You are on page 1of 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325256298

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA


DIDIK: Beberapa Inspirasi

Article · May 2018

CITATIONS READS

0 12,092

2 authors, including:

Abdur Rahman Asari


Universitas Negeri Malang, Malang, Jawa Timur, Indonesia
144 PUBLICATIONS 714 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

BAHAN AJAR View project

Teaching for Critical Thinking View project

All content following this page was uploaded by Abdur Rahman Asari on 20 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK
PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK:
Beberapa Inspirasi
Abdur Rahman As’ari

Abstrak: Dengan fokus pengembangkan sifat, watak, dan akhlak, di era


digital yang semua pengetahuan tersedia tanpa batas, pendidikan karakter
harusnya memang merupakan fokus dari kegiatan pendidikan, termasuk
pendidikan matematika. Karena itu, meskipun banyak tantangan yang bakal
dihadapi oleh guru matematika dalam pengembangannya, guru perlu
memiliki inspirasi bagaimana memanfaatkan pembelajaran matematika
dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter. Di dalam artikel
sederhana ini, penulis mencoba membuka wawasan para guru tentang
pemanfaatan tiga hal dalam pembelajaran untuk pengembangan karakter
siswa. Di dalam artikel ini disediakan beberapa contoh pemanfaatan
pembelajaran konten matematika untuk pengembangan karakter. Di dalam
artikel ini disajikan pula ide pemanfaatan kegiatan belajar anak untuk
pengembangan karakter. Terakhir, penulis mengemukakan tentang perlunya
penerapan Project Based Learning untuk pengembangan karakter.

Kata Kunci; karakter, konten matematis, jenis kegiatan belajar, PjBL,

Ketika pertama kali penulis mengetahui bahwa tema dari seminar ini adalah Integrasi Budaya,
Psikologi, dan Teknologi dalam Membangun Pendidikan Karakter Melalui Matematika dan
Pembelajarannya, penulis merasa betapa berat tema seminar ini. Penulis tidak terlalu yakin akan
mampu memenuhi harapan panita. Tapi karena penulis sudah terlanjur menyetujui, penulis tetap
berupaya untuk menghasilkan ide-ide yang diharapkan bisa menginspirasi para peserta dan
pembaca tulisan ini untk melakukan pembelajaran matematika atau bahkan mengembangkan
penelitian matematika yang efektif, efisien, dan praktis dalam mengembangkan karakter peserta
didik.

Halaman ke- 1 dari 16


PENDAHULUAN

Pendidikan Karakter dilakukan dalam rangka untuk membantu murid untuk menjadi seperti apa
mereka kelak mereka tumbuh dan berkembang (Arthur, 2008). Dalam pendidikan karakter, anak
tidak diarahkan untuk menguasai ilmu pengetahuan. Fokus Pendidikan Karakter lebih kepada
upaya menjadikan anak memiliki perilaku dan pola pikir positif yang dilandasi oleh nilai-nilai
batiniah positif pula. Pendidikan karakter lebih diarahkan kepada pembentukan sifat, watak,
tabiat atau akhlak

Beberapa perilaku dan pola pikir yang positif ini telah ditetapkan oleh para pakar. (Costa &
Kallick, 2009) mengemukakan 16 macam karakter yang perlu dimiliki seseorang agar sukses.
Karakter-karakter tersebut adalah: (a) gigih, dan pantang menyerah, (b) waspada dan penuh
pertimbangan, (c) mau mendengarkan pendapat dan pemikiran orang lain, (d) fleksibel dalam
berpikir, (e) selalu memikirkan kembali apa yang sudah dipikirkannya (metakognisi), (f) selalu
mengupayakan akurasi, (g) selalu mempertanyakan (questioning), (h) selalu berupaya
menerapkan apa yang telah diketahuinya, (i) selalu mengomunikasikan idenya dengan jelas dan
akurat (baik tertulis maupun lisan), (j) seluruh panca inderanya peka terhadap kondisi di sekitar,
(k) selalu ingin menghasilkan sesuatu yang baru (inovatif), (l) tertarik untuk mengungkap hal-hal
yang menakjubkan, (m) berani menerima tantangan beresiko, (n) mampu bekerjasama dengan
dan belajar dari orang lain, (o) bersedia terus belajar, dan (p) pandai bersyukur dan menikmati
keadaan.

Baswedan (2016), dalam pidatonya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada Hari
Pendidikan Nasional tahun 2016 menyebutkan beberapa karakter penting yang perlu dimiliki
oleh para murid di Indonesia sebagai bekal untuk menghadapi masalah kehidupan di abad 21.
Baswedan (2016) mengklasifikasikan karakter ini ke dalam dua kelompok, yaitu: (a) karakter
moral, dan (b) karakter kinerja. Karakter moral mencakup keimanan, ketaqwaan, integritas,
kejujuran, keadilan, empati, rasa welas asih, dan sopan santun. Sementara itu, yang termasuk
dalam karakter kinerja antara lain mencakup kerja keras, ulet, tangguh, rasa ingin tahu, inisiatif,
gigih, kemampuan beradaptasi, dan kepemimpinan.

Halaman ke- 2 dari 16


Pendidikan Karakter ini lebih bernuasa pembangunan mental. Karena itu, sesuai dengan
kebijakan pembangunan nawacita yang dikembangkan oleh presiden Republik Indonesia saat ini,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan program Penguatan Pendidikan
Karakter yang biasa disingkat dengan program PPK (Kemdikbud, 2017). Lebih jauh
dikemukakan bahwa, Program Penguatan Pendidikan Karakter pada dasarnya merupakan
pengejawantahan dari gerakan revolusi mental dalam rangka menjadikan putra/i bangsa
Indonesia memiliki kesiapan mental yang lebih baik dalam membangun Indonesia yang maju,
jaya, dan bermartabat.

Lima Karakter Prioritas

Melalui perenungan tentang berbagai macam karakter yang perlu dikembangkan, pemerintah
mengerucutkan karakter-karakter yang perlu dikembangkan tersebut ke dalam 5 karakter
prioritas (Kemdikbud, 2017). Lima karakter yang dimaksud adalah: nasionalisme, integritas,
kemandirian, gotong royong, dan religious.

Nasionalisme

Berdasarkan dua kata yang membentuknya, yaitu “nation”dan “ism” nasionalisme adalah suatu
paham tentang cara pandang seorang warga terkait dengan kesetiaan dan wujud perilaku yang
harus dipegang teguh dalam menjunjung tinggi kedaulatan negera dan bangsannya. Nasionalisme
memuat cara pandang, berpikir, dan bertindak tentang bagaimana seorang penduduk harus
mengerahkan tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kejayaan, dan kerhormatan bangsanya.

Orang dengan nasionalisme tinggi cenderung menjunjung tinggi kehormatan bangsanya. Orang
dengan nasionalisme yang tinggi selalu berusaha menjadikan bangsanya memiliki derajat yang
tinggi dalam kancah percaturan dunia. Orang dengan nasionalisme yang tinggi cenderung
mendorong terwujudnya tindak kegiatan yang mampu mengibarkan nama harum bangsanya, dan
sangat menolak adanya perilaku yang mencoreng nama bangsanya.

Karena itu, orang yang nasionalis memiliki kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap
hal-hal yang bisa menjadikan bangsanya bermartabat. Mereke menempatkan kepentingan
bangsa di atas segalanya.

Halaman ke- 3 dari 16


Integritas

Berasal dari kata integrity, orang atau murid yang berintegritas dicirikan oleh kecenderungan
dari yang bersangkutan untukk menjadikan dirinya sebagai orang yang amanah, jujur dan dapat
dipercaya, baik dari sisi tutur katanya, tingkah lakunya, dan juga hatinya. Orang memiliki
integritas tinggi adalah orang yang antara hati, perkataan, dan perbuatannya sejalan. Dia tidak
suka berpura-pura. Dia tidak akan menikam di balik tikungan.

Mandiri

Mandiri menunjukkan tidak adanya ketergantungan kepada orang lain. Orang yang mandiri
memiliki ciri-ciri antara lain; (a) memiliki inisiatif diri yang tinggi, tanpa menunggu orang lain
membangkitannya, (b) bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaganya untuk mewujudkan
mimpi-mimpi, dan cita-cita yang ingin dicapainya. Orang yang mandiri memiliki semangat dan
etos kerja yang tinggi, kreatif, tangguh, berani, dan bertanggungjawab. Orang yang mandiri
mampu memanfaatkan potensi diri dan peluang yang ada di sekitarnya seoptimal mungkin untuk
mewujudkan apa yang dicitakan.

Gotong Royong

Gotong royong mungkin bisa dipadankan dengan istilah cooperative atau collaborative. Orang
dengan karakter gotong royong adalah orang yang menghargai semangat untuk saling bekerja
sama, bahu membahu dalam menghadapi dan memecahkan masala. Orang dengan karakter
gotong royong memiliki kemampuan untuk menjalin komunikasi dan kerjasama dengan orang
lain. Orang dengan karakter gotong royong cenderung mau mendengarkan dan mencoba
mengerti orang lain, membangun persahabatan yang harmonis, dan mampu mengomunikasikan
idenya dengan baik, yakni yang mudah dimengerti oleh temannya. Orang dengan karakter
gotong royong cenderung suka memberi perhatian kepada kebutuhan orang lain, dan
memberikan bantuan yang diperlukan untuk memuaskan temannya.

Halaman ke- 4 dari 16


Religius

Karakter religious menunjukkan tingkat kesesuaian sikap dan perbuatan seseroang ditinjau dari
tuntunan dan ajaran agama yang dianutnya. Orang yang religious cenderung menjalankan ajaran
agama dan kepercayaan yang dianutnya dengan konsisten (istiqomah). Akan tetapi, dia juga
memiliki toleransi yang tinggi terhadap perbedaan pelaksanaan ajaran agama dan kepercayaan
dari orang lain, sehingga mereka bisa hidup rukun dan damai dengan sesame warga Indonesia.

Program Penguatan Pendidikan Karakter

Kemdikbud (2017) menawarkan tiga cara pelaksanaan program PPK (Penguatan Pendidikan
Karakter). Tiga cara tersebut adalah: (a) mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam mata
pelajaran, baik melalui kegiatan intra kurikuler maupun ko-kurikuler, (b) mengimplementasikan
pendidikan karakter melalui kegiatan ekstra kurikuler, (c) kegiatan pembiasaan di sekolah di
luar jam pelajaran. Sehubungan dengan itu, peluang yang bisa dilakukan oleh guru matematika
untuk membantu pemerintah dalam rangka penguatan pendidikan karakter adalah melalui
kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler. Guru matematika bisa merancang kegiatan tatap muka,
tugas terstruktur agar siswa sambil belajar matematika bisa juga mengembangkan karakternya.
Sementara itu, guru juga bisa mendorong siswa untuk memanfaatkan waktu untuk pengerjaan
tugas mandirinya dalam mengembangkan karakter.

Sejujurnya menurut hemat penulis, tiga cara melaksanakan program PPK tersebut tidak mudah
dilakukan oleh guru matematika. Pengalaman dan pengamatan menunjukan bahwa para guru
sering merasa kekurangan waktu dalam membelajarkan matematika. Faktor banyaknya materi
yang harus dicakup, kesiapan belajar siswanya, dan gangguan kemajuan teknologi informasi
sering menjadikan pembelajaran matematika tidak bisa berjalan secara ideal. Academic learning
time atau time on tasks yang dibahasa Indonesiakan menjadi waktu belajar efektif siswa sering
tidak memadai.Meskipun guru sudah menggunakan metode ceramah dimana guru sepenuhnya
memiliki kendali untuk mengatur waktu belajar siswanya, guru masih sering merasa bahwa
waktu pembelajaran matematika juga masih kurang. Apalagi kalau guru harus mengembangkan
pendidikan karakter melalui Integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika.
Kondisi ini pasti merupakan tantangan yang sangat luar biasa bagi guru. Akan tetapi, karena

Halaman ke- 5 dari 16


pengembangan karakter ini merupakan amanah bangsa, maka pendidik matematika harus tetap
berupaya keras memikirkan kontribusi yang bisa dilakukan.

Pertanyaan pentingnya adalah: “Bagaimana menerapkan pembelajaran matematika yang


mempunyai potensi untuk mengembangkan karakter tersebut?”

PEMBAHASAN

Penulis belum melakukan penelitian secara intensif tentang bagaimana memanfaatkan


pembelajaran matematika untuk mengembangkan karakter. Penulis juga belum mengkaji secara
intensif tentang pelaksanaan pembelajaran matematika yang mendorong pengembangan 5
karakter prioritas di atas. Karena itu, di dalam artikel ini penulis hanya menyuguhkan beberapa
ide yang mungkin bisa menginspirasi bagi para praktisi atau juga para peneliti lainnya tentang
bagaimana mengembangkan karakter melalui pendidikan matematika. Penulis mencoba
membagi ide penulis tersebut ke dalam beberapa kelompok.

Ide pertama adalah penggunaan konten matematika untuk menyemaikan karakter positif. Ide
kedua adalah penggunaan kegiatan pedagogis untuk menyemaikan dan menumbuhkembangan
karakter positif. Ide ketiga adalah penggunaan model pembelajaran integratif dalam membangun
karakter unggulan.

Penggunaan Konten Matematika Untuk Karakter

Berikut disajikan beberapa contoh penggunaan konten matematika untuk membangun karakter
positif siswa.

Halaman ke- 6 dari 16


Ide #1. Menyemaikan pemahaman yang baik tentang keadilan

Kepada siswa kita berikan suatu kasus dimana dua orang (Amir dan Badrun) bekerjasama dalam
suatu kegiatan bisnis. Kita sajikan pula adanya beberapa skenario pembagian keuntungan yang
didapat mereka. Kita tanyakan kepada para siswa tentang skenario pembagian yang mana yang
dirasa adil oleh mereka. Kita ajak mereka mengemukakan alasan dan teman lainnya memberikan
komentar dengan cara yang sopan.

Dengan cara itu, mereka tentu akan mulai mengenali bahwa konsep adil itu bervariasi.
Pembagian sama rata sama rasa bukan stu-satunya konsep keadilan. Ada beberapa alternatif lain
yang juga dirasa adil.

Halaman ke- 7 dari 16


Ide #2 Menyemai dan membangkitkan Karakter Selalu Ingin Tahu, Percaya Diri, dan Gigih

Bilangan Fritzs

Kita sajikan sebuah jenis bilangan baru, dan namakan bilangan itu dengan sesuatu yang aneh
yang belum pernah didengar oleh siswa, sebut saja dalam hal ini adalah Bilangan Fritzs.
Bilangan ini sebenarnya hanyalah rekayasa semata. Di dalam maematika kita mungkin tidak
pernah kenal dengan jenis bilangan ini.

Kita sediakan beberapa contoh, dan beberapa yang bukan contoh dari Bilangan Fritzs tersebut
kepada siswa. Kita sajikan sedemikian rupa (mungkin dengan gesture dan mimik muka tertentu)
sehingga anak menjadi tertarik ingin tahu (curiorisity-nya tumbuh). Kita umumkan kepada setiap
orang dari mereka bahwa mereka boleh menyebut paling banyak dua bilangan asli di bawah 50,
dan kita akan katakan bahwa bilangan yang dimaksud itu termasuk contoh dari Bilanga Britzs
atau bukan. Upayakan semua mau bertanya dengan menampilkan mimik muka yang membuat
mereka bergairah mencoba menemukan polanya. Dorong mereka untuk terus berupaya
menemukan polanya. Kita hendaknya tidak buru-buru memberitahukan polanya secara klasikal
di kelas. Kita dorong agar mereka memiliki karakter gigih dan pantang menyerah. Kalau perlu,
mungkin anak yang kemampuannya kurang sajalah yang kita beri hint/petunjuk lebih banyak.
Pemberian bimbingan yang lebih banyak kepada anak yang kemampuannya kurang ini
diharapkan akan membantu mereka lebih percaya diri, dan memotivasi anak lain yang
kemampuannya lebih baik termotivasi untuk belajar dari anak yang kurang mampu dan tumbuh
kegiatan komunikasi matematis yang akan membangun keterampilan komunikasi siswa.

Halaman ke- 8 dari 16


Ide #3 Menyemaikan Karakter Pemimpin

Salah satu kompetensi yang perlu dikembangkan dalam belajar matematika adalah mengurutkan
bilangan bulat. Untuk bisa memiliki kompetensi ini, tentulah siswa harus mampu
membandingkan dua bilangan bulat dengan menentukan dengan tepat mana bilangan yang lebih
besar sama, atau lebih kecil. Untuk itu, kita bisa memberikan penugasan kepada siswa untuk
membuat semacam prosedur atau algoritma dalam membandingkan dua bilangan bulat. Kita
ajak siswa membangun rangkaian kegiatan pemeriksaan yang harus dilakukan untuk memastikan
mana bilangan yang lebih besar, sama, atau lebih kecil.

Kegiatan membuat prosedur atau algoritma ini berbeda jauh dengan menerapan algoritma.
Pembuatan prosedur atau algoritma pada dasarnya upaya membangun karakter pemimpin. Dalam
kehidupan organisasi, pemimpin adalah orang yang membangun algoritma atau prosedur yang
dikenal dengan istilah SOP (Standard Operation and Procedure). Pemimpin mengatur
bagaimana mekanisme kerja di organisasinya dengan menetapkan SOP. Karena itu kegiatan
membuat prosedur atau algoritma ini boleh dibilang menyiapkan karakter pemimpin.

Ide #4 Menyemaikan Karakter Cermat, Kritis, dan Waspada

Diketahui segitiga ABC siku-siku di B dengan panjang AB = 6 cm, dan BC = 8 cm

Dari titik B dibuat garis tinggi ke AC seperti pada gambar berikut.

Maka panjang dari BD adalah 4√2 cm yang diperoleh dari penggunaan dalil pythagoras pada
segitiga ADB.

Halaman ke- 9 dari 16


Seorang anak yang biasanya berkemampuan rendah mengatakan bahwa pernyataan tentang
panjan BD itu tidak sepenuhnya benar.

Bagaimana menurut Anda?

Penyajian informasi di atas bisa mendorong tumbuh berkembangnya karakter cermat dan kritis.
Siswa akan didorong untuk melakukan kegiatan yang dikenal dengan istilah truth seeking. Siswa
diarahkan untuk tidak terjebak dengan kebiasaan mengasumsikan bahwa semua soal adalah
benar. Siswa perlu didorong utnuk menyadari bahwa manusia sangat dimungkinkan melakukan
kesalahan, baik disengaja atau tidak disengaja. Karena itu, berperilaku cermat dan hati-hati harus
menjadi karakter dan itu perlu juga dilatihkan melalui konten matematis.

Ide #5 Menyemai Karakter Tanggungjawab

Seorang anak kecil menyimpulkan pentingnya tidak menyekutukan Tuhan dengan apapun
berdasarkan coret moret logis dari penganadaian 1 = 2 sebagai berikut

Jika 1 = 2

Maka:

1. 1 = 3, sebab dari 1 = 2, berdampak 1 + 1 = 2 + 1 kalau masing-masing ruasnya


ditambah dengan bilangan 1
2. 1 = 4 sebab dari 1 = 2 berdampak 1 + 1 = 2 + 2 atau 2 = 4 sehingga dari 1 = 2, 2 = 4
dapat diimpulkan 1 = 4
3. 1 = 5 sebab dari 1 = 2 dan 1 = 3 maka 1 + 1 = 2 + 3 atau 2 = 5 sehingga selanjutnya
bisa disimpulkan bahwa 1 = 5
4. 1 = 6, sebab 1 = 3 sehingga 1 × 2 = 3 × 2 atau 2 = 6 ynng berdampak 1 = 6
5. .... demikian seterusnya maka 1 = 𝑛 berapapun n-nya.

Informasi tentang kesamaan matematis dalam contoh di atas menunjukkan bahwa kalau
premisnya salah, maka kesalahan-kesalahan berikutnya akan menyusul dan ini akan berdampak
kepada kekacauan. Contoh ini memberikan ilustrasi tentang pentingnya berpikir dan bertindak
atas dasar pijakan yang benar yang dapat dipertanggungjawabkan. Pemikiran dan tindakan yang
dilandaskan atas dasar asumsi yang salah hanya akan membawa kepada kesalahan-kesalahan

Halaman ke- 10 dari 16


berikutnya. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha sekuat tenaga agar landasan berpikir
dan bertindaknya selalu bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Penggunaan Kegiatan Pedagogis Untuk Karakter

Menurut Grandgenett, Harris, & Hofer (2011) kegiatan belajar matematika yang dikembangkan
guru di dalam kelas bisa dikategorikan ke dalam enam kelompok. Berikut disajikan sedikit
deskripsi dari masing-masing jenis kegiatan belajar matematika dan peluang yang dimiliki guru
matematika untuk membangun karakter.

Consisder Type

Di dalam jenis pertama ini, kegiatan belajar yang dilakukan siswa antara lain mencakup: (a)
memperhatikan suatu demonstrasi, (b) membaca teks, (c) menemukan pola, (d) menyelidiki
suatu konsep, (e) memahami masalah. Sebagai guru, kita bisa memanfaatkan setiap kegiatan
belajar ini untuk mengembangkan karakter.

Ketika siswa diminta untuk memperhatikan suatu demonstrasi, kita bisa mendorong siswa
mengembangkan karakter yang baik yang mampu menjadikan kegiatan demonstrasi tersebut
berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan. Kita bisa menetapkan aturan dan
tata tertib mengamati demontrasi seperti semua suara lain harus disenyapkan untuk menghormati
dan menghagai penyaji. Kita bisa meminta siswa selalu menuliskan secara detail apa yang
diamati dan menuliskan pertanyaan-pertanyaan kritis, dan produktif untuk diajukan secara lisin
pada waktu yang tepat.

Ketika membaca teks, kita biasakan siswa untuk selalu mencoba memahami asumsi yang
digunakan oleh penulis teks tersebut, mengaitkan dengan apa yang sudah dimiliki, menemukan
kekuatan dan kelemahan di dalamnya. Dengan begitu karakter cermat, kritis, dan bahkan juga
kreatif mungkin akan tumbuh subur dalam diri siswa.

Ketika kita meminta siswa menemukan pola, kita dorong mereka untuk bekerja keras, dan gigih
meneukannya. Kita tidak boleh hanya sekedar memberitahukan dengan segera pola yang ada,
karena itu tidak beranfaat bagi proses hidupnya. Di dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan
dihadapkan dengan suasana yang kompleks, yang kadang polanya tidak dengan begitu mudah
terlihat, serta tidak sama dengan pola-pola matematis yang biasa diajarkan. Kemampuan

Halaman ke- 11 dari 16


membuat pola adalah jauh lebih penting daripada sekedar kemampuan menerapkan pola. Dengan
kemampuan mengidentifikasi pola tersebut, karakter pemimpin mungkin akan tumbuh kembang
di dalam diri siswa.

Practice Type

Kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam jenis ini antara lain: (a) menghitung, (b)
mengerjakan latihan soal dalam jumlah banyak dan diarahkan untuk memantapkan pemahaman
(drill and practice), (c) memecahkan masalah sebagai wujud uji penguasaan kompetensi.

Ketika anak menghitung, kita bisa membiasakan anak kita untuk secara individual memeriksa
kembali jawaban yang diperolehk termasuk asumsi dan proses berpikir yang dilaluinya. Mereka
bisa kita dorong untuk melakukan apa yang dikatakan pakar sebagai kegiatan metakognisi atau
berpikir terhadap apa yang dipikirkannya. Dengan pembiasaan tersebut, mereka akan tumbuh
menjadi orang yang berkarakter cermat, kritis, dan reflektif.

Ketika mereka melakukan kegiatan drill and practices, kita bisa mengajak mereka untuk
melakukan metakognisi, refleksi, dan berpikir kritis serta kreatif. Mereka bisa kita dorong tidak
hanya sekedar mengerjakan saja, tetapi lebih mencoba mengamati lebih jauh pola dari
pengerjaan soal-soal tersebut, dan menghasilkan suatu ide baru yang bermanfaat bagi kemajuan
belajarnya. Mereka harus kita dorong untuk berlatih keras sebanyak-banyaknya, dan memperoleh
pemahaman yang transferable terhadap masalah lain. Mereka kita dorong untuk menjadi sosok
dengan karakter yang penuh percaya diri.

Ketika mereka memecahkan masalah, kita bisa dorong siswa untuk menyadari pentingnya
berpikir dan bekerja secara sistematis dan cermat. Mereka juga perlu kita dorong untuk
berpikiran terbuka, gigih, dan pantang menyerah dalam memecahkan masalah. Kita mungkin
bisa menyatakan bahwa setiap kegiatan pemecahan masalah pasti beermanfaat. Boleh jadi
kegiatan pemecahan masalah itu tidak meghasilkan apa yang menjadi tujuannya, akan tetapi
pengalaman memecahkan masalah itu sendiri sangat berarti banyak bagi peningkatan
pemahaman, perbaikan proses berpikirnya, dan itu biasanya transferable untuk masalahh lain.
Kita bisa yakinkan mereka akan pentingnya kegiatan proses berpikir dalam kegiatan pemeahan
masalah.

Halaman ke- 12 dari 16


Interpret Type.

Kegiatan belajar yang termasuk dala kelompok ini antara lain adalah: (a) mengajukan konjektur,
(b) menyusun argumen atau justifikasi, (c) mengkategorisasikan, (d) memaknai suatu
representasi, (e) membuat perkiraan, dan (f) melakukan matematisasi..

Mengajukan konjektur atau dugaan biasanya didahului oleh adanya kegiatan menemukan pola
atau keteraturan tertentu. Pola atau keteraturan ini biasanya diperoleh dari melakukan kegiatan
comparing and contrasting (membanding-bandingkan) dan menemukan kesamaan dan
perbedaannya (identifying similarities and differences). Kadang, pola-pola itu tidak mudah
ditemukan. Akan tetapi, proses penemuan pola itu seniri erupakan hal yang penting dalam
menyiapkan siswa menghadapi masalah dalam kehidupannya kelak. Karena itu, pembelajaran
kita hendaknya tidak terlalu difokuskan kepada keberhasilan menemukan pola itu sendiri. Kita
harus lebih mendorong anak mengerahkan pemikiran dan strategi berpikirnya dalam meneukan
pola.

Kita harus dorong anak untuk selalu mengemukakan argumen dan justifikasi terhadap setiap
klaim yang diungkapkannya. Mereka harus kita dorong untuk selalu mempertimbangkan klaim
yang dikemukakannya dengan dukungan alasan yang kuat. Mereka harus didorong menjadi
pribadi yang kritis, kreatif, dan bertanggungjawab.

Ketika mereka mengkategorisasikan, ajak anak untuk mempertimbangkan semua sudut pandang
yang mungkin, sehingga mereka memiliki karakter terbuka. Ajak pula mereka untuk cermat
dalam mengkategorisasikan sehingga kategorisasi yang mereka hasilkan adalah kategori yang
bisa dipertanggungjawabkan.

Ketika mereka memaknai suatu representasi, kita dorong mereka untuk selalu memberikan
justifikasi terhadap makna yang diberikannya. Ajak mereka untuk cermat memaknai tersebut
dengan berpikir kritis terhadap asumsi yang digunakannya. Begitu pula ketika membuat
perkiraan (estimasi) dan melakukan matematisasi.

Produce Type.

Kegiatan belajar yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: (a) mendemonstrasikan, (b)
menghasilkan kalimat/pernyataan/pendapat, (c) mendeskriripsikan suatu obyek atau konsep
secara matematis, (d) membuat suatu representasi matematis, dan (e) membuat soal.

Halaman ke- 13 dari 16


Ajak siswa untuk menggunakan bahasa komunikasi yang jelas, runtut, dan masuk akal agar
demonstrasi yang dilakukannya bisa diterima oleh orang lain dengan baik. Ajak mereka untuk
menyiapkan bahan demonstrasinya dengan sebaik-baiknya, dilengkapi dengan bahan-bahan
demonstrasi yang lengkap, dan mudah dimengerti oleh orang lain. Karakter sebagai komunikator
yang baik dengan begitu akan tumbuh berkembang.

Demikian pula dengan produk-produk lain seperti pernyataan/pendapat, deskripsi, atau


representasi dan bahkan juga soal. Siswa perlu didorong untuk menyajikan produk tersebut
secara cermat, menarik, dan meyakinkan orang lain.

Apply Type.

Kegiatan belajar yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: (a) memilih strategi yang tepat
untuk digunakan dalam memecahkan masalah, (b) mengerjakan soal, (c) menerapkan suatu
representasi.

Ketika siswa diminta untuk melakukan kegiatan jenis ini, siswa perlu didorong untuk memiliki
karakter bertanggungjawab, kritis, kreatif, gigih, pantang menyerah dan beberapa karakter lain.
Mereka perlu didorong bahwa pemilihan strateginya, pembuatan representasinya, dan langkah-
langkah pemecahan masalahnya harus didasarkan atas dasar yang bisa dipertanggungjawabkan.
Kita bisa meminta mereka menjelaskan alasan yang digunakannya dalam membuat keputusan
tersebut. Mereka juga perlu kita dorong untuk kritis, kendatipun terhadap pekerjaannya sendiri.
Mereka tidak boleh menganggap apa yang sudah dipikirkannya sebagai sesuatu yang selalu
benar. Mereka juga perlu berpikir kreatif sehingga produknya bisa lebih baik, lebih lengkap, dan
mungkin juga lebih inspiratif.

Evaluation Type,

Kegiatan belajar yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: (a) membandingkan (b)
memeriksa kebenaran jawaban, (c) menyelidiki kebenaran suatu konjektur, (d) menilai suatu
perkejaan matematis milik orang lain.

Ketika siswa membandingkan sesuatu, dia melakukannya atas dasar komponen-komponen dari
hal-hal yang dibandingkan itu. Ini memberikan peluang kepada guru untuk menyemaikan
karakter cermat, hati-hati, kritis, dan kreatif kepada siswa. Karakter jujur atas dasar konsep dan

Halaman ke- 14 dari 16


prinsip matematis yang dimiliki, terutama dalam menilai pekerjaan matematis milik orang lain,
bukan atas dasar like and dislike, akan tumbuh berkembang dalam diri siswa.

Penggunaan Model Pembelajaran Integratif Untuk Karakter

Ide terakhir penulis terkait dengan pengembangan karakter melalui pembelajaran matematika
adalah penggunaan model pembelajaran integratif. Model pembelajaran integratif ini adalah
model pembelajaran yang menyatukan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pembelajaran yang
penulis maksud dalam hal ini termasuk Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBL). Dalam kesempatan ini, penulis mencoba berbagi tentang PjBL.

PjBL atau Pembelajaran Berbais Proyek adalah pembelajaran yang mendorong siswa
menghasilkan suatu produk untuk berkontribusi terhadap isyu atau masalah yang disajikan di
awal proses PjBL. Sebagai contoh, guru bisa menyajikan power point atau video tentang
kebiasaan anak muda bahkan juga orang dewasa dan orang tua jaman sekarang dalam
menggunakan handphone. Isyunya mungkin mencakup dampak dari gelombang elektromagnetik
dari penggunaan handphone, tetapi juga eksplorasi potensi penggunaan handphone untuk
kegiatan ekonomis.

Melalui tayangan isyu tersebut, siswa kita dorong untuk membuat suatu produk yang
berkontribusi bagi penyelesaian atau pemanfaatan handphone. Siswa bisa kita dorong untuk
berseleuncur di dunia maya untuk belajar matematika dan IPA terkait dengan pembuatan
produknya. Mereka kemudian bisa menggunakan keterampilan berpikir kritis, kreatif,
kolaboratif, dan komunikatif untuk menghasilkan produk baru yang bermanfaat dan dibutuhkan
oleh orang banyak.

PENUTUP

Apa yang penulis sampaikan dalam paper ini, sekali lagi, baru sebatas ide yang diharapkan bisa
menginspirasi Anda semua untuk menerapkan atau bahkan meneliti lebih jauh. Tetapi, sekali
lagi, sepanjang kurikulum masih padat seperti sekarang ini, tampaknya guru harus bekerja ekstra
keras untuk mengembangkan karakter malalui pembelajaran matematika. Karena itu, saran
penulis adalah adanya penyederhanaan kurikulum. Muatan kurikulum perlu dikurangi dan
disedeerhanakan. Kurikulum hendakya lebih ditekankan kepada pengembangan habits of mind,
karena akhir-akhir ini sudah semakin banyak aplikasi yang tersedia di handphone yang bisa

Halaman ke- 15 dari 16


mengerjakan pekerjaan matematis yang biasanya sulit dikerjakan secara manual. Kita tidak perlu
mencetak generasi muda yang penguasaan ilmunya menyaingi komputer. Kita tidak perlu
memaksa anak hafal dengen berbagai rumus matematika, toh pekerjaan yang begitu sdudah bisa
dikerjakan oleh komputer. Kita cukup hanya perlu memiliki kemampuan berpikir yang bisa
memanfaatkan dan mengembangkan teknologi lebih jauh.

Pembelajaran matematika untuk mengembangkan 5 karakter prioritas sebagaimana dikemukakan


di atas, tentu juga merupakan hal yang berat bagi penulis. Perlu kerjasama yang baik dengan
guru mata pelajaran lain untuk mengembangkan pembelajaran matematika yang mampu
mengembangkan 5 karakter prioritas tersebut. Untuk itu, menurut hemat penulis, PjBL
tampaknya perlu semakin diintensifkan dalam pembelajaran di sekolah. Setiap semester satu
PjBL dengan durasi waktu yang memadai tampaknya perlu semakin digalakkan pelaksanaanya
di sekolah. Akhirnya, penulis mohon maaf atas segala kekurangan dengan harapan semoga ide
yang ada ini tetap memberikan manfaat bagi semua pembaca.

REFERENSI

Arthur, J. (2008). Handbook of moral development. In L. P. C. Nucci & D.. Narvaez (Eds.),
Handbook of Moral Development, 1st ed., pp. 53–89. New York: Routledge, Taylor &
Francis Group. https://doi.org/10.1080/03057240.2015.1053738

Baswedan, A. (2016). Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Pada Hari Pendidikan
Nasional, 2 Mei 2016. Jakarta: Ministry of Education and Culture.

Costa, A. ., & Kallick, B. (2009). Habit Is a Cable. In A. . Costa & B. Kallick (Eds.), Habits of
Mind Across the Curriculum: Practical and Creative Strategies for Teachers (pp. 1–17).
Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Grandgenett, N., Harris, J., & Hofer, M. (2011). Mathematics Learning Activity Types 1, 2.

Kemdikbud. (2017). Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter: Tingkat Sekolah
Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Halaman ke- 16 dari 16

View publication stats

You might also like