You are on page 1of 82

Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

rahmat-NYA semata sehingga Proposal Kajian Analisis Profil Kemiskinan Kabupaten

Lumajang ini bisa terselesaikan. Laporan Akhir Kajian Analisis Profil Kemisinan

Kabupaten Lumajang ini memuat latar belakang, tujuan kegiatan, metode

pelaksanaan dan Analisa Profil Kemiskinan Kabupaten Lumajang dimana output yang

diharapkan adalah potret kondisi kemiskinan di Kabupaten Lumjang yang dapat

digunakan untuk kepentingan perencanaan dalam penganggulan maupun

pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lumajang.

Demikian sebagai prakata dari kami, besar harapan kami laporan akhir profil

kemiskinan ini bisa memberi manfaat dan kiranya dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Hormat kami,

Lumajang,

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................................3


BAB 1 .......................................................................................................................................5
PENDAHULUAN ......................................................................................................................5
BAB 1.1 LATAR BELAKANG ...............................................................................................5
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN ................................................................................................7
1.2.1 Maksud ...................................................................................................................7
1.2.2 Tujuan ..................................................................................................................7
2.1 KONSEP KEMISKINAN .................................................................................................8
2.2 PENDEKATAN DALAM MENGIDENTIFIKASI KEMISKINAN .....................................11
2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN .....................................13
BAB 3 .....................................................................................................................................16
METODE PENYUSUNAN .....................................................................................................16
3.1 RUANG LINGKUP PELAKSANAAN ............................................................................16
3.2 SUMBER DATA ...........................................................................................................16
3.3 ANALISIS DATA ..........................................................................................................17
BAB 4 .....................................................................................................................................18
GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN LUMAJANG .................................................18
4.1 BATAS ADMINISTRASI DAERAH...............................................................................18
4.2 TOPOGRAFI ................................................................................................................21
4.3 IKLIM DAN HIDROLOGI ..............................................................................................22
4.4 DEMOGRAFI ...............................................................................................................22
4.5 KONDISI MAKRO EKONOMI ......................................................................................24
BAB 5 .....................................................................................................................................35
GAMBARAN UMUM KEMISKINAN KABUPATEN LUMAJANG ...........................................35
5.1 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN ...............................................................35
5.2 PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN ...................................................................38
5.3 INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) .................................................................39
5.4 INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2) .................................................................40
5.5 KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI ....................................................................41
5.6 KARAKTERISTIK PENDIDIKAN..................................................................................43
5.7 KARAKTERISTIK KESEHATAN ..................................................................................45
BAB 6 .....................................................................................................................................49
PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN LUMAJANG ...............................................................49
6.1 ANALISIS TIPOLOGI KLASSEN .................................................................................49
6.2 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN LUMAJANG .....................................................50
6.2.1 Profil Kemiskinan Kabupaten Lumajang Berdasarkan Kondisi Demografi, Sosial
dan Pendidikan ..............................................................................................................50
...........................................................................................................................................52
6.2.2 Profil Kemiskinan Kabupaten Lumajang Berdasarkan Kepemilikan Aset .............76
BAB 7 PENUTUP ..................................................................................................................82
7.1 KESIMPULAN ..............................................................................................................82
BAB 1

PENDAHULUAN

BAB 1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari perkembangan ekonomi

wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Kegiatan ekonomi bergantung pada

potensi ekonomi yang dimiliki dan sumber daya-sumber daya yang ada yang dapat

berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia. Setiap sumber daya yang dapat

dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi perlu dikelola dengan baik secara efektif dan

efisien sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu indikator yang mencerminkan kondisi ekonomi suatu wilayah adalah

tingkat kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan menurut Bappenas adalah kondisi

dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu

memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan

yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan

pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,

sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman

tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik

bagi perempuan maupun laki-laki.

Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi,

kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan

ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumber daya

lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam
pembangunan. Oleh karena itu potensi sumber daya yang dimiliki suatu wilayah

berperan besar dalam penanganan kemiskinan. Namun potensi-potensi yang dimiliki

suatu wilayah tidak selalu dapat dikembangkan dengan optimal sehingga kontribusi

yang diberikan dalam penanganan kemiskinan relatif kecil.

Kabupaten Lumajang merupakan wilayah di Provinsi Jawa Timur yang

mengalami penurunan angka kemiskinan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data hasil

Survei Sosial-Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik (BPS), angka

kemiskinan Kabupaten Lumajang sejak tahun 2020 cenderung meningkat dengan

rata-rata kenaikan 0.3%, dari angka 9,49% pada tahun 2019, menjadi 9,83% pada

tahun 2020 dan 10,05% pada tahun 2021.Hal tersebut menunjukkan bahwa program-

program penanganan kemiskinan di Kabupaten Lumajang perlu ditingkatkan apalagi

ditengah pandemic Covid-19.

Namun, seluruh upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Lumajang

tidak dapat diselesaikan secara sektoral melainkan harus komprehensif dengan

mengakomodir segala faktor yang berpengaruh pada kemiskinan di Kabupaten

Lumajang. Permasalahan kemiskinan di Kabupaten Lumajang sangat kompleks,

maka diperlukan penanganan yang komprehensif dan bersifat lintas sektor serta

keterpaduan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan pemangku

kepentingan lainnya (stakeholders). Kemiskinan merupakan permasalahan yang

memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu

dan menyeluruh untuk mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga

negara melalui pembangunan inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan untuk

mewujudkan Kabupaten Lumajang yang bermartabat. Maka dari itu, dibutuhkannya

Kajian Analisis Profil Kemiskinan Kabupaten Lumajang sebagai panduan awal dalam

menyusun kebijakan dan strategi penanggulangan kemiskinan yang lebih optimal.


1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1 Maksud

Sebagai acuan bagi Perangkat Daerah Kabupaten Lumajang memanfaatkan

profil kemiskinan untuk perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan,

evaluasi dan pelaporan atas kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang

berkaitan dengan penanggulan kemiskinan di Kabupaten Lumajang.

1.2.2 Tujuan

1. Melakukan profiling kondisi kemiskinan di Kabupaten Lumajang yang

menggambarkan karakteristik kemiskinan (apa, siapa dan dimana)

berdasarkan data mikro yang tersedia

2. Melakukan analisa terhadap data mikro untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi kondisi kemiskinan di setiap wilayah (pekerjaan, pendidikan,

tradisi dll)

3. Melakukan analisa terhadap data-data makro terkait kemiskinan, baik itu

dengan daerah sekitar maupun antar indicator makro itu sendiri

4. Merumuskan rekomendasi kebijakan penanggulangan kemiskinan

berdasarkan hasil analisa data makro dan data mikro


BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 KONSEP KEMISKINAN

Definisi mengenai kemiskinan sangat beragam mulai dari ketidakmampuan

dalam memenuhi kebutuhan dasar hingga definisi kemiskinan dengan

mempertimbangkan komponen sosial dan moral. Kemiskinan dapat diartikan suatu

kondisi serba kekurangan. Kemiskinan juga dapat dicirikan dengan ketidakmampuan

untuk memenuhi berbagai kebutuhan pangan, perumahan, dan pakaian, tingkat

pendapatan rendah, pendidikan dan keahlian rendah, keterkucilan sosial karena

keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial

kemasyarakatan. Singkatnya, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar

hidup yang rendah yaitu suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau

segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku

dalam masyarakat yang bersangkutan (Suparlan,1984).

Kemiskinan merupakan suatu konsep yang multidimensional artinya

kemiskinan tidak hanya dapat dilihat dari sisi ekonomi tapi juga dapat dilihat dari segi

sosial, budaya, dan politik. Definisi kemiskinan ini semakin berkembang sesuai

dengan penyebabnya. Papilaya (2006) mengemukakan bahwa pada awal 1990-an

definisi kemiskinan telah diperluas tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan tetapi

mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan,dan perumahan.

Krisnamurti (2006) menyebutkan definisi kemiskinan yang memadai harus

mencakup berbagai dimensi, antara lain :

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, dan

papan).
2. Ketidakmampuan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,

pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi)

3. Tidak ada jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan

keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual dan massal.

5. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumberdaya alam.

6. Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang

berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar,wanita tindak

kekerasan rumah tangga, janda, kelompok marginal dan terpencil).

Pengertian tersebut sesuai dengan konsep Chambers (1983) tentang jebakan

kemiskinan yang diacu dalam Mutaqien (2006), antara lain kemiskinan itu sendiri,

kelemahan fisik, keterasingan, kerentanan dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat

diklasifikasikan kedalam beberapa kelompok sesuai dengan pemahaman atas kondisi

kemiskinan yang dihadapi (krisnamurthi, 2006), yaitu:

1. Kemiskinan absolut, kemiskinan yang terjadi bila seseorang, keluarga, atau

masyarakat yang tingkat pendapatan atau pengeluarannya berada di bawah suatu

batas minimal tertentu untuk dapat hidup layak sebagai manusia. Batas tersebut

disebut garis kemiskinan.

2. Kemiskinan relatif, kemiskinan yang terjadi jika seseorang, sekeluarga, atau

masyarakat yang tingkat pendapatannya atau pengeluarannya relatif lebih rendah

dibandingkan dengan pendapatan atau pengeluaran masyarakat sekitarnya.


3. Kemiskinan Kronis (chronic) atau struktural, kemiskinan ini terjadi jika kondisi

kemiskinan ini yang terjadi terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

4. Kemiskinan sementara (transitory) atau accidental, kemiskinan ini terjadi akibat

adanya perubahan atau ‘shock’ yang mengakibatkan seseorang atau sekeluarga atau

masyarakat berubah dari tidak miskin menjadi miskin.

5. Kemiskinan masal, terjadi jika sebagaian besar dari masyarakat mengalami

kemiskinan.

6. Kemiskinan individual, yaitu kemiskinan yang terjadi jika hanya beberapa orang

atau sebagian kecil masyarakat yang mengalami kemiskinan.

Disamping itu, beberapa peneliti berpendapat berbeda tentang kemiskinan

struktural dan kemiskinan kronis dengan klasifikasi yang telah dilakukan Krisnamurthi

(2006).Soemardjan, dkk (1980) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai

kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial

masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang

sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas

pemukiman sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia

sekitarnya. Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari

hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah

seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada.

Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan Papilaya (2006) bahwa

kemiskinan struktural merupakan perampasan daya kemampuan (capability

deprivation) manusia atau kelompok manusia yang terjadi secara sistematis sehingga

membuat manusia dan kelompok manusia terjebak dalam kondisi yang memiskinkan

Disamping itu, Kemiskinan kronis merupakan suatu bentuk kemiskinan yang

disebabkan oleh beberapa hal yaitu kondisi budaya yang mendorong sikap dan
kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif, keterbatasan sumberdaya dan

keterisolasian, rendahnya pendidikan dan derajat perawatan kesehatan, terbatasnya

lapangan kerja, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar,

sedangkan kemiskinan sementara yaitu kemiskinan yang terjadi akibat adanya

perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, perubahan

yang bersifat musiman, dan bencana alam atau sesuatu yang menyebabkan

menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

2.2 PENDEKATAN DALAM MENGIDENTIFIKASI KEMISKINAN

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi

kemiskinan yaitu: 1. Menekankan pada pengertian subsistensi (subsistence poverty)

yakni kemiskinan merupakan ketidakmampuan memperoleh tingkat penghasilan yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok pangan, sandang, dan beberapa

kebutuhan pokok lainnya. Pengukuran dengan pendekatan subsistensi dikenal

dengan tiga metode yakni :

a. Metode yang dikembangkan Sayogyo, yaitu mereka yang tidak mampu

memperoleh penghasilan per kapita setara 230 kg beras bagi penduduk desa dan

480 kg beras bagi penduduk kota.

b. Metode Biro Pusat Statistik (BPS), yaitu menghitung pengeluaran rumah

tangga untuk konsumsi berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional

(SUSENAS). Garis kemiskinan menurut BPS ditetapkan berdasarkan tingkat

pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 2100 kalori

per orang per hari ditambah dengan beberapa kebutuhan non pangan makanan

lain seperti sandang, pangan, dan jasa

c. Kriteria kesejahteraan yang disebut indeks kebutuhan fisik minimum (KFM).

KFM adalah nilai barang dan jasa minimum yang diperlukan oleh suatu keluarga
per bulan. Ukuran garis kemiskinan didasarkan pada nilai pengeluaran konsumsi

per kapita.

2. Kemiskinan dipahami dalam pengertian relatif (relativer deprivation). Indikator

kemiskinan ini yaitu:

a. Deprivasi material yang diukur dari kurangnya pemenuhan kebutuhan pangan,

sandang, kesehatan, papan, dan kebutuhan konsumsi dasar lainnya.

b. Isolasi yang dicerminkan oleh lokasi geografisnya maupun oleh marjinalisasi

rumah tangga miskin secara sosial dan politik. mereka sering tinggal didaerah

terpencil, hampir tanpa sarana transportasi dan komunikasi.

c. Alineasi, yaitu perasaaan tidak punya identitas dan kontrol atas diri sendiri. Hal

ini diakibatkan isolasi dan hubungan sosial yang eksploitatif.

d. Ketergantungan yang selama ini menyebabkan lemahnya posisi tawar orang

miskin dalam hubungan sosial yang sudah timpang antara pemilik dan penggarap,

antara majikan dan buruh atau antara pandega dan ponggawa. Buruh tidak punya

kemampuan untuk menetapkan upah, petani dan buruh nelayan tidak bisa

menetapkan harga hasil produksi yang dihasilkannya.

e. Ketidakmampuan membuat keputusan sendiri dan tidak adanya kebebasan

memilih dalam produksi, konsumsi dan kesempatan kerja, serta kurangnya

perwakilan sosial poitik mereka yang tercermin dari tidak adanya fleksibilitas dan

berkurangnya kesempatan bagi kaum miskin di desa.

f. Kelangkaan aset yang membuat penduduk miskin desa bekerja dengan tingkat

produktivitas yang sangat rendah.

g. Kerentanan terhadap guncangan eksternal dan konflik-konflik sosial internal.

Hal ini terjadi karena faktor alamiah, perubahan pasar, maupun kondisi

kesehatan.
h. Tidak adanya jaminan keamanan akibat status sosial rendah yang disebabkan

oleh posisi yang lemah, faktor agama, ras, etnik, dan sebagainya. Pendekatan

kemiskinan tersebut sesuai dengan pendekatan yang dilakukan oleh Bappenas

dalam mengidentifikasi kemiskinan.

Pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi kemiskinan yaitu

pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan

(income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach),

pendekatan objektif dan subjektif (objective and subjective approach). Dari berbagai

pendekatan tersebut, ditunjukan bahwa indikator kemiskinan yang digunakan oleh

Bappenas adalah :

1. Kurangnya sandang, pangan, dan papan yang layak

2. Tingkat kesehatan yang memprihatinkan

3. Kurangnya pendidikan yang berkualitas

4. Kurangnya kemampuan membaca dan menulis

5. Terbatasnya kepemilikan tanah dan faktor produksi

6. Kurangnya jaminan kesejahteraan hidup

7. Kurangnya rasa aman

8. Kesejahteraan sosial yang rendah dan lain-lain.

2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN

Terdapat beberapa faktor yang dinilai sebagai sebab-sebab kemiskinan antara

lain :

1. kesempatan kerja, di mana seseorang itu miskin karena menganggur, sehingga

tidak memperoleh penghasilan atau kalau bekerja tidak penuh, baik dalam ukuran

hari, minggu, bulan maupun tahun

2. upah gaji dibawah minimum


3. produktivitas kerja yang rendah

4. ketiadaan aset

5. diskriminasi

6. tekanan harga

7.penjualan tanah

Beberapa faktor lain yang dinilai menjadi penyebab kemiskinan menurut

Kartasasmita (1996) yaitu:

1. Rendahnya Taraf pendidikan Rendahnya taraf pendidikan meyebabkan

kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan

kerja yang dimasuki juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan

peluang.

2. Rendahnya derajat kesehatan Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan

rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya lapangan kerja Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan

kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan

kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran

kemiskinan itu.

4. Kondisi keterisolasian Banyak penduduk secara ekonomi tidak berdaya karena

terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat

terjangkau oleh pelayan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati

masyarakat lainnya. Berdasarkan penelitian Mukherjee, et al, 2001 yang diacu dalam

papilaya (2006) tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan secara

umum adalah kurangnya akses terhadap sarana dan prasarana sosial seperti

pendidikan, kesehatan dan pelayanan kesehatan, masalah gender,

ketidakberpihakan kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap golongan miskin,


rendahnya pendidikan, dan kualitas kesehatan, kurangnya akses terhadap informasi,

serta bargaining position yang rendah.


BAB 3

METODE PENYUSUNAN

3.1 RUANG LINGKUP PELAKSANAAN

Penyusuan dokumen ini memiliki cakupan dan ruang lingkup guna

memperjelas batasan-batasan dan ruang lingkup pembahasan mengenai kemiskinan.

Ruang lingkup dan pelaksanaan penyusunan analisis profil kemiskinan Kabupaten

Lumajang tahun 2020 ini, meliputi:

a. Pengumpulan profil, informasi segala aspek dan urusan yang terkait dengan

kemiskinan di Kabupaten Lumajang dengan data terbaru.

b. Analisis terhadap data kemiskinan di Kabupaten Lumajang dengan menggunakan

data terbaru.

3.2 SUMBER DATA

Sumber data yang akan dijadikan rujukan unuk penyusunan profil ini, yakni

data primer yang sebagian besar ada dalam ruang lingkup dan koordinasi dari Badan

Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Lumajang (Bappeda. Instansi

tersebut yang membawahi pada beberapa lembaga teknis Organsiasi Perangkat

Daerah (OPD) Kabupaten Lumajang yang memiliki data dasar dari salah satu urusan

pemerintahan daerah. Selain itu, adapun beberapa buku dan dokumen yang

menunjang data dalam penyusunan profil ini, yakni: Kabupaten Lumajang Dalam

Angka 2020 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lumajang.
3.3 ANALISIS DATA

Data yang didapatkan kemudian akan ditindak lanjuti dengan pentabulasian

dan penginterprestasian data berdasar persepsi atas fakta, realita dan fenomena data

yang didapatkan. Beberapa data tersebut dikelompokkan menjadi beberapa bidang

pembahasan yakni :

a. Gambaran umum wilayah Kabupaten Lumajang, bagian ini memberikan

informasi tentang kondisi daerah Kabupaten Lumajang baik secara

geografis, demografis dan kondisi perekonomian Kabupaten Lumajang

secara makro.

b. Analisis kemiskinan Kabupaten Lumajang memberikan gambaran kondisi

kemiskinan secara makro dan mikro di Kabupaten Lumajang melalui

Analisa tipologi klassen, dan Analisa deskriptif.

Setelah mendapatakan data baik dari studi literatur dan dokumen, permohonan

informasi data di bidang atau lembaga terkait, maka akan dianalisis menggunakan

metode deskriptif kuantitatif. Hasil analisis data dan pembahasan tersebut kemudian

disusun menjadi sebuah kesimpulan dan rekomendasi untuk menjawab berbagai

permasalahan yang ada, mengenai kemiskinan di Kabupaten Lumajang.


BAB 4

GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN LUMAJANG

4.1 BATAS ADMINISTRASI DAERAH

Kabupaten Lumajang terletak di Provinsi Jawa Timur, di antara 112o5’ – 113o22’

Bujur Timur dan 7o52’ – 8o23’ Lintang Selatan. Batas wilayah Kabupaten Lumajang

adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Probolinggo

Sebelah Timur : Kabupaten Jember

Sebelah Selatan : Samudra Hindia

Sebelah Barat : Kabupaten Malang

Luas wilayah 1.790,90 Km2 atau 3,74 persen dari luas Provinsi Jawa Timur.

Wilayah Administrasi Kabupaten Lumajang, terbagi dalam 21 wilayah Kecamatan,

198 Desa, 7 Kelurahan, 1.749 RW dan 7.023 RT.


Gambar 4.1 Peta Pembagian Wilayah Kabupaten Lumajang

Sumber : BPS Kabupaten Lumajang (2022)

Dengan kondisi daerah yang demikian merupakan potensi yang sangat baik

khususnya di sektor pertanian maupun sektor-sektor lain seperti perkebunan,

perikanan, pertambangan, industri maupun perdagangan. Dari 21 Kecamatan yang

ada di Kabupaten Lumajang yang terluas adalah Kecamatan Senduro seluas 170,90

km2 dan Kecamatan Pasrujambe seluas 162,47 km2. Sedangkan Kecamatan dengan

luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Sumbersuko seluas 29,07 km2 dan

Kecamatan Lumajang seluas 28,47 km2, adapun rincian persentase luas masing-

masing Kecamatan, yaitu sebagai berikut :


5% 6%
5% 2%
5% 8%

4%
10%

13%
5%
2%
1%
5% 2%
3%
3%
2% 5%
6% 4% 4%

Tempursari Pronojiwo Candipuro Pasirian Tempeh Lumajang


Sumbersuko Tekung Kunir Yosowilangun Rowokangkung Jatiroto
Randuagung Sukodono Padang Pasrujambe Senduro Gucialit
Kedungjajang Klakah Ranuyoso

Grafik 4.2 Prosentase Luas Wilayah Kecamatan

Sumber : BPS Kabupaten Lumajang (2022)

Tabel. 4.1.

Pembagian Wilayah Administrasi Kabupaten Lumajang

No. Kecamatan Jumlah


Desa/ Kelurahan Dusun RW RT
1 Tempursari 7 24 48 191
2 Pronojiwo 6 25 64 161
3 Candipuro 10 61 83 403
4 Pasirian 11 55 105 506
5 Tempeh 13 70 101 586
6 Lumajang 12 18 134 536
7 Sumbersuko 8 28 55 279
8 Tekung 8 29 68 212
9 Kunir 11 48 81 376
10 Yosowilangun 12 31 71 396
11 Rowokangkung 7 29 66 188
12 Jatiroto 6 26 72 272
13 Randuagung 12 60 127 440
No. Kecamatan Jumlah
Desa/ Kelurahan Dusun RW RT
14 Sukodono 10 44 94 363
15 Padang 9 42 70 312
16 Pasrujambe 7 37 95 287
17 Senduro 12 50 122 384
18 Gucilait 9 38 62 222
19 Kedungjajang 12 55 88 314
20 Klakah 12 54 87 306
21 Ranuyoso 11 55 56 289
Jumlah 205 879 1.749 7.023
Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab. Lumajang Tahun

2019

4.2 TOPOGRAFI

Topografi wilayah Kabupaten Lumajang terbagi ke dalam 4 (empat) daerah,

yaitu : daerah gunung, pegunungan, dataran fluvial dan dataran alluvial. Kategori

pertama sebagian wilayah di Kecamatan Klakah, Senduro dan Kecamatan

Pasrujambe. Kategori yang kedua Ranuyoso, Tempursari, sekitar Gunung Semeru,

sekitar Gunung Bromo dan Gunung Lamongan. Kecamatan yang termasuk ke dalam

kategori yang ketiga adalah Lumajang, Sumbersuko dan Sukodono. Untuk kategori

yang terakhir, yaitu Kecamatan Rowokangkung, Jatiroto, Yosowilangun dan

sepanjang pantai mulai dari Yosowilangun sampai dengan Tempursari.

Kabupaten Lumajang terdiri dari dataran yang subur karena diapit oleh 3

(tiga) gunung berapi, yaitu Gunung Semeru (3.676 m). Gunung Bromo (3.292 m) dan

Gunung Lamongan. Untuk kawasan selatan, daerahnya sangat subur karena terdapat

endapan sediment dari sungai-sungai yang mengalirinya. Ada beberapa sungai yang

mengalir di kawasan tersebut yaitu Kali Glidik, Kali Rawan, Kali Gede, Kali Regoyo,

Kali Rejali, Kali Besuk Sat, Kali Mujur dan Kali Bondoyudo.Ketinggian daerah

Kabupaten Lumajang bervariasi dari 0 sampai dengan di atas 2.000 m di atas

permukaan laut, dengan daerah yang terluas adalah pada ketinggian 100 – 500 m
dari permukaan laut (dpl ) 63.109,15 ha (35,24%) dan yang tersempit adalah pada

ketinggian > 1.000 m dari permukaan laut yaitu 6.889,4 ha atau 3,85 persen dari luas

wilayah Kabupaten Lumajang.

4.3 IKLIM DAN HIDROLOGI

Lokasi Kabupaten Lumajang yang berada di sekitar garis khatulistiwa

menyebabkan daerah ini mempunyai perubahan iklim dua jenis setiap tahun, yaitu

musim kemarau dan musim penghujan. Untuk musim kemarau berkisar pada bulan

April hingga Oktober, sedangkan musim penghujan dari bulan Oktober hingga April.

Daerah Lumajang mempunyai 3 (tiga) tipe iklim yaitu agak basah, sedang dan agak

kering. Untuk tipe basah jumlah bulan kering rata-rata 3 bulan setahun yang

mencakup daerah Gucilait, Senduro, sebagian Pasirian, Candipuro, Pronojiwo, dan

Gunung Semeru. Untuk daerah dengan kategori sedang mencakup daerah

Ranuyoso, Klakah, Kedungjajang, Sukodono, Lumajang, Jatiroto dan Rowokangkung

dengan rata-rata bulan kering 3 - 4 bulan per tahunnya.

Sedang daerah dengan iklim agak kering meliputi Tekung, Kunir dan

Yosowilangun. Iklim Kabupaten Lumajang termasuk dalam iklim daerah tropis,

dengan temperatur udara rata-rata per bulan minimum 24,9° C, maksimum 32,2° C

yang secara umum suhu udara Kabupaten Lumajang tergolong panas. Pemantauan

yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Bondoyudo

- Mayang di Lumajang dalam kurun waktu setahun ini rata-rata hari hujan berkisar

antara 1 sampai dengan 19 hari tiap bulannya. Sedangkan rata-rata intensitas curah

hujan berkisar antara 0 – 273,50 mm3.

4.4 DEMOGRAFI

Jumlah penduduk Kabupaten Lumajang tahun 2019 sebanyak 1.128.777 jiwa,

terdiri dari laki-laki sebesar 561.637 jiwa dan perempuan sebanyak 567.140 jiwa. Dari
sisi kepadatan penduduk, Kabupaten Lumajang tingkat kepadatan penduduk rata-rata

adalah 630 jiwa/km2. Apabila dilihat dari tingkat kepadatan penduduk per Kecamatan,

Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatannya adalah Kecamatan Lumajang

(2.012 jiwa/ km2), diikuti dengan Kecamatan Sukodono (1.303 jiwa/km2) dan

Kecamatan Sumbersuko (2.153 jiwa/km2). Sex ratio merupakan perbandingan jumlah

penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan dikalikan 100. Pada Tahun 2019

sex ratio penduduk Kabupaten Lumajang sebesar 99.03 yang berarti setiap 100

penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Kabupaten Lumajang Menurut Jenis Kelamin,

Kepadatan dan Rasio Seks Tahun 2020


N0 Kecamatan Luas Jenis Kelam in Jumlah Kepa Sex
(Km2) datan Ratio
Laki-laki Perempuan
1 Tempursari 101,36 16.894 16.894 33.819 321 99,82
2 Pronojiwo 38,74 18.960 18.799 37.759 267 100,8
6
3 Candipuro 144,93 36.702 36.915 73.617 514 99,42
4 Pasirian 183,91 45,485 46.550 92.035 717 97.71
5 Tempeh 88.05 42.264 43.665 85.929 1.174 96,79
6 Lumajang 81.30 41.967 42.682 84.649 2.973 98.32
7 Sumbersuko 98.42 17.880 18.257 36.137 1.243 97,94
8 Tekung 50.18 17.727 17.838 35.565 1.276 99,38
9 Kunir 30.26 27.620 28.561 56.181 1.054 96.71
10 Yosowilangun 26.54 30.247 31.052 61.299 846 97,41
11 Rowokangkung 30.40 18.956 19.435 38.391 652 97.54
12 Jatiroto 228.68 23.988 24.238 48.226 898 98,97
13 Randuagung 72.83 34.611 35.723 70.343 749 96.86
14 Sukodono 52.79 28.146 28.206 56.352 1.956 99,79
15 Padang 30.79 18.604 19.339 37.943 705 96.20
16 Pasrujambe 77.95 20.503 20.484 40.987 252 100,0
9
17 Senduro 77.95 24.609 24.705 49.314 289 99.61
18 Gucialit 103.41 12.890 13.384 26.274 258 96.31
19 Kedungjajang 97.30 23.288 24.397 47.685 721 95.45
20 Klakah 92.33 27.878 28.786 56.664 648 96.85
21 Ranuyoso 83.67 24.355 25.727 50.082 454 94.67
Jumlah 1.790.90 552.253 565.360 1.119.251 625 97,86
Sumber : Hasil Sensus Penduduk 2020 , Kabupaten Lumajang Dalam Angka 2021
Jumlah penduduk Kabupaten Lumajang tahun 2019 sebanyak 1.119.251 jiwa,

terdiri dari laki-laki sebesar 552.253 jiwa dan perempuan sebanyak 565.360 jiwa. Dari

sisi kepadatan penduduk, Kabupaten Lumajang tingkat kepadatan penduduk rata-rata

adalah 625 jiwa/km2. Apabila dilihat dari tingkat kepadatan penduduk per Kecamatan,

Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatannya adalah Kecamatan Lumajang

(2.973 jiwa/ km2), diikuti dengan Kecamatan Sukodono (1.956 jiwa/km2) dan

Kecamatan Sumbersuko (1.276 jiwa/km2). Sex ratio merupakan perbandingan jumlah

penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan dikalikan 100. Pada Tahun 2019

sex ratio penduduk Kabupaten Lumajang sebesar 98.32 yang berarti setiap 100

penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki.

4.5 KONDISI MAKRO EKONOMI

Indikator kinerja makro ekonomi yang paling kerap digunakan dan dinilai dapat

merepresentasikan kinerja pembangunan daerah adalah pertumbuhan ekonomi

melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan jumlah nilai

tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan (nilai barang dan jasa akhir dikurangi

biaya untuk menghasilkannya) oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam

jangka waktu satu tahun.

Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan ke dalam 17 (tujuh belas) sektor,

yaitu Pertanian; Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan Penggalian; Industri

Pengolahan; Pengadaan Listrik dan Gas; Pengadaan Air; Konstruksi; Perdagangan

Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi

dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan

Komunikasi; Jasa Keuangan; Real Estate; Jasa Perusahaan; Administrasi

Pemerintahan, Pertanahan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa

Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa Lainnya.


Dalam perkembangannya, PDRB Kabupaten Lumajang tiap tahunnya

mengalami peningkatan seperti table dibawah ini :

Tabel 4.4
Produk Domestk Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha di Kabupaten Lumajang (Miliar rupiah), 2017-2021
Lapangan Usaha 2017 2018 2019 2020 2021
Pertanian,
A Kehutanan dan 10.838,18 10.944.17 11.209,67 11.314,47 11.650,49
Perikanan
Pertambangan dan
B 1.181,81 1.335,67 1.386,20 1.314,64 1.372,51
Penggalian
C Industri Pengolahan 5.562,03 6.234,65 6.772,35 6.587,69 7.135,35
Pengadaan Listrik
D 12,99 13,92 14,95 14,57 15,12
dan Gas
Pengadaan Air,
Pengelolaan
E 14,59 15,40 16,41 17,14 18,60
Sampah, Limbah
dan Daur Ulang
F Konstruksi 2.225,25 2.417,10 2.611,54 2.465,89 2.542,52
Perdagangan Besar
dan Eceran
G 3.776,83 4.215,96 4.572,27 4.288,29 4.639,46
Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Transportasi dan
H 510,96 564,89 628,95 596,86 640,21
Pergudangan
Penyediaan
I Akomodasi dan 354,01 394,52 434,88 392,03 424,41
Makan
Informasi dan
J 879,77 949,16 1.046,58 1.129,68 1.203,05
Komunikasi
Jasa Keuangan dan
K 493,86 534,28 560,81 562,11 579,54
Asuransi
L Real Estate 450,29 505,88 567,94 581,16 605,04
M,N Jasa Perusahaan 91,56 102,35 111,50 105,81 1088,45
Administrasi
Pemerintahan
O Pertahanan dan 852,96 962,25 1.057,57 1.087,72 1.088,45
Jaminan Sosial
Wajib
P Jasa Pendidikan 729,71 770,20 831,60 864,09 861,78
Jasa Kesehatan dan
Q 202,48 220,22 242,61 267,05 285,01
Kegiatan Sosial
R,
S, Jasa lainnya 455,58 509,83 555,13 472,78 508,20
T, U

Produk Domestik Regional


28.632,85 30.690,44 32.620,95 32.062,01 33.678,62
Bruto

Sumber : BPS (2022)


Produk Domestik Regional Bruto yaitu Produk domestik regional bruto adalah

jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di daerah

tersebut. Menghitung PDRB bertujuan untuk membantu membuat kebijakan daerah

atau perencanaan, evaluasi hasil pembangunan, memberikan informasi yang dapat

menggambarkan kinerja perekonomian daerah. Sedangkan Produk Domestk

Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku atau PDRB atas dasar harga

berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas dasar harga konstan

menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung

menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.

Berdasarkan Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Lumajang (Miliar rupiah), 2017-2021

mengalami pertumbuhan sebesar 33.678,62. Kenaikan terbesar dialami pada tahun

2017 ke tahun 2018 sebesar 2.057,59 sedangkan pada tahun 2018 sampai tahun

2019 kenaikan sebesar 1.930,51. Untuk tahun 2019 ke tahun 2020 mengalami

penurunan sebesar 558,94 atau merupakan kenaikan yang paling rendah diantara 4

tahun terakhir. Sedangakan pada tahun 2020 sampai tahun 2021 mengalami

kenaikan sebesar 1.616,61.

Jika dilihat angka per-sektor, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih

mendominasi angka PDRB di Kabupaten Lumajang yakni sebesar 11.650,49 Artinya,

sektor primer masih menjadi sektor utama penggerak perekonomian di Kabupaten

Lumajang. Namun, meskipun sektor ini masih selalu menjadi sektor unggulan sektor

ini rupanya tidak memiliki perkembangan atau peningkatan secara signifikan tiap

tahunnya. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan hanya mengalami peningkatan

sebesar 336,02 pada tahun 2020-2021. Sedangkan pada tahun 2019-2020 mencapai
peningkatan yang rendah daripada tahun 2020-2021 yakni sebesar 104,8. Jika dilihat

berdasar besaran peningkatan, maka sector pertanian kehutanan dan perikanan pada

tahun 2020-2021 mengalami peningkatan dari 2 tahun terakhir . Hal ini kemungkinan

disebabkan karena meingkatnya produktivitas pertanian, kehutanan dan perikanan di

Kabupaten Lumajang. Meningkatnya produktivitas ini dapat disebabkan karena

tingginya nilai jual produk, rendahnya penggunaan teknologi, rendahnya biaya

produksi dan meningkatnya jumlah lahan.

Sektor industri rupanya mengikuti pergerakan sector pertanian, kehutanan dan

perikanan di Kabupaten Lumajang. Sektor ini menjadi sector terbesar kedua setelah

sector pertanian, kehutanan dan perikanan. Pada tahun 2021, sector ini mencapai

7.135,35 atau mengalami peningkatan dari 2020 sebesar 547,66. Peningkatan

disektor ini lebih besar dibandingkan peningkatan disektor pertanian, kehutanan dan

perikanan. Berdasarkan angka peningkatan tiap tahunnya, dapat diambil kesimpulan

bahwa meskipun secara nominal sektor industry pengolahan lebih kecil daripada

sector pertanian, kehutanan dan perikanan namun secara produktivitas, sector

industry pengolahan dapat dikatakan lebih produktif dibandingkan sector pertanian,

kehutanan dan perikanan di Kabupaten Lumajang.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan daerah dalam

mengelola atau memanfaatkan sumberdaya yang ada sudah cukup baik terbukti dari

tahun ke tahun PDRB di Kabupaten Lumajang senantiasa mengalami peningkatan.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator makro

untuk melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu wilayah. Laju pertumbuhan

ekonomi dihitung berdasarkan perubahan PDRB atas dasar harga konstan tahun

yang bersangkutan terhadap tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi dapat

dipandang sebagai pertambahan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh semua
lapangan usaha kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah selama kurun waktu

setahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu daerah menggambarkan tingkat

produktivitas penduduk di dalam menghasilkan barang dan jasa di daerah tersebut

pada suatu periode.

Grafik 4.3
Perkembangan Laju Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Lumajang
Tahun 2017-2021

5,05 5,02 4,77


4,2
3,89
3,17 3,14

1,61
1,11

2017 2018 2019 2020 2021

-2,79

Pertumbuhan Ekonomi Laju Inflasi

Sumber : BPS dan RKPD Kabupaten Lumajang (2022)

Berdasarkan grafik 4.3 diketahui bahwa Pemerintah Kabupaten Lumajang

mampu menekan laju inflasi sehingga laju inflasi selalu berada dibawah laju

pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2017-2019 meskipun laju pertumbuhan ekonomi

di Kabupaten Lumajang kian melambat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Lumajang mengalami penurunan sejak tahun 2017 hingga 2019. Namun,

pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lumajang menurun dratis

mencapai -2,79 dimana pada tahun 2019 mencapai 4,77. Penurunan pada tahun 2020

ternyata lebih besar dibandingkan penurunan pada tahun sebelumnya. Melambatnya

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lumajang ini dimungkinkan disebabkan oleh

pandemic covid-19 yang membatasi mobilitas sosial sehingga mengakibatkan karena


rendahnya produktivitas sector-sektor perekonomian di Kabupaten Lumajang.

Rendahnya produktivitas sector-sektor tersebut ditengarai disebabkan oleh

rendahnya produktivitas sumber daya manusia yang diperlihatkan oleh tingkat Indeks

Pembangunan Manusia di Kabupaten Lumajang yang tidak meningkat secara

signifikan seperti tabel 4.5 dibawah ini :

Tabel 4.4
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Lumajang Menurut
Komponen, Tahun 2016-2020
Komponen Satuan 2016 2017 2018 2019 2020

Angka Harapan Hidup Tahun 69,38 69,50 69,70 69,94 70,10

Harapan Lama Sekolah Tahun 11,77 11,78 11,79 11,80 11,81

Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 6,05 6,20 6,21 6,22 6,40

Pengeluaran Perkapita Ribu Rupiah 8.311 8.503 8.931 9.274 9.088

IPM 63,74 64,23 64,83 65,33 65,46

Pertumbuhan IPM % 1,14 0,77 0,93 0,77 0,20

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Lumajang, 2021

Tinggi rendahnya nilai IPM tidak dapat dilepaskan dari program pembangunan

yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun perlu disadari, perubahan atau

peningkatan angka IPM tidak bisa terjadi secara instan. Pembangunan manusia

merupakan sebuah proses dan tidak bisa diukur dalam waktu singkat. Investasi

dalam rangka pembangunan manusia hasilnya tidak langsung berdampak di tahun

berikutnya, tetapi akan baru terasa pada beberapa tahun kemudian. Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan

pemerintah kabupaten dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Menurut

UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan

manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas
hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut

mencakup :

a. Umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life);

b. Pengetahuan (knowledge); dan

c. Standar hidup layak (decent standard of living).

Rencana kerja tahunan yang dilaksanakan oleh seluruh satuan kerja akan

diukur efektivitasnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. IPM

merupakan indeks komposit dari 3 (tiga) jenis indeks yang mengukur tingkat

kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran masyarakat yang diukur melalui tingkat daya

beli masyarakat. Pengukuran IPM Kabupaten Lumajang berdasarkan data BPS tahun

2020 adalah 65,46 dan mengalami kenaikan 0,13 persen dari IPM tahun 2019 yang

menunjukkan angka 65,33. Untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan yang telah

dinikmati oleh masyarakat menggunakan indeks kesehatan. Indeks ini sesuai dengan

standar yang ditetapkan oleh UNDP (United Nation Development Program) yang

diukur berdasarkan capaian usia harapan hidup masyarakat. Berdasarkan tolok ukur

ini diasumsikan bahwa semakin tinggi usia harapan hidup suatu wilayah, semakin baik

pula pemenuhan pelayanan kesehatannya.

Angka Harapan Hidup penduduk kabupaten Lumajang pada tahun 2016-

2020 selalu menunjukkan peningkatan, yaitu dari 69,38 dan akhirnya di tahun 2020

menjadi 70,10.Demikian halnya dengan Angka Harapan Lama Sekolah yang

menunjukkan peningkatan selama periode 2016-2020 sejalan dengan peningkatan

secara bertahap angka rata-rata lama sekolah. Harapan Lama Sekolah pada tahun

2016 mencapai 11,77 tahun, di tahun 2017 sedikit meningkat menjadi 11,78

tahun dan di tahun 2018 menjadi 11,79 tahun. Di tahun 2019 menjadi 11,80 atau

naik 0,01. Seiring peningkatan dana alokasi untuk pendidikan, rata-rata lama
sekolah (MYS) juga meningkat dan tahun 2020 meningkat 0,01 persen yaitu 11,81.

Di tahun 2016 MYS mencapai 6,05 tahun dan kemudian di tahun 2017 dan

2018 masing-masing mencapai 6,20 dan 6,21 tahun. Di tahun 2019 menjadi 6,22 atau

naik 0,01. Berdasarkan hasil penghitungan angka IPM tahun 2016-2020, diperoleh

gambaran bahwa angka IPM kabupaten Lumajang selalu lebih rendah dari angka IPM

provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2019 IPM kabupaten Lumajang mencapai 65,46

terpaut signifikan dengan IPM provinsi Jawa Timur yang sebesar 71,71.

Tabel 4.5
Angka IPM dan Peringkat IPM Kabupaten Lumajang Tahun 2016-2020
Tahun Angka IPM Kabupaten Angka IPM Jatim Peringkat
Lumajang
2016 63,74 69,74 35
2017 64,23 70,27 36
2018 64,83 70,77 36
2019 65,33 71,50 36
2020 65,46 71,71 36
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Lumajang, 2021

Berdasar hasil penghitungan angka IPM se-Provinsi Jawa Timur, IPM

Kabupaten Lumajang termasuk dalam kabupaten/Kabupaten yang mempunyai IPM

kategori rendah di tingkat Jawa Timur. Pada tahun 2020 peringkat IPM Kabupaten

Lumajang menempati posisi ke 36 dari 39 kabupaten/Kabupaten yang ada di Jawa

Timur.

Hasil BPS tahun 2021 di Kabupaten Lumajang seperti terlihat pada tabel

4.7 menunjukkan bahwa penduduk usia kerja (15 tahun keatas) tercatat ada sebanyak

813.392 orang, yang terdiri dari angkatan kerja sebesar 554.318 orang dan bukan

angkatan kerja sebesar 283.106 orang .Sebagian besar penduduk usia kerja

tersebut kegiatan utamanya adalah bekerja sebanyak 534.879 orang. Hal ini

menunjukkan bahwa persentase angkatan kerja lebih besar daripada penduduk


bukan angkatan kerja yang berarti sebagian besar penduduk di Kabupaten Lumajang

merupakan penduduk yang usia produktif.

Tabel 4.6
Penduduk Usia Kerja (15 Tahun ke atas) Menurut Kegiatan Utama dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Lumajang Tahun 2021
Kegiatan Laki-Laki % Perempuan % Jumlah %
Utama
Angkatan 342.374 42,64 211.944 24,45 554.318 33,20
Kerja
Bekerja 327.246 40,76 207.633 23,95 534.879 32,03
Pengangguran 1.089 0,13 1.286 0,14 2.375 0,14
Pernah Kerja
Pengangguran 7.619 0,94 4.129 0,47 11.748 0,70
Tidak Pernah
Bekerja
Bukan 62.265 7,75 220.841 25,48 283.106 16,95
Angkatan
Kerja
Sekolah 23.358 2,90 18.943 2,18 42.301 2,53
Rumah 12.149 1,51 177.920 20,52 190.069 11,38
Tangga
Lainnya 26.758 3,33 23.978 2,76 50.736 3,03
Jumlah Usia 802.858 100 866.674 100 1.669.532 100
Kerja

Sumber : BPS (2022)

Bila dilihat dari jenis kelamin penduduk usia kerja, angkatan kerja laki-

laki lebih besar dibandingkan dengan angkatan kerja perempuan. Angkatan kerja laki-

laki sebanyak 42,64 persen dari penduduk usia kerja laki dan angkatan kerja

perempuan hanya 24,45 persen dari penduduk usia kerja perempuan. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa jumlah penduduk usia kerja laki-laki lebih berpotensi untuk
bekerja dibanding dengan penduduk perempuannya. Sebaliknya, untuk penduduk

usia kerja perempuan yang termasuk bukan angkatan kerja lebih besar dibandingkan

dengan laki-laki. Kegiatan utama seminggu yang lalu untuk penduduk usia kerja laki-

laki sebagian besar adalah bekerja sebanyak 40,76 persen sementara penduduk usia

kerja perempuan yang bekerja sebanyak 23,95 persen dan 20,52 persen mengurus

rumah tangga.

Tabel 4.7
Perkembangan Angkatan Kerja, TPAK, TPT dan TKK Kabupaten Lumajang
Tahun 2017-2020
Tahun 2017 2018 2019 2020

Angkatan Kerja (jiwa) 515.516 562.829 548.450 557.754

TPAK (%) 63,78 68.25 66.14 66.92

TPT (%) 2,91 2.46 2.73 3.36

TKK (%) 97,09 97.54 97.27 96.64

Sumber : BPS 2021

Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) adalah rasio antara penduduk yang bekerja

terhadap angkatan kerja. Antara TPT dan TKK akan selalu berkaitan satu sama lain.

Jika TPT semakin besar maka kesempatan kerja akan berkurang, dan sebaliknya

jika TKK besar berarti TPT akan berkurang atau semakin kecil. Berdasarkan table

5.5 diatas dapat diketahui bahwa jumlah angkatan kerja di Kabupaten Lumajang pada

tahun 2019 mencapai 548.450 orang, kemudian meningkat menjadi 557.754 orang

pada tahun 2020. Jumlah angkatan kerja yang meningkat dalam kurun waktu 2 tahun

tersebut searah dengan angka TPAK, tahun 2019 sebesar 66,14 persen, dan pada

tahun 2020 meningkat menjadi 66,92 persen. Nilai TPT di Kabupaten Lumajang pada

tahun 2019 sebesar 2,73 persen, mengalami sedikit kenaikan pada tahun 2020 yang

angkanya sebesar 3,36 persen. Dengan TPT sebesar 3,36 persen pada tahun 2020,
artinya TKK pada saat itu sebesar 96,64 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

rasio penduduk yang bekerja di Kabupaten Lumajang lebih besar dibandingkan jumlah

angkatan kerja karena adanya kesempatan kerja yang besar.


BAB 5

GAMBARAN UMUM KEMISKINAN KABUPATEN

LUMAJANG

5.1 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN

Perkembangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Lumajang setiap tahunnya

mengalami penurunan yang selaras dengan rendahnya angka Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) yang mencapai 2.55% (tabel 4.8).

118,51
115,91
112,65

103,69

98,88

2015 2016 2017 2018 2019

Gambar 5.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Lumajang,


2015-2019 (ribuan)
Sumber : BPS (2019)

Merupakan sebuah prestasi pemerintah Kabupaten Lumajang karena

pemerintah Kabupaten Lumajang mampu menekan persentase kemiskinan dari tahun

ke tahun. Sejak tahun 2015 hingga 2019, persentase kemiskinan di Kabupaten

Lumajang mengalami penurunan. Pada tahun 2019, persentase kemiskinan di


Kabupaten Lumajang mencapai 98,88 menurun sebesar 4.81 dibandingkan tahun

2018. Penurunan sebesar 4.81, merupakan sebuah penurunan yang relatif signifikan.

Hal ini disebabkan dalam menurunkan angka kemiskinan yang berarti juga mengubah

elemen yang lain (misalkan meningkatkan pendidikan, mengontrol harga pangan,

menyediakan infrastruktur dsb) bukanlah hal yang mudah. Sehingga, jika dalam 1

(satu) tahun saja pemerintah mampu menurunkan sebesar 4%, maka dapat dikatakan

bahwa usaha pemerintah daerah sudah baik. Meskipun, jumlah masyarakat miskin di

Kabupaten Lumajang masih berada diperingkat ke-16 yakni dibawah Kabupaten

Ponorogo, Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Trenggalek namun 1 (satu) level

diatas Kabupaten Blitar.

Perlu diketahui bahwa menurun atau meningkatnya jumlah masyarakat miskin

tidak luput pula dikarenakan jumlah populasi yang berbeda antar daerah serta

peluang pekerjaan. Termasuk juga kualitas pendidikan baik formal maupun informal

ternyata juga mempengaruhi tingkat kemiskinan rumah tangga. Selain itu, angka

kemiskinan yang sebagian besar menyebabkan melemahnya daya beli masyarakat

yang akan berdampak secara multiplayer bagi kehidupan masyarakat. Ketika daya

beli masyarakat rendah, maka akan berdampak langsung pada kondisi pemenuhan

kebutuhan primer mereka yakni sandang,pangan,papan. Berkaitan dengan pangan,

maka tidak heran jika persentase kemiskinan tinggi tentunya angka stunting, kematian

bayi bahkan ibu melahirkan akan meningkat pula.


Tabel 5.1
Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota di Jawa Timur (Ribu
Jiwa),2021
No Kota/Kabupaten 2021
1 Kota Mojokerto 8.37
2 Kota Batu 8.63
3 Kota Madiun 9.06
4 Kota Blitar 11.33
5 Kota Pasuruan 13.97
6 Kota Probolinggo 17.91
7 Kota Kediri 22.55
8 Kota Malang 40.62
9 Magetan 67.75
10 Tulungagung 78.59
11 Madiun 81.61
12 Pacitan 84.19
13 Trenggalek 84.89
14 Situbondo 86.95
15 Ponorogo 89.94
16 Lumajang 105.25
17 Blitar 112.62
18 Bondowoso 115.18
19 Mojokerto 120.54
20 Nganjuk 125.53
21 Jombang 127.30
22 Ngawi 130.81
23 Banyuwangi 130.93
24 Pamekasan 137.12
25 Sidoarjo 137.15
26 Kota Surabaya 152.49
27 Pasuruan 159.78
28 Gresik 166.35
29 Bojonegoro 166.52
30 Lamongan 166.82
31 Kediri 184.49
32 Tuban 192.58
33 Bangkalan 215.97
34 Probolinggo 223.32
35 Sumenep 224.73
No Kota/Kabupaten 2021
36 Sampang 237.23
37 Jember 257.09
38 Malang 276.58
Sumber : BPS (Susenas Maret Tahun 2022)

5.2 PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN

Garis kemiskinan dapat diartikan sebagai batas konsumsi minimum dari

kelompok masyarakat marjinal yang berada pada referensi pendapatan sedikit lebih

besar daripada pendapatan terendah. Pada prinsipnya, indikator garis kemiskinan

mengukur kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok/dasar atau

mengukur daya beli minimum masyarakat di suatu daerah. Konsumsi yang

dimaksudkan dalam garis kemiskinan ini meliputi konsumsi untuk sandang, pangan,

perumahan, kesehatan, dan pendidikan.

Gambar 5.2
Perkembangan Garis Kemiskinan Kabupaten Lumajang, 2017-2021
(rupiah/kapita/bulan)

334,906
318,196
296,633
281,461
267,366

2017 2018 2019 2020 2021

Sumber: Buku saku Kabupaten Lumajang (2019)

Berdasarkan gambar 5.2 diketahui bahwa garis kemiskinan di Kabupaten

Lumajang tiap tahunnya mengalami peningkatan sejak tahun 2017-2021. Selama 5


(lima) tahun terakhir yakni tahun 2017-2021 peningkatan garis kemiskinan di

Kabupaten Lumajang mencapai 67.520 dimana semakin tinggi tingkat garis

kemiskinan, maka semakin tinggi pula daya beli masyarakat di Kabupaten Lumajang.

Meningkatnya garis kemiskinan di Kabupaten Lumajang ini tentunya disebabkan

salah satunya oleh adanya peningkatan Upah Minimum Regional (UMR) di Kabupaten

Lumajang. Pada tahun 2022 UMR Kabupaten Lumajang mencapai Rp.2.000.607

lebih besar Rp. 173.770 atau sebesar Rp. 1.826.831 pada tahun 2018.

5.3 INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran

rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis

kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran

penduduk dari garis kemiskinan. Hal ini menggambarkan bahwa rata-rata

pengeluaran penduduk miskin Kabupaten Lumajang tidak terlalu jauh dari garis

kemiskinan,sehingga bisa dikatakan bahwa mereka relatif tidak terlalu kekurangan

dalam pemenuhan kebutuhan pokok mereka, baik kebutuhan makan maupun non-

makanan.
Gambar 5.3

Perkembangan Indeks Kedalaman (P1) Kabupaten Lumajang, 2017 -2021

1,6 1,57

1,38

1,14
1,09

2017 2018 2019 2020 2021

Sumber: BPS (2022)

Berdasarkan gambar 5.3 dapat diketahui bahwa indeks kedalaman kemiskinan

(P1) di Kabupaten Lumajang pada tiga tahun terakhir mengalami kenaikan. Pada

tahun 2021, P1 Kabupaten Lumajang mencapai 1.57 atau meningkat sebesar 0,43

dibandingkan tahun 2020 yakni 1,14. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi

masyarakat di Kabupaten Lumajang semakin manjauh garis kemiskinan yang artinya

pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat relatif cukup baik.

5.4 INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN (P2)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran

rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis

kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran

penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity


Index/P2) memberikan informasi mengenai gambaran penyebaran pengeluaran di

antara penduduk miskin.

Gambar 5.4 menunjukkan bahwa Indeks Keparahan di Kabupaten Lumajang

bersifat fluktuatif ditiap tahunnya. Namun, indeks keparahan di Kabupaten Lumajang

tiap tahunnya menunjukkan penurunan yang artinya ketimpangan pengeluaran

penduduk miskin di Kabupaten Lumajang semakin kecil tiap tahunnya.Namun, pada

tahun 2021,indeks keparahan kemiskinan Kabupaten Lumajang meningkat hingga

mencapai 0,34 dibandingkan tahun 2020 yaitu 0,21 yang artinya semakin tinggi

ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Hal ini terjadi dimungkinkan

disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang muncul ditahun 2021.

Gambar 5.4
Perkembangan Indeks Keparahan (P2) Kabupaten Lumajang, 2017-2021

0,37
0,34

0,21 0,21
0,2

2017 2018 2019 2020 2021

Sumber: BPS (2022)

5.5 KARAKTERISTIK SOSIAL DEMOGRAFI

Saat ini kemiskinan banyak disinggung memiliki keterikatan erat dengan

persoalan gender baik dilevel regional maupun nasional. Diketuhi di Kabupaten


Lumajang bahwa sebagian besar perempuan di Kabupaten Lumajang bekerja

sebagai ibu rumah tangga yakni sebesar 108,993. Meskipun pekerjaan sebagai

petani/pekebun mendominasi pekerjaan perempuan di Kabupaten Lumajang yaitu

151,060 dan tidak bekerja sebesar 118,887. Pekerjaan-pekerjaan informal yang

dilakukan oleh perempuan di Kabupaten Lumajang terutama sebagai ibu rumah

tangga, menunjukkan tingkat ketergantungan perempuan pada laki-laki sebagai

kepala keluarga dimana laki-laki di Kabupaten Lumajang sebagian besar bekerja

sebagai petani atau pekebun yang mencapai 161,980 dan belum/tidak bekerja

sebesar 115,121 pada tahun 2018. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa

menjadi petani/pekebun merupakan pekerjaan yang sangat bergantung pada kondisi

alam serta keterampilan sumber daya manusia. Artinya jenis pekerjaan tersebut

merupakan jenis pekerjaan dengan pendapatan yang tidak pasti. Sehingga ketika

dalam 1 (satu) keluarga hanya ditopang oleh laki-laki (kepala keluarga), maka

keluarga tersebut akan sulit untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Selain itu, jumlah

pekerja informal lebih besar dibandingkan pekerja disektor formal yang hanya

mencapai 211,204 pada tahun 2018.

Tabel 5.2

Pekerja informal di Kabupaten Lumajang 2018

Laki- Pekerja Perempu


No Pekerjaan Perempuan No Laki-laki
laki an an
1 Belum/tidak 115,12 118,877 22 Penata 6 16
bekerja 1 rambut
2 Mengurus 903 108,993 23 Mekanik 475 3
rumah tangga
3 Perdagangan 7,897 7,523 24 Seniman 41 4
4 Petani/pekebu 161,98 151,060 25 Tabib 14 14
n 0
5 Peternak 502 226 26 ParajiI 57 11
6 Nelayan/perika 265 35 27 Peranca 3 3
nan ng
busana
Laki- Pekerja Perempu
No Pekerjaan Perempuan No Laki-laki
laki an an
7 Buruh harian 7,718 2,715 28 Penterje 2 1
lepas mah
8 Buruh 14,144 12,504 29 Imam 5 -
tani/perkebuna masjid
n
9 Buruh 8 12 30 Pendeta 35 23
nelayan/perika
nan
10 Buruh 32 13 31 Pastor 1 -
peternakan
11 Pembantu 34 746 32 Ustadzh/ 92 33
rumah tangga mubalig
h
12 Tukang cukur 29 2 33 Juru 2 1
masak
13 Tukang listrik 32 1 34 Promoto 2 -
r acara
14 Tukang batu 1,307 11 35 Pelaut 33 -
15 Tukang kayu 609 4 36 Sopir 2,655 19
16 Tukang sol 11 1 37 Paranor 14 6
sepatu mal
17 Tukang 71 2 38 Pedaga 9,174 7,989
las/pandai besi ng
18 Tukang jahit 269 428 39 Biarawat 183 75
i/biaraw
an
19 Tukang gigi 23 4 40 Wiraswa 113,001 63,046
sta
20 Penata rias 13 24 41 Pekerjaa 2,462 2,559
n
lainnya
21 Penata busana 5 9 JUMLAH 439,230 476,993
TOTAL
Sumber: BPS (2019)

5.6 KARAKTERISTIK PENDIDIKAN

Pendidikan merupakan sebuah kunci utama dalam pengentasan kemiskinan.

Kemiskinan seringkali terjadi dikarenakan mereka tidak mampu diserap oleh lapangan

pekerjaan karena terbatasnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Sehingga,

hal ini menyebabkan mereka menjadi pengangguran dan tidak mampu memenuhi
kebutuhan primernya termasuk pemenuhan kualitas kesehatan, perumahan dan

akses-akses lainnya termasuk akses politik yang menjadi hak bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Pendidikan di Kabupaten Lumajang merupakan salah satu elemen penting

yang berkaitan erat dengan tingkat kemiskinan di Kabupaten Lumajang itu sendiri.

Rendahnya IPM dan produktivitas sector-sektor unggulan Kabupaten Lumajang

tentunya berkaitan erat dengan kualitas pendidikan di Kabupaten Lumajang. Angka

Partisipasi Kasar (APK) merupakan perbandingan antara jumlah murid pada jenjang

pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan penduduk kelompok

usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APK

ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang

pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin

banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu

wilayah. Nilai APK bisa lebih besar dari 100 % karena terdapat murid yang berusia di

luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada daerah perbatasan.
Gambar 5.5
APM dan APK Menurut Jenjang Pendidikan di Kabupaten Lumajang Tahun
2021

120

100

80

60

40

20

0
APM APK

SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA

Sumber : BPS (2022)

Berdasarkan gambar 5.5 dapat diambil kesimpulan bahwa jenjang sekolah SD

(sekoah dasar) dan SMP lebih banyak diminati oleh masyarakat di Kabupaten

Lumajang. Namun sedikit sekali yang tertarik pada jenjang SMA, sehingga pemerintah

harus segera mengambil langkah dalam rangka untuk meningkatkan minat

masyarakat Lumajang khususnya generasi Kabupaten Lumajang untuk bersekolah

minimal hingga ke jenjang SMA dalam rangka peningkatan kualitas dan terserapnya

tenaga kerja disektor formal baik didalam maupun diluar wilayah Kabupaten Lumajang

yang pada akhirnya akan mampu memperbaiki kondisi ekonomi minimal dilevel rumah

tangga.

5.7 KARAKTERISTIK KESEHATAN

Kesehatan merupakan elemen yang juga berkaitan dengan kemiskinan dimana

kesehatan ini merupakan salah satu dampak langsung dari adanya kemiskinan. Pada

umumnya, masyarakat miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan

kesehatannya seperti pemenuhan asupan makanan bergizi atau mengakses fasilitas


kesehatan sehingga berdampak pada kondisi kesehatan mereka. Pentingnya

imunisasi diberikan kepada balita menunjukkan bahwa kesadaran kesehatan dan

kondisi kesehatan masyarakat yang semakin baik. Persentase balita yang telah

diimunisasi adalah proporsi penduduk berusia lima tahun ke bawah (balita) di rumah

tangga miskin yang setidaknya mendapatkan salah satu dari imunisasi BCG, DPT,

Polio, Campak/Morbili atau Hepatitis B.

Tabel 5.3
Persentase Balita yang Pernah Mendapat Imunisasi Menurut Kecamatan dan
Jenis Imunisasi di Kabupaten Lumajang 2018
No Kecamatan HB<7har BCG DPT- Polio 4 Campak Imunisasi
i HB3 Dasar
Lengkap
1 Tempursari 368 362 348 352 375 401
2 Pronojiwo 471 455 418 421 512 508
3 Candipuro 942 880 740 734 777 776
4 Pasirian 1161 1103 1047 1038 1002 1030
5 Tempeh 1173 1145 1117 1120 1048 1068
6 Lumajang 1208 1122 1061 1061 1123 1104
7 Sumbersuko 567 598 582 582 523 507
8 Tekung 455 418 353 361 360 408
9 Kunir 710 666 631 685 669 685
10 Yosowilangun 819 829 890 890 804 771
11 Rowokangkung 520 458 480 529 391 419
12 Jatiroto 674 670 632 615 610 625
13 Randuagung 970 1017 831 874 815 787
14 Sukodono 799 861 811 808 771 698
15 Padang 457 452 419 402 408 401
16 Pasrujambe 529 484 459 467 446 583
17 Senduro 661 655 627 635 615 619
18 Gucialit 319 352 321 310 330 303
19 Kedungjajang 634 609 592 593 516 508
20 Klakah 734 684 648 645 665 695
21 Ranuyoso 682 632 609 619 553 583
Total 14853 14452 13716 13741 13313 13479
Sumber : BPS (2019)
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa Kecamatan Lumajang, Tempeh dan

Pasirian merupakan Kecamatan yang memiliki angka terbesar bayi yang mendapat

imunisasi lengkap dibandingkan Kecamatan-Kecamatan lainnya yakni berturut-turut

sebesar 1104, 1068 dan 1030.

Tabel 5.4
Jumlah Bayi Lahir, Bayi Bawah Garis Merah (BGM) dan Bergizi Buruk Menurut
Kecamatan di Kabupaten Lumajang,2018
No Kecamatan Bayi Lahir Bayi Bawah Gizi Buruk
Garis Merah
1 Tempursari 417 3 15
2 Pronojiwo 538 4 9
3 Candipuro 888 12 35
4 Pasirian 1180 15 28
5 Tempeh 1148 12 15
6 Lumajang 1159 8 22
7 Sumbersuko 510 4 19
8 Tekung 451 5 8
9 Kunir 702 6 14
10 Yosowilangun 752 5 17
11 Rowokangkung 432 1 9
12 Jatiroto 618 0 30
13 Randuagung 936 9 40
14 Sukodono 737 6 15
15 Padang 418 4 12
16 Pasrujambe 530 6 23
17 Senduro 607 2 7
18 Gucialit 305 2 1
19 Kedungjajang 555 3 13
20 Klakah 758 5 31
21 Ranuyoso 659 12 34
Lumajang 2018 14300 124 397
2017 1468 115 224
Sumber : BPS (2019)

Berdasar tabel 5.4 dapat diketahui bahwa Kabupaten Lumajang memiliki

peningkatan bayi lahir yang sangat signifikan ditahun 2018. Namun sayangnya,

peningkatan kelahiran bayi ini tidak diimbangi oleh kualitas kesehatan yang memadai

yang berdampak pada peningkatan bayi bawah garis merah dan gizi buruk.
Meningkatnya bayi bawah garis merah dan gizi buruk dapat disebabkan oleh

rendahnya pengetahuan keluarga khususnya ibu dalam pemenuhan dan perawatan

gizi untuk bayi.Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan rendahnya pendapatan

keluarga sehingga keluarga tidak dapat memenuhi asupan gizi bayi. Pemerintah

harus segera ambil langkah dalam menyikapi hal ini, karena jika tidak maka akan

berdampak pada peningkatan kematian bayi.


BAB 6

PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN LUMAJANG

6.1 ANALISIS TIPOLOGI KLASSEN

Klassen Typology (Tipologi Klassen) Adalah alat ukur yang digunakan untuk

mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-

masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua

indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita

daerah. Dalam analisis ini digunakan indikator pertumbuhan ekonomi dan pendapatan

daerah yakni PDRB per kapita Kabupaten Lumajang serta Kecamatan-Kecamatan di

Kabupaten Lumajang tahun 2018.

Gambar 6.1 Diagram Tipologi Klassen

Sumber : Data diolah (2022)


Hasil klasifikasi daerah berdasarkan tipologi Klassen sesuai diagram 6.1

menunjukkan bahwa Kecamatan di Kabupaten Lumajang yang masuk dalam

klasifikasi daerah kuadran I (cepat maju dan cepat tumbuh) adalah Kecamatan

Lumajang, Yosowilangun, Pasirian, Tempeh, Sumbersuko dan Jatiroto. Hal ini

menunjukkan bahwa Kecamatan-Kecamatan tersebut merupakan Kecamatan yang

memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita yang tinggi.

Sedangkan kuadran II merupakan kuadran yang menunjukkan Kecamatan

yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi pertumbuhan ekonomi lebih

rendah (maju tapi tertekan) yaitu Kecamatan Gucilalit, Tempursari dan Pasrujambe.

Selanjutnya adalah kuadran III yakni daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan

ekonomi tinggi tetapi tingkat pendapatan per kapita rendah (berkembang pesat) yakni

Kecamatan Candipuro, Kunir, dan Klakah. Dan yang terakhir adalah kuadaran IV,

dimana kuadran ini menjelaskan Kecamatan-Kecamatan yang relatif tertinggal

dikarenakan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita

rendah seperti Kecamatan Senduro, Ranuyoso, Rowokangkung, Randuagung,

Tekung, Padang, Pronojiwo, Kedungjajang dan Sukodono.

6.2 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN LUMAJANG

6.2.1 Profil Kemiskinan Kabupaten Lumajang Berdasarkan Kondisi Demografi,

Sosial dan Pendidikan

Kemiskinan merupakan salah satu permasalah sosial yang selalu hadir di

negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan dianggap sebagai salah

satu permasalah sosial yang sulit untuk diuraikan, apabila tidak diatasi dengan segera

dan menemukan akar permasalahan dari penyebab kemiskinan. Kemiskinan secara

umum merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang secara ekonomi untuk dapat


memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah. Kondisi

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut ditandai oleh rendahnya

kemampuan pendapatan seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

pokok seperti sandang, pangan dan papan.

Sangat disadari bahwa tingkat kemiskinan di tiap-tiap daerah berbeda

dikarenakan pula faktor-faktor yang mempengaruhi juga berbeda. Seperti yang telah

disampaikan sebelumnya bahwa kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh mahalnya

harga-harga barang dan jasa namun juga disebabkan oleh faktor lainnya seperti

pendidikan, lapangan pekerjaan yang tersedia, kualitas kesehatan serta barang-

barang publik (infrastruktur) yang disediakan oleh pemerintah. Berikut merupakan

pemetaan atau identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten

Lumajang.

UMUR PARTISIPASI SEKOLAH

18% 23% 0-20


22% TIDAK/BELUM
21-40 PERNAH SEKOLAH
(0)
41-60 61% 17% MASIH SEKOLAH (1)
31%
28% >60
TIDAK BERSEKOLAH
LAGI (2)

IJAZAH TERTINGGI JENIS PENDIDIKAN

SD/SDLB (01)

TIDAK PUNYA PAKET A (02)

0%
6% SD/SDRJT M.IBTIDAIYAH (03)
4%
1%
0%
13% 10% SMP/SMPLB(4)
SMP/SDRJT 2%
0%
42% PAKET B(05)
SMA/SDRJT 16% M.TSANAWIYAH(06)
62%
D1/D2/D3 4%
39% 1% SMA/SMK/SMALB (07)

D4/S1 PAKET C(08)

S2/S3 M.ALIYAH(09)

PERGURUAN TINGGI (10)


STATUS KAWIN STATUS KEDUDUKAN

SENDIRI(1)

BELUM KAWIN
(1) DIBANTU TDK
BAYAR(2)
9% 9%
KAWIN/NIKAH 11% 27%
DIBANTU
38% (2)
BAYAR(3)
37%
CERAI HIDUP (3) 6% BURUH/KARYAWA
26% 1%
N/PEGAWAI(4)
16% 0% 20%
CERAI MATI (4) PNS/DLL(5)

BEBAS TANI(6)

LAPANGAN KERJA
TANI(1)
HOLTI(2)
KEBUN(3)
IKAN TGKP(4)
IKAN BDDY(5)
TERNAK(6)
1%5% HUTAN(7)
6%
0%
1%
0% TAMBANG(8)
3% 30%
1% INDUSTRI(9)
LISTRIK GAS(10)
9% BANGUNAN(11)
PERDAGANGAN(12)
HOTEL(13)
9% 3% TRANSPORTASI(14)
0% INFORMASI(15)
7% 9%
0% KEUANGAN(16)
1%
2% 13% PENDIDIKAN(17)
KESEHATAN(18)
MASYARAKAT(19)
PEMULUNG(20)
LAINNYA(21)

Sumber : Kemensos (2022)

Berdasarkan infografis diatas yang bersumber dari data DTKS tahun 2020

(kemensos) yang terdiri dari umur,partisipasi sekolah, ijazah tertinggi, jenis

pendidikan, status kawin, status kedudukan dan lapangan pekerjaan dapat diketahui

bahwa kemiskinan di Kabupaten Lumajang rata-rata didominasi oleh penduduk yang

berumur 41-60 (31%) dan >60 (28%). Dimana rentang umur tersebut adalah rentang

usia produktif. Dimana semakin banyak usia produktif, maka semakin besar pula

lapangan pekerjaan yang dibutuhkan. Selain itu, meningkatnya literasi masyarakat


yang disebabkan oleh semakin mudahnya informasi yang berasal dari media sosial

menyebabkan masyarakat merasa memiliki lebih banyak pilihan untuk bekerja, namun

sayangnya banyaknya pilihan tersebut tidak diimbangi oleh kualitas pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan yang mumpuni. Artinya jika selama ini pemerintah

daerah focus pada Analisa dan penurunan pengangguran terbuka, maka saat ini

pemerintah daerah Kabupaten Lumajang juga harus segera meletakkan fokus pada

pengangguran terselubung - tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena

tidak memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Selanjutnya adalah partisipasi sekolah, partisipasi sekolah merupakan

indikator penting dalam sebuah proses pembangunan daerah. Dalam hal ini, rupanya

kemiskinan di Kabupaten Lumajang dipengaruhi oleh partisipasi sekolah. Terlihat

pada data infografis partisipasi sekolah bahwa sebesar 61% tidak bersekolah lagi

setelah tamat SD dan bahkan sebesar 22% tidak/belum pernah sekolah.

Fakta partisipasi sekolah tersebut diperkuat oleh data ijazah tertinggi, dimana

sebesar 42% penduduk miskin di Kabupaten Lumajang tidak memiliki ijazah dan 39%

mereka hanya tamat hingga SD (ijazah tertinggi). Hal ini mengindikasikan bahwa

akses pendidikan di Kabupaten Lumajang masih rendah dimana akses yang

dimaksud tidak hanya masalah geografis namun literasi pendidikan dan kesadaran

masyarakat yang masih rendah. Selain itu, dream job menjadi petani serta

kepemilikan lahan pertanian diperkirakan juga mempengaruhi keinginan masyarakat

di Kabupaten Lumajang untuk memiliki pendidikan dan ijazah yang lebih tinggi dari

SD maupun SMP.

Selanjutnya adalah jenis pendidikan, dimana data jenis pendidikan ini

disampaikan untuk mengetahui jenjang pendidikan apa yang dilalui oleh masyarakat

miskin di Kabupaten Lumajang. Sama halnya seperti pada penjelasan sebelumnya


bahwa sebesar 62% masyarakat miskin di Kabupaten Lumajang hanya mampu

menempuh jenjang pendidikan SD/SDLB. Selanjutnya sebesar 16% adalah jenjang

SMP/SMP LB. Fakta ini menjadi indikator penting bahwa memang

kesadaran,kemauan dan literasi pendidikan penduduk miskin di Kabupaten lumajang

memang masih perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk mengentaskan mereka dari

kemiskinan.

Selain umur produktif dan pendidikan, rupanya status kawin juga menjadi faktor

penting yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Lumajang. Dimana sebesar

38% penduduk miskin di Kabupaten Lumajang adalah penduduk belum kawin dan

37% merupakan cerai hidup. Penduduk miskin yang belum kawin diperkirakan

merupakan penduduk usia muda yang tidak/belum memiliki pekerjaan untuk

mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Sedangkan sebesar 37% merupakan

cerai hidup dimana status ini akan mendorong kehidupan perempuan (umumnya)

menjadi lebih rentan karena dia harus menghidupi keluarganya sendiri dengan tingkat

pendidikan dan keterampilan yang sangat terbatas.

Lebih lanjut lagi, kondisi kemiskinan di Kabupaten Lumajang juga dipengaruhi

oleh status kedudukan/status pekerjaan dimana sebesar 27% penduduk miskin di

Kabupaten Lumajang merupakan self-employed. Akan berdampak positif jika self

employed ini diiringi dengan pendidikan atau keterampilan yang baik maka akan

menciptakan wirausahawan yang mampu berkontribusi pada pembangunan daerah.

Namun jika sebaliknya, maka mereka hanya akan menjadi subsistence worker atau

pekerja yang rentan. Selain itu, sebesar 26% penduduk miskin di Kabupaten

Lumajang bekerja disektor bebas tani (buruh tani/pekerja lepas). Tentunya pekerjaan

ini merupakan pekerjaan yang memiliki upah yang sangat rendah dan tidak pasti

(tergantung pada adanya pekerjaan dan pemberi pekerjaan) yang membuat para
penduduk yang bekerja sebagai pekerja lepas tani ini tidak mampu memenuhi

kebutuhan primernya. Disamping bekerja sendiri dan bebas tani, ternyata penduduk

miskin di Kabupaten Lumajang juga merupakan penduduk yang bekerja sebagai

buruh/karyawan (sebesar 11%). Hal ini menunjukkan bahwa upah yang diberikan

kepada penduduk yang berstatus buruh/karyawan ini masih belum mampu

memberikan kesejahteraan.

Disamping itu, diketahui pula bahwa pendudukan miskin di Kabupaten

Lumajang masih bergantung pada sektor primer yakni pertanian. Tebukti sebesar

30% penduduk miskin di Kabupaten Lumajang bekerja disektor pertanian dan 13%

bekerja disektor peternakan dimana sisanya tersebar disektor perkebunan (11%),

bangunan (11%), perdagangan (9%) dan sektor lainnya. Sektor pertanian dan

peternakan merupakan sektor primer yang memberikan penghasilan yang tidak pasti

dan mengakibatkan pelakunya (jika tidak memiliki pendidikan, keterampilan dan

teknologi yang memadai) akan terus berada pada kondisi yang tidak sejahtera.

Secara administratif, Kabupaten Lumajang memiliki 21 Kecamatan yang terdiri

dari Kecamatan Candipuro, Kecamatan Gucialit, Kecamatan Jatiroto, Kecamatan

Kedungjajang, Kecamatan Klakah, Kecamatan Kunir, Kecamatan Lumajang,

Kecamatan Padang, Kecamatan Pasirian, Kecamatan Pasrujambe, Kecamatan

Pronojiwo, Kecamatan Randuagung, Kecamatan Ranuyoso, Kecamatan

Rowokangkung, Kecamatan Senduro, Kecamatan Sukodono, Kecamatan

Sumbersuko, Kecamatan Tekung, Kecamatan Tempeh, Kecamatan Tempursari dan

Kecamatan Yosowilangun.

Berikut merupakan data kelompok kerja tani per kecamatan, tidak bersekolah

lagi per kecamatan dan tidak/belum pernah sekolah per kecamatan.


KELOMPOK KERJA TANI PER KECAMATAN
CANDIPURO

GUCIALIT

JATIROTO

KEDUNGJAJANG

KLAKAH

8% 11%
KUNIR

3% 1%
LUMAJANG

3% PADANG

10% 4% PASIRIAN

3% 5% PASRUJAMBE

2%
PRONOJIWO

3% 9% RANDUAGUNG

2% RANUYOSO

4% 2%
1% 4%
ROWOKANGKUNG

9% 2% 9%
SENDURO

4% SUKODONO

SUMBERSUKO

TEKUNG

TEMPEH

TEMPURSARI

YOSOWILANGUN

TIDAK BERSEKOLAH LAGI PER KECAMATAN


CANDIPURO
GUCIALIT
JATIROTO
KEDUNGJAJANG
KLAKAH
KUNIR

5%5%3%
5%2%
LUMAJANG

2% 4% PADANG

4% PASIRIAN

8% PASRUJAMBE

6% PRONOJIWO

2% RANDUAGUNG
3% 6% RANUYOSO

5% ROWOKANGKUNG

4% 5% SENDURO

5%
SUKODONO
4% SUMBERSUKO
5%6% 2%7%
2% TEKUNG
TEMPEH
TEMPURSARI
YOSOWILANGUN
TEMPURSARI
YOSOWILANGUN

TIDAK/BELUM PERNAH SEKOLAH PER KECAMATAN


CANDIPURO

GUCIALIT

JATIROTO

KEDUNGJAJANG

KLAKAH

2%6% 5%2%5%
KUNIR

LUMAJANG

7% PADANG

2% 6%
2%
PASIRIAN

4% 5% PASRUJAMBE

PRONOJIWO

4%
4% 7% RANDUAGUNG

RANUYOSO

4% ROWOKANGKUNG

9% 4% SENDURO

2%8%
8% 3% SUKODONO

SUMBERSUKO

TEKUNG

TEMPEH

TEMPURSARI

YOSOWILANGUN
Berdasarkan ketiga infografis tersebut yakni kelompok kerja tani per

kecamatan, tidak bersekolah lagi per kecamatan dan tidak/belum pernah sekolah per

kecamatan, dapat diketahui bahwa Kecamatan dengan penduduk miskin yang

bergantung pada sektor pertanian (5 terbesar) adalah Kecamatan Candipuro (11%),

Kecamatan Tempeh (10%), Kecamatan Pasirian (9%), Kecamatan Randuagung (9%)

dan Kecamatan Yosowilangun (8%).

Sedangkan 5 (lima) Kecamatan dengan penduduk miskin terbanyak yang tidak

bersekolah lagi (sampai SD saja) adalah Kecamatan Tempeh (8%), Kecamatan

Pasirian (7%), Kecamatan Randuagung (6%), Kecamatan Klakah (6%) dan

Kecamatan Kunir (7%) sedangkan sisanya tersebar pada seluruh Kecamatan di

Kabupaten Lumajang.

Lalu untuk 5 (lima) Kecamatan dengan penduduk miskin paling banyak yang

tidak/belum pernah sekolah adalah Kecamatan Ranuyoso (9%), Kecamatan

Randuagung (8%), Kecamatan Pasirian (8%), dan Kecamatan Kunir (7%) sedangkan

sisanya tersebar pada seluruh Kecamatan di Kabupaten Lumajang.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Tempeh, Kecamatan

Randuagung, Kecamatan Pasirian, Kecamatan Yosowilangun, dan Kecamatan Kunir

merupakan 5 (lima) Kecamatan yang memiliki penduduk paling rentan dikarenakan

rendahnya pendidikan dan ketergantungan pada sektor pertanian.

a. Kecamatan Tempeh

Kecamatan Tempeh merupakan Kecamatan yang masuk kedalam kategori cepat

maju dan cepat tumbuh namun memiliki penduduk miskin tidak bersekolah lagi

tertinggi (8%) dan bergantung pada sektor pertanian (10%) jika dibandingkan dengan
20 Kecamatan yang lain. Untuk data/profil kemiskinan di Kecamatan Tempeh adalah

sebagai berikut :

UMUR

19%
22%
0-20
21-40
41-60
>60
31% 28%

STATUS KAWIN

3% 9%

38 BELUM KAWIN (1)


KAWIN/NIKAH (2)
CERAI HIDUP (3)
CERAI MATI (4)
50%

PARTISIPASI SEKOLAH

19%
TIDAK/BELUM PERNAH
SEKOLAH (0)
MASIH SEKOLAH (1)
18%
63% TIDAK BERSEKOLAH LAGI
(2)
JENJANG/JENIS PENDIDIKAN
1%
PAKET A (02)

15% 12% M.IBTIDAIYAH (03)


2%
0% SMP/SMPLB(4)
PAKET B(05)
M.TSANAWIYAH(06)
24% SMA/SMK/SMALB (07)
39%
PAKET C(08)

7% M.ALIYAH(09)
PERGURUAN TINGGI (10)
0%

IJAZAH TERTINGGI
0% 0%
0%

6% TIDAK PUNYA

16% SD/SDRJT
41% SMP/SDRJT
SMA/SDRJT
D1/D2/D3
D4/S1
37%
S2/S3

LAPANGAN KERJA
0% TANI(1)
0% HOLTI(2)
1% KEBUN(3)
0%
IKAN TGKP(4)
0% 8%
IKAN BDDY(5)
3% 5% TERNAK(6)
HUTAN(7)
2%
35% TAMBANG(8)
INDUSTRI(9)
LISTRIK GAS(10)
9% BANGUNAN(11)
PERDAGANGAN(12)
HOTEL(13)
6% TRANSPORTASI(14)
INFORMASI(15)
1% KEUANGAN(16)
0% 6% 1% PENDIDIKAN(17)
17% 0% KESEHATAN(18)
3%
MASYARAKAT(19)
1% 0% PEMULUNG(20)
LAINNYA(21)
STATUS KEDUDUKAN

SENDIRI(1)
5%
18% 2% DIBANTU TDK BAYAR(2)
13%
1%
DIBANTU BAYAR(3)

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI
(4)
26%
PNS/DLL(5)
35%

BEBAS TANI(6)
0%

Dapat diketahui berdasarkan infografis diatas bahwa penduduk miskin di

Kecamatan Tempeh didominasi oleh umur produktif yakni umur 41-60 tahun (31%).

Dengan status kawin adalah nikah/kawin sebesar 50%,sedangkan untuk partisipasi

sekolah sebesar 63% tidak melanjutkan sekolah dan sebesar 39% menempuh jenjang

SMP/sederajat namun hanya sebesar 16% yang memiliki ijazah SMP/sederajat

dimana 41% menyatakan tidak memiliki ijazah dan 37% memiliki ijazah tertingginya

dijenjang SD/sederajat. Selain itu, lapangan pekerjaan yang didominasi oleh

penduduk miskin Kecamatan Tempeh adalah tani (35%) dan industri (17%). Hal

tersebut sejalan dengan status kedudukan penduduk miskin di Kecamatan Tempeh

bahwa sebesar 35% mereka bekerja sebagai buruh/karyawan, 26% sebagai bebas

tani dan hanya 18% bekerja secara self-employed.

Data-data tersebut memberikan indikasi bahwa penduduk Kecamatan Tempeh

tidak hanya bertumpu pada sektor primer (pertanian) namun telah mampu

memanfaatkan sektor sekunder yakni industry. Namun hal yang perlu ditingkatkan

adalah persoalan pendidikan yakni kualitas serta jenjang pendidikan dimana

penduduk Kecamatan Tempeh harus ditingkatkan lagi kesadaran dan literasi


pendidikannya sehingga kedepannya penduduk Kecamatan Tempeh mampu

mengoptimalkan kedua sektor dominan tersebut menjadi sektor unggulan yang

memiliki daya saing. Tentunya nanti akan berdampak pada peningkatan

kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi secara makro.

b. Kecamatan Randuagung

Kecamatan Randuagung merupakan Kecamatan yang masuk ke kuadran IV

atau daerah yang relatif tertinggal. Tentunya hal tersebut diperkirakan karena selain

tingkat penduduk miskin yang tidak bersekolah lagi cukup tinggi (6%) juga penduduk

miskin yang belum/tidak pernah sekolah juga tinggi yakni sebesar 8% jika

dibandingkan dengan 20 Kecamatan yang lain. Selain itu, Kecamatan Randuagung

merupakan Kecamatan yang penduduk miskinnya juga masih bergantung pada

sektor pertanian (9%).

UMUR

19% 22% 0-20


21-40
41-60
30% 29% >60
PARTISIPASI SEKOLAH

TIDAK/BELUM PERNAH
27% SEKOLAH (0)
MASIH SEKOLAH (1)
58%
15% TIDAK BERSEKOLAH LAGI
(2)

JENJANG/JENIS PENDIDIKAN

SD/SDLB (01)

8% PAKET A (02)

2%
0%
1% M.IBTIDAIYAH (03)
2%
0% SMP/SMPLB(4)
14% PAKET B(05)

3%
0% M.TSANAWIYAH(06)

70% SMA/SMK/SMALB (07)


PAKET C(08)

M.ALIYAH(09)
PERGURUAN TINGGI (10)

STATUS KAWIN

10%
BELUM KAWIN (1)
37%
KAWIN/NIKAH (2)
CERAI HIDUP (3)
50% CERAI MATI (4)
3%
IJAZAH TERTINGGI

TIDAK PUNYA
00%
4% %
10% SD/SDRJT
SMP/SDRJT
47% SMA/SDRJT
D1/D2/D3
39%
D4/S1
S2/S3

LAPANGAN KERJA
TANI(1)
HOLTI(2)
KEBUN(3)
IKAN TGKP(4)
IKAN BDDY(5)
TERNAK(6)
HUTAN(7)
2%5%
2%
0%
TAMBANG(8)
0%
1%
0% INDUSTRI(9)
7% LISTRIK GAS(10)
BANGUNAN(11)
44% PERDAGANGAN(12)
10% HOTEL(13)
TRANSPORTASI(14)
0%
2% INFORMASI(15)
0%
2% KEUANGAN(16)
6% PENDIDIKAN(17)
0% KESEHATAN(18)
17% 0% MASYARAKAT(19)
PEMULUNG(20)
LAINNYA(21)

STATUS KEDUDUKAN

SENDIRI(1)

10% DIBANTU TDK BAYAR(2)


25% DIBANTU BAYAR(3)
13%
BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI(4)
4% PNS/DLL(5)
2%
BEBAS TANI(6)
9%
37% 0% BEBAS NON-TANI(7)

KELUARGA(8)
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa umur penduduk miskin di

Kecamatan Randuagung tersebar disemua rentang usia yakni 30% untuk rentang usia

41-60 tahun, 29% untuk rentang usia 21-40 tahun, 22% untuk rentang usia 0-20 tahun

dan 19% untuk usia >60 tahun. Hal ini berarti di Kecamatan Randuagung, penduduk

miskin didominasi oleh penduduk produktif. Selain itu, terdapat kemiskinan anak

dikarenakan sebesar 22% adalah penduduk berusia 0-20 tahun. Fakta ini didukung

oleh adanya data tentang tingkat partisipasi sekolah di Kecamatan Randuagung yang

hanya mencapai 15% untuk status masih bersekolah dan 58% untuk status tidak

melanjutkan sekolah lagi sehingga mengakibatkan tamatan SMA hanya 8% dan MAN

hanya sebesar 1%. Artinya, penduduk miskin di Kecamatan Randuagung hanya

mampu mengenyam hingga pendidikan SD/sederajat (70%) dengan kepemilikan

ijazah SD hanya sebesar 39% (sebagai pendidikan tertinggi yang pernah dienyam

dan sebesar 47% penduduk miskin di Kecamatan Randuagung menyatakan tidak

memiliki ijazah. Untuk kehidupan sosial, sebesar 50% penduduk miskin di Kecamatan

ini berstatus cerai hidup dan 37% adalah penduduk yang belum kawin.

Selain itu, ditengah rendahnya tingkat pendidikan di Kecamatan ini, penduduk

miskinnya ternyata juga bergantung pada pertanian dimana terdapat 44% penduduk

miskin yang bekerja disektor pertanian dan hanya 17% disektor perkebunan dengan

status kedudukan adalah sebagai pekerja bebas tani (37%) dan berusaha sendiri

sebesar 25%. Melihat permasalahan ini, maka dapat disimpulkan bahwa kemiskinan

di Kecamatan Randuagung ternyata juga disebabkan oleh tingkat pendidikan

termasuk kesadaran penduduk untuk mengenyam pendidikan masih rendah.

Peningkatan pendidikan baik itu hard maupun soft skill, formal maupun informal

sangat dibutuhkan agar masyarakat Kecamatan Randuagung mampu memproduksi

hasil-hasil pertanian maupun perkebunan yang memiliki nilai tambah sehingga secara
jangka panjang akan mampu meningkatkan tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup

penduduk di Kecamatan Randuagung.

c. Kecamatan Pasirian

Kecamatan Pasirian merupakan Kecamatan yang berada di kuadran cepat

maju dan cepat tumbuh. Namun disamping itu, sebesar 9% penduduk miskin di

Kecamatan ini masih bergantung pada sektor pertanian. Selanjutnya, tingkat

pendidikan di Kecamatan ini juga terbilang rendah jika dibandingkan dengan 20

Kecamatan lainnya dimana sebesar 7% penduduk miskin di Kecamatan ini tidak

bersekolah lagi.

UMUR

20% 24% 0-20


21-40
41-60
29% >60
27%

STATUS KAWIN

10%
BELUM KAWIN (1)
38% KAWIN/NIKAH (2)
CERAI HIDUP (3)
49% CERAI MATI (4)
3%
PARTISIPASI SEKOLAH

TIDAK/BELUM PERNAH
24% SEKOLAH (0)
MASIH SEKOLAH (1)
59%
17% TIDAK BERSEKOLAH LAGI
(2)

JENJANG/JENIS PENDIDIKAN
SD/SDLB (01)

PAKET A (02)

1%
1%
10%0% M.IBTIDAIYAH (03)

5%
0%
SMP/SMPLB(4)

PAKET B(05)
15%
M.TSANAWIYAH(06)
61%
SMA/SMK/SMALB (07)
7%
0% PAKET C(08)

M.ALIYAH(09)

PERGURUAN TINGGI (10)

IJAZAH TERTINGGI

TIDAK PUNYA
00%
5% % SD/SDRJT
13%
SMP/SDRJT
46% SMA/SDRJT
D1/D2/D3
36%
D4/S1
S2/S3
LAPANGAN KERJA TANI(1)
HOLTI(2)
KEBUN(3)
IKAN TGKP(4)
IKAN BDDY(5)
TERNAK(6)
2%
1% HUTAN(7)
4%
0%
1%
0%
3% TAMBANG(8)
3% INDUSTRI(9)
7% 34% LISTRIK GAS(10)
BANGUNAN(11)
7% PERDAGANGAN(12)
0% HOTEL(13)
TRANSPORTASI(14)
14% INFORMASI(15)
4% KEUANGAN(16)
4%
0%
5%1% 8% PENDIDIKAN(17)
KESEHATAN(18)
MASYARAKAT(19)
PEMULUNG(20)
LAINNYA(21)

STATUS KEDUDUKAN

SENDIRI(1)

9% DIBANTU TDK BAYAR(2)


10% 32% DIBANTU BAYAR(3)

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI(4)

PNS/DLL(5)
23%
BEBAS TANI(6)
10%
0% 15% 1% BEBAS NON-TANI(7)

KELUARGA(8)

Dapat diketahui bahwa Kecamatan Pasirian merupakan Kecamatan yang

didominasi oleh penduduk miskin berumur produktif (29%) namun, umur penduduk

miskin di Kecamatan Pasirian tersebar disemua rentang seperti sebesat 27% untuk

rentang usia 21-40 tahun, 24% untuk rentang usia 0-20 tahun dan 20% untuk usia

>60 tahun. Hal ini berarti di Kecamatan Pasirian, penduduk miskin didominasi oleh

penduduk produktif. Selain itu, terdapat kemiskinan anak dikarenakan sebesar 24%
adalah penduduk berusia 0-20 tahun. Sama halnya seperti di Kecamatan

Randuagung, penduduk miskin di Kecamatan Pasirian juga didominasi oleh penduduk

yang status kawinnya adalah cerai hidup. Secara sudut pandang sosiologi ekonomi,

kelompok rentan yang tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai,

akan mengalami permasalahan sosial dan ekonomi yang jauh lebih berat ketika

mereka harus bekerja sendiri (pendapatan hanya terdiri dari satu sumber) dan

menanggung kehidupan keluarganya. Masalah yang dihadapi tidak hanya melulu soal

ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang,pangan dan

papan yang layak namun lebih dari itu yakni ketidakmampuan untuk mengakses

layanan kesehatan dan informasi-informasi yang dapat menunjang peningkatan

kualitas hidupnya.

Begitupula dengan penduduk miskin di Kecamatan Pasirian, yang sebesar

59% menyatakan tidak bersekolah lagi, artinya mereka hanya tamat dibangku SD

(36%) dan sebesar 24% tidak/belum pernah sekolah serta didukung pula oleh data

kepemilikan ijazah bahwa sebesar 46% tidak memiliki ijazah. Dengan tingkat

pendidikan yang rendah, penduduk miskin di Kecamatan Pasirian bergantung pada

sektor pertanian (24%) dan sebesar 14% industry (kemungkinan besar disektor

tambang pasir) dengan kedudukan berusaha sendiri (32%), bebas tani (23%) dan

buruh/karyawan sebesar 15%. Fakta-fakta diatas mengartikan bahwa sumber daya

yang dikuasai oleh Kecamatan Pasirian yakni daerah tambang pasir seperti area selok

awar-awar ternyata belum mampu memberikan dampak equity (secara adil dan

menyeluruh) kepada kelompok masyarakat termasuk pada literasi pendidikan

tentunya agar mampu mengembangkan dan mengoptimalkan sumber daya yang

tersedia dengan nilai tambah yang manfaatnya tidak hanya disektor ekonomi namun
juga sektor pendidikan dan kesehatan demi pembangunan ekonomi (termasuk IPM)

yang berkelanjutan.

d. Kecamatan Yosowilangun

Kecamatan Yosowilangun merupakan Kecamatan yang berada di kuadran I

yakni cepat maju dan cepat tumbuh dimana jika dibandingkan dengan 20 Kecamatan

lainnya Kecamatan Yosowilangun merupakan Kecamatan yang penduduk miskinnya

masih bergantung pada sektor pertanian sebesar 8% dengan jumlah penduduk

miskin yang belum pernah sekolah sebesar 6%.

UMUR

20% 23%
0-20
21-40
41-60
>60
30% 27%

STATUS KAWIN

3% 11%

37% BELUM KAWIN (1)


KAWIN/NIKAH (2)
CERAI HIDUP (3)
CERAI MATI (4)
49%
PARTISIPASI SEKOLAH

24%
TIDAK/BELUM PERNAH
SEKOLAH (0)
MASIH SEKOLAH (1)

60% 16% TIDAK BERSEKOLAH LAGI


(2)

JENJANG/JENIS PENDIDIKAN

0% SD/SDLB (01)
0%
7%
PAKET A (02)
12% M.IBTIDAIYAH (03)
1%
0%
SMP/SMPLB(4)
PAKET B(05)
18% M.TSANAWIYAH(06)
59%
SMA/SMK/SMALB (07)
PAKET C(08)
3%
0% M.ALIYAH(09)

IJAZAH TERTINGGI
0% 0% 0%

7%
TIDAK PUNYA
13% SD/SDRJT

44% SMP/SDRJT
SMA/SDRJT
D1/D2/D3
D4/S1
36%
S2/S3
1% LAPANGAN KERJA
0%
TANI(1)
0% 0% 1% HOLTI(2)
KEBUN(3)
2% 4% IKAN TGKP(4)
1% 6% IKAN BDDY(5)
TERNAK(6)
HUTAN(7)
TAMBANG(8)
8% INDUSTRI(9)
48% LISTRIK GAS(10)
BANGUNAN(11)
PERDAGANGAN(12)
9% HOTEL(13)
TRANSPORTASI(14)
0% INFORMASI(15)
KEUANGAN(16)
2%
10% PENDIDIKAN(17)
KESEHATAN(18)
0% 5% MASYARAKAT(19)
0% 1% PEMULUNG(20)
0% LAINNYA(21)
2%

STATUS KEDUDUKAN

5% SENDIRI(1)
6%
DIBANTU TDK BAYAR(2)
29%
DIBANTU BAYAR(3)

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI(4)

PNS/DLL(5)
36% BEBAS TANI(6)
6%
BEBAS NON-TANI(7)
1% KELUARGA(8)
17%

0%

Berdasarkan data-data diatas dapat diketahui bahwa Kecamatan

Yosowilangun merupakan Kecamatan yang memiliki penduduk miskin dengan

rentang usia 0-20 tahun sebesar 23%, 21-40 sebesar 27%, 41-60 tahun sebesar 30%

dan usia >60 tahun sebesar 20%. Sehingga dapat diketahui bahwa rentang usia

penduduk miskin di Kecamatan Yosowilangun terdiri dari penduduk dengan usia

produktif, anak-anak termasuk lansia. Selain itu,penduduk miskin di Kecamatan

Yosowilangun juga didominasi oleh penduduk dengan status kawin cerai mati dan

belum kawin. Dimana penduduk dalam kondisi tersebut merupakan penduduk yang
rentan tidak hanya disektor ekonomi, namun juga pendidikan serta kesehatan. Hal ini

didukung oleh data partisipasi sekolah penduduk Kecamatan Yosowilangun dimana

sebesar 60% merupakan penduduk miskin yang tidak bersekolah lagi dan sebesar

24% belum pernah sekolah. Hal ini sejalan dengan jenis pendidikan yang dienyam

oleh penduduk miskin Kabupaten Yosowilangun yakni sebesar 59% menempuh

pendidikan SD/sederajat dan 18% menempuh pendidikan SMP. Disamping itu,

sebesar 44% tidak memiliki ijazah dan 36% memiliki ijazah SD/sederajat. Rendahnya

tingkat pendidikan yang dimiliki membuat penduduk miskin Kecamatan Yosowilangun

bergantung pada sektor pertanian (48%) dan peternakan (10%) dimana status

kedudukan penduduk miskin Kecamatan Yosowilangun adalah bebas tani (36%),

berusaha sendiri 29%,

Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan investasi seperti

pabrik kayu dan pande besi di Kecamatan Yosowilangun belum mampu memberikan

pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Hal tersebut dibuktikan bahwa

sebesar 36% penduduk miskin merupakan pekerja lepas tani dan juga berusaha

sendiri dimana kondisi tersebut adalah kondisi yang sangat rentan dan memerlukan

intervensi kebijakan agar tidak berkelanjutan.

e. Kecamatan Kunir

Kecamatan Kunir merupakan Kecamatan yang berada pada kuadran III

(berkembang pesat). Namun sayangnya jika dibandingkan dengan 20 kecamatan lain,

Kecamatan Kunir memiliki penduduk miskin yang tidak bersekolah lagi sebesar 6%

dan belum pernah sekolah sebesar 7%.


UMUR

18% 22% 0-20


21-40
41-60
32% 28% >60

STATUS KAWIN

10%
BELUM KAWIN (1)
34%
KAWIN/NIKAH (2)
CERAI HIDUP (3)
53% 3% CERAI MATI (4)

PARTISIPASI SEKOLAH

TIDAK/BELUM PERNAH
24% SEKOLAH (0)
MASIH SEKOLAH (1)

60% 16% TIDAK BERSEKOLAH LAGI


(2)
JENJANG/JENIS PENDIDIKAN
0% 4% SD/SDLB (01)
0%
PAKET A (02)
2% 11% M.IBTIDAIYAH (03)
0%
SMP/SMPLB(4)
PAKET B(05)
18%
61% M.TSANAWIYAH(06)
SMA/SMK/SMALB (07)
3% PAKET C(08)
1%
M.ALIYAH(09)

IJAZAH TERTINGGI

TIDAK PUNYA
0%
6% SD/SDRJT
14%
SMP/SDRJT
45% SMA/SDRJT
D1/D2/D3
35%
D4/S1
S2/S3

LAPANGAN KERJA
TANI(1)
HOLTI(2)
5% KEBUN(3)
5%1%
0%
0%
2%
2% IKAN TGKP(4)
9% 40% IKAN BDDY(5)

9% TERNAK(6)
0% HUTAN(7)
8%
0%
1% 1%
2%
14% 0% TAMBANG(8)
INDUSTRI(9)
LISTRIK GAS(10)
STATUS KEDUDUKAN
SENDIRI(1)

6% DIBANTU TDK BAYAR(2)


9%
DIBANTU BAYAR(3)
43%
25% BURUH/KARYAWAN/PEGA
WAI(4)
0% PNS/DLL(5)
3%
12% 2%
BEBAS TANI(6)

Berdasarkan informasi dan data-data diatas dapat didefinisikan bahwa

Kecamatan Kunir merupakan Kecamatan yang memiliki umur penduduk miskin

dengan rentang usia 41-60 tahun (32%), usia 21%-40% (28%), 0-20 tahun (22%) dan

>60 tahun sebesar 18%. Dapat disimpulkan bahwa kompisisi umur penduduk miskin

di Kecamatan Kunir didominasi oleh penduduk usia produktif termasuk anak-anak dan

lansia. Selain itu, komposisi penduduk miskin dengan status cerai hidup sebesar 53%

dan belum kawin sebesar 34%. Tentunya hal ini mengindikasikan bahwa penduduk

miskin di Kecamatan Kunir menjadi lebih rentan dikarenakan penduduk dalam kondisi

tersebut merupakan penduduk yang rentan tidak hanya disektor ekonomi, namun juga

pendidikan serta kesehatan.

Disamping itu, sebesar 60% penduduk miskin di Kecamatan Kunir tidak

bersekolah lagi dan 24% tidak/belum sekolah. Hal ini sejalan dengan data jenis

pendidikan yang pernah ditempuh penduduk miskin Kecamatan Kunir yang sebagian

besar hanya sampai pada jenjang SD/sederajat (61%). Selain itu, 45% penduduk

miskin Kecamatan Kunir juga menyatakan bahwa mereka tidak memiliki ijazah dan

sebesar 35% memiliki ijazah SD/sederajat. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk


miskin di Kecamatan Kunir menyebabkan penduduk tersebut tidak mampu bekerja

disektor sekunder namun masih bergantung pada sektor primer yakni sektor pertanian

40% dan peternakan sebesar 14% dengan status kedudukan berusaha sendiri (43%)

dan bebas tani sebesar 25%.

Tingginya penduduk miskin yang memiliki status kedudukan berusaha sendiri

hal ini memberikan indikasi bahwa penduduk miskin Kecamatan Kunir memiliki etos

kerja yang cukup tinggi dimana dimungkinan mereka berusaha untuk keluar dari jerat

kemiskinan. Melihat hal ini, tentunya pemerintah seharunya segera memperbaiki

tingkat pendidikan melalui peningkatan kualitas, akses dan kesadaran masyarakat

untuk bersekolah (minimal pendidikan 9 tahun) agar kedepannya mampu menjadi

penduduk yang mandiri dan sejahtera.

6.2.2 Profil Kemiskinan Kabupaten Lumajang Berdasarkan Kepemilikan Aset

Identifikasi asset yang dimiliki penduduk miskin di Kabupaten Lumajang

berfungsi untuk mengetahui aset apa yang “diperjuangkan” dan fungsi dari aset yang

dimiliki untuk menunjang kehidupan para penduduk miskin tersebut dalam

mempertahankan kehidupannya termasuk keluar dari zona kemiskinannya.


KEPEMILIKAN ASET
KABUPATEN LUMAJANG
30000

25000

20000

15000

10000

5000

AN S O

ILA RI
KL G
GU RO

W NU G

TE O
NG OTO

AH

M IR

UN
KE JAT LIT

RA NO E
PA NG

SE NG
PA G

YO MP PEH
UA O

O
U N

NG
B
N

RO RA UN
AN

M ON

UK
SR IA

ND IW

SU UR

W SA
N

PR JAM

OK YO
A
U

AK
JA

NG
U
DA

KU
KU

PA SIR

TE EM
CI

J
DU IR

SO UR
RS
IP

AJ

ND
G

GK

SU OD
JA
ND

BE

T
K
O
LU
CA

TABUNG GAS >5,5 kg LEMARI ES AC PEMANAS


TELEPON TV EMAS LAPTOP/KOMPUTER
SEPEDA MOTOR MOBIL PERAHU
MOTOR TEMPEL PERAHU MOTOR KAPAL

Sumber: Kemensos (2022)

Diketahui dari gambar diatas bahwa rata-rata penduduk miskin di seluruh

Kecamatan di Kabupaten Lumajang memiliki televisi,sepeda motor dan sepeda

dimana komposisi kepemilikan TV merupakan komposisi aset terbanyak yang dimiliki

oleh penduduk miskin. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap informasi sudah

sangat memadai untuk diakses oleh penduduk miskin di Kabupaten Lumajang.

Selanjutnya, kepemilikan sepeda motor dan sepeda juga dimiliki oleh seluruh

penduduk miskin di Kabupaten Lumajang dimana dapat disimpulkan bahwa penduduk

miskin di Kabupaten Lumajang memiliki akses mobilitas yang mudah dalam

mendukung aktivitas ekonomi dan menunjang kehidupan sehari-harinya.

Televisi, sepeda motor dan sepeda merupakan barang yang menjadi

kebutuhan penduduk miskin Kabupaten Lumajang. Tentunya dengan kepemilikan

aset tersebut, penduduk miskin Kabupaten Lumajang telah memiliki kesadaran


mengenai pentingnya informasi dan hiburan serta mobilitas. Kesadaran mengenai

pentingnya informasi dan mobilitas ini merupakan modal dasar bagi pemerintah

daerah untuk menggalakkan literasi pendidikan dan peningkatan kualitas serta

pengembangan infrastruktur dalam menunjang aktivitas ekonomi penduduk di

Kabupaten Lumajang.

6.2.3 Kerangka Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Kabupaten Lumajang

Dalam pengertian konvensional, kemiskinan hanya dimaknai sebagai

permasalahan pendapatan (income) individu, kelompok, komunitas, masyarakat yang

berada di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan konsep United Nation Development

Program (UNDP), bahwa seseorang dikatakan miskin, jika tingkat pendapatannya

hanya berada di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, upaya penanganan

kemiskinan yang dilakukan pada negara berkembang, baik pemerintah maupun

organisasi nonpemerintah kebanyakan hanya bertumpu pada upaya peningkatan

pendapatan. Itu sebabnya, berbagai upaya penanganan kemiskinan itu belum mampu

menyelesaikan masalah bahkan cenderung gagal karena hanya pada pendekatan

pendapatan. Padahal, jika diamati berdasarkan data-data sekunder, kemiskinan yang

terjadi di Kabupaten Lumajang adalah kemiskinan absolut yaitu kondisi di mana

masyarakat berada di bawah tingkat penghasilan minimum yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian (sandang), dan tempat tinggal

(rumah). Kondisi masyarakat tersebut akan mengalami tingkat kesehatan yang

rendah, pendidikan yang rendah, dan tingkat produktivitas yang juga sangat rendah.

Dampak dari pendidikan yang rendah mengakibatkan ketidakmampuan dalam

mengakses dan bersaing dalam bursa lapangan kerja di pasar kerja.

Dalam mengkaji permasalahan kemiskinan di Kabupaten Lumajang, sedikitnya

terdapat 8 dimensi kemiskinan yang perlu dipertimbangkan yaitu :


1. ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang, dan

perumahan),

2. aksesibilitas yang rendah terhadap kebutuhan dasar lainnya (kesehatan,

pendidikan, sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi)

3. lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi kapital

4. rentan terhadap faktor guncangan eksternal yang bersifat individual maupun

massal

5. rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan rendahnya pengelolaan

dan penguasaan sumber daya alam (SDA) untuk kesejahteraan

6. ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan

7. terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelanjutan

8. ketidakmampuan secara sosial

Untuk menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Lumajang, diperlukan upaya

yang memadukan berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang

tersebar di berbagai sektor baik di Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Desa.

Kerangka kebijakan yang dapat dilakukan di Kabupaten Lumajang dalam upaya

pengentasan kemiskinan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kebijakan langsung

dan kebijakan tidak langsung.

A. Kebijakan Langsung

Kebijakan langsung mencakup :

a. Pengembangan data dasar (data base) penduduk miskin dalam penentuan

kelompok sasaran (targeting)

b. penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan, kesehatan, dan

pendidikan) termasuk memberikan beasiswa untuk jenjang SD-SMA.


c. penciptaan kesempatan kerja yang sesuai dengan keunggulan daerah dan

keterampilan yang dimiliki masyarakat.

d. program Pembangunan Wilayah (PPW)

e. pengalokasian anggaran penanggulangan kemiskinan dalam APBD

f. pemberian kemudahan akses pelayanan perkreditan seperti KUR

B. Kebijakan Tidak Langsung

Kebijakan tidak langsung yang dapat dilakukan pemerintah Kabupaten

Lumajang dalam upaya pengentasan kemiskinan adalah :

a. upaya menciptakan ketenteraman dan kestabilan situasi ekonomi, sosial, dan

politik

b. mengendalikan jumlah penduduk

c. melestarikan lingkungan hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin

melalui kegiatan pelatihan.

d. menciptakan iklim investasi dan bisnis yang sehat dan menguntungkan (aman

dan efisien)

e. meningkatkan kemitraan dengan penduduk miskin yang memiliki usaha (UMKM)

f. mengembangkan sektor ekonomi unggulan berbasis daya saing daerah dengan

menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat menengah kebawah.

Selain hal-hal diatas, pemerintah daerah Kabupaten Lumajang juga perlu

melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas alokasi sumber daya alam dan

kelembagaan yang akan memperluas akses masyarakat miskin kepada sumber daya

pembangunan dan menciptakan peluang bagi masyarakat menengah ke bawah untuk

berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mereka mampu mengatasi

kondisi keterbelakangannya dan mampu menjadi masyarakat yang mandiri untuk

proses pembangunan Kabupaten Lumajang yang berkelanjutan.


Disamping itu, pemerintah daerah Kabupaten Lumajang juga dapat melakukan

upaya pengentasan kemiskinan melalui program bantuan sosial berbasis keluarga

seperti :

1) program rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi Anak dan Balita terlantar (AB),

2) program Anak Dengan Kecacatan (ADK),

3) program Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH),

4) program Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK) yang dilayani,

dilindungi, dan direhabilitasi di dalam dan di luar panti sosial. Program ini dapat

berbentuk bantuan uang tunai, raskin, jamkesmas, bantuan pendidikan untuk siswa

miskin, dan bantuan tunai bersyarat dalam program keluarga harapan.


BAB 7 PENUTUP
7.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil identifikasi dan Analisa, dapat disimpulkan bahwa penduduk

miskin di Kabupaten Lumajang tersebar dihampir semua Kecamatan khususnya

Kecamatan Tempeh, Randuagung, Pasirian, Yosowilangun dan Kunir. 5 (lima)

Kecamatan tersebut merupakan Kecamatan dengan kelompok penduduk miskin

paling rentan dikarenakan tingkat pendidikan yang sangat rendah, kebergantungan

pada sektor pertanian yang tinggi, status kedudukan bekerja didominasi oleh

berusaha sendiri dan buruh tani, serta didominasi oleh penduduk usia produktif dan

anak anak.

Selain itu, diketahui pula bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan

di Kabupaten Lumajang adalah :

1. Pengangguran terselubung dikarenakan rendahnya pendidikan dan keterampilan

penduduk usia produktif

2. Rendahnya pendidikan dimana sebagian besar penduduk miskin di Kabupaten

Lumajang hanya menempuh SD bahkan tidak bersekolah

3. Masih bergantungnya penduduk miskin di Kabupaten Lumajang pada sektor

pertanian dengan minimnya tingkat pengetahuan sehingga penduduk miskin di

Kabupaten Lumajang Sebagian besar bekerja sebagai buruh tani dan berusaha

sendiri

4. Tingginya masalah sosial sehingga menyebabkan tingkat kasus cerai hidup juga

tinggi yang juga berdampak pada semakin rentannya kehidupan penduduk miskin

karena harus membiayai keluarganya sendirian.

You might also like