Professional Documents
Culture Documents
Hukum Acara Pidana: Oleh: Rizal Firmansyah
Hukum Acara Pidana: Oleh: Rizal Firmansyah
OLEH:
RIZAL FIRMANSYAH
BIODATA SINGKAT
Nama Lengkap : Rizal Firmansyah
TTL : Bangka, 5 Mei 1986
Kebangsaan : Indonesia
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Jalan Depati Said No.1 Kota Lubuklinggau
Agama : Islam
Pekerjaan : Hakim
Pendidikan : S2 Ilmu Hukum
POKOK BAHASAN
UPAYA HUKUM BIASA
Banding
Kasasi
BANTUAN HUKUM
Sejarah Bantuan Hukum
Undang-Undang Bantuan Hukum
SISTEM PEMASYARAKATAN
Sejarah Lembaga Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan
UPAYA HUKUM
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa
perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali
dalam hal serta menurut cara yang diatur-dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka 12 KUHAP)
Tujuan:
1. Untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh instansi yang sebelumnya
2. Untuk kesatuan dalam peradilan
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut
masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat. (Pasal 67
KUHAP)
PASAL TERKAIT BANDING
(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 220 ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) berlaku juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat banding.
(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) berlaku juga antara
hakim dan atau panitera tingkat banding, dengan hakim atau panitera tingkat pertama yang
telah mengadili perkara yang sama.
(3) Jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama kemudian telah
menjadi hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang memeriksa perkara
yang sama dalam tingkat banding.
LANJUTAN
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain
selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
(Pasal 244 KUHAP)
Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 275 K/Pid/1983 tertanggal 15 Desember 1983
LANJUTAN TENTANG KASASI
Dalam Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010 diatur bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden.
Kata “dapat” dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada terpidana untuk menggunakan
atau tidak menggunakan hak untuk mengajukan permohonan grasi sesuai dengan UU 5/2010.
Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah:
1. putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh
Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
2. putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana; atau
3. putusan kasasi.
GRASI
Hak mengajukan grasi diberitahukan kepada terpidana oleh hakim atau hakim ketua sidang yang memutus perkara pada tingkat
pertama. Jika pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana tidak hadir, hak terpidana diberitahukan secara tertulis oleh
panitera dari pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama, banding atau kasasi.
Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling
rendah 2 (dua) tahun. (Pasal 2 ayat 2 UU 5/2010)
Perlu di ingat bahwa Permohonan grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali, agar memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan
pengajuan permohonan grasi dan menghindari pengaturan diskriminatif. (Pasal 2 ayat (3) dan Penjelasannya UU 5/2010)
Pihak yang dapat mengajukan permohonan grasi secara tertulis adalah: (Pasal 8 ayat 1 UU 5/2010)
1. Terpidana atau kuasa hukumnya;(Pasal 6 ayat 1)
2. Keluarga terpidana dengan persetujuan terpidana, keluarga yang dimaksud adalah isteri atau suami, anak kandung, orang tua
kandung, atau saudara sekandung terpidana; atau (Pasal 6 ayat 2)
3. Keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana, apabila terpidana dijatuhi pidana mati.(Pasal 6 ayat 3)
Presiden berhak mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan terpidana setelah mendapat pertimbangan dari
Mahkamah Agung. Pemberian grasi oleh Presiden dapat berupa:
1. peringanan atau perubahan jenis pidana;
2. pengurangan jumlah pidana; atau
3. penghapusan pelaksanaan pidana.
HAKIM PENGAWAS DAN PENGAMAT (WASMAT)
• Metode yang digunakan adalah metode edukatif persuasif yang ditunjang asas
kekeluargaan
• Tidak dibenarkan menyinggung perasaan pihak-pihak lain atau mencampuri secara
formal wewenang instansi lain
• Menjunjung tinggi hierarki yang berlaku di lingkungan Dirjenpas sesuai Keputusan
Menkeh tanggal 29 Desember 1976 No.Y.S.4/12/20 Tahun 1976 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan dan Balai Bimbingan
Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak sehingga hubungan kerja kedinasan tetap
dipelihara dengan sebaik baiknya
TATA CARA HAKIM WASMAT
Pasal 54 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) dan (2) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 54 ayat (1) : Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh Jaksa
Pasal 55 ayat (1) : Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
Pasal 55 ayat (2) : Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
SEMA Nomor 3 Tahun 1984 tentang Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat
SEMA Nomor 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat
Tugasnya adalah mengontrol pelaksanaan putusan pengadilan (pidana penjara dan kurungan) semenjak putusan
memperoleh kekuatan hukum tetap sampai selesai pelaksanaaannya, dengan wewenangnya mengoreksi secara
langsung aparat yang melalaikan atau menyimpang dari Putusan yang telah dijatuhkan
TAHUKAH ANDA??
BANTUAN HUKUM ADALAH JASA HUKUM YANG DIBERIKAN OLEH PEMBERI BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA
KEPADA PENERIMA BANTUAN HUKUM (PASAL 1 UU NO 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM)
PRINSIP-PRINSIP HAK TERSANGKA/TERDAKWA DALAM BANTUAN HUKUM
1. KEADILAN
2. PERSAMAAN KEDUDUKAN DIDALAM HUKUM
3. KETERBUKAAN
4. EFISIENSI
5. EFEKTIVITAS
6. AKUNTABILITAS
TATA CARA DAN PROSEDUR BANTUAN HUKUM
UU NO 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM
Pasal 14 (1)
Untuk memperoleh Bantuan Hukum, pemohon Bantuan Hukum harus memenuhi syarat-syarat:
mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang
dimohonkan Bantuan Hukum;
menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan
melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
Pasal 14 ayat 2
Dalam hal pemohon Bantuan Hukum tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis, permohonan dapat diajukan secara lisan.
Pasal 15
(1) Pemohon Bantuan Hukum mengajukan permohonan Bantuan Hukum kepada Pemberi Bantuan Hukum.
(2) Pemberi Bantuan Hukum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan Bantuan Hukum dinyatakan
lengkap harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan Bantuan Hukum.
(3) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum diterima, Pemberi Bantuan Hukum memberikan Bantuan Hukum berdasarkan surat kuasa
khusus dari Penerima Bantuan Hukum.
(4) Dalam hal permohonan Bantuan Hukum ditolak, Pemberi Bantuan Hukum mencantumkan alasan penolakan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
PERMA 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN LAYANAN HUKUM BAGI
MASYARAKAT TIDAK MAMPU DI PENGADILAN
PASAL 7
1)Setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dapat mengajukan permohonan pembebasan
biaya perkara.
(2)Tidak mampu secara ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a.Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala wilayah setempat yang
menyatakan bahwa benar yang bersangkutan tidak mampu membayar biaya perkara, atau
b.Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), Kartu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT),
Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan daftar penduduk miskin dalam basis data
terpadu pemerintah atau yang dikeluarkan oleh instansi lain yang berwenang untuk memberikan keterangan tidak
mampu.
(3)Pemberian layanan pembebasan biaya perkara dapat dilaksanakan sesuai kebutuhan di setiap tahun anggaran.
SISTEM PEMASYARAKATAN
STELSEL PENJARA
SISTEM PEMASYARAKATAN ADALAH SUATU TATANAN MENGENAI ARAH DAN BATAS SERTA CARA PEMBINAAN WARGA
BINAAN PEMASYARAKATAN BERDASARKAN PANCASILA YANG DILAKSANAKAN SECARA TERPADU ANTARA PEMBINA, YANG
DIBINA, DAN MASYARAKAT UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN AGAR MENYADARI
KESALAHAN, MEMPERBAIKI DIRI, DAN TIDAK MENGULANGI TINDAK PIDANA SEHINGGA DAPAT DITERIMA KEMBALI OLEH
LINGKUNGAN MASYARAKAT, DAPAT AKTIF BERPERAN DALAM PEMBANGUNAN, DAN DAPAT HIDUP SECARA WAJAR
SEBAGAI WARGA YANG BAIK DAN BERTANGGUNG JAWAB. (PASAL 1 ANGKA 2 UU NO. 12 TAHUN 1995 TENTANG
PEMASYARAKATAN)
4 TAHAP KESATUAN PROSES (SE NO. K.P.10.13/3/1 8 FEBRUARI 1965
TAHAP ORIENTASI/PENGENALAN
TAHAP ASIMILASI DALAM ARTI SEMPIT
1/3 DARI MASA PIDANA
TAHAP ASIMILIASI DALAM ARTI LUAS
½ DARI MASA PIDANA
TAHAP INTEGRASI DENGAN LINGKUNGAN MASYARAKAT
HAK-HAK NARAPIDANA (PASAL 14 AYAT 1 UU PEMASYARAKATAN
rizalkapuk5586@gmail.com
082124202420
www.awambicara.id
kapukboy
@rizalf_86
Lkp BinaExcel Mandiri
@kapukboy1986
binaexcelmandiri.com
awambicarahukum
Lkp_binaexcelmandiri