You are on page 1of 20

KONSEP DASAR AKUNTANSI PAJAK

OLEH

KELOMPOK 2

1. AGUSTINA INDRIYANI TAMMY (2210020005)


2. ERLINA SUKMA WATI (2210020006)
3. ANGELA MARICI DERAM (2210020007)
4. IRENE JENNED VALLENTINE MONE (2210020008)
5. FRANSISCA G. STEFHANIE TENA (2210020046)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat
waktu. Adapun judul makalah ini adalah “KONSEP DASAR AKUNTANSI PAJAK”

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen


pengampuh mata kuliah Akuntansi Pajak yang telah memberikan tugas kepada kami
sehingga kami boleh mencari dan mendapatkan ilmu pengetahuan baru. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini terdapat kekurangan dan masih jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca demi perbaikan makalah yang kami buat ini agar lebih baik ke depannya.

Semoga makalah yang dibuat dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan


baru kepada para pembaca dan bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Kupang, 1 September 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB II .......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Peran Akuntansi dalam Sejarah Perpajakan di Indonesia ...................... 3
2.2 Habungan Antara Akuntansi Keuangan dan Pajak ................................. 4
2.3 Konsep Dasar Akuntansi Perpajakan ........................................................ 6
2.4 Akun-Akun dalam Laporan Keuangan Akuntansi Perpajakan .............. 9
2.5 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan untuk Tujuan Pajak ....... 10
2.6 Konsep Dasar Pengakuan, Pengukuran, Penyajian, dan Pengungkapan
Penghasilan dan Biaya .......................................................................................... 12
BAB III ....................................................................................................................... 15
PENUTUP .................................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akuntansi menyajikan informasi tentang keadaan yang terjadi selama periode
tertentu bagi manajemen atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan tujuan
untuk menilai kondisi dan kinerja perusahaan. Sedangkan dalam perpajakan
menggunakan istilah pembukuan/pencatatan, bukan menggunakan istilah
akuntansi. Pembukuan/pencatatan sendiri memiliki lingkup yang lebih sempit
dibandingkan dengan akuntansi.

Akuntansi pajak, merupakan bagian dalam akuntansi yang timbul dari unsur
spesialisasi yang menuntut keahlian dalam bidang tertentu. Akuntansi pajak
tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam UU perpajakan dan
pembentukannya terpengaruh oleh fungsi perpajakan dalam
mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah. Tujuan dari akuntansi pajak
adalah menetapkan besarnya pajak terutang berdasarkan laporan keuangan yang
disusun oleh perusahaan.

Akuntansi pajak tidak memiliki standar seperti akuntansi keuangan yang diatur
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
Akuntansi pajak hanya digunakan untuk mencatat transaksi yang berhubungan
dengan perpajakan. Akuntansi komersial disusun dan disajikan berdasarkan SAK.
Namun, untuk kepentingan perpajakan, akuntansi komersial harus disesuaikan
dengan aturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, jika terdapat
perbedaan antara ketentuan akuntansi dengan ketentuan perpajakan untuk
keperluan pelaporan dan pembayaran pajak, maka undang-undang perpajakan
memiliki prioritas untuk dipatuhi agar tidak menimbulkan kerugian material bagi
WP yang bersangkutan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran akuntansi dalam sejarah perpajakan di Indonesia ?
2. Bagaimana hubungan antara akuntansi keuangan dan pajak ?
3. Apa saja konsep dasar akuntansi perpajakan ?
4. Akun-akun apa saja yang ada di dalam laporan keuangan akuntansi pajak ?
5. Apa yang menjadi karakteristik kualitatif pada laporan keuangan untuk tujuan
pajak ?
6. Jelaskan konsep dasar pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
penghasilan dan biaya !

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peran akuntansi dalam sejarah perpajakan di Indonesia
2. Untuk mengetahui hubungan antara akuntansi keuangan dan pajak
3. Untuk memahami konsep dasar akuntansi perpajakan
4. Untuk mengetahui akun-akun apa saja yang terdapat di dalam laporan
keuangan akuntansi pajak
5. Untuk mengetahui karakteristik kualitatif pada laporan keuangan untuk tujuan
pajak
6. Untuk memahami konsep dasar pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan penghasilan dan biaya

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran Akuntansi dalam Sejarah Perpajakan di Indonesia


Peranan akuntansi atau pembukuan dalam perpajakan sejalan dengan
sejarah perpajakan di Indonesia. Sejarah perpajakan ini dapat dibagi ke dalam
beberapa kurun waktu yaitu pada masa penjajahan Belanda, setelah merdeka
sampai tahun 1979, 1979 sampai tahun 1983, dan 1983 sampai sekarang. Pada
masa penjajahan Belanda, sistem perpajakan menekankan fungsinya pada segi
pemasukan keuangan untuk keperluan penjajah. Jumlah pajak terutang
sepenuhnya ditentukan oleh aparat pajak yang memiliki wewenang yang sangat
besar. Dengan demikian, peranan akuntansi atau pembukuan dalam perpajakan
sangat lemah.

Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1967, diperkenalkan sistem


pemungutan pajak yang dikenal sistem Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan
Menghitung Pajak Orang Lain (MPO) dengan Undang - Undang Nomor 867
jo. PP 11 Tahun 1967. Sistem pemungutan pajak dalam cara yang baru ini
termasuk sistem self assessment. Melalui Inpres 6, Tahun 1979 yang dikenal
dengan Paket 27 Maret 1979, dan KMK-108/KMK/1979, WP diberikan
keringanan dalam penetapan pajak apabila yang bersangkutan menggunakan
laporan pemeriksaan akuntan publik. Laporan keuangan yang dibuat oleh
akuntan publik tidak dibenarkan dikoreksi, kecuali apabila laporan itu ternyata
tidak benar. Peraturan baru ini sekaligus membatas kewenangan aparat
perpajakan dalam menetapkan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh WP.
Dengan demikian, sejak tahun 1979 peranan akuntansi atau pembukuan
semakin meningkat dalam perpajakan.
Sejak tahun 1983, berlaku Undang - Undang Nomor 6 Tahun 1983,
Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1983, dan Undang - Undang Nomor 8 Tahun

3
1983, Dalam undang- undang perpajakan yang baru berlaku asas perpajakan
Indonesia, yaitu :
1. asas kegotongroyongan nasional terhadap kewajiban kenegaraan, termasuk
membayar pajak :
2. asas keadilan, dalam pemungutan pajak kewenangan yang dominan tidak
lagi diberikan kepada aparat pajak untuk menentukan jumlah pajak yang
harus dibayar ;
3. asas kepastian hukum. WP diberikan ketentuan yang sederhana dan mudah
dimengerti serta pelaksanaan administrasi pemungutan pajaknya tidak
birokratis; dan
4. asas kepercayaan penuh, masyarakat diberikan kepercayaan penuh untuk
melaksanakan kewajiban perpajakannya, termasuk keaktifan pelaksanaan
administrasi perpajakan.

Dengan berlakunya undang-undang tersebut, sistem perpajakan


Indonesia secara mutlak menganut sistem self assessment, dan kewenangan
aparat pajak tidak lagi sebelumnya. Dengan pemberian kepercayaan penuh
kepada WP, peranan pembukuan dan akuntansi dalam perpajakan menjadi
sangat besar.

2.2 Habungan Antara Akuntansi Keuangan dan Pajak


Pajak tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas akuntansi keuangan.
Sesuai dengan Ketentuan Pajak, PPh dikenakan atas tambahan kemampuan
ekonomis yang salah satunya dihasilkan dari kegiatan atau aktivitas bisnis yang
dijalankan oleh Wajib Pajak. Secara umum, penentuan Penghasilan Kena Pajak
erat kaitannya dengan perhitungan laba akuntansi keuangan. Derajat hubungan
antara akuntansi keuangan dan pajak secara garis besar terbagi menjadi dua
sistem, yaitu (i) sistem dependen dan (ii) sistem independen. Dalam sistem
dependen, Laporan Keuangan disusun berdasarkan kerangka dasar akuntansi

4
keuangan yang telah mengakomodasi ketentuan pajak yang berlaku. Oleh
karena itu, dalam sistem ini, laba kena pajak sama dengan laba secara akuntansi.
Sedangkan dalam sistem independen, penentuan laba kena pajak tidak
mengikuti standar akuntansi keuangan yang berlaku karena memiliki tujuan
yang berbeda. Selain kedua sistem tersebut, terdapat pendekatan di mana
penentuan laba kena pajak dihasilkan dari laba akuntansi keuangan dengan
penyesuaian terhadap penentuan pajak.

Pendekatan derajat hubungan antara akuntansi keuangan dan akuntansi


untuk pajak dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Practically formal dependence,
Practically formal dependence merupakan suatu pendekatan yang
tidak membedakan antara akuntansi untuk pajak dan akuntansi keuangan.
Dengan demikian, akuntansi keuangan disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan yang telah mengakomodasi Ketentuan Pajak.
2. Material dependence,
Material dependence merupakan suatu pendekatan akuntansi pajak yang
secara umum didasarkan atas akuntansi keuangan, kecuali jika akuntansi
pajak mengatur secara khusus. Dengan demikian, Penghasilan Kena Pajak
dihitung berdasarkan laba akuntansi keuangan dengan penyesuaian
terhadap Ketentuan Pajak yang berlaku
3. Material independence.
Material independence merupakan suatu pendekatan akuntansi pajak yang
semata-mata didasarkan atas Ketentuan Pajak, pendekatan ini dikenal
dengan nama “good business practice”. Akan tetapi, akuntansi keuangan
tetap digunakan sebagai titik awal penentuan Penghasilan Kena Pajak
dengan pemisahan akun yang digunakan.

5
Derajat hubungan antara akuntansi keuangan dan akuntansi pajak yang
diterapkan memiliki beberapa keunggulan dan keterbatasan dari masing-
masing pendekatan tersebut. Pendekatan dependen memiliki keunggulan dalam
hal biaya kepatuhan yang rendah, karena Laporan Keuangan yang disusun dapat
digunakan untuk tujuan akuntansi keuangan maupun untuk tujuan akuntansi
pajak. Kelemahannya, penyusunan Laporan Keuangan menggunakan prinsip
atau metode konsolidasi antara ketentuan akuntansi keuangan dan Ketentuan
Pajak, sehingga Standar Akuntansi Keuangan harus disusun untuk
mengakomodasi kedua ketentuan tersebut. Apabila Standar Akuntansi
Keuangan tersebut diterapkan maka tidak berlaku Standar Akuntansi Keuangan
yang merujuk kepada IFRS, sehingga untuk kebutuhan kesebandingan dalam
kondisi ekonomi terbuka, Laporan Keuangan yang disusun tidak memiliki
keseragaman.

Pendekatan independen memiliki kelemahan dalam hal biaya kepatuhan


yang tinggi, karena Wajib Pajak harus menyusun dua jenis Laporan Keuangan
untuk tujuan yang berbeda. Namun, dilihat berdasarkan tujuannya, penggunaan
sistem independen memiliki keunggulan dalam hal Laporan Keuangan yang
dihasilkan dapat merepresentasikan nilai laba bersih maupun Penghasilan Kena
Pajak berdasarkan ketentuan masing-masing.

2.3 Konsep Dasar Akuntansi Perpajakan


Adapun konsep dasar di dalam akuntansi perpajakan adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran dalam Mata Uang
Satuan mata uang adalah pengukur yang sangat penting dalam dunia usaha.
Alat pengukur ini dapat digunakan untuk besarnya harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya. Menurut Pasal 28 ayat 4 UU KUP Nomor 16 Tahun
2009 yang mewajibkan agar "pembukuan atau pencatatan tersebut harus
diselenggarakan dengan menggunakan satuan mata uang rupiah"

6
2. Kesatuan Akuntansi
Suatu usaha dinyatakan terpisah dari pemiliknya apabila transaksi yang
terjadi dengan perusahaan bukanlah transaksi perusahaan dengan
pemiliknya. Harta perusahaan bukan harta pemilik. Kewajiban perusahaan
bukan kewajiban pemilik Pemilik dan perusahaan adalah dua lembaga yang
terpisah sama sekali. Hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 1 huruf b
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 "besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) tidak boleh
dikurangkan biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota
3. Konsep Kesinambungan
Dalam konsep diatur bahwa tujuan pendirian suatu perusahaan adalah untuk
berkembang dan mempunyai kelangsungan hidup seterusnya. Hal ini
mengacu konsep Pasal 25 ayat 1 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 "besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut
SPT PPh tahun pajak yang lalu.
4. Konsep Nilai Historis
Transaksi bisnis dicatat berdasarkan harga pada saat terjadinya transaksi
tersebut. Dengan konsep ini maka harta dicatat sebesar harga perolehannya;
sesuai dengan Pasal 10 ayat 6 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 "persediaan
dan pemakaian persediaan untuk perhitungan harga pokok dinilai
berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan
cara mendahulukan persediaan yang diperoleh".
5. Periode Akuntansi
Periode akuntansi tersebut sesuai dengan konsep kesinambungan; di mana
hal ini mengacu pada Pasal 28 ayat 6 UU KUP Nomor 16 Tahun 2009.
Tahun pajak adalah sama dengan tahun takwim kecuali WP menggunakan
tahun buku yang tidak sama

7
dengan tahun takwim.
6. Konsep Taat Asas
Dalam konsep ini penggunaan metode akuntansi dari satu periode ke
periode berikutnya haruslah sama. Konsep ini mengacu pada Pasal 28 ayat
5 UU KUP Nomor 16 Tahun 2009 "pembukuan diselenggarakan dengan
prinsip taat asas" dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas
7. Konsep Materialitas
Konsep ini diatur dalam Pasal 9 ayat 2 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008,
yaitu "pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)tahun tidak
dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau
Pasal 11A".
8. Konsep Konservatisme
Dalam konsep ini penghasilan hanya diakui melalui transaksi tetapi
sebaliknya kerugian dapat dicatat walaupun belum terjadi. Hal ini mengacu
pada Pasal 9 ayat 1 huruf c UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, yaitu "untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap tidak boleh dikurangkan pembentukan atau
pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang

9. Konsep Realisasi
Menurut konsep ini, penghasilan hanya dilaporkan apabila telah terjadi
transaksi penjualan. Penambahan kekayaan yang masih belum terjadi, tidak
dapat diakui sebagai penghasilan. Hal tersebut sesuai Pasal 4 ayat 1 UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008, yaitu "yang menjadi objek pajak adalah

8
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
(cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dana dalam bentuk apa pun".
10. Konsep Mempertemukan Biaya dan Penghasilan
Laba neto diukur dengan perbedaan antara penghasilan dan beban pada
periode yang sama, di mana mengacu pada Pasal 6 ayat 1 UU PPh Nomor
36 Tahun 2008. yaitu "besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan"

2.4 Akun-Akun dalam Laporan Keuangan Akuntansi Perpajakan


Nama-nama akun pada laporan keuangan yang berkaitan dengan akuntansi
pajak adalah sebagai berikut.
a. Neraca
1) Sisi Aset, terdapat nama-nama akun sebagai berikut.
 Pajak Dibayar di Muka ( Prepaid Tax )
 Pajak dibayar di muka biasa disajikan sebagai Biaya Dibayar di
Muka ( Prepaid Expense ) dalam aset lancar. Pajak dibayar di
muka dapat terdiri dari :
- PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25, dan PPh 28A (bila ada);
- PPh atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan;
- Pajak Masukan
2) Sisi Kewajiban, terdapat nama-nama akun sebagai berikut.
 Utang Pajak ( Tax Payable )
 Utang Pajak dapat terdiri atas :
- PPh 21, PPh 23, PPh 26, PPh 29;

9
- Pajak Keluaran.

b. Laporan Laba Rugi


 Beban pajak penghasilan (income tax expense)
 PBB, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan, dan Bea Meterai
dicatat sebagai beban operasional (operational expense).

2.5 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan untuk Tujuan Pajak


Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang menjadikan Laporan
Keuangan berguna bagi pemakai Laporan Keuangan. Penentuan karakteristik
kualitatif berkaitan dengan fungsi Laporan Keuangan sebagai alat untuk
membuat keputusan investasi. Agar Laporan Keuangan dapat digunakan
sebagai alat pembuat keputusan, Laporan Keuangan harus memiliki nilai
relevansi dan disajikan secara jujur atau yang sebenarnya menggambarkan
kondisi Wajib Pajak yang bersangkutan.

Untuk dapat digunakan sebagai dasar penghitungan Penghasilan Kena


Pajak, Laporan Keuangan untuk tujuan pajak harus memiliki karakteristik
kualitatif berupa :
1. Relevan
Laporan Keuangan yang dibuat oleh Wajib Pajak harus dapat digunakan
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Selain itu, tentu dapat
juga dipergunakan sebagai dasar perhitungan objek pemotongan dan
pemungutan PPh, PPN, PPn BM, harga perolehan atau nilai impor, jumlah
harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan
PPn BM, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah

10
pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat
dikreditkan.
2. Netral
Laporan Keuangan untuk tujuan pajak harus memiliki sifat netral, baik dari
sisi Wajib Pajak maupun dari sisi otoritas pajak. Netralitas dicerminkan dari
pembukuan yang dilakukan berdasarkan itikad baik dan mencerminkan
keadaan yang sesungguhnya, sehingga dapat dijadikan acuan oleh kedua
belah pihak.
3. Benar
SPT Tahunan PPh harus diisi secara benar, yaitu benar dalam perhitungan,
termasuk dalam penerapan ketentuan perpajakan, dalam penulisannya, dan
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Selain itu, terdapat sanksi bagi Wajib Pajak yang melakukan kesalahan
dalam pencatatan atau pembukuan yang mengakibatkan pajak yang
terutang dalam jumlah berapa pun tidak benar atau tidak sesuai dengan
Ketentuan Pajak atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Berbeda dengan konsep materialitas dalam akuntansi keuangan.
Materialitas dinilai sebagai suatu ukuran di mana saat terjadi salah saji
dalam Laporan Keuangan dapat memengaruhi keputusan ekonomi dari para
pengguna Laporan Keuangan. Dalam akuntansi keuangan, Laporan
Keuangan harus bebas dari kesalahan dalam tingkat materialitas tertentu.
Hal ini dikarenakan, Laporan Keuangan digunakan untuk menilai
kewajaran transaksi Wajib Pajak. Sedangkan Laporan Keuangan untuk
tujuan pajak disusun untuk dapat mengenakan pajak secara adil berapun
jumlahnya sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak.
4. Lengkap
Lengkap berarti memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan Objek
Pajak dan unsur-unsur lain harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
Laporan Keuangan yang disusun oleh Wajib Pajak harus dilampirkan dalam

11
SPT Tahunan PPh, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Apabila SPT Tahunan PPh yang disampaikan tidak dilampiri keterangan
dan/atau dokumen sesuai dengan Ketentuan Pajak maka SPT Tahunan PPh
dianggap tidak disampaikan.
5. Jelas
Wajib Pajak wajib mengisi SPT Tahunan PPh secara jelas, yang artinya
harus melaporkan asal-usul atau sumber dari Objek Pajak dan unsur - unsur
lain yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan

2.6 Konsep Dasar Pengakuan, Pengukuran, Penyajian, dan Pengungkapan


Penghasilan dan Biaya
1. Pengakuan, Pengukuran, Penyajian, dan Pengungkapan Penghasilan
Pengakuan penghasilan dalam Ketentuan Pajak dapat menggunakan
stelsel akrual atau stelsel kas. Stelsel akrual adalah metode perhitungan
penghasilan diakui pada waktu penghasilan diperoleh dan tidak tergantung
kapan penghasilan tersebut diterima secara tunai. Sedangkan dalam stelsel
kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar
telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu. Untuk perhitungan
Penghasilan Kena Pajak, penggunaan stelsel kas harus memperhatikan
bahwa jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh
penjualan, baik yang dilakukan secara tunai maupun yang bukan dan
penerapannya harus dilakukan secara taat asas. Penerapan prinsip akrual
dalam akuntansi keuangan dalam hal pengakuan pendapatan, yang
merupakan komponen penghasilan, diatur dalam PSAK 23. PSAK 23
menyebutkan bahwa pendapatan diakui saat terdapat kenaikan manfaat
ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan kenaikan aset atau
penurunan liabilitas telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Dengan
demikian, untuk dapat menerapkan prinsip akrual dalam pengakuan
pendapatan dapat merujuk pada PSAK 23.

12
Dalam hal pengukuran penghasilan, Ketentuan Pajak memberikan
penjelasan bahwa penghasilan harus diukur sesuai dengan nilai yang
sebenarnya diterima. Sedangkan untuk penyajiannya, penghasilan disajikan
dalam Laporan Rugi Laba dan pengungkapannya harus memenuhi
ketentuan pengisian SPT Tahunan PPh secara benar, lengkap dan jelas.

2. Pengakuan, Pengukuran, Penyajian, dan Pengungkapan Biaya


Pengakuan biaya dalam Ketentuan Pajak dapat menggunakan stelsel
akrual atau stelsel kas. Stelsel akrual adalah metode perhitungan biaya di
mana biaya diakui saat biaya terutang dan tidak tergantung pada kapan
biaya dibayar secara tunai. Sedangkan dalam stelsel kas, biaya baru
dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar secara tunai
dalam suatu periode tertentu. Untuk perhitungan Penghasilan Kena Pajak
dengan memakai stelsel kas, harga pokok penjualan harus
memperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan serta penerapannya
harus dilakukan secara taat asas.

Biaya yang berkaitan dengan objek Pemotongan PPh atas penghasilan


pekerjaan yang dibayarkan atau terutang kepada Wajib Pajak Orang Pribadi
dibukukan pada saat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan
yang bersangkutan tergantung peristiwa mana yang terjadi lebih dahulu.
Untuk pengakuan biaya yang berkaitan dengan objek PPh yang dipungut
oleh Badan Pemungut dibukukan pada saat pembayaran atau saat tertentu
lainnya yang diatur oleh Menteri Keuangan. Sedangkan untuk biaya yang
berkaitan dengan objek Pemotongan PPh atas penghasilan tertentu yang
diberikan kepada Wajib Pajak Dalam Negeri Badan atau Wajib Pajak Luar
Negeri Badan dilakukan pada (i) saat dibayarkannya penghasilan, (ii)
disediakan untuk dibayarkan, atau (iii) jatuh temponya pembayaran

13
penghasilan yang bersangkutan tergantung peristiwa mana yang lebih
dahulu.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengakuan


biaya didasarkan pada stelsel kas dan stelsel akrual dilihat dari peristiwa
mana yang terjadi terlebih dahulu. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan
Objek Pajak diukur berdasarkan jumlah yang sebenarnya. Dalam hal
penyajiannya, biaya harus disajikan dalam Laporan Rugi Baba Fiskal.
Sedangkan untuk pengungkapan, harus memenuhi ketentuan pengisian SPT
Tahunan PPh, yaitu diungkapkan secara benar, lengkap, dan jelas.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Akuntansi pajak, merupakan bagian dalam akuntansi yang timbul dari
unsur spesialisasi yang menuntut keahlian dalam bidang tertentu. Akuntansi
pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam UU
perpajakan. Tujuan dari akuntansi pajak adalah menetapkan besarnya pajak
terutang berdasarkan laporan keuangan yang disusun oleh
perusahaan.Akuntansi pajak hanya digunakan untuk mencatat transaksi yang
berhubungan dengan perpajakan.

Pajak tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas akuntansi keuangan.


Sesuai dengan Ketentuan Pajak, PPh dikenakan atas tambahan kemampuan
ekonomis yang salah satunya dihasilkan dari kegiatan atau aktivitas bisnis
yang dijalankan oleh Wajib Pajak.

Secara umum, penentuan Penghasilan Kena Pajak erat kaitannya


dengan perhitungan laba akuntansi keuangan. Hubungan antara akuntansi
keuangan dan pajak secara garis besar terbagi menjadi dua sistem, yaitu (i)
sistem dependen dan (ii) sistem independen. Dalam sistem dependen, Laporan
Keuangan disusun berdasarkan kerangka dasar akuntansi keuangan yang telah
mengakomodasi ketentuan pajak yang berlaku. Oleh karena itu, dalam sistem
ini, laba kena pajak sama dengan laba secara akuntansi. Sedangkan dalam
sistem independen, penentuan laba kena pajak tidak mengikuti standar
akuntansi keuangan yang berlaku karena memiliki tujuan yang berbeda.

Konsep dasar akuntansi pajak ini secara umum dibagi dalam beberapa
bagian salah satunya konsep nilai historis dimana Transaksi bisnis dicatat

15
berdasarkan harga pada saat terjadinya transaksi tersebut. Dengan konsep ini
maka harta dicatat sebesar harga perolehannya; sesuai dengan Pasal 10 ayat 6
UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 "persediaan dan pemakaian persediaan untuk
perhitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan
secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh".

Penentuan karakteristik kualitatif berkaitan dengan fungsi Laporan


Keuangan sebagai alat untuk membuat keputusan investasi. Agar Laporan
Keuangan dapat digunakan sebagai alat pembuat keputusan, Laporan
Keuangan harus memiliki nilai relevansi dan disajikan secara jujur atau yang
sebenarnya menggambarkan kondisi Wajib Pajak yang bersangkutan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Agoes Sukrisno, Estralita Trisanawa . 2013. “ Akuntansi Perpajakan “. Jakarta : Salemba Empat

Bidang Pengembangan Pedoman Akuntansi Perpajakan Kompartemen Akuntan Pajak (KAPj),


Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI ). 2017. Draf Pedoman Umum Akuntansi Untuk Tujuan Pajak.
Jakarta

17

You might also like