You are on page 1of 22

MAKALAH

MOTIVASI BELAJAR DALAM AL QUR’AN


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu : Dr. Khoirul Ulum,S.Th.I,M.S.I

DISUSUN OLEH:

Di susun oleh
Kelompok 4
1. Syaifur Rahmani
2. Saifur Rahman
3. Ruwaidi
4. Roihan Fadhli
5. Ummi Nur Aziziyah
6. Robiatul Adawiyah
7. Reni Kurniasih
8. Riski Amalia
9. Nurul Makrifah
10. Siti Humairoh
11. Siti Mahgfiroh
12. Siti Haliyah
13. Susi

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI AT TAQWA BONDOWOSO
TAHUN 2023
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas segala limpahan Nikmat, Rahmat,
Taufik dan Inayah-Nya . Tuhan yang telah menciptakan manusia dan jagat raya ini. Yang
telah menganugerahkan beragam kenikmatan kepada manusia, mengutus Rasul-Nya untuk
manusia, serta memberikan petunjuk kepada manusia. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan para pengikutnya yang
senantiasa istiqomah menjalankan sunnah-sunnahnya hingga Yaumul Qiyamah.

Syukur Alhamdulillah, pemakalah dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini,


dan tentunya tidak luput dari kekurangan dan kesalahan.
Ucapan terimakasih pemakalah sampaikan kepada :
1. Allah SWT
2. Kedua Orang tua kami
3. Bapak Dr. Khoirul Ulum S.Th.I,M.S.I selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Tafsir
Tarbawi

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya
membangun, demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, dan
menjadikan amal shalih bagi kami. Aaamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin..

Bondowoso,7Juni 2023
Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................1

DAFTAR ISI ........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................3

1.1 Latar Belakang........................................................................................................3


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................4

2.1 Pengertian Motivasi ...............................................................................................4


2.2 Motivasi Belajar Dalam Perspektif Islam...............................................................4
BAB III TAFSIR AYAT AI’QURAN ...............................................................................7
3.1 Tafsir Surat Al-An’am ayat 50...............................................................................7
3.2 Tafsir Surat Al-An’am ayat 160.............................................................................8
3.3 Tafsir Surat Az-Zumar ayat 9.................................................................................8
3.4 Tafsir Surat Al-Mujadilah ayat 11..........................................................................10
3.5 Tafsir Surat Al-Isra’ ayat 9.....................................................................................11
3.6 Tafsir Surat QS. AL-ARAF : 172 ......................................................................................13
3.7 Tafsir Surat QS. AN-NAHL : 78........................................................................................14
3.8 Tafsir Surat QS. AR-RUM : 30 .........................................................................................16
3.9 Tafsir Surat QS. AL-HAJJ : 46 ..........................................................................................17
3.10 Tafsir Surat QS. AS-SAJADAH : 7-9 ...............................................................................19
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................20
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................20
4.2 Saran.......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam al-Qur’an dan al-Hadits, dapat dijumpai berbagai ungkapan yang menunjukkan
dorongan kepada setiap orang muslim dan mukmin untuk selalu rajin belajar. Anjuran
menuntut ilmu tersebut dibarengi dengan urgennya faktor-faktor pendukung guna makin
meningkatkan semangat belajar bagi setiap orang. Salah satu faktor yang utama adalah
motivasi, baik itu motivasi yang datang dari dalam diri sendiri, maupun motivasi yang
ditumbuhkan dari peranan lingkungan sosialnya. Motivasi belajar (menuntut ilmu) bagi setiap
penuntut ilmu memang dibutuhkan, bahkan begitu banyak hadits-hadits yang memberikan
pepmahaman tentang manfaat menuntut ilmu dan perintah yang menganjurkan untuk belajar.
Semua ungkapan dalam hadits-hadits tersebut merupakan dalil-dalil yang dapat menjadi
pedoman sebagai alat untuk memotivasi setiap umat Islam untuk terus menuntut ilmu.
Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan artikel ini ialah Kitab-Kitab hadits, buku-
buku hasil karya tulis dari beberapa ahli dan sejarawan pendidikan serta ulama-ulama hadits.
Adapun pendekatan yang digunakan untuk membahas cakupan materi di artikel ini ialah
dengan menggunakan metode analisa hadits, yakni memilih hadits-hadits yang sesuai dan
punya kaitan dengan motivasi belajar/menuntut ilmu, merangkumnya, kemudian
menganalisanya berdasarkan pemahaman penulis dan juga berdasarkan ulasan pendapat
beberapa ulama tentang hadits-hadits tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1 Apa pengertian motivasi?

2 Bagaimana motivasi belajar dalam Islam?

3 Bagaimana tafsir ayat Al-Qur’an mengenai motivasi belajar?

1.3 Tujuan Penulisan


 Untuk mengetahui apa pengertian motivasi,
 Untuk mengetahui bagaimana motivasi belajar dalam Islam.
 Bagaimana tafsir ayat Al-Qur’an mengenai motivasi belajar.

4
BAB II
MOTIVASI DALAM AL QUR’AN

2.1 Pengertian Motivasi


Dalam Al-Qur’an dan Hadits, dapat dijumpai berbagai ungkapan yang menunjukkan
dorongan kepada setiap orang muslim dan mukmin untuk selalu rajin belajar. Anjuran
menuntut ilmu tersebut dibarengi dengan urgennya faktor-faktor pendukung guna makin
meningkatkan semangat belajar bagi setiap orang. Salah satu faktor yang utama adalah
motivasi, baik itu motivasi yang datang dari dalam diri sendiri, maupun motivasi yang
ditumbuhkan dari peranan lingkungan sosialnya. Motivasi belajar (menuntut ilmu) bagi setiap
penuntut ilmu memang dibutuhkan, bahkan begitu banyak hadits-hadits yang memberikan
pemahaman tentang manfaat menuntut ilmu dan perintah yang menganjurkan untuk belajar.
Semua ungkapan dalam hadits-hadits tersebut merupakan dalil-dalil yang dapat menjadi
pedoman sebagai alat untuk memotivasi setiap umat Islam untuk terus menuntut ilmu.
Sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan artikel ini ialah Kitab-Kitab hadits, buku-
buku hasil karya tulis dari beberapa ahli dan sejarawan pendidikan serta ulama-ulama hadits.
Adapun pendekatan yang digunakan untuk membahas cakupan materi di artikel ini ialah
dengan menggunakan metode analisa hadits, yakni memilih hadits-hadits yang sesuai dan
punya kaitan dengan motivasi belajar/menuntut ilmu, merangkumnya, kemudian
menganalisanya berdasarkan pemahaman penulis dan juga berdasarkan ulasan pendapat
beberapa ulama tentang hadits-hadits tersebut.

2.2 Motivasi Belajar dalam Perspektif Islam


Dalam perspektif Islam, para penganutnya sangat dianjurkan untuk memiliki motivasi
belajar yang tinggi, sehingga dengan adanya motivasi belajar yang tinggi, ilmu pengetahuan
akan mudah didapat oleh penganutnya. Dalam menuntut ilmu, Islam tidak membeda-bedakan
antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana Hadits Rasulullah SAW : “Menuntut ilmu
adalah kewajiban bagi setiap muslim” (HR. Baihaqi). Dari hadits di tersebut, jelaslah Islam
ingin menekankan kepada umatnya bahwa memiliki semangat belajar yang tinggi sangat baik
dan harus dilakukan.
Di hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda : “Apabila manusia telah mati, maka
putuslah pahala amalnya selain dari tiga yaitu : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat,
dan anak yang sholeh yang mendoakan” (HR. Muslim). Dari Hadits ini, dapat dipahami
bahwa seorang muslim yang berilmu pengetahuan dan mampu memanfaatkan ilmunya sesuai
5
dengan tuntunan agama Islam, maka dia akan mendapat reward dunia dan akhirat, dimana di
dunia akan mendapat segala kemudahan dalam urusan dunia dan di akhirat mendapat amal
yang mengalir dari orang lain yang telah mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat
darinya.
Sebagai seorang muslim yang baik sudah selayaknya untuk selalu memiliki semangat
belajar yang tinggi dan penuh perhatian dalam menggali dan mencari ilmu pengetahuan yang
berkuantitas dan berkualitas tinggi.

6
BAB III
TAFSIR AYAT AL-QUR’AN TENTANG MOTIVASI BELAJAR

3.1 Surat Al-An’am Ayat 50

‫ُقْل ٓاَّل َاُقْو ُل َلُك ْم ِع ْنِد ْي َخ َز ۤا ِٕىُن ِهّٰللا َو ٓاَل َاْع َلُم اْلَغْيَب َو ٓاَل َاُقْو ُل َلُك ْم ِاِّنْي َم َلٌۚك ِاْن َاَّتِبُع ِااَّل َم ا ُيْو ٰٓح ى ِاَلَّۗي ُقْل َهْل‬
‫ࣖ َيْسَتِو ى اَاْلْع ٰم ى َو اْلَبِص ْيُۗر َاَفاَل َتَتَفَّك ُرْو َن‬

Artinya:” Katakanlah, Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada
padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan
kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan
kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat? Maka apakah
kamu tidak menilai ( nya )?.”

Fokus Pada Penggalan Ayat


‫ࣖ ُقْل َهْل َيْسَتِوى اَاْلْع ٰم ى َو اْلَبِص ْيُۗر َاَفاَل َتَتَفَّك ُرْو َن‬

Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu
tidak memikirkan(nya)?"

Sangat jelas sekali disini Allah swt Berfirman seraya menegaskan kepada Nabi
Muhammad saw tentang perbedaan orang yang buta (orang yang tidak berilmu) dengan orang
yang melihat (orang yang berilmu), orang yang berilmu dia menggunakan ilmunya untuk
mendekatkan dirinya kepada Allah swt, untuk membangun karakter baik dalam dirinya
sehingga hidupnya akan terarah dan lebih efektif.

Dalam Kitab Ta'lim Mutaallim tentang keutamaan ilmu :

‫قيل لمحمد بن الحسن رحمة هللا عليهما شعرا‬:

‫تعـلـم فــإن الـعلـم زيـن ألهــلــه وفــضـل وعــنـوان لـكـل مـــحامـد‬

‫وكــن مـستـفـيدا كـل يـوم زيـادة من العـلم واسـبح فى بحـور الفوائـد‬

Sebagaimana dikatakan Muhammad bin Al-Hasan bin Abdullah dalam syairnya :


"Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. dia perlebihan, dan pertanda segala
pujian, Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang
berguna."

7
Berbeda Dengan Orang Yang Tidak Berilmu, Dia akan Hidup Dalam Keadaan Sia Sia, Dia
Hanya Hidup Dan Berjalan Tanpa Tahu Arah Tujuan Atau Bahkan Malah Kurang Bernilai
Perbuatan nya.

‫فـإن فـقيــهـا واحــدا مــتـورعــا أشـد عـلى الشـيطـان من ألـف عابد‬

Oleh karena itu orang yang ahli ilmu agama dan bersifat wara’ lebih berat bagi setan daripada
menggoda seribu ahli ibadah tapi bodoh.

3.2 Surat Al-An’am ayat 160

‫َم ْن َج ا َء ِب ا ْل َح َس َن ِة َف َل ُه َع ْش ُر َأ ْم َث ا ِلَه اۖ َو َم ْن َج ا َء ِب ال َّس ِّيَئ ِة َف اَل ُيْج َز ٰى ِإ اَّل ِم ْث َل َه ا َو ُه ْم اَل ُي ْظ َل ُم وَن‬

Artinya: Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan)

Dalam ayat ini menjelaskan tentang bagi seseorang yang berbuat baik akan
mendapatkan pahala 10 kali lipat dari amal yang diperbuat, seperti contoh orang bersodaqoh
1 kurma akan di berikan balasan 10 kurma (kisah sahabat dalam kitab Fadhilah Amal),
berbeda dengan orang yang berbuat kejahatan dia akan dibalas sesuai perbuatannya dan tentu
dia akan sangat rugi sekali.
Sekarang pertanyaannya adalah “ apakah mungkin orang melakukan perbuatan baik
mengerjakannya tanpa mengetahui ilmunya berbuat baik ?, Jadi mustahil sekali orang berbuat
baik tapi tidak mengetahui ilmunya, perbuatan buruk seperti maling saja ada ilmunya. “
Naudzubillahi Min dzalik “

3.3 Surat Az-Zumar ayat 9

‫َأَّم ْن ُهَو َٰق ِنٌت َء اَنٓاَء ٱَّلْيِل َس اِج ًدا َو َقٓاِئًم ا َيْح َذ ُر ٱْل َء اِخ َر َة َو َيْر ُج و۟ا َرْح َم َة َرِّبِهۦۗ ُقْل َهْل َيْس َتِو ى ٱَّلِذ يَن َيْع َلُم وَن‬
‫َو ٱَّلِذ يَن اَل َيْع َلُم وَن ۗ ِإَّنَم ا َيَتَذ َّك ُر ُأ۟و ُلو۟ا ٱَأْلْلَٰب ب‬

Artinya:

“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada
waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang

8
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang
berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”

Dalam Ayat Ini Allah swt membedakan antara orang yang berilmu dan orang yang
bodoh keduanya tidak sama terlepas dari substansi ilmu pengetahuan yang terpenting adalah
antara orang yang berilmu dan orang yang bodoh jelas tidak sama seperti halnya antara orang
buta dan orang yang melihat, kegelapan dan cahaya, orang yang hidup dan mati, manusia dan
hewan, serta antara penghuni surga dan penghuni neraka.1

Kemudian Di Perjelas Oleh Allah swt Dalam Penggalan Ayat :

‫ُقْل َهْل َيْس َتِوى ٱَّلِذ يَن َيْع َلُم وَن َو ٱَّلِذ يَن اَل َيْع َلُم وَن‬

"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"

Al Maraghi mengatakan: katakanlah hai Rasul kepada kaummu, adakah sama orang-
orang yang mengetahui bahwa Ia mendapatkan pahala karena ketaatan kepada Tuhannya dan
akan mendapatkan siksa yang di sebabkan kerduhakaannya, dengan orang-orang yang tidak
mengetahui hal yang demikian itu ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukkan bahwa
yang pertama orang-orang yang mengetahui akan dapat mencapai derajat kebaikan sedangkan
yang kedua orang-orang yang tidak mengetahui akan mendapat kehinaan dan keburukan.2

Pada ayat tersebut terlihat adanya hubungan orang yang mengetahui berilmu ( ulama )
dengan melakukan ibadah waktu malam karena takut terhadap siksaan Allah di akhirat serta
mengharapkan Rahmat dari Allah dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu
merupakan salah satu ciri dari Ulul Albab, yaitu orang yang menggunakan pikiran, akal dan
Nalar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menggunakan hati untuk menggunakan
dan mengarahkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan aqidah ketekunan
beribadah dan ketinggian Akhlak Yang Mulia.

1
Asnil Sudah Ritongga Dan Irwan ( Ed.), Tafsir Tarbawi, ( Bandung : Citapustaka Media, th 2013 ) h. 18
2
Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, Jilid VIII, (Beirut: Dar Al-Fikr, tp. Th.), h. 151
9
3.4 Surat Al-Mujadilah ayat 11

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإَذ ا ِقيَل َلُك ْم َتَفَّسُح و۟ا ِفى ٱْلَم َٰج ِلِس َفٱْفَسُح و۟ا َيْفَس ِح ٱُهَّلل َلُك ْم ۖ َو ِإَذ ا ِقيَل ٱنُشُزو۟ا َفٱنُشُزو۟ا َيْر َفِع ٱُهَّلل ٱَّلِذ يَن‬
‫َء اَم ُنو۟ا ِم نُك ْم َو ٱَّلِذ يَن ُأوُتو۟ا ٱْلِع ْلَم َد َر َٰج ٍتۚ َو ٱُهَّلل ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َخ ِبيٌر‬

Artinya:

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam


majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-
orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Fokus Pada Penggalan Ayat

‫َيْر َفِع ٱُهَّلل ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا ِم نُك ْم َو ٱَّلِذ يَن ُأوُتو۟ا ٱْلِع ْلَم َد َر َٰج ٍتۚ َو ٱُهَّلل ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َخ ِبير‬

“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”

Di penggalan ayat ini Allah swt menjelaskan tentang keutamaan nya orang berilmu,
pokok dasar kehidupan manusia adalah iman sedangkan ilmu itu adalah penggiringan nya,
jika seseorang beriman tapi tidak berilmu maka dia akan terperosok dalam perkara yang dia
anggap sebagai cara untuk mendekatkan dirinya kepada Rabb tapi justru malah membuat
dirinya semakin jauh.

Orang berilmu tapi tidak beriman itu akan membuat dirinya semakin jauh dari Rabb
dan bahkan ilmu tersebut akan membahayakan bagi dirinya dan orang lain, seperti contoh
ilmu manusia tentang tenaga atom, alangkah penting ilmu itu, itu kalau disertai Iman. Karena
dia akan membawa faedah yang besar bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu itu pun
dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesamanya manusia, karena jiwanya tidak
dikontrol oleh Iman kepada Allah swt.3

Di ayat ini juga jelas Allah akan meninggikan derajatnya, menurut Wahbah Azzuhaili
bahwasanya derajatnya tidak akan hanya diangkat pada saat diakhirat nanti, melainkan Allah
juga mengangkat derajatnya didunia berkat ilmunya, dia akan dimuliakan di majelis-majelis
ataupun perkumpulan-perkumpulan manusia. Dengan ilmu yang disertai iman tadi ia
mendapatkan pahala yang berlipat dan kemuliaan.4

3
Hamka, Tafsir Al Azhar, Juz IX, (Singapura : PTE lteid Singapura, 1994), Hlm 7229
4
Wahbah Azzuhaili, Tafsir Al-Munir, Jilid IXV, (Jakarta: Gema Insani, 2014), Hlm 417
10
Menurut Quraish Shihab di dalam Tafsir Al-Mishbah beliau menyebutkan
bahwasanya; Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat
orang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yakni yang lebih
tinggi dari yang sekadar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu, sebagai isyarat
bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian
derajat yang diperolehnya, bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu.5

Tentu saja yang dimaksud dengan alladzina utu al-‘ilm/yang diberi pengetahuan
adalah mereka yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat
di atas membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekadar beriman
dan beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan.
Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik secara lisan, atau
tulisan maupun dengan keteladanan.

3.5 Surat Al-Isra ayat 39

‫َٰذ ِلَك ِمَّم ٓا َأْو َح ٰٓى ِإَلْيَك َر ُّبَك ِم َن ٱْلِح ْك َم ِةۗ َو اَل َتْج َع ْل َم َع ٱِهَّلل ِإَٰل ًها َء اَخ َر َفُتْلَقٰى ِفى َجَهَّنَم َم ُلوًم ا َّم ْد ُحوًرا‬

Artinya: Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Dan janganlah
kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan
ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).

Dalam ayat 39 dijelaskan bahwa hal yang diatas karena hikmah adalah perintah
melakukan perbuatan yang baik dan berakhlak mulia, serta larangan melakukan perbuatan
yang buruk dan berakhlak hina. Perintah dan larangan yang disebutkan termasuk hikmah, di
mana orang yang diberikannya sama saja telah diberikan kebaikan yang banyak. Kemudian di
akhir ayat, Allah SWT menutup lagi dengan larangan beribadah kepada selain Allah karena
begitu besarnya perkara ini yakni memperoleh celaan dari Allah, malaikat, dan manusia.
Seseorang Bisa Mendapatkan Hikmah Dari Allah swt itu tidak Dengan Hanya Dia
Saja, Tentu Juga ada prosesnya, Hikmah Itupun adalah Ilmu Dan Mendapatkan Dengan Cara
Memperlajari Ilmu syariat dan Dengan Berdakwah Mengajak Manusia Kepada Kebenaran
Serta Mengamalkan Nahi Mungkar, Dengan Dakwah Manusia Bisa Sedikit Menuju Jalan
untuk Mendapatkan Ilmu Hikmah Jika Tanpa adanya dakwah manusia akan kehilangan cinta
kasih, rasa keadilan, hati nurani, kepedulian sosial dan lingkungan, karena manusia akan
menjadi semakin egois, konsumeristis, dan hedonis. Manusia hanya akan mementingkan

5
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan , kesan dan Keserasian Al Quran, Jilid IXV, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), Hlm 79
11
dirinya sendiri tanpa mau memikirkan lingkungannya dan tidak peduli terhadap kesulitan dan
penderitaan masyarakat lain. Manusia juga akan memanfaatkan apa saja untuk memuaskan
hawa nafsunya. Dalam hal yang demikian itu, korupsi, penumpukan kekayaan, pemuasan
kehidupan seksual, penggunaan narkoba menjadi hal yang biasa6
Oleh Sebab Itu Untuk Mendapatkan Ilmu Hikmah Itu Cara nya Juga Harus
mempelajari ilmu syariat
Adapun beberapa isi atau kandungan yang dapat kita ambil dari Q.S Al-Isra Ayat 39
ini ialah:
1. Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian
hikmah / tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita
menerapkannya dalam hidup dan kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah
SWT.
2. Manusia dilarang menjadikan sesuatu apapun menjadi tuhannya, melainkan
hanya Allah lah Tuhan yang patut mereka sembah..
3. Merugilah bagi mereka yang menyekutukan Allah, karena kelak Allah akan
mencampakkan mereka ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela
serta tak dirahmati

3.6 QS. Al-Araf : 172

Artinya :

6
Abdul Hamid, (2015). Pengantar Studi Dakwah. Pamulang: Gema Amalia Pres, Cet-ke.1, h. 19
12
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengata- kan: "Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"

Implementasi dari ayat tersebut adalah pengakuan seorang hamba secara totalitas
bahwa hanyalah Allah Tuhan yang berhak disembah. Penyembahan tersebut tidak hanya
sebatas ketundukan/kepasrahan dalam beribadah namun ketundukan dalam segala hal
yang berkaitan dengan kebutuhan hidup seperti rezeki,jodoh, kebahagiaan hidup,
bahkan kematian.
3
Berkenaan dengan sifat manusia yang pelupa tersebut, dengan tegas disebutkan oleh
alQur’an dengan menggunakan tiga macam istilah yang antara satu dengan yang lainnya
saling berhubungan,yakni al-insan,an-naas,al-basyar, dan bani Adam.
Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperluka
teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas digunakan untuk menunjukan
sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu dari
manusia.

3
Albdul Hamid,(2015). pengantar Studi Dakwah. Hal.2

Manusia disebut sebagai al-Basyar, karena kecendrungannya berperasaan dan


emosiaonal sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia juga disebut denga
Bani Adam (keturuan Adam) karena dia menunjukan asal-usul yang bermula dari Nabi
Adam as, sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jatidirinya. Misalnya, dari mana dia
beraasal, untuk apa dia hidup, dan kemana ia akan kembali. 7
Manusia dalam pandangan al-Qur’an bukanlah makhluk antropomorfisme yaitu
makhluk penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi Manuisa. Al-Qur’an
menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang
agung didalam dirinya. Disamping itu manusia juga dianugrahi akal yang

7
Albdul Hamid,(2015). pengantar Studi Dakwah. Hal.3
13
memungkinkan dia dapat membedakan nilai baik dan buruk sehingga membawanya
pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia yang taqwa.

3.7 QS. An-Nahl : 78

Artinya :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.”
Ayat di atas mengisyaratkan adanya tiga potensi yang terlibat dalam proses
pembelajaran, yaitu; (‫ )األبصار‬al-abshar dan ‫ األفئدة‬al-af’idah. 8
Dalam Tafsir Al-Maraghi, Maksud dari ayat tersebut ialah bahwa Allah SWT
menjdikan kalian mengetahui apa yang tidak kalian ketahui, setelah Dia mengeluarkan
kalian dari dalam perut ibu. Kemudian memberi kalian akal yang dengan itu kalian
dapat memahami dan membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara
petunjuk dengan kesesatan, dan antara yang salah dengan yang benar, menjadikan
pendengaran bagi kalian yang dengan itu kalian dapat mendengar suara-suara, sehingga
sebagian kalian dapat memahami dari sebagian yang lain apa yang saling kalian
perbincangkan, menjadikan penglihatan, yang dengan itu kalian dapat melihat orang-
orang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan membedakan antara sebagian dengan
sebagian yang lain, dan menjadikan perkara-perkara yang kalian butuhkan di dalam
hidup ini, sehingga kalian dapat mengetahui jalan, lalu kalian menempuhnya untuk
berusaha mencari rizki dan barang-barang, agar kalian dapat memilih yang baik dan
meninggalkan yang buruk. Demikian halnya dengan seluruh perlengkapan dan aspek
kehidupan.9
Pada hakikatnya belajar diartikan sebagai proses membangun
makna/pemahaman terhadap informasi dan/pengalaman. Proses membangun makna
tersebut dapat dilakukan sendiri atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan
8
Ahmad Mustafa, Tafsir al –Maraghi, jilid V (Baerut : Daar al-Fikr, tth), h. 118. Bandingkan dengan
Muhammad Ali al-Shaibuni, Shafwa al-Tafasir; Tafsir al-Quran al-Karim, jilid II, Bairut : Daar al-Fikr,
1996), hlm. 16. 10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Maraghi
9
Ahmad Mustafa, Tafsir al –Maraghi jilid V(Baerut : Daar al-Fikr, 2009), hlm. 118.
14
persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan. Belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya”.10
Dalam perspektif agama (Islam) belajar merupakan kewajiban bagi setiap
individu yang beriman untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebagai upaya untuk
meningkatkan derajat kehidupan mereka.
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” Al-Qur'an melihat
pendidikan sebagai sarana yang strategis dan ampuh dalam mengangkat harkat dan
martabat manusia dari keterpurukanya sebagaimana yang dijumpai dalam masa
jahiliyah. 11
Adapun mengenai potensi belajar berdasarkan ayat-ayat diatas menurut kami,
berdasarkan surah An-Nahl ayat 78 adalah ayat ini secara jelas mengungkap tiga alat
potensi belajar untuk manusia, yaitu: ‫( السمع‬pendengaran), yakni alat fisik yang berguna
untuk menerima informasi verbal, ‫( األبصار‬penglihatan-penglihatan), yakni alat fisik
yang berguna untuk menerima informasi visual, ‫( األفئدة‬aneka hati), adalah gabungan
daya pikir dan daya kalbu, yang menjadikan seseorang terikat, sehingga tidak
terjerumus dalam kesalahan dan kedurhakaan. Dengan demikian tercakup dalam
pengertiannya potensi meraih ilham dan percikan cahaya ilahi.

3.8 QS. Ar-Rum : 30

Artinya :

10
Ibid, hlm 311
11
Chanifudin, Potensi Belajar Dalam Al-Qu’ran Telaah Surat An Nahl :78, (Jurnal Edukasi Islami Jurnal
Pendidikan Islam Vol. 05, Juli 2016)
15
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahu.”
ada ayat ini jelas sekali, bahwa Din merupakan fitrah manusia dan bagian dari fitrah
manusia yang tidak akan pernah berubah. Syekh Muhammad Taqi Mishbah, seorang
mujtahid dan filosuf kontemporer, ketika mengomentari ayat di atas menyatakan, bahwa
ada dua penafsiran yang dapat diambil dari ayat ini, (1) Pertama, maksud ayat ini ialah,
bahwa prinsipprinsip agama, seperti tauhid dan hari akhir, dan hukum-hukum agama
secara global, seperti membantu orang-orang miskin, menegakkan keadilan dan lainnya,
sejalan sengan kecenderungan manusia. (2) Kedua, tunduk kepada Allah Ta’ala
mempunyai akar dalam diri manusia. Lantaran manusia secara fitrah, cenderung untuk
bergantung dan mencintai Kesempurnaan yang mutlak
Kedua penafsiran di atas bisa diselaraskan. Penafsiran pertama mengatakan, bahwa
mengenal agama adalah fitrah, sedangkan penafsiran kedua menyatakan bahwa yang
fitri adalah ketergantungan, cinta dan menyembah kepada Yang Sempurna. Namun
menyembah kepada Yang Sempurna tidak mungkin dilakukan tanpa mengenal-Nya
terlebih dahulu. Dengan
Hamka memaknai kata fitrah yang ada pada ayat tersebut diatas sebagai “rasa asli
(murni) yang berada dalam jiwa setiap manusiayang belum dipengaruhi oleh faktor
lainnya, kecuali mengakui kekuasaan tertinggi di dalam ini (Allah).Pada dasarnya,fitrah
manusia adalah senantiasa tunduk kepada Zat yang hanif(Allah) melalui agama yang
disyari’atkan padanya.
Fitrah merupakan anugrah Allah yang telah diberikan-Nya kepada manusia sejak dalam
alam rahim. Di sini,fitrahmanusia masih merupakanwujud ilmi, yaitu berupa embrio
dalamilmu Allah SWT, kemudia akan berkembang setelah manusia lahir danmelakukan
serangkaian interaksi dengan lingkungannya.Dalam konteks pendidikan fitrah dimaknai
dengan potensi(kemampuan) dasar yang mendorong manusia untuk
melakukanserangkaian aktivitas sebagai alat yang menunjang pelaksanaan fungsi
kekhalifahannya di muka bumi. Alat tersebut adalah potensi jiwa (al-qalb), jasad (al-
jism), dan akal (al-aql). 12
Ketiga unsur ini merupakansatu kesatuan yang saling berkaitan guna menunjang
eksistensi manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam hendaknya bertujuan membentuk
peserta didik (manusia) yang beriman dan memelihara berbagai komponen potensi yang

12
Hamka,Lembaga Hidup, (Jakarta : Djajamurni, 1962) hlm. 15
16
dimilikinya, tanpa mengorbankansalah satu di antaranya.HAMKA berpendapat bahwa
jasad(jism)manusia merupakantempat dimana jiwa(al-qalb)berada. Meskipun jiwa
merupakan tujuan utama bagi manusia, namun tanpa jism, jiwa tidak akan
berkembangsecara sempurna. Melaluiwasilah jism, jiwa manusia akan
dapatmemberikan makna tertentu.13
Menurutnya, Hamka ketika lahir potensi-potensi(fitrah) anak belum diketahui.
Pada masa ini seorang anakhanya membawa insting(gharizah),seperti menangis,
merasakan haus, lapar, dan lainsebagainya. Dengan perangkat pisik dan psikisnya,
potensi tersebutsecara bertahap mengalami perkembangan kearah yang lebih baik. 14

3.9 QS. AL-Hajj : 46

Artinya : “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu
mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi
yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”
Pendidikan qalbu dalam surat al-hajj ayat 46tersebut berorientasi pada hati
nurani yang dimiliki setiap insan, dikatakan bahwa “sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, yang buta ialah hati yang ada didalam dada” hal ini sesungguhnya
menegaskan bahwayang buta paada diri setiap insan ialah hatinya bukan mata yang
manusia miliki, karena sesungguhnya hati manusiasudah tertutup oleh noda-noda hitam
yang membuat nya tidak bisa melihat dan tidak bisa membedakan mana hal yang baik
dan mana hal yang buruk.
Menurut M. Nasib Ar-rifa‟i, dalam bukunya yang berjudul “Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir” menyebutkan bahwa hati seseorang bisa buta karena mereka tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang haq (yang baik) dan perbuatan yang bathil (buruk),
seperti yang sudah dikatakan diatas bahwa kebutaan hati tersebut dikarenakan oleh noda
hitam yang sudah menutupi hati tersebut.
Sedangkan menurut M. Quraish Sihabdalam kitabnya yang berjudul “Tafsir Al-

13
Hamka,Lembaga Hidup, (Jakarta : Djajamurni, 1962)hlm . 140
14
Hamka,Tafsir al-Azhar, Jilid 5,(Jakarta : Pustaka, 1982) hlm. 142
17
Misbah” disebutkan bahwasannya hati pada ayat tersebut dimaksudkan dengan akal
sehat atau hati suci yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dimana dari akal sehat
tersebut manusia bisa melihat mana perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Jika
akal nya sehat maka yang tercipta dari manusia adalah perbuatan yang baik, namun jika
akal nya sakit/buruk maka buruk pula perbuatan yang diciptakannya.12
Sedangkan menurut surah Al-Hajj adalah ‫( قلوب‬hati) yakni akal sehat dan hati
suci yang digunakan untuk memahami segala sesuatu, Kata qalb kebanyakan artinya
berkisar pada arti perasaan (emosi) dan intelektual pada manusia. Oleh sebab itu ia
merupakan dasar bagi fitrah yang sehat, berbagai perasaan (emosi), baik mengenai
perasaan cinta atau benci dan tempat petunjuk, iman, kemauan, kontrol, dan
pemahaman. ‫( َء اذ َاٌن‬telinga) yaitu indera yang digunakan untuk mendengarkan. Dengan
adanya telinga, sesorang menjadikannya untuk mendengar informasi apapun, belajar,
mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, sehingga mendapatkan ilmu yang
bermanfaat.
12
Chairul Anwar, Hakikat Manusia Dalam Pendidikan sebuah Tinjauan Filosofis,
(Yogyakarta: Suka-Press,
2014). Hlm. 63

3.10 QS. As-Sajadah : 7-9

18
Artinya : Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya
roh (ciptaan)-Nya
dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.
Dan dalam penafsiran Quraish Sihab, dijelaskan, Allah swt yang mengatur segala
urusan dan Maha Pencipta itu serta Yang Maha Perkasa lagi maha penyayang, Dialah
yang membuat sebaik-baiknya segala sesuatu yang Dia ciptakan sehingga semua
berpotensi berfungsi sebaik mungkin sesuai dengan tujuan penciptaannya dan Dia telah
memulai penciptaan manusia yakni Adam as. dari tanah. Kemudian Dia menjadikan
keturunannya dari sedikit sari pati air mani yang diremehkan bila dilihat dari kadarnya
atau menjijikkan bila dipandang, atau lemah, tidak berdaya karena sedikitnya.
Kemudian yang lebih hebat dari itu Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalam tubuh-nya ruh (ciptaan)Nya dan setelah kelahirannya di pentas bumi Dia
menjadikan bagi kamu wahai manusia pendengaran agar kamu dapat mendengar
kebenaran dan penglihatan agar kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah dan
hati agar kamu dapat berfikir, dan beriman. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur dan
banyak di antara kamu yang kufur. Yakni kamu tidak memfungsikan anugerah-anugerah
itu sebagaimana yang Allah kehendaki, tetapi memfungsikannya untuk hal-hal yang
bertentangan dengan kehendak-Nya.15
Allah swt telah menciptakan semua ciptaan-Nya dalam keadaan baik, yakni
diciptakanNya secara sempurna agar msing-masing dapat berfungsi sebagaimana yang
dikehendaki-Nya. Demikian Allah menciptakan semua makhluk dalam keadaan
sempurna sesuai dengan tujuan dan fungsi yang diembannya. Dengan demikian,
tidaklah benar jika dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna.
Semua makhluk-Nya sempurna. Manusia adalah makhluk yang yang ditundukkan
kepadanya alam raya, sebagai sarana untuk mengemban tugasnya. Dia telah dimuliakan
Allah, tetapi bukan makhluk ini yang termulia.16

15
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 183-186
16
Ibid, hlm 190-192
19
Berdasarkan surah As-Sajdah ayat 7-9 ialah ‫خلقه‬.ٌ.. ‫( أحسٌن‬sebaik-baiknya…ciptaan)
berarti membuat sesuatu menjadi baik. Kebaikannya diukur pada potensi dan
kesiapannya secara sempurna mengemban fungsi yang dituntut darinya. Namun yang
menjadikannya buruk adalah lingkungan. ‫( ِم ٌنروحه‬dari ruh-Nya) yakni ruh Allah. Yang
dimaksud adalah ruh ciptaan-Nya. Penisbatan ruh itu kepada Allah adalah penisbatan
pemuliaan dan penghormatan. Ayat ini bagaikan berkata: Dia meniupkan ke dalamnya
ruh yang mulia dan terhormat dari (ciptaan)Nya. ‫( السمع‬pendengaran) agar kamu dapat
mendengar kebenaran, mendengarkan pelajaran. ‫( األبصار‬penglihatan-penglihatan) agar
kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. Memperhatikan ciptaan Allah dan
dengannya kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari ayat di atas , dapat diambil beberapa pelajaran sebagai berikut;
1. Dalam surat al-mujadalah ayat 11:
a. Beretika baik terhadap semua orang khususnya dalam mengikuti majlis ilmu.

20
b. Berbuat lapang kepada semua orang dalam suatu majlis.
c. Allah akan meninggikan derajat orang- orang yang beriman dan orang- orang
yangberilmu.
2. Dalam surat az-zumar ayat 9:
a. Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan
rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
b. Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang
bodoh.
3. Dalam surat al-an’am ayat 50:
a. Sikap para nabi terhadap masyarakat selalu berdasarkan kejujuran. Jika
mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka mereka
akan mengatakan yang demikian itu kepada masyarakat.
b. Memberantas kesewenang-wenangan dan khurafat merupakan salah satu dari
program-program para nabi.
4. Dalam Surat al-an'am ayat 160 :
a. Keutamaan Orang Yang Berbuat Baik, Perbuatan baik itu walapun Cuma
sedikit akan di balas 10 Kali Lipat
b. Orang Yang Niat Berbuat Baik Saja Pahalanya sudah di tulis, Berbeda Dengan
Orang yang berbuat buruk, Dia akan di tulis ketika sudah dia kerjakan
5. Dalam surat al-isra’ ayat 39:
a. Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian
hikmah / tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita
menerapkannya dalam hidup dan kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah
SWT.
b. Manusia dilarang menjadikan sesuatu apapun menjadi tuhannya, melainkan
hanya Allah lah Tuhan yang patut mereka sembah.
c. Merugilah bagi mereka yang menyekutukan Allah, karena kelak Allah akan
mencampakkan mereka ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela
serta tak dirahmati.
DAFTAR PUSTAKA

 Ritongga, Ansil Sudah dan Irwan. 2013. Tafsir Tarbawi. Bandung : Cita Pustaka
Media
 Al Maraghi, Ahmad Musthafa. Tafsir Al Maraghi. Beirut : Dark Al Fikr
 Hamka. 1994. Tafsir Al Azhar Juz IX. Singapura : PTE Iteid Singapura
21
 Shihab, Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an.
Jakarta : Lentera Hati
 Azzuhaili, Wahbah. 2014. Tafsir Al Misbah Jilid IXV. Jakarta : Gema Insani
 Hamid, Abdul. 2015. Pengantar Studi Dakwah. Pamulang : Gema Amalia Press
 Hamid, A. (2015). Pengantar Studi Dakwah. Jakarta: Gema Amalia Press.
 Anwar, Chairul. 2014. Hakikat Manusia Dalam Pendidikan sebuah Tinjauan
Filosofis , Yogyakarta: Suka-Press.
 Bakar, Rosdiana. 2015. Dasar-Dasar Kependidikan. Medan: CV. Gema Ihsani.
 Chanifudin, Potensi Belajar Dalam Al-Qu’ran Telaah Surat An Nahl :78, (Jurnal
Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 05, Juli 2016).
 Hamka. 1962.Lembaga Hidup.Jakarta: Djajamurni.
 Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar,.Jakarta: PustakaPanjimas.
 Mustafa, Ahmad. 2009.Tafsir al –Maraghi, jilid V Baerut : Daar al-Fikr,

tth Shihab, M. Quraish, 2007. Tafsir Al-Misbah,. Jakarta: Lentera Hati.

 Syah, Muhibbin, 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos.

22

You might also like