You are on page 1of 15

KANDUNGAN LOGAM BERAT TANAH PADAAREAL

APLIKASI DAN TANPA APLIKASILIMBAH


CAIRPABRIK KELAPA SAWIT
(Studi Kasus: PT.
PT. Persada Alam Jaya Desa Suban Kecamatan
Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat)

ARTIKEL ILMIAH

HAFITRIAN PRATAMA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
KANDUNGAN LOGAM BERAT TANAH PADA AREAL
APLIKASI DAN TANPA APLIKASILIMBAH
CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
(Studi Kasus: PT. Persada Alam Jaya Desa Suban Kecamatan
Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat)

HAFITRIAN PRATAMA

ARTIKEL ILMIAH

diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh Gelar


Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Artikel ilmiah dengan judul “Kandungan Logam Berat Tanah pada Areal Aplikasi
dan Tanpa Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus: PT. Persada
Alam Jaya Desa Suban Kecamatan Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung
Barat)” oleh Hafitrian Pratama, NIM D1A013040.

Menyetujui:
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Ir. Itang Ahmad Mahbub, M.P Ir. Suryanto, M.S


NIP. 196110271988021001 NIP. 196105291987021001

Mengetahui:
Ketua Jurusan Agroekoteknologi,

Dr. Sunarti, S.P., M.P


NIP. 197312271999032003
“KANDUNGAN LOGAM BERAT TANAH PADA AREAL APLIKASI
DAN TANPA APLIKASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
(Studi Kasus: PT. Persada Alam Jaya Desa Suban Kecamatan Batang Asam
Kabupaten Tanjung Jabung Barat)”

Hafitrian Pratama1, Itang Ahmad Mahbub2, Suryanto2


Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi
e-mail:pratama.hafitrian12@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari konsentrasi logam


berat serta produktivitas kelapa sawit pada areal aplikasi dan tanpa aplikasi
limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Penelitian dilaksanakan di kebun
kelapa sawit rakyat, Desa Suban, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat.Penelitian dilakukan dengan Metode Survei Eksploratif-Deskriptif,
dimana pemilihan areal pewakil dengan menggunakan Metoda Purposive
Sampling yakni areal yang mendapatkan LCPKS dan areal tanpa aplikasi LCPKS
dengan umur tanaman kelapa sawit dan ordo tanah yang sama yakni Ultisol. Titik
pengambilan sampel tanah dilakukan pada 3 tempat dengan 3 ulangan, yaitu di
dalam flatbed, flatbed-pokok tanaman dan kontrol, sedangkan data produksi
diamati disetiap panen meliputi jumlah TBS, berat TBS dan BJR. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan peningkatan logam berat Pb dan Cd
pada areal aplikasi dibandingkan areal tanpa aplikasi LCPKS. Logam berat Cu
dan Zn sebagai unsur mikro esensial masih tergolong sedikit dan berada dibawah
ambang batas pencemaran lingkungan pada areal aplikasi maupun areal tanpa
aplikasi LCPKS. Produksi kelapa sawit pada areal aplikasi lebih tinggi
dibandingkan areal tanpa apikasi LCPKS terutama pada BJR kelapa sawit.

Kata kunci:Logam berat tanah, LCPKS, Kelapa Sawit

PENDAHULUAN

Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2005-2015 terus


meningkat. Perkebunan Besar Swasta (PBS) mendominasi luas areal kelapa sawit,
diikuti oleh Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Besar Negara (PBN). Pada
saat ini angka estimasi untuk luas areal kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2016
adalah sebesar 11,67 juta ha, dengan rincian luas areal PBS sebesar 6,15 juta ha
(52,70%), PR sebesar 4,76 juta ha (40,79%) dan PBN sebesar 0,76 juta ha
(6,51%). Provinsi Jambi khususnya pada tahun 2016 memiliki luas perkebunan
kelapa sawit 0,76 juta ha atau sebesar 6,51% dari total luas perkebunan kelapa
sawit di Indonesia (Ditjen Perkebunan, 2015).
Pada proses pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi
CPO dan palm kernel oil (PKO) di suatu pabrik kelapa sawit (PKS) akan
dihasilkan berbagai macam limbah berupa gas, padatan dan cairan. (Budianta,
2004b). Limbah cair dalam pengolahan kelapa sawit merupakan limbah yang

1)
MahasiswaAgroekoteknologiFakultasPertanianUniversitas Jambi
2)
DosenFakultasPertanianUniversitas Jambi
1
paling banyak dihasilkan di antara jenis limbah lainnya yaitu berkisar 50-60%
pada setiap 100% proses pengolahan tandan buah segar (Tim PT. SP, 2000 dalam
Ditjen PPHP Departemen Pertanian, 2006 dan Budianta, 2004b).
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia telah memberikan
peluang agar limbah cair tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik
apabila Biological Oxygen Demand (BOD) LCPKS tidak melampaui 5000 mg/L
sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
(Kepmen LH) No. 28 Tahun 2003 tentang pedoman teknis pengkajian
pemanfaatan air limbah industri minyak sawit pada tanah di perkebunan kelapa
sawit.Kandungan hara pada 1 m3 LCPKS setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,
3,0 kg MOP dan 1,2 kg kieserit (Hidayanto, 2007).
Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Isu lingkungan utama akibat adanya LCPKS adalah
terjadinya penurunan kualitas air apabila LCPKS dibuang ke perairan (Budianta,
2005). Dampak terhadap tanah yang dapat ditimbulkan dalam kegiatan aplikasi
LCPKS adalah pencemaran lingkungan akibat logam berat. Dalam Kepmen LH
No. 28 tahun 2003 logam berat terutama Pb, Cu, Cd dan Zn diindikasikan terdapat
di dalam LCPKS sehingga menjadi variabel minimal yang harus diamati dalam
pemantauan aplikasi LCPKS. Tim Peneliti Fakultas Pertanian UNJA (2015)
melaporkan bahwa kandungan logam berat Pb, Cu, Cd dan Zn yang terdapat di
dalam air limbah berturut-turut adalah 0,016 mg/L; 0,02 mg/L; 0,013 mg/L dan
0,917 mg/L.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat pada areal
aplikasi LCPKS cenderung lebih tinggi dibandingkan areal yang tidak di
aplikasikan LCPKS. Tim Peneliti Fakultas PertanianUNJA (2012) melaporkan
bahwa kandungan logam berat Pb pada areal aplikasi berkisar antara 13,4-28 ppm
sedangkan pada areal tanpa aplikasi adalah 7,1 ppm. Logam berat Cd pada areal
aplikasi berkisar antara 0,8-1,6 ppm sedangkan pada areal tanpa aplikasi adalah
0,7 ppm. Hal serupa juga ditemukan pada logam berat Cu dan Zn.Logam berat
dari LCPKS tersebut dalam jangka panjang dapat terakumulasi dan diendapkan di
dalam tanah yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
tanaman. Aplikasi LCPKS dalam jangka waktu panjang di khawatirkan akan
mengendapkan logam berat dan pada akhirnya melewati batas kritis kandungan
logam berat di dalam tanah.
PT. Persada Alam Jaya (PAJ) merupakan pabrik kelapa sawit yang tidak
memiliki perkebunan kelapa sawit. Dalam proses pengolahan kelapa sawit pada
pabrik ini juga menghasilkan limbah cair, sehingga aplikasi limbah cair yang ada
dilakukan pada perkebunan kelapa sawit yang berada di sekitar PT. PAJ. Land
aplication oleh PT. PAJ baru pertama kali dilakukan sehingga masih perlu
dilakukan evaluasi dampak aplikasi LCPKS terhadap tanah dan tanaman kelapa
sawit di sekitar PT. PAJ.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari konsentrasi
logam berat serta produktivitas kelapa sawit pada areal aplikasi dan tanpa aplikasi
limbah cair pabrik kelapa sawit di Desa Suban, Kecamatan Batang Asam,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi.

2
BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di kebun kelapa sawit rakyat, Desa Suban,


Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Analisis limbah cair
dilakukan di Laboratorium Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jambi sedangkan
untuk analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Penguji Terpadu Balai
Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat. Penelitian
berlangsung dari bulan Januari tahun 2017 sampai Mei tahun 2017.
Penelitian dilakukan dengan Metode Survei Eksploratif-Deskriptif, dimana
pemilihan areal pewakil dengan menggunakan Metoda Purposive Sampling yakni
areal yang mendapatkan LCPKS dan areal tanpa aplikasi LCPKS dengan umur
tanaman kelapa sawit dan ordo tanah yang sama yakni Ultisol. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data utama (berupa data primer) dan
data penunjang (berupa data primer dan sekunder) sebagai berikut:
1. Data Utama
Data Primer : Logam berat tanah (Pb, Cd, Cu, Zn), pH H2O tanah, C-
organik tanah dan tekstur tanah.
2. Data Penunjang
Data Primer : Data sifat kimia limbah cair kolam 5 dan data tanaman
kelapa sawit (berat dan jumlah TBS)selama 2 bulan.
Data Sekunder : Jenis tanah dan data iklim (curah hujan dan hari hujan di
lokasi penelitian)
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 3 tempat yaitu pada areal
aplikasi limbah cair, yakni di dalamflatbed (F) dan di antara flatbed-pokok
tanaman (B), serta pada lahan kontrol (C). Disetiap tempat diambil 3 sampel tanah
komposit dengan 3 ulangan pada kedalaman 0-60 cm. Jumlah sampel pewakil
yang diambil dalam penelitian ini adalah 9 sampel. 6 sampel merupakan komposit
dari 60 titik boring (10 komposit untuk satu sampel) dan 3 sampel lain berasal dari
pihak peneliti kajian pemanfaatan LCPKSPT. PAJ ke areal kebun kelapa
sawit.Data produksi kelapa sawit didapatkan melalui pengamatan dan
penimbangan selama 2 bulan dari setiap 40 tanaman sampel di areal aplikasi dan
40 tanaman sampel di areal tanpa aplikasi LCPKS.
Data logam berat tanah dievaluasi dan dibandingkan antara areal aplikasi
dan tanpa aplikasi secara deskriptif untuk logam berat Pb dan Cd, sedangkan
logam berat Cu dan Zn yang merupakan logam berat dan unsur mikro esensial
bagi tanaman dibandingkan dengan mengacu pada batas kritis keracunan logam
berat pada tanah oleh Balitbang Pertanian. Berat janjang rata-rata, berat TBS dan
jumlah TBS akan dibandingkan secara deskriptif antara rata-rata hasil pengamatan
40 tanaman sampel di areal aplikasi dengan 40 tanaman sampel pada areal tanpa
aplikasi LCPKS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 102o52’59” - 102o53’36” BT
dan 1o2’20” - 1o2’53” LS.Limbah cair yang diaplikasikan berasal dari PT. Persada
Alam Jaya yang tidak jauh dari lokasi penelitian. Jarak antara kolam 5 dan areal

3
aplikasi air limbah adalah + 104 meter, sedangkan jarak antara areal aplikasi dan
tanpa aplikasi air limbah + 500 meter. Kolam 5 merupakan kolam anaerobik yang
dapat menurunkan BOD dalam jumlah yang besar.
Iklim daerah penelitian berdasarkan hasil olahan data curah hujan dan hari
hujan 12 Tahun terakhir (2005-2016) yang diperoleh dari stasiun penakar curah
hujan terdekat milik perkebunan kelapa sawit PT. Dasa Anugrah Sejati Desa
Lubuk Bernai Kecamatan Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat bahwa
lokasi penelitian menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk ke
dalam tipe iklim basah dengan nilai Q = 0,160.
Curah hujan selama penelitian di lapangan berkisar antara 128-343 mm
yang termasuk bulan basah (> 100 mm). Ordo tanah pada lokasi penelitian adalah
Ultisol dengan formasi batuan Muaro Enim (areal aplikasi LCPKS) dan formasi
Air Benakat (areal tanpa aplikasi LCPKS). Penggunaan lahan pada lokasi
penelitian adalah perkebunan kelapa sawit dengan umur tanaman ± 17 tahun.

Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit


Berdasarkan hasil analisis LCPKS dari kolam 5 diketahui bahwa pH limbah
cair yang digunakan untuk kegiatan land application bersifat netral yakni berkisar
antara 7,75 sampai 7,90. Limbah cair dengan nilai pH tersebut dapat diaplikasikan
dalam kegiatan land application karena memenuhipersyaratan yang ditetapkan
oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 bahwa
nilai pH yang diperbolehkan untuk land application adalah 6-9.
Kandungan BOD5 pada musim kemarau adalah 363 mg/L sedangkan pada
musim hujanadalah 642 mg/L diikuti COD pada musim kemarau 752 mg/L dan
pada musim hujan 1125 mg/L dengan TDS pada musim kemarau 5144 mg/L dan
pada musim hujan 660 (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisis LCPKS dari kolam 5 PT. Persada Alam Jaya Desa Suban,
Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Hasil Analisis (mg/L) Ambang batas
Parameter Desember 2016 April 2017 dalam LCPKS
(mg/L)
B O D5 363 642 < 5000*
COD 752 1125
TDS 5144 660
N-total 65 16
Pospat (PO4-P) 6,57 0,17
Kalium (K) 1449 445
Minyak dan Lemak (ML) 19 49
Timbal (Pb) TU TU 50**
Cadmium (Cd) TU TU 2**
Cuprum (Cu) 0,040 0,042 5000**
Zink (Zn) 0,172 0,175 5000**
Keterangan : “TU” = tidak terukur/tidak terdeteksi
Sumber : Analisa Lab. Badan Lingkungan Hidup Daerah Pemerintahan Propinsi Jambi, 2017
*)
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003
**)
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011

4
Nilai BOD5 dari limbah cair yang dianalisis sangat jauh dari nilai kandungan
BOD5 terbaik untuk kegiatan land application yang direkomendasikan banyak ahli
yakni berkisar antara 3500-5000 mg/L. Rendahnya nilai BOD5 tersebut
dikarenakan tidak teraduknya bahan organik yang ada di dalam kolam 5 secara
merata. Budianta (2004a) menyatakan bahwa kandungan BOD5 yang
diaplikasikan setidaknya adalah 3750 mg/L. Nilai BOD yang terlalu rendah
menyebabkan kandungan nutrisi limbah juga akan rendah.
Tabel 1 menunjukkan bahwa unsur N dan P dari limbah cair yang dianalisis
sangat rendah dikarenakan kandungan bahan organik yang rendah ditunjukkan
oleh nilai BOD5 yang bahkan tidak mencapai nilai 1000 mg/L. Namun unsur K
dari limbah yang dianalisis terlihat lebih tinggi dari hasil penelitian para peneliti
sebelumnya, hal ini dikarenakan adanya penggunaan abu janjang yang kaya akan
unsur kalium di claybath untuk menaikkan massa jenis air di dalam pabrik.
Kandungan logam berat Pb dan Cd tidak terdeteksi di dalam limbah cair
yang diaplikasikan dalam kegiatan land application. Logam berat esensial Cu dan
Zn (Tabel 1) diindikasikan terdapat di dalam limbah cair namun tidak melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan oleh Menteri Pertanian Nomor
70/Permentan/SR.140/10/2011yakni 5000 mg/L.

Kemasaman Tanah (pH), C-Organik dan Tekstur Tanah


Reaksi tanah pada areal aplikasi dan tanpa aplikasi LCPKS tergolong
masam (Tabel 2). Nilai pH tanah pada areal aplikasi lebih rendah jika
dibandingkan dengan areal tanpa aplikasi.

Tabel 2. Reaksi tanah danC-organik pada areal aplikasi tanpa aplikasi LCPKS
PT. Persada Alam Jaya Desa Suban, Kecamatan Batang Asam,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Areal Aplikasi
Areal Tanpa
Parameter Di antara Flatbed-
Flatbed Aplikasi
Tanaman
pH (H2O) 4,89 m 4,72 m 5,32 m
C-Organik (%) 1,05 r 1,85 r 1,08 r
Keterangan : sm = sangat masam; m = masam; sr = sangat rendah, r = rendah, s = sedang;
t = tinggi; st = sangat tinggi (Lampiran 10).
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Penguji Terpadu Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Mei
2017

Reaksi tanah yang lebih masam pada areal aplikasi dikarenakan bahan
organik yang disumbangkan dari limbah cair masih dalam tahap dekomposisi.
Sebagaimana disimpulkan dari penelitian Febrianysah (2017) yang menyatakan
bahwa pemberian LCPKS ke kebun kelapa sawit akan menurunkan pH tanah
karena bahan organik yang disumbangkan dari LCPKS masih dalam tahap
penguraian.
Berdasarkan Tabel 2 kandungan C-organik tanah pada areal aplikasi lebih
tinggi dengan rataan kandungan C-organik 1,45% (1,05% di flatbed dan 1,85% di
antara flatbed dan tanaman), sedangkan pada areal tanpa aplikasi LCPKS hanya
mengandung C-organik 1,08%. Perbedaan ini dikarenakan pada areal aplikasi
terdapat sumbangan C-organik dari LCPKS yang mengandung BOD5363-642

5
mg/L. Widhiastuti et al. (2006) dalam penelitiannya melaporkan bahwa aplikasi
LCPKS dapat meningkatkan C-organik menjadi 1,50-2,12%.Selanjutnya jika
dibandingkan pada areal aplikasi, yakni di dalam flatbed dan di antara flatbed
dengan tanaman maka kandungan C-organik di dalam flatbed (1,05%) lebih
rendah dari pada di antara flatbed dengan tanaman (1,85%). Hal ini dikarenakan
limbah cair yang diaplikasikan lebih banyak menyerap kesamping dikarenakan
kandungan liat yang lebih rendah pada flatbed dengan tanaman yakni 65%
sedangkan kandungan liat di dalam flatbed adalah 80,33% (Tabel 3).

Tabel 3. Tekstur tanah lokasi penelitian (kedalaman 60 cm)PT. Persada Alam


Jaya Desa Suban, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat.
Lokasi Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur Tanah
Flatbed 5,33 14,33 80,33 Liat
Flatbed-Tanaman 8,33 26,67 65,00 Liat
Kontrol 26,63 43,33 30,33 Lempung berliat
Sumber : Olahan Data Analisis Laboratorium Penguji Terpadu Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
Mei, 2017

Tekstur tanah untuk kedalaman 60 cm pada areal aplikasi adalah liat dan
pada areal tanpa aplikasi LCPKS adalah lempung berliat (Tabel 3). Perbedaan
tekstur ini tidak menyebabkan perbedaan ordo tanah pada lokasi penelitian. Junedi
(2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tanah ultisol yang dianalisis
memiliki tekstur lempung berliat, sedangkan Syahputra et al. (2015) menemukan
bahwa tekstur Ultisol adalah liat.

Kandungan Logam Berat di dalam Tanah


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa logam berat
Pb, Cd dan Zn pada areal aplikasi LCPKS lebih tinggi dari pada areal tanpa
aplikasi LCPKS (Tabel 4). Logam berat Cu ditemukan lebih rendah pada areal
aplikasi LCPKS dari pada areal tanpa aplikasi LCPKS.

Tabel 4. Logam berat pada areal aplikasi dan tanpa aplikasi LCPKS PT. Persada
Alam Jaya Desa Suban, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung
Jabung Barat.
Areal Aplikasi
Areal Tanpa
Parameter Di antara Flatbed
Flatbed Aplikasi
dan Tanaman
Pb (ppm) 36,88 29,43 21,75
Cd (ppm) 1,98 1,87 1,43
Cu (ppm) 0,42 0,33 0,45
Zn (ppm) 0,51 0,62 0,40
Sumber: Olahan DataHasil Analisis Laboratorium Penguji Terpadu Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Mei2017.

Plumbum/Timah (Pb)
Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb tanah pada areal
aplikasi lebih tinggi dengan rataan kandungan 33,15 ppm (36,88 ppm di

6
flatbeddan 29,43 ppm di antara flatbed-tanaman) dan 21,75 ppmpada areal tanpa
aplikasi LCPKS. Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
peningkatan kandungan logam berat Pb mulai dari kontrol, antara flatbed-tanaman
dan di dalam flatbed. Kandungan Pb dalam limbah cair yang digunakan untuk
land application tidak terdeteksi. Sehingga aplikasi LCPKS tidak dapat dikatakan
meningkatkan logam berat Pb di dalam tanah. Hal ini didukung oleh Achlaq
(2008) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa pemberian LCPKS tidak
mengakibatkan peningkatan logam berat Pb dalam tanah.
Disimpulkan dari beberapa peneliti bahwa kisaran normal Pb didalam tanah
adalah 2-200 ppm (Alloway, 1970 dalam Soepardi, 1983; Pais dan Jones, 2000).
Berdasarkan itu maka Pb di dalam tanah baik pada areal aplikasi maupun tanpa
aplikasi LCPKS masih dalam kisaran normal.
Faktor yang mempengaruhi kandungan Pb di dalam tanah adalah pH.
Darmono (1995) menyatakan bahwa pH merupakan faktor utama yang
mempengaruhi logam berat tanah, dimana tanah yang masam akan meningkatkan
ketersediaan logam dalam tanah. Hasil perbandingan kandungan logam berat Pb
di areal aplikasi menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb lebih tinggi di
dalam flatbed. Hal ini dikarenakan sifat unsur Pb yang merupakan logam berat
sehingga akan terakumulasi di dalam bagian bawah flatbed. Tekstur tanah juga
memiliki pengaruh terhadap kandungan logam berat Pb. Tingginya kandungan
fraksi liat di dalam flatbed akan berpengaruh terhadap kuatnya serapan koloid liat
terhadap logam berat Pb. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Etukudoh et al.
(2016) yang menyimpulkan bahwa mineral liat merupakan absorben yang baik
untuk Pb.

Cadmium (Cd)
Kandungan logam berat Cd pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandugan Cd
pada areal aplikasi lebih tinggi dibandingkan dengan di areal tanpa aplikasi
LCPKS. Sama seperti hal nya dengan Pb, data logam berat Cd tersebut
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kandungan logam berat
Cd mulai dari kontrol, antara flatbed-tanaman dan di dalam flatbed. Kandungan
Cd dalam limbah cair yang digunakan untuk land application tidak terdeteksi.
Sehingga aplikasi LCPKS tidak dapat dikatakan meningkatkan logam berat Cd di
dalam tanah. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mahi (2002) dalam Budianta
(2004a) bahwa pemanfaatan LCPKS tidak meningkatkan kandungan logam berat
dalam tanah, karena kandungan logam berat dalam lirnbah cair tidak terdeteksi.
Alloway (1970) dalam Soepardi (1983) menyatakan bahwa kandungan Cd
di dalam tanah secara umum berada pada kisaran 0,1-7 ppm. Sementara itu Pais
dan Jones (2000) menyatakan bahwa kandungan Cd yang larut dalam tanah 0,1-14
ppm. Disimpulkan dari pernyataan diatas maka kandungan Cd di dalam tanah baik
pada areal aplikasi maupun tanpa aplikasi LCPKS masih tergolong normal.
Kandungan logam berat Cd pada areal aplikasi yang lebih tinggi
dibandingkan areal tanpa aplikasi limbah cair dipengaruhi oleh pH tanah dan
tekstur tanah. Pada areal aplikasi di dalam flatbed mengandung Cd 1,98 ppm,
lebih tinggi dari pada areal aplikasi di antara flatbed dengan tanaman yang
mengandung Cd 1,87 ppm, hal ini pun juga dipengaruhi oleh pH dan tekstur
tanah. pH tanah yang rendah dan kandungan liat yang tinggi akan meningkatkan
kandungan Cd di tanah. Soepardi (1983) menyatakan bahwa unsur Cd memiliki

7
kesamaan kimia dengan unsur Zn, apabila pH meningkat maka unsur tersebut
akan berkurang jumlahnya. Selanjutnya tekstur tanah dengan kandungan fraksi
liat yang tinggi akan mempengaruhi kuatnya serapan koloid liat terhadap Cd
sebagaimana Allen (1989) menyatakan bahwa mineral liat di dalam tanah dapat
menyerap unsur Zn. Unsur Cd yang memiliki kesamaan kimia dengan unsur Zn
akan meningkat jumlahnya seiring dengan meningkatnya kandungan liat dalam
tanah.

Cuprum/Tembaga (Cu)
Kandungan logam berat Cu pada Tabel 4 menunjukkan bahwa baik pada
areal aplikasi maupun tanpa aplikasi LCPKS memiliki kandungan Cu jauh
dibawah batas maksimum pencemaran Cu di dalam tanah sebagai mana
dikemukakan Ministry of State for Population and Environment of Indonesia, and
Dalhousie University, Canada (1992) dalam Balitbang Pertanian (2014) yaitu
dibawah 60-125 ppm. Berdasarkan hasil peneliti lain disimpulkan bahwa
kandungan Cu di dalam tanah berkisar antara 2-200 ppm (Follett et al. 1981;
Alloway, 1970 dalam Soepardi, 1983; Allen, 1989; Pais dan Jones, 2000).
Pada areal aplikasi kandungan Cu lebih rendah dibandingkan areal tanpa
aplikasi LCPKS. Mengacu pada IFA (1992) dan Pais dan Jones (2000) maka
kandungan Cu sebagai unsur mikro di dalam tanah tergolong sedikit, yaitu
dibawah 1 ppm. Adanya kandungan Cu di dalam limbah cair tidak meningkatkan
Cu didalam tanah karena rendahnya kandungan Cu di dalam LCPKS itu sendiri.
Hal ini sejalan dengan penelitian Achlaq (2008) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa pemberian LCPKS tidak mengakibatkan terjadinya
peningkatan logam berat Cu, dimana hasil analisis menunjukkan bahwa
kandungan logam berat pada areal aplikasi relatif lebih rendah dibandingkan areal
kontrol.
Selanjutnya jika ditela’ah lebih lanjut maka kandungan Cu pada areal
aplikasi di dalam flatbed adalah 0,42 ppm lebih tinggi dari pada areal aplikasi di
antara flatbed dengan tanaman dengan kandungan Cu 0,33 ppm. Hal ini
dikarenakan sifat unsur Cu yang merupakan logam berat sehingga keberadaannya
akan terakumulasi di bagian bawah flatbed. Selain itu pH tanah yang lebih rendah
di flatbed juga mempengaruhi nilai Cu di dalam tanah. Follett et al. (1981)
menyatakan bahwa seiring dengan kenaikan pH, jumlah Cu yang teradsorpsi oleh
liat cenderung menurun. Selanjutnya menurut Havlin et al. (1999) bahwa
kandungan Cu di dalam tanah ditemukan tinggi pada pH tanah yang masam.

Zinc/Seng (Zn)
Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Zn pada areal aplikasi
lebih tinggi dari pada areal tanpa aplikasi. Mengacu pada IFA (1992) dan Pais dan
Jones (2000) maka kandungan Zn sebagai unsur mikro di dalam tanah tergolong
sedikit yaitu kurang dari 0,6 ppm.
Perbedaan kandungan Zn pada areal aplikasi dan tanpa aplikasi LCPKS
adalah akibat adanya kandungan Zn di dalam limbah cair yang ikut meningkatkan
kandungan Zn di dalam tanah. Selanjutnya tingginya kandungan fraksi liat pada
areal aplikasi akan mempengaruhi kuatnya serapan koloid liat terhadap Zn,
sebagaimana Allen (1989) menyatakan bahwa mineral liat di dalam tanah dapat
menyerap unsur Zn. Selain itu pH tanah juga mempengaruhi kandungan Zn.

8
Havlin et al. (1999) menyatakan bahwa kandungan Zn di dalam tanah dipengaruhi
oleh pH, dimana kandungan Zn akan menurun apabila pH tanah meningkat.
Kandungan logam berat Zn pada areal aplikasi dan tanpa aplikasi masih
dibawah batas kritis pencemaran di dalam tanah sebagai mana dikemukakan oleh
Ministry of State for Population and Environment of Indonesia, and Dalhousie
University, Canada (1992) dalam Balitbang Pertanian (2014) yaitu dibawah 70
ppm. Berdasarkan hasil peneliti lain disimpulkan bahwa kandungan Zn di dalam
tanah berkisar antara 10-300 ppm (Follett et al. 1981; Alloway, 1970 dalam
Soepardi, 1983; Allen, 1989; Pais dan Jones, 2000).
Selanjutnya kandungan logam berat Zn pada areal aplikasi di dalam flatbed
(0,51 ppm) lebih rendah dari pada di antara flatbed dengan tanaman (0,62 ppm).
Hardjowigeno (2010) menyatakan bahwa pemindahan unsur hara dari lapisan
bawah ke lapisan atas dapat terjadi karena kegiatan vegetasi. Zn sebagai logam
berat esensial akan diserap oleh akar tanaman kelapa sawit. Inilah yang
menyebabkan kandungan Zn lebih tinggi di antara flatbed dengan tanaman
dikarenakan adanya perpindahan unsur hara dari bawah ke atas oleh akar tanaman
kelapa sawit.

ProduktivitasKelapa Sawit
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan,semua parameter produksi
TBS pada areal aplikasi lebih tinggi dari pada areal yang tidak diaplikasikan
LCPKS (Tabel 5).Tabel 5 menunjukkan bahwa parameter produksi terutama BJR
memiliki nilai yang lebih besar pada areal yang diaplikasikan LCPKS. BJR pada
areal aplikasi dan tanpa aplikasi berturut-turut adalah 20,74 kg dan 19,98 kg,
terpaut jauh jika mengacu pada PPKS Medan (2013) yang menyatakan bahwa
BJR kelapa sawit umur 17 tahun adalah 27,4 kg.

Tabel 5. Rekapitulasi pengamatan jumlah TBS, total berat TBS dan BJR pada
areal aplikasi dan tanpa aplikasi LCPKS (2 bulan pengamatan) di kebun
kelapa sawit rakyat Desa Suban, Kecamatan Batang Asam, Kabupaten
Tanjung Jabung Barat.
Areal Aplikasi1) Areal Tanpa Aplikasi2)
Parameter Satuan
Rata-rata Rata-rata
Jumlah TBS - 1,32 ≈ 1 1,17 ≈ 1
Total Berat TBS kg 20,27 20,05
BJR kg 20,74 19,98
Sumber: : Olahan data produksi kelapa sawit pada areal aplikasi dan tanpa aplikasi LCPKS
(Lampiran 9)
Keterangan : 1) = Jumlah tanaman produktif 22; 2) = Jumlah tanaman profuktif 26

Perbedaan jumlah TBS, total berat TBSdan BJR disebabkan oleh adanya
pemberian limbah cair pada areal aplikasi. Limbah cair yang digunakan untuk
land application mengandung unsur hara yang dibutuhkan untuk tanaman kelapa
sawit. Namun limbah cair yang di aplikasikan hanya mengandung sedikit unsur
hara terutama N dan P, yakni N 16-65 ppm dan P 0,17-6,57 ppm. Hal ini diduga
menyebabkan perbedaan rataan produksi yang tidak terlalu besar selisihnya.
Perbedaan yang tidak terlalu besar ini juga diakibatkan aplikasi limbah cair
yang masih tergolong baru. Selain jumlahnya yang sedikit, bahan organik masih
membutuhkan waktu untuk terurai. Widhiastuti (2001) dalam penelitiannya

9
menyimpulkan bahwa semakin lama waktu pemberian LCPKS maka produksi
kelapa sawit juga akan meningkat. Limbah cair yang telah diaplikasi selama 7
tahun meningkatkan produksi sebanyak 5,75%, 8 tahun aplikasi LCPKS
meningkatkan produksi sebanyak 13,62% dan 9 tahun aplikasi LCPKS
meningkatkan produksi sebanyak 33,03%.
Jika dihubungkan dengan curah hujan pada saat dilaksanakan penelitian
maka aplikasi limbah cair yang dilakukan pada bulan basah (curah hujan > 100
mm) berkorelasi positif dengan peningkatan produksi kelapa sawit. Hal ini sejalan
dengan penelitian Widhiastuti (2001) yang menyatakan bahwa aplikasi limbah
cair pada musim hujan tertinggi berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah
tandan kelapa sawit.Selanjutnya indikasi keberadaan logam berat Cu dan Zn di
dalam limbah cair yang digunakan untuk land application masih berada jauh
dibawah ambang batas maksimum pencemaran. Sehingga penggunaan limbah cair
yang dikhawatirkan mengandung logam berat tersebut tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap tanaman kelapa sawit.

KESIMPULAN

1. Logam berat Pb, Cd, Cu dan Zn pada areal aplikasi tidak berada pada tingkat
yang berbahaya (kandungan Pb, Cd, Cu dan Zn pada areal aplikasi berturut-
turut 33,15 ppm; 1,92 ppm; 0,37 ppm; 0,56 ppm, pada areal tanpa aplikasi
berturut-turut 21,75 ppm; 1,43 ppm; 0,45 ppm; 0,40 ppm).
2. Aplikasi LCPKS meningkatkan semua parameter produksi kelapa sawit pada
areal aplikasi LCPKS, terutama BJR kelapa sawit (BJR kelapa sawit pada
areal aplikasi 20,74 kg/TBS, pada areal tanpa aplikasi 19,98 kg/TBS).

DAFTAR PUSTAKA

Achlaq T. 2008. Pengaruh Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit sebagai
Unsur Hara Tanaman Kelapa Sawit. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Allen SE. 1989. Chemical Analysis of Ecological Materials. Butler and Tanner
Ltd, Great Britain.

Alloway BJ. 2013. Heavy Metal in Soils(third edition). Blackie Academic &
Professional, New York.

[Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian]. 2014. Konservasi Tanah


Menghadapi Perubahan Iklim. Teknologi Pengendalian Pencemaran Logam
Berat Pada Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementrian Pertanian. Jakarta. Diunduh dari http://litbang.pertanian.go.id/
(diakses 10 November 2016).

10
Budianta D. 2004a. Evaluasi Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Kelapa Sawit terhadap Ketersediaan Hara dan Produksi Tandan Buah Segar
Kelapa Sawit. J. Tanah Trop. 10(1): 27-32. Diunduh
darihttp://eprints.unsri.ac.id/(diakses 10 November 2016).

. 2004b. Pengaruh Pemberian Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Untuk Pupuk
Cair Terhadap Kualitas Air. Pengelolaan Lingkungan & SDA 2(3): 147-154.
Diunduh dari http://eprints.unsri.ac.id/ (diakses 9 November 2016).

__________. 2005. Potensi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Sumber
Hara Untuk Tanaman Perkebunan. J. Dinamika Pertanian 20(3): 273-282.
Dinduh dari http://eprints.unsri.ac.id/ (diakses 9 November 2016).

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta.

[Ditjen Perkebunan]. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia 2014-2016. Jakarta.


Diunduh dari http://ditjenbun.pertanian.go.id/ (diakses 23 September 2016).

[Ditjen PPHP Departemen Pertanian]. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Pabrik


Kelapa Sawit. Jakarta. Diunduh dari http://www.academia.edu/ (diakses 9
November 2016).

Etukudoh AB, Akpomie KG, Obi ND, Chimezie PE dan Agbo AE. (2016). The
Potential of a Natural Clay Mineral (NSU Clay) for The Adsorption of Lead
(ii) Ions From Aqueous Stream. Der Pharma Chemica 8(13): 9-15. Diunduh
dari http://www.derpharmachemica.com (diakses 19 Agustus 2017).

Febriansyah I. 2017. Pengaruh Aplikasi Air Limbah Pabrik Kelapa Sawit


Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.). Skripsi. Universitas Jambi. Jambi.

Follet RH, LS Murphy dan RL Donahue. 1981. Fertilizers and Soil Amendments.
Prentice-Hall, USA.

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Havlin JL, JD Beaton, SL Tisdale dan WL Nelson. 1999. Soil Fertility and
Fertilizers (Sixth edition). New Jersey.

Hidayanto M. 2007. Limbah Kelapa Sawit Sebagai Sumber Pupuk Organik dan
Pakan Ternak, hal. 84-90. Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan
Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Kalimantan Timur. Diunduh dari
http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/ (diakses 12 November 2016).

IFA. 1992. World Fertilizer Use Manual. International Fertilizer Industry


Association, Germany.

11
Junedi H. 2010. Perubahan Sifat Fisika Ultisol Akibat Konversi Hutan Menjadi
Lahan Pertanian. J. Hidrolitan 1(2): 10-14. Diunduh dari
https://www.researchgate.net/ (diakses 12 November 2017).

[Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003]. Pedoman


Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit
pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta. Diunduh dari
http://jdih.menlh.go.id/ (diakses 10 November 2016).

[Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 70 Tahun 2011]. Pupuk


Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Jakarta. Diunduh dari
http://perundangan.pertanian.go.id/admin/file/Permentan-70-11.pdf (diakses
10 Desember 2016).

Pais I dan JB Jones. 2000. The Handbook of Trace Elements. Lucie Press, USA.

[Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan]. 2013. Standar Produksi Kelapa Sawit
Sesuai Umur dan Kelas Lahan. Diunduh dari https://esprito.wordpress.com
(diakses 22 September 2017).

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB, Bogor.

Syahputra E, Fauzi dan Razali. 2015. Karakteristik Sifat Kimia Sub Grup Tanah
Ultisol di Beberapa Wilayah Sumatera Utara. J. Agroekoteknologi 4(1):
1796-1803. Diunduh dari http://media.neliti.com (diakses 11 November
2017).

[Tim Peneliti Fakultas Pertanian UNJA]. 2012. Pemanfaatan Air Limbah Pabrik
Kelapa Sawit Ke Areal Kebun Kelapa Sawit PT. Rudy Agung Agralaksana.
Kerjasama Penelitian Antara PT. Rudy Agung Agralaksana dengan
Lembaga Penelitian-Universitas Jambi.

_________________________________. 2015. Pemanfaatan Air Limbah PKS


Ke Areal Kebun PT. CITRAKOPRASINDO TANI. Laporan Penelitian
Kerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Lembaga
Penelitian-Universitas Jambi.

Widhiastuti R. 2001. Pola Pemanfaatan Limbah Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit


dalam Upaya Menghindari Pencemaran Lingkungan. Tesis. Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/ (diakses 13 Juli 2017)

____________, D Suryanto, Mukhlis dan H Wahyuningsih. 2006. Pengaruh


Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai Pupuk
terhadap Biodiversitas Tanah. Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA 41(1): 1-
8. Diunduh dari http://researchgate.net (diakses 17 Juli 2017)

12

You might also like