap
Pengertian Konsumen dalam UUPK dipertegas, yaitu hanya Konsumen akhir, sehingga
maksud dari pengertian ini adalah konsumen tidak memperdagangkan barang dan/jasa
a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat
16
AZ.Nasution, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Tinjauan Singkat UU Nomor 8 Tahun 1999,
www.pemantauperadilan.com. diakses pada 26 Desember 2012
b. Konsumen antara yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa
dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.
c. Konsumen akhir yaitu, pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa
untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya
dalam UUPK.
itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan
perlindungan itu bukan sekadar fisik, melainkan terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak.
Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang
diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. Sebagaimana disampaikan Munir Fuadi, kehadiran
suatu kaedah hukum (legal procept), aturan hukum (regulayuris), alat hukum (remedium juris)
dan ketegakan hukum (law enforcement) yang menetap adalah dambaan masyarakat Indonesia
sekarang, sehingga para konsumen, produsen, bahkan segenap masyarakat akan memetik
hasilnya 17.
Secara historis mengenai hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh
Presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy. J.F Kennedy adalah Presiden yang pertama kali
mengangkat martabat konsumen saat menyampaikan pidato revolusioner di depan kongres (US
Congress) pada tanggal 15 Maret 1962 tentang Hak konsumen. Ia berujar, “Menurut definisi,
17
Munir Fuadi, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Buku II, Bandung , PT. Citra Aditya
Bakti,1994 hal. 184
konsumen adalah kita semua. Mereka adalah kelompok ekonomi paling besar yang
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan ekonomi Publik dan swasta, tetapi
Dalam pesannya kepada Kongres dengan judul A Special Massage of Protection the
Consumer Interest, Presiden J.F. Kennedy menjabarkan empat hak konsumen sebagai berikut:
Konsumen yang juga dikenal dengan Kennedy’s Hill of Right. Kemudian muncul beberapa hak
konsumen selain itu, yaitu hak ganti rugi, hak pendidikan konsumen, hak atas pemenuhan
Selanjutnya, keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi
Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masingmasing pada pasal 3, 8,
19, 21 dan pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of
Consumers Union- IOCU) ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, hak untuk
memperoleh kebutuhan hidup, hak untukmemperoleh ganti rugi, hak untuk memperoleh
pendidikan konsumen, hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
1. hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en
veiligheid);
2. hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van zijn economische
belangen);
Dua dekade kemudian setelah Kennedy menyampaikan pidato, pada tanggal 15 Maret
1983, maka Hari Hak Konsumen dirayakan untuk pertama kali, dan setelah perjalanan panjang
gerakan konsumen sejak pidatonya, hak konsumen akhirnya diterima secara prinsip oleh
pemerintah seluruh dunia dalam Sidang Majelis Umum PBB (UN General Assembly).
Pengakuan hak konsumen dilakukan melalui adopsi UN Guidelines for Consumers Protection.
(UN-Guidelines for Consumer Protection) melalui Resolusi PBB No. 39/248 pada tanggal 9
April 1985, pada Bagian II tentang Prinsip-Prinsip Umum, Nomor 3 dikemukakan bahwa
kebutuhan-kebutuhan konsumen yang diharapkan dapat dilindungi oleh setiap Negara di dunia
adalah :
konsumen;
3. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga mereka dapat memilih sesuatu
4. Pendidikan konsumen;
pandangan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Resolusi ini lahir berkat
perjuangan panjang selama kurang lebih sepuluh tahun dari lembaga-lembaga konsumen
(IOCU).
hak-hak konsumen dijunjung tinggi dan dihargai, demikian juga dalam perkembangannya di
Indonesia. Era globalisasi yang ditandai dengan membanjirnya aneka macam produk barang
dan/atau jasa di pasaran, telah menuntut pula dilindunginya pihak konsumen sebagai pemakai
Hak konsumen di Indonesia sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999
dan/atau jasa;
Hak ini mengandung arti bahwa konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang akan dikonsumsi, mendapatkan jaminan
keamanan dan keselamatannya secara jasnmani maupun rohani. Hak untuk memperoleh
berkembang suatu falsafah berpikir bahwa konsumen (terutama pembeli) adalah pihak
yang wajib berhati-hati, bukan pelaku usaha 19. Falsafah yang disebut caveat emptor (let
the buyer beware) ini mencapai puncaknya pada abad 19 seiring dengan berkembangnya
18
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta, 1988, hal. 191
19
Abdoel Djamali, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 2006, hal. 3.
paham rasional di Amerika Serikat. Dalam perkembangannya kemudian prinsip yang
merupakan hal yang utama bagi manusia. Hanya saja disadari atau tidak, penghargaan
orang terhadap hal itu berbeda-beda. Hal ini tergantung pada tingkat pendapatan dan
kepedulian konsumen itu sendiri. Dan secara khusus konsumen di negara Dunia Ketiga
(termasuk Indonesia) karena mayoritas dalam kondisi rentan, maka arti penting dari hak
tersebut masih banyak diabaikan. Berangkat dari kondisi konsumen yang masih rentan,
memandang perlu menggariskan etika dan peraturan yang mewajibkan pelaku usaha
diperlukan peranan dari berbagai pihak, khususnya Pemerintah, secara intensif dalam
Dalam kehidupan sehari-hari dengan mudah dapat dilihat bahwa hak atas
kita menembus pasar internasional adalah suatu bukti dimana produk dari para produsen
dalam negeri relatif masih kurang baik. Dan pasar internasional –dimana tingkat
akan menguntungkan semua pihak. Sementara kepedulian konsumen akan haknya juga
akan menjadi pendorong bagi kebijakankebijakan baik pelaku usaha maupun pemerintah,
sehingga menjadi lebih sempurna. Baik langsung maupun tidak, hal ini akan membantu
penggalangan cinta produksi dalam negeri, serta pemasukan devisa melalui ekspor ke
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Mengkonsumsi suatu barang atau jasa harus berangkat dari kebutuhan dan
kekuatan materi, mungkin saja tidak mempunyai masalah dengan hak pilih. Namun bagi
konsumen golongan bawah, dimana kemampuan daya belinya relative rendah, maka hal
ini menjadi masalah. Ketidakberdayaan konsumen golongan ini umumnya terletak pada
pengetahuan mutu suatu barang dan / atau jasa. Sekalipun mereka mengetahui adanya
ancaman yang terselip dari barang yang dikonsumsi tersebut, tetap saja konsumen
golongan ini akan mengkonsumsi barang/ jasa tersebut karena sesuai dengan daya
belinya.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
Menurut Prof Hans. W. Micklitz 21, Informasi yang benar serta lengkap dari suatu
produk barang/ jasa harus disertakan oleh produsen. Hal ini sangat penting, karena
salah dan membahayakan bagi konsumen. Banyak ragam dan cara pelaku usaha dalam
menyampaikan informasi. Antara lain dapat dilakukan melalui: (a). disampaikan secara
langsung; (b). melalui media komunikasi, seperti iklan; (c). dicantumkan dalam label
20
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Jakarta: Grasindo,
2000
21
RUUPK di Mata Pakar Jerman, Warta Konsumen Tahun XXIV no. 12 (Desember 1998)
Dengan demikian tujuan informasi dari suatu produk, baik disampaikan secara
langsung atau melalui iklan dan label, bukan semata untuk perluasan pasar saja, tetapi
kekurangan atas produk tersebut, terutama dalam hal keamanan dan keselamatan
konsumen. Pemberian batas kadaluarsa, kandungan bahan serta sejumlah peringatan dan
aturan penggunaan lainnya harus disertakan dan diberikan informasi secara benar pada
konsumen. Namun apabila hal-hal tersebut tidak dapat diberikan oleh produsen/
Terhadap hak atas informasi ini, konsumen perlu waspada mengingat seringnya
Sehingga, dalam banyak hal, pihak produsen/ pedagang tanpa tersadari sering mendorong
konsumen untuk bertindak tidak lagi rasionil. Untuk itu konsumen perlu selektif terhadap
informasi yang diberikan dan berusaha mencocokkan dengan kenyataan yang ada pada
produk tersebut. Tak kalah pentingnya, konsumen pun harus jeli dalam membedakan
mana rayuan, mana promosi dan mana kenyataannya. Hal itu merupakan tindakan yang
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
Menurut Shidarta, keselamatan dan keamanan yang terancam, serta wujud yang
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan kenyataan produk yang dijajakan, cukup
banyak terjadi. Hal ini meresahkan serta merugikan konsumen. Untuk semua itu,
konsumen berhak mengeluh dan menyampaikan masalah tersebut pada pelaku usaha
bersangkutan.
Sebaliknya, pelaku usaha juga harus bersedia mendengar, menampung dan
menyelesaikan perihal yang telah dikeluhkan oleh konsumen tadi. Pada hal yang sama,
hak ini dimaksudkan sebagai jaminan bahwa kepentingan, pendapat, serta keluhan
konsumen harus diperhatikan baik oleh pemerintah, produsen maupun pedagang. Hak
untuk didengar dapat diungkapkan oleh konsumen dengan cara mengadu kepada
produsen/ penjual/ instansi yang terkait. Dan konsumen perlu memanfaatkan hak untuk
didengarnya dengan baik serta optimal. Hal ini dirasa perlu, karena dari pengalaman
sehari-hari terlihat, bahwa hak untuk didengar ini belum dimanfaatkan. Contoh yang
paling sederhana misalnya, dalam ikatan transaksi jual beli atau sewa beli, kontrak-
kontrak sepihak dan ketentuan-ketentuan yang tercantum pada bon pembelian yang
konsumen segan mengajukan usulan yang menjadi haknya. Kedepannya, hal tersebut
perlu mendapat perhatian, agar konsumen jangan selamanya berada pada posisi yang
dirugikan.
sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan harkat dan martabat konsumen, sekaligus
menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha untuk berlaku jujur dan bertanggung jawab.
Oleh karena itu, pemberian perlindungan hukum bagi konsumen hendaknya tanpa
merugikan pelaku usaha yang memang berperilaku baik dan jujur. Seyogyanya, antara
konsumen dengan pelaku usaha menjadi mitra sejajar dan saling membutuhkan.
dan ketrampilan, terutama yang menyangkut mutu barang dan layanan agar peluang
seorang konsumen untuk ditipu atau tertipu semakin kecil. Untuk meningkatkan hasil
guna dan daya guna dari pendidikan ini, konsumen memang dituntut aktif, seperti
membiasakan untuk membaca label. Dan sebaliknya, sangat diharapkan peran serta
Upaya pendidikan konsumen tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formal,
tetapi dapat melewati media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat 22.
Dalam banyak hal, pelaku usaha terikat untuk memperhatikan hak konsumen
diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya, makin kompleks
teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan suatu produk menuntut pula makin
banyak informasi yang harus disampaikan kepada konsumen. Bentuk informasi yang
konsumen yang memiliki kegunaan praktis, seperti tata cara perawatan mesin,
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
22
Shidarta, oop.cit. hal 24-25
Dalam praktek sehari-hari masih banyak dijumpai adanya pelaku usaha yang suka
antara lain dengan memilah-milah status konsumen. Contohnya, seorang pejabat tidak
perlu antri tiket seperti konsumen lainnya, karena pelaku usaha memberikan perlakuan
khusus. Begitu pula halnya ketika tiket kereta api hendak dibeli konsumen dengan harga
sebagaiman tarif, oleh si penjual dikatakan telah habis, sementara bagi konsumen yang
berani membelinya diatas tarif, maka tiket tersebut akan dengan mudahnya diperoleh.
Kesemuanya ini telah diantisipasi oleh UUPK, dimana konsumen dibekali hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif oleh pelaku
usaha 23.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
hukum antara penjual dengan konsumen secara jujur, kedua hubungan kontrak penjual
dan konsumen dirumuskan dengan jelas, ketiga konsumen sebagai pelaku perekonomian,
keempat, konsumen yang menderita kerugian akibat yang cacat mendapat ganti rugi yang
konsumen untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian, apabila
ternyata tidak sesuai dengan yang diperjanjikan mamupun tidak dalam kondisi
sebagaimana mestinya. Terlepas adanya unsur ketidaksengajaan dari pihak penjual yang
23
Shidarta, oop.cit. hal 27
mengakibatkan terjadinya cacat barang yang tersembunyi dan sekalipun telah yakin
terhadap kejujuran penjual tersebut, maka pada contoh kasus ini telah melekat hak
konsumen untuk mendapatkan ganti rugi. Ganti rugi dimaksud bisa saja dalam bentuk
pengembalian pembayaran, mengganti dengan barang baru yang sama, ataupun bentuk
Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang
diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi
konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas,
Lingkungan hidup meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan non
fisik.
pasal 5 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat ini
hidup yang baik dan sehat makin mengemuka akhir-akhir ini. Misalnya
khususnya bagi produsen hasil hutan tropis, seperti Indonesia karena praktis
pangsa pasar terbesarnya adalah Negara-negara anggota ITTO. Untuk itu lembaga
Ecolabeling Indonesia (LEI) pada tahun 1998 mulai melakukan audit atas
dengan “ persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi jika seorang pengusaha
alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam
pergaulan perekonomian.
persaingan itu selalu dirasakan oleh konsumen. Jika persaingan sehat, konsumen
dirugikan. Kerugian itu boleh jadi tidak dirasakan dalam jangka pendek tetapi
cepat atau lambat pasti terjadi. Contoh bentuk yang kerap terjadi dalam
persaingan curang adalah permainan harga (dumping). Satu produsen yang kuat
yang monopolistik itulah harga kembali dikendalikan oleh si produsen curang ini.
Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negatif persaingan curang dapat
dengan hak ini, seperti yang ada saat ini, yaitu UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam UU No. 5
Tahun 1999 disebutkan adanya (1) perjanjian yang dilarang, dan (2) kegiatan
yang dilarang, antara lain dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Termasuk
perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang mengakibatkan
konsumen yang disebut di dalam Resolusi PBB itu adalah rumusan tentang hak-
Lawan dari hak adalah kewajiban. Mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5
UUPK, yakni 24 :
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
Dalam perdagangan pelaku usaha memiliki hak-hak yang harus diberikan dan dihormati
oleh pihak-pihak lain dalam perdagangan tersebut, misalnya konsumen. Hak tersebut diimbangi
dengan dibebankannya kewajiban pada pelaku usaha yang harus ditaati dan dilaksanakan. Dalam
Adapun hak pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UUPK adalah :
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
24
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha
pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha
yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan
Oleh karena itu dalam ketentuan Bab IV UUPK pasal 8 sampai dengan 17 menyebutkan
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Pada hakikatnya menurut Nurmanjito, larangan-
larangan terhadap pelaku usaha tersebut adalah mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang
beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, yang menyangkut asal-usul, kualitas
sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, iklan, dan lain sebagainya 25.70
tertib perdagangan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat.71 Hal ini sebagai salah
memastikan bahwa produk yang diproduksi produsen aman, layak konsumsi bagi konsumen.
Dalam ketentuan pasal 8 UUPK, disebutkan larangan-larangan tentang produksi barang dan/atau
yang :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
jasa tersebut;
25
Nurmandjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perlindungan
Konsumen di Indonesia, “ dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, penyunting “ Hukum Perlindungan
Konsumen, Mandar Maju, Bandung:2000, hal. 18
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
peredaran.
representasi yang tertuju pada perilaku pelaku usaha guna memastikan produk yang
berlaku/tidak melanggar hukum. Dalam ketentuan pasal 12 dan 13 ayat (1) UUPK masih
berkaitan dengan larangan yang tertuju pada cara-cara penjualan yang dilakukan melalui sarana
penawaran, promosi atau pengiklanan dan larangan untuk mengelabui atau menyesatkan
konsumen. Pelaku usaha dalam menawarkan produknya ke pasaran, dilarang untuk mengingkari
media massa terhadap hasil pengundian agar masyarakat mengetahui hasil dari pengundian
berhadiah tersebut, hal ini diatur dalam ketentuan pasal 14 UUPK yang menyebutkan :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
penjualan dengan cara tidak benar dapat mengganggu secara fisik maupun psikis konsumen. Hal
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen.
Adapun hak-hak apoteker sebagai pelaku usaha pelayanan kefarmasian diatur dalam
a. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik;
konsumen;
c. Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
Selain itu, sebagai pelayanan kefarmasian kewajiban apoteker juga diatur dalam Pasal 15
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
a. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya
b. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generic yang ditulis dalam resep dengan
obat paten.
c. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib
iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Jika apoteker bersalah tidak memenuhi kewajiban itu,
menjadi alasan baginya untuk dituntut secara hukum untuk mengganti segala kerugian yang
timbul sehubungan dengan tidak dipenuhinya kewajiban itu, artinya apoteker harus bertanggung
jawab secara hukum atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan kewajibannya.
yang mempersoalkan konsumen, yaitu hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen
Istilah hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen sudah sangat sering terdengar.
Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua
M.J Leder menyatakan : In a sence there is no such creature as consumer law . Sekalipun
demikian, secara umum sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen itu
seperti yang dinyatakan oleh Lowe, yakni : ….rules of law which recognize the bargaining
weakness of the individual consumer and which ensure that weakness is not unfairly exploted 27.
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu
masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua
bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Oleh Az. Nasution dijelaskan bahwa
kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum
konsumen. Hukum konsumen menurut beliau adalah : Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan
barang dan atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup. Sedangkan hukum perlindungan
26
Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan
Perlindungan Konsumen,Yogyakarta: Genta Press, 2007, hal. 81
27
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum : Suatu Pengantar, Jakarta: Liberty, 1996, hal. 5- 6.
konsumen diartikan sebagai : Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan
Lebih lanjut mengenai definisinya itu, Az. Nasution menjelaskan sebagai berikut :
Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang
kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat
pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing-masing lebih
mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum perlindungan
konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau
membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Bagaimana hak-
hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam
praktik hidup bermasyarakat, itulah yang menjadi materi pembahasannya. Dengan demikian,
hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan
peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen
seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi, termasuk di dalamnya, baik aturan hukum
adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari
produsen, meliputi : informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena
pengguna kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan penggantian kerugian. Sedangkan bagi
produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan
Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang
menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada
konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang mengatur upaya-
upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. Pasal
1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen tersebut antara
lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi
tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur
terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan pelaku usaha. Berkenaan dengan
28
Yusuf Sofie II, Op.cit, hal. 26.
perlindungan konsumen dapat dirinci bidang-bidang perlindungan konsumen, yaitu sebagai
berikut 29 :
1. keselamatan fisik;
bermuara pada praktik perdagangan yang tidak jujur (unfair trade practices) dan masalah
keterikatan pada syarat-syarat umum dalam suatu perjanjian. Dalam pandangan ini secara tegas
dinyatakan bahwa upaya untuk melakukan perlindungan konsumen disebabkan adanya tindakan-
tindakan atau perbuatan para pelaku usaha dalam menjalankan aktifitas bisnisnya yang tidak
jujur sehingga dapat merugikan konsumen, praktek-praktek yang dijalankan salah satunya
mengunakan bahan kimia sebagai bahan campuran dalam pengawetan makanan, misalnya
formalin.
Menurut Adijaya Yusuf dan John W. Head, perlindungan konsumen adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dan
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen. Undang-
undang perlindungan konsumen mempunyai suatu misi yang besar yaitu untuk mewujudkan
29
Taufik Simatupang, Op.cit, hal. 11-13.
kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan makmur sesuai yang diamanatkan dalam
Menurut Ali Mansyur, kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi empat macam
1. Kepentingan fisik;
Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan dengan
keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan barang dan/atau jasa.
Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan jiwa.
ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan
hidup, sehingga konsumen memerlukan informasi yang benar mengenai produk yang
mereka konsumen, sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak sosial apabila
3. Kepentingan ekonomi;
Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang sebesar-
besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi dayabeli konsumen juga harus
tanpa merinci biaya riil produksi atas suatu produk yang dihasilkan.
30
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2010, hal. 6.
Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan (acces to justice),
merugikan.
Pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis, dengan melihat perkembangan
ilmu dan teknologi kesehatan yang pesat, resiko yang dihadapi semakin tinggi. Oleh karena itu,
dalam hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien, misalnya terdapat kesederajatan. Di
samping apoteker, maka pasien juga memerlukan perlindungan hukum yang proporsional yang
Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Perlindungan Konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
Konsumen.”. Rumusan pengertian perlindungan Konsumen yang terdapat dalam pasal tersebut,
cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian
merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan Konsumen, begitu pula
satunya Az. Nasution. Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari
hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung
sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam
pergaulan hidup. Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri maupun
berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi Konsumen untuk suatu
produk barang atau jasa tertentu. Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya
kelemahan, pada Konsumen sehingga Konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”.
Oleh karena itu secara mendasar Konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang
dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal misalnya
dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat produsen lah yang memperoduksi barang
sedangkan konsumen hanya membeli produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan
perlindungan Konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang serta
Perlindugan terhadap Konsumen dipandang secara materiil maupun formiil makin terasa
sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan
motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang
dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai
kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka Konsumenlah yang pada
perlindungan yang memadai terhadap kepentingan Konsumen merupakan suatu hal yang penting
dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian
menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen
yang sering diabaikan produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas
untuk melindungi produsen yang jujur suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan
atas persaingan jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen
sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi antara
produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi hal yang sangat
penting di berbagai negara bahkan negara maju misalnya Amerika Serikat yang tercatat sebagai
Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan
sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional
menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak
dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu
UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya perlindungan
Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena kedudukan konsumen yang
lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-
31
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju,
2000, hal. 33.
F. Tujuan Perlindungan Konsumen
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
Sementara itu, Janus Sidabalok mengemukakan ada 4 (empat) alasan pokok mengapa
penggunaan teknologi;
32
M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan
Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Genta Press 2007, hal. 81.
3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani
dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga
khusus 33 “. Hal itu tampak dalam pengaturan pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen yang juga mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen sekaligus
dan d serta huruf f mencerminkan tujuan hukum memberikan kemanfaatan, dan tujuan hukum
khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum tercermin dalam rumusan huruf d.
Pengelompokan ini tidak berlaku mutlak, oleh karena seperti yang dapat kita lihat dalam
rumusan pada huruf a sampai dengan huruf f terdapat tujuan yang dapat dikualifikasi sebagai
tujuan ganda. Kesulitan memenuhi ketiga tujuan hukum (umum) sekaligus sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, menjadikan sejumlah tujuan khusus dalam huruf a sampai dengan
huruf f dari pasal 3 tersebut hanya dapat tercapai secara maksimal, apabila didukung oleh
keseluruhan subsistem perlindungan yang diatur dalam undangundang ini, tanpa mengabaikan
berhubungan dengan persoalan kesadaran hukum dan ketaatan hukum, yang seterusnya
33
Achmad Ali, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Cetakan Kedua,
Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Tbk, , (selanjutnya disebut Achmad Ali I), 2002, hal. 25.
oleh Achmad Ali bahwa kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektivitas perundang-undangan
Agar tujuan hukum perlindungan konsumen ini dapat berjalan sebagaimana seperti yang
telah dicita-citakan, hal ini harus diperkuat oleh kesatuan dari keseluruhan sub sistem yang
terkandung dalam undang-undang perlindungan konsumen didukung oleh sarana dan fasilitas
yang menunjang.
34
Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 87.