Professional Documents
Culture Documents
Bab Iii Sawi
Bab Iii Sawi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sayuran adalh salah satu komponen dari menu makanan yang sehat, maka tidak
heran bila kebutuhan sayuran dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan kesadaran
masyarakat tentang kesehatan. Diantara bermacam- macam jenis sayuran yang dapat
dibudidayakan, tanaman sawi(Brassica juncea L) merupakan salah satu komoditas sayuran
yang memiliki nilai komersial dan prospek yang tinggi.
Jagad Indonesia ini memungkinkan dikembangkan tanaman sayur-sayuran yang
banyak bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan bagi manusia. Diantara tanaman
sayur-sayuran yang mudah dibudidayakan adalah caisim. Ditinjau dari aspek klimatologis,
aspek taknis, aspek ekonomis dan aspek sosialnya sangat mendukung, sehingga memilliki
kelayakan untuk diusahakan di indonesia.
Pertanian berkesinambungan adalah suatu teknik budidaya pertanian yang menitik
beratkan adanya pelestarian hubungan timbal balik antara organisme dengan sekitarnya.
Sistem pertanian ini tidak menghendaki penggunaan produk berupa bahan-bahan kimia
yang dapat merusak ekosistem alam. Pertanian berkesinam-bungan identik dengan
penggunaan pupuk organik yang berasal dari limbah-limbah pertanian, pupuk kandang,
pupuk hijau, kotoran manusia, serta kompos, dengan penerapan pertanian organik
diharapkan keseimbangan antara organisme dengan lingkungan tetap terjaga.
Tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) merupakan jenis sayuran yang sangat
dikenal di kalangan konsumen. Sawi hijau (Brassica juncea L.) selain dimanfaatkan untuk
bahan makanan sayuran, juga dapat dimanfaatkan untuk pengobatan bermacam-macam
penyakit sehingga sawi hijau sebagai salah satu bagian dari golongan sayuran yang
mempunyai peran penting untuk memenuhi kebutuhan pangan, gizi, dan obat bagi
masyarakat.
Tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) beradaptasi dengan baik di tempat yang
berudara panas maupun berudara dingin sehingga dapat diusahakan di daerah dataran
tinggi maupun dataran rendah. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawi
Budidaya sawi relatif mudah untuk dilaksanakan, sehingga dapat dilakukan oleh
petani ataupun pemula yang ingin menekuni agrobisnis tanaman ini. Budidaya tanaman
sawi selain mudah dilaksanakan, juga sangat cepat menghasilkan karena tanaman ini
memiliki umur relatif pendek, mulai dari awal penanaman hingga panen
Selain memiliki kandungan vitamin dan zat gizi yang penting bagi kesehatan
B.Tujuan
Budidaya Tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) secara organik ini bertujuan sebagai
berikut :
1. Bahan praktik matakuliah Teknologi Produksi Tanaman Pertanian Berkelanjutan
2. Mengetahui cara budidaya tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) dengan baik dan benar
3. Menganalisis pertumbuhan budidaya tanaman sawi hijau.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari budidaya tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) ini adalah
sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan mahasiswa dalam budidaya tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.)
semi organik.
2. Mahasiswa dapat memanfaatkan lahan pertanian secara berkelanjutan
2. Waktu Percobaan
Waktu pelaksanaan budidaya tanaman sawi manis semi organik ini adalah pada 25 Oktober –
29 November 2018
C. Prosedur Percobaan
1. Persiapan lahan pertama
Membuat bedengan pertanaman dengan lebar 1,5 m, dan panjang 2,5 m, dibuat saluran air
dengan lebar 0,5 m dan kedalaman 0,5 m kemudian bajak diatas bedengan dengan menggunakan
cangkul hingga tanah membentuk bongkahan-bongkahan besar, lalu diamkan selama satu
minggu.
4. Penanaman
Bibit umur 2-3 minggu setelah semai atau telah berdaun 3-4 helai, dipindahkan pada
lubang tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 20x20 cm atau sistem baris dengan jarak
15x10-15 cm. Jika ada yang tidak tumbuh lakukan penyulaman, yaitu tindakan penggantian
tanaman dengan tanaman baru
5. Pemeliharaan
Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu penyiraman tanaman. Penyiraman ini
dilakukan dari awal sampai panen. Penyiangan dilakukan 2 kali atau disesuaikan dengan kondisi
gulma, bila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan
6. pemupukan
Pemupukan yang digunakan yaitu pupuk organik sebelum tanam sawi hijau tanah
campuran dengan pupuk kandang selain itu pemberian pupuk yang bersentuhan langsung dengan
akar tanaman dapat menyebabkan kematian pada tanaman maka itu kedua kali tidak dikasih
pupuk karena umur tanaman sawi hijau 30-40 hari. Sebelum menanam sudah diberi pupuk
kandang, kompos, jerami padi, tanah maka itu pada saat pertumbuhan tanaman tidakmemberi
pupuk lagi karena mengandung unsur nitrogen (N) organik. Penambahan pupuk urea diberikan
setelah 14 HST dengan dosis 100 gram/ 10 liter air bersih. Ini dilakukan selama dua kali dalam
proses pertumbuhan.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil yang didapatkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Prinsip dari pada pertanian berkelanjutan ialah lahan yang digunakan terus dapat
digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang, serta dapat mengganti komoditas
yang lain setelah panen.
2. Agar dapat digunakan secara berkelanjutan, pengolahan tanah yang baik, perbaikan
saluran irigasi, serta pemberian pupuk dasar organik yang optimal penting dilakukan dalam
suatu proses pembudidayaan sawi manis.
3. Budidaya sawi semi organik adalah budidaya yang menggunakan pupuk sintetik (urea)
dengan dosis yang sedikit, yakni 240 ml/ 10 liter air untuk ukuran lahan 3 m x 1,5 m, dan
lebih banyak menggunakan pupuk organik.
4. Penyiram yang rutin sangat perlu dilakukan dalam budidaya sayur sawi manis, apalagi
umur tanaman masih dalam usia 0-14 hari setelah dipindahkan dalam persemaian.
5. Hasil produksi yang dihalsilkan juga bisa dikatakan sehat dikarenakan pupuk sintetis yang
digunakan yaitu hanya sebesar 240 ml dalam dua kali penggunaan selama proses
budidaya.
B. Saran
1. Sanitasi perlu dilakukan agar tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman utama, dan juga perlu dilakukan penyiangan agar hasil yang didapatkan bisa
maksimal.
2. Walaupun pengolahan lahan dilakukan secara optimal dan pemberian pupuk dasar organik
diberikan dengan cukup, hal yang paling penting juga yaitu pemilihan benih unggul dan
bersertifikat, agar hasil yang didapatkan juga memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto, (1993). Biologi Pertanian (Pupuk kandang, pupuk organik nabati, dan (insektisida). Edisi
kedua. Alumni -Anggota IKAP: Bandung.
Barus, A. A., 2011. Pemanfaatan Pupuk Cair Mikro Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Varietas Tosakan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Cahyono, Bambang. 2003. Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi Hijau. Yogyakarta: Yayasan Pustaka
Nusatama.
Darmawan. (2009). Budidaya Tanaman Sawi. Kanisius. Yogyakarta.
Dwidjoseputro, G. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: P.T Gramedia.
Gardner, F. P., R. B, Pearce dan R. L. Mitchell. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. (Diterjemahkan
oleh H. Susilo). Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Haryanto, E.T. Suhartini dan Rahayu, E. (2005). Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Karama, A.S. (1990). Penggunaan pupuk dalam produksi pertanian. Makalah disampaikan pada
Seminar Puslitbang Tanaman Pangan, 4 Agustus 1999 di Bogor.
Purwanti, A. Anas, D.S. (2009). Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Dan
Produksi Tanaman Sayuran Dalam Nethouse.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Kegiatan PKL I bertujuan untuk memberi bekal dan pengalaman kepada mahasiswa
agar mampu melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang meliputi aspek:
1. Untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola budidaya serta mampu menghasilkan
produk sawi putih secara organik
2. Mengetahui perencanaan usaha budidaya sawi putih secara organik berdasarkan peluang
pasar dan evaluasi usaha
3. menumbuhkan mental/jiwa wirausaha, rasa percaya diri, tangguh, kreatif, inovatif,
dinamis, disiplin, dan bertanggungjawab.
Manfaat
Kegiatan PKL I di harapkan memberikan manfaat bagi mahasiswa berupa:
1. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang cara budidaya tanaman sawi putih secara
organik dan dapat menganalisis permasalahan serta merumuskan pemecahan
masalahnya.
2. Mampu menilai dan menganalisis prospek usaha sawi putih organik
3. Mewujudkan mental/jiwa wirausaha, menumbuhkan rasa percaya diri, tangguh, kreatif,
dinamis, disiplin, bertanggung jawab dan inovatif.
TINJAUAN PUSTAKA
Petsai merupakan tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang memiliki nilai
ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah sub tropis maupun tropis. Petsai
diduga berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak
2.500 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke Philipina dan Taiwan.
Petsai berbatang pendek hingga hampir tidak terlihat. Daunnya bulat panjang, kasar,
berkerut, rapuh serta berbulu halus dan tajam. Urat (tulang) daun utamanya lebar dan
berwarna putih. Rasa daun petsai masak lunak, sedangkan yang mentah agak pedas. Pola
pertumbuhan daun mirip tanaman kubis. Daun yang muncul terlebih dahulu menutup daun
yang tumbuh kemudian hingga membentuk krop bulat panjang yang berwarna
putih. Susunan dan warna bunganya pun seperti kubis. Biji petsai berwarna hitam
kecoklatan dengan ukuran lebih kecil dari biji kubis (Sunarjono, 2007).
Tanaman petsai merupakan tanaman semusim. Hampir semua orang senang makan
petsai, terutama orang-orang di Negara Cina. Tanaman ini berasal dari Tiongkok, tetapi
telah banyak diusahakan di Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman sayuran yang
penting setelah kubis karena rasanya enak dan sumber vitamin A, vitamin B dan vitamin C
(Sunarjono, 2007). Menurut Wahyudi (2010), tanaman ini mempunyai empat varietas, yaitu
A. Yokohama F-1
Pertumbuhan tanaman tegak memanjang dan seragam. Bentuk krop oval panjang
dan berwarna hijau terang. Bentuk krop padat. Berat krop rata-rata 1,5-2,5 kg. Tekstur
daun renyah, sehingga cocok untuk dikonsumsi segar. Tahan ter-hadap penyakit busuk
lunak. Rekomendasi ketinggian tempat penanaman 600-1.300 m dpl. Panen pada umur
65-70 HST. Potensi produksi 30-35 ton per hektar.
B. Okinawa F-1
Petumbuhan tanaman sangat kuat dan seragam. Bentuk krop silindris (oval agak
bulat) dan berwarna hijau terang. Performa krop padat, berat krop rata-rata 1,5-2,5
kg. Tidak mudah pecah, sehingga tahan terhadap pengangkutan jarak jauh. Tahan
terhadap penyakit busuk lunak. Rekomendasi ketinggian tempat pe-nanaman 900-1.300 m
dpl. Panen pada umur 55-60 HST. Potensi 30-55 ton per hektar.
C. Jerri F-1
Pertumbuhan tanaman kuat dan seragam. Berbentuk krop silindris (oval agak bulat)
dan berwarna hijau terang. Performa krop padat. Berat krop rata-rata1,5-2,0 kg. Tahan
terhadap penyakit busuk lunak dan downy mildew. Rekomendasi kertinggian tempat
penanaman 500-1.500 m dpl. Panen pada umur 55-60 HST. Potensi produksi 25-30 ton
per hektare.
D. Leony F-1
Pertumbuhan tanaman tegak dan seragam. Bentuk krop silindris (oval agak bulat)
dan berwarna hijau terang. Performa krop padat. Berat krop rata-rata 2-3 kg. Tahan
terhadap penyakit busuk lunak, akar gada, dan virus. Rekomendasi ketinggian tempat
penanaman 500-1.500 m dpl. Panen pada umur 65-70 HST. Potensi produksi 30-35 ton
per hektare.
Syarat Tumbuh
Daerah yang cocok untuk penanaman sawi putih atau petsai menurut Wahyudi (2010)
yaitu tipe tanah lempung sampai lempung berpasir, gembur, mengandung bahan organik,
pH tanah optimum 6,0-6,8. Ketinggian tempat 600-1.500 m dpl. Persyaratan lain lokasi
terbuka dan memperoleh sinar matahari langsung serta drainase air lancar.
Menurut Sunarjono (2007) tanaman petsai jarang ditanam di daerah dataran rendah
karena tidak mau membentuk krop. Kalaupun membentuk krop, kropnya kecil sekali atau
keropos. Waktu tanam petsai yang baik ialah menjelang akhir musim hujan (Maret) atau
awal musim hujan (Oktober) karena tanaman agak tahan terhadap hujan. Akan tetapi,
perawatan tanaman pada musim hujan akan lebih berat daripada musim kemarau karena
serangan ulat daun.
A. Menyiapkan Benih
Kebutuhan benih sawi per hektar hanya 700 gram. Sebelum dikebunkan benih sawi
disemaikan dahulu dengan media semai berupa tanah yang dicampur dengan pupuk
kandang dengan menggunakan perbandingan 3:1 pada media tanam yang sesuai.
Bibit yang sudah berdaun 4 helai dapat dipindah ke lahan. (Nazaruddin, 2003).
Gambar 2. Pemilihan Benih Gambar 3. Penyemaian Benih
B. Persiapan Lahan Tanaman Sawi
Lahan Budidaya Sawi terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20-30 cm supaya
gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke Timur agar
mendapatkan cahaya penuh. Bedengan sebaiknya dibuat dengan ukuran lebar 100-120
cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan + 30 cm. Lahan
yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau dolomite 2-4 minggu
sebelum tanam dengan dosis 1,5 t/ha. Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik
(kotoran ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 2-4 kg/m2.
C. Penanaman
Bibit umur 2-3 minggu setelah semai atau telah berdaun 3-4 helai, dipindahkan pada lubang
tanam yang telah disediakan dengan jarak tanam 20cm×20 cm atau sistem baris dengan
jarak 15×10-15 cm. Jika ada yang tidak tumbuh lakukan penyulaman, yaitu tindakan
penggantian tanaman dengan tanaman baru. Penanaman dilakukan sore hari (Yulia et al.,
2011).
Gambar 4. Penanaman
D. Pemeliharaan
Tindakan pemeliharaan untuk tanaman sawi yang rutin ialah penyiraman. Penyiraman
dilakukan sejak dari persemaian hingga di lahan. Saat curah hujan sedikit, penyiraman
dilakukan pada pagi dan sore hari. Melakukan penyulaman pada tanaman yang mati sangat
perlu dilakukan paling tidak satu minggu setelah tanam. Selanjutnya pembersihan
lahan dari rumput yang menganggu agar tidak ada persaingan dalam perebutan
unsur hara. Pembersihan dapat dilakukan secara manual dengan mencabut
rumput menggunakan tangan (Yuniarti et al., 2000).
Gambar 5. Penyiangan
E. Pemupukan
Tiga hari sebelum tanam berikan pupuk organik (kotoran ayam yang telah difermentasi)
dengan dosis 2-4 kg/m2. Dua minggu setelah tanam dilakukan pemupukan susulan pada
tanaman sawi, pupuk yang diberikan terdiri dari pupuk kandang, kompos, atau pupuk hijau.
Dengan dosis pupuk kandang yang didapatkan 10-15 ton/ha.
Gambar 6. Pemupukan
F. Panen
Tanaman sawi dapat dipanen pada umur 30-40 hari setelah tanam dan memenuhi syarat
untuk dikonsumsi. Bila pertumbuhan tanaman kurang baik, sawi rata-rata dipanen saat
umur dua bulan. Pemanenan dilakukan dengan dua cara yaitu: 1. Mencabut seluruh
tanaman beserta akarnya. 2. Atau dengan memotong bagian pangkal batang yang berada
diatas tanah. (Yuniarti et al., 2000).
Gambar 7. Panen
G. Pasca Panen
Tanaman sawi yang baru dipanen, ditempatkan di tempat yang teduh agar tidak cepat layu
dengan cara diperciki air. Selanjutnya lakukan sortasi untuk memisahkan bagian tanaman yang
tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa menggunakan wadah berupa keranjang bambu,plastik
atau karton yang berlubang-lubang untuk menjaga sirkulasi udara.
H. Hama dan Penyakit
Hama yang banyak menyerang tanaman sawi adalah ulat yang memakan daun,
gejalanya terlihat pada bekas-bekas gigitan berupa robekan tidak merata didaun sawi atau
lubang-lubang. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan mengambil ulat yang terlihat
pada tanaman sawi apabila penyerangan belum terlalu banyak (Sukmabuana et al., 2011).
Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT) Tanaman Sawi Untuk
mencegah hama dan penyakit pada sawi yang perlu diperhatikan adalah sanitasi dan
drainase lahan. OPT utama adalah ulat daun kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat
dilakukan dengan cara pemanfaatan Diadegma semiclausuma sebagai parasitoid hama
Plutella xylostella. Jika terpaksa menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang aman
dan mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik.
Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis,
volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya. Salah satu penyakit yang
sering menyerang tanaman sawi putih salah satunya adalah:
1. Busuk Lunak (Bacterial Soft Rot).
Busuk lunak dapat menyerang seluruh tanaman kubis-kubisan, tetapi lebih sering
menyerang sawi putih dan kubis. Jaringan tanaman yang telah terserang menunjukkan
gejala basah dan diameter serta kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman
yang terkena menjadi lunak dan berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus
berlanjut. Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan
sistem budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum
menanam tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi penyakit tersebut.
2. Busuk Hitam (Black rot)
Penyakit busuk hitam (Black rot) yang disebabkan Xanthomonas campestris pv.
Campestris termasuk salah satu penyakit penting pada tanaman sawi. Busuk hitam dapat
menyerang seluruh tanaman sawi. Gejala awal yang timbul adalah pada tepi daun dan
berlanjut hingga klorosis membentuk huruf V. Dengan berjalannya waktu, gejala yang
timbul tadi kemudian mengering dan seperti terbakar (nekrotis). Pengendalian dapat
dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan jenis kubis - kubisan, sehingga akan
memberikan waktu yang cukup bagi seresah dari tanaman kubis - kubisan untuk melapuk.
Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang dihasilkan di iklim yang kering
3. Bercak Daun Septoria
Penyakit ini disebabkan oleh serangan cendawan Septoria lycopersici. Cendawan
menyerang semua fase pertumbuhan. Gejala serangan berupa bercak-bercak berwarna
coklat yang akhirnya berubah keabu-abuan pada permukaan daun bagian bawah, tepi daun
berwarna hitam. Pengendalian kimiawi menggunakan fungisida sistemik, contoh bahan aktif
yang bisa digunakan adalah benomil, metil tiofanat, karbendazim, difenokonazol, atau
tebukonazol, dan fungisida kontak berbahan aktif klorotalonil, azoksistrobin, atau
mankozeb. Dosis/konsentrasi sesuai pada kemasan.
4. Alternaria Leaf Spot
penyakit pada sawi ini disebabkan oleh Alternaria brassicae, A. brassicicola. Hampir
seluruh tanaman sawi sangat peka terhadap bercak daun Alternaria dan dapat menyerang
tanaman pada seluruh fase pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan oleh 2 pathgen ini sama
dan bisa ditemukan dalam satu tanaman. Serangan pada tanaman di persemaian dapat
mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk Bercak daun sangat beragam
ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5 cm.
Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar
hingga kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris.
Perubahan warna menjadi coklat pada head cauliflower dan brokoli juga disebabkan oleh
pathogen ini. Patogen ini juga menimbulkan bercak elips nekrotis pada benih. Penyakit ini
disebabkan oleh patogen yang terbawa benih. Alternaria sendiri dapat disebarkan oleh
angin. Serangan dapat dipercepat oleh cuaca yang lembab dengan suhu optimum antara
25 – 30oC. Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain : menggunakan benih
yang bebas dari patogen ini.
Pertanian Berkelanjutan
A. Good Agricultural Practices (GAP)
Good Agricultural Practices (GAP) berkesinambungan dengan sistem pertanian terpadu.
GAP diterapkan sebagai pedoman dalam teknis budidaya tanaman dalam skala luas.
Apabila pertanian organik hanya mengatur penggunaan bahan kimia, GAP secara
menguntungkan mengatur praktik pertanian yang mencakup seluruh aspek, mulai dari
teknis budidaya, hingga aspek manajemen petani yang terangkum dalam Standard
Operational Procedure (SOP). Terdapat empat prinsip utama dalam sistem GAP yaitu:
1. penghematan dan ketepatan produksi untuk ketahanan pangan, keamanan pangan, dan
pangan bergizi,
2. berkelanjutan dan bersifat menambah sumber daya alam,
3. pemeliharaan kelangsungan usaha pertanian dan mendukung kehidupan yang
berkelanjutan, serta
4. kelayakan dengan budaya dan kebutuhan suatu masyarakat.
Menurut SK Mentan No. 48 Tahun 2010 terdapat 14 ketentuan wajib dalam GAP yaitu :
1. Lahan bebas dari cemaran limbah bahan berbahaya dan beracun.
2. Kemiringan lahan <30% untuk komoditas sayur dan buah semusim.
3. Media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya dan beracun (B3).
4. Tindakan konservasi dilakukan pada lahan miring.
5. Kotoran manusia tidak digunakan sebagai pupuk.
6. Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian.
7. Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilan
mengaplikasikan pestisida.
8. Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa.
9. Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian.
10. Air yang digunakan untuk irigasi tidak mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3).
11. Wadah hasil panen yang akan digunakan dalam keadaan baik, bersih dan tidak
terkontaminasi.
12. Pencucian hasil panen menggunakan air bersih.
13. Kemasan diberi label yang menjelaskan identitas produk.
14. Tempat/areal pengemasan terpisah dari tempat penyimpanan pupuk dan pestisida.
B. Good Handling Practice (GHP)
GHP merupakan prosedur sanitasi untuk distribusi buah dan sayuran dari ladang hingga
ke meja makan. Penerapan GHP dapat membantu mengurangi resiko kontaminasi
terhadap produk segar selama penanganan, pengemasan, penyimpanan dan transportasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk meningkatkan penerapan penanganan
pascapanen di tingkat petani/gapoktan, asosiasi dan pengusaha, telah dikeluarkan
Peraturan Menteri Pertanian No. 44/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Pedoman
Penanganan Pascapanen yang Baik (Good Handling Practices/GHP) Hasil Pertanian Asal
Tanaman.
Permentan No. 44 tahun 2009 tentang Good Handling Practices diterbitkan dengan
tujuan menekan kehilangan/kerusakan hasil, memperpanjang daya simpan,
mempertahankan kesegaran, meningkatkan daya guna, meningkatkan nilai tambah dan
daya saing, meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana dan memberikan
keuntungan yang optimun dan/atau mengembangkan usaha pascapanen yang
berkelanjutan. Strategi yang terkait dengan peningkatan nilai tambah produk, yaitu:
1. Pengembangan agroindustri pertanian berbasis sumber daya local.
2. Penciptaan produk – produk antara (intermediate product ) untuk mendukung industri
pangan.
3. Peningkatan penerapan GAP dan GHP serta sertifikasi produk pertanian.
4. Peningkatan akses untuk mendapatkan teknologi pengolahan hasil pertanian.
Ruang lingkup GHP:
1. Pengumpulan
Pada tahap ini perlu diperhatikan lokasi tempat pengumpulan yang disarankan agar
dekat dengan tempat pemanenan untuk menghindari penyusutan kualitas. Usahakan agar
tempat pengumpulan berada di tempat yang teduh untuk menghindari penguapan yang
dapat menurunkan kualitas.
2. Sortasi
Sortasi diperlukan untuk memisahkan produk dari campuran benda lain yang tidak
diinginkan. Proses sortasi harus segera dilakukan guna menghindari pembusukan, kotoran
atau ancaman lain yang dapat menurunkan kualitas.
3. Pembersihan/Pencucian
Pembersihan atau pencucian harus memperhatikan standar baku mutu air yang
digunakan. Pencucian umumnya dilakukan dengan proses pembersihan seperti penyikatan
pada produk tertentu.
4. Grading
Grading atau pengkelasan adalah mengelompokkan produk berdasarkan ukuran,
bentuk, warna hingga tingkat kematangan. Grading bermanfaat untuk menghasilkan produk
yang seragam sehingga dapat memberikan kepuasan bagi konsumen.
5. Pengemasan
Pengemasan bermanfaat untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis, menjaga
kebersihan, memberikan nilai tambah produk, memperpanjang daya simpan hingga
menciptakan daya tarik bagi konsumen.
6. Pelabelan
Label produk hortikultura harus memenuhi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang Pelabelan dan Periklanan Pangan. Label harus dibuat dengan ukuran, warna
dan/atau bentuk yang berbeda untuk tiap jenis produk agar mudah dibedakan. Pelabelan
diberikan pad aluar kemasan dan berisi nama komoditi, nama produsen, alamat produsen,
berat bersih, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa.
7. Pemeraman/Ripening
Pemeraman adalah proses untuk merangsang pematangan buah atau sayuran agar
matang secara merata dengan menggunakan bantuan etilen dan suhu yang digunakan
berkisar 18-28 C.
8. Penyimpanan
Bermanfaat untuk mempertahankan daya simpan dan melindungi produk
dari kerusakan. Ruang penyimpanan sebaiknya memiliki kisaran temperature 8-10 derajat
celcius, kelembaban 85-90% dan bebas hama serta penyakit gudang.
9. Transportasi
Kondisi udara (suhu dan kelembaban) pada saat pengangkutan perlu dijaga. Atur
penataan pada saat pengangkutan, jangan sampai karena benturan, gesekan dan tekanan
menimbulkan tekanan pada produk.
10. Standarisasi Mutu
Standarisasi mutu disesuaikan dengan standard yang telah ditetapkan untuk masing-
masing komoditas, misalnya dengan syarat mutu komoditas berdasarkan standar nasional
Indonesia (SNI).
11. Sarana dan Prasarana
Pada GHP diperlukan sarana dan prasarana pendukung seperti sarana untuk
pembersihan, grading, sortasi, pelabelan dan pengemasan serta prasarana berupa
bangunan untuk tempat pengumpulan, bangunan untuk sortasi, grading dan lain-lainnya.
12. Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Pengelolaan Lingkungan
Keselamatan dan keamanan pekerja harus selalu diperhatikan, karena dalam
management mutu selain memuat mutu produk juga harus memperhatikan keselamatan
pekerja dan lingkungan.
13. Pengawasan dan Pembinaan
Pengawasan dapat dilakukan secara internal maupun eksternal untuk menjamin mutu
produk dan dilaksanakannya sistem manajemen mutu. Rangkaian manajemen mutu sejak
produk berada di lapangan hingga nanti melaui proses manufacturing. Penerapan GHP
sangat membantu dalam menekan losses (kehilangan) untuk menghasilkan produk
bermutu.
C. Good Manufacturing Practices (GMP)
GMP atau Good Manufacturing Practices Adalah Cara / teknik berproduksi yang baik
dan benar untuk menghasilkan produk yang benar memenuhi persyaratan mutu dan
keamanan. GMP merupakan sistem pengendalian kualitas produk makanan, kosmetik dan
obat-obatan yang pertama kali dikembangkan oleh FDA, sama seperti HACCP. GMP berisi
kebijakan, prosedur dan metode yang digunakan sebagai pedoman untuk menghasilkan
produk yang memenuhi standar kualitas dan higiene yang ditetapkan. Good Manufacturing
Practices lebih berperan dalam proses produksi karena elemen-elemen dalam GMP
merupakan elemen-elemen dalam sistem produksi akhir. Adapun prinsip-Prinsip GMP yaitu
antara lain:
1. Proses manufaktur secara jelas didefinisikan dan dikendalikan. Semua proses kritis
divalidasi untuk memastikan konsistensi dan kesesuaian dengan spesifikasi.
2. Proses manufaktur dikendalikan, dan setiap perubahan pada proses dievaluasi. Perubahan
yang berdampak pada kualitas obat divalidasi sebagaimana diperlukan.
3. Instruksi dan prosedur ditulis dalam bahasa yang jelas dan tidak ambigu. (Praktek
Dokumentasi Baik)
4. Operator dilatih untuk melaksanakan dan mendokumentasikan prosedur.
5. Record dibuat, secara manual atau dengan instrumen, selama manufaktur yang
menunjukkan bahwa semua langkah yang diperlukan oleh prosedur dan instruksi pada
kenyataannya yang diambil dan bahwa kuantitas dan kualitas obat itu seperti yang
diharapkan. Penyimpangan yang diteliti dan didokumentasikan. Record manufaktur
(termasuk distribusi) yang memungkinkan sejarah lengkap dari sebuah batch untuk
ditelusuri dipertahankan dalam bentuk dipahami dan mudah diakses.
Pemasaran dan Analisis Usahatani
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat
individu/kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain.
Sistem pemasaran pertanian merupakan satu kesatuan urutan lembaga-lembaga atau
agen-agen pemasaran. Tugasnya untuk meakukan fungsi-fungsi pemasaran agar
memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen akhir.
(Gumbira, E dan Harizt Intan. 2001)
Analisis kelayakan usaha agribinis adalah upaya untuk mengetahui tingkat kelayakan
atau kepantasan untuk dikerjakan dari suatu jenis usaha, dengan melihat beberapa
parameter atau kriteria kelayakan tertentu. Dengan demikian suatu usaha dikatakan layak
kalau keuntungan yang diperoleh dapat menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, baik
biaya yang langsung maupun yang tidak langsung. Kelayakan, merupakan kata kunci yang
harus dipegang oleh para pengelola lembaga keuangan dan merupakan kriteria yang paling
pokok dalam membiayai suatu jenis usaha.
1. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan
produk dari produsen ke konsumen atau industri pemakai. Panjangnya saluran pemasaran
menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai
keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang diterima petani
dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran adalah:
1. Sifat barang dilihat dari tahan tidaknya suatu produk untuk disimpan dalam waktu lama,
2. Sifat penyebaran barang barang harus tersedia dimanapun dan mudah dicari,
3. Alternatif biaya dengan adanya pertimbangan biaya dalam ,menetapkan saluan distribusi,
4. Modal yang besar maka distribusi akan semakin kompleks karena produsen membawa
barangnya ke peosok wilayah,
5. Tingat keuntungan tergantung dari mata rantai penyaluran barang.
Analisa Usaha
A. Asumsi
1. Luas lahan 200 m2
2. Upah 1 HOK Rp. 50.000,00 selama 8 jam kerja (diluar ruangan)
3. Masa investasi 3 bulan dengan 2 periode tanam
4. Sewa tanah Rp. 1.000.000/Ha/tahun
5. Panen 100 ikat
B. Proses produksi
Skema / bagan jalur produksi :
1. Persemain
2. Persiapan lahan
3. Penanaman
4. Pemeliharaan
5. Pengendalian hama dan penyakit
6. Panen
7. Pasca panen
8. Pemasaran
C. Analisa Kelayakan Usahatani
1. Biaya tetap ( Fixed Cost / FC )
Tabel 2. Biaya Tetap
RENCANA PELAKSANAAN
Tempat
Materi Kegiatan
Prosedur Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) I akan dilakukan di Yayasan Bina
Sarana Bakti ( BSB ) – Jl.Gandamanah No.74, Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pelaksanaan PKL I dimulai dari
pembekalan PKL I dikampus Polbangtann Bogor, dilanjutkan dengan kegiatan survei
tempat pelaksanaan PKL I, selanjutnya penyusunan proposal sampai dengan batas waktu
yang ditentukan. Penyusunan proposal dikerjakan setelah mahasiswa menentukan
komoditas apa yang akan diambil pada kegatan PKL I ini. PKL I dilaksanakan selama 2
bulan, setelah kegiatan PKL I selesai dilanjutkan dengan Ujian PKL di kampus Polbangtan
Bogor. Jadwal pelaksanaan kegiatan PKL I. terlampir dalam lampiran.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto Eko, Suhartini, Rahayu. 2000. Sawi dan Selada. Penebar swadaya. Jakarta.
Haryanto et al., 2007.https:/budidaya-sawi-selada/. Diakses pada tanggal 9 Juni 2019 Pukul 09:00
WIB.
Rukmana Rahmat. 2004. Bertanam petsai dan sawi. penerbit Kanisius.Yogyakarta.
Rukmana 2004. https:/kandungan-gizi.com. diakses pada tanggal 09 juni 2019 pukul 08:00 WIB.
Nazaruddin, 2003.www.academia edu/sawi-putih/. Diakses pada tanggal 10 juni 2019 pukul 11:00
WIB.
Rukmana R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius.Yogyakarta.
Sunarjono Hendro. 2011. Bertanam 30 jenis sayur. penebar swadaya. Jakarta.
Sukmabuana et al., 2011.https:/ilmu-tani/2011/tanaman-sawi/. Diakses pada tanggal 08 juni 2019
pukul 13:00 WIB.
Sutariah. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suratiyah Ken (2006 (Sunarjono, 2007).https:/budidaya-petsai.com/2008) Ilmu Usahatani. Penebar
Swadaya.Jakarta.
Sunarjono, 2007.https:/budidaya-petsai.com/2008. Diakses pada tanggal 12 juni 2019 Pukul 16:00
WIB.
Yuniarti et al. 2000 https://zuldesains.wordpress.com/20 08/01/11/ budidaya-tanamansawi/.
Diakses pada tanggal 06 juni 2019 pukul 19:00 WIB.
Yuliarti et al., 2011. https://zuldesains.wordpress.com/2008/01/11/ budidaya-tanaman-
sawi/. Diakses pada tanggal 06 juni 2019 pukul 19:00 WIB.
Suwardi. 2015. Pengertian GAP, GHP, dan GMP.
Https://Suwardipenyuluh.Blogspot.Com/2015/10/Pengertian-Gap-Ghp-Dan-Gmp.Html. Diakses
pada hari Kamis, 19 Juni 2019, Pukul 22:00 WIB.