You are on page 1of 73

HUKUM ACARA PIDANA

(BAGIAN 1)

OLEH:
RIZAL FIRMANSYAH
BIODATA SINGKAT
Nama Lengkap : Rizal Firmansyah
TTL : Bangka, 5 Mei 1986
Kebangsaan : Indonesia
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tinggal : Jalan Depati Said No.1 Kota Lubuklinggau
Agama : Islam
Pekerjaan : Hakim
Pendidikan : S2 Ilmu Hukum
PENGERTIAN HUKUM ACARA PIDANA

Undang-undang tidak memberikan pengertian resmi mengenai hukum acara pidana

Simon: Hukum Acara Pidana disebut juga hukum pidana formal, yang
mengaturbagaimana negara melalui perantara alat-alat kekuasaannya melaksanakan
haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dan dengan demikian termasuk
acara pidananya

Satochid Kertanegara: Hukum Acara Pidana sebagai hukum pidana dalam arti “concreto”
yaitu mengandung peraturan mengenai bagaimana hukum pidana in abstracto dibawa ke
dalam suatu in concreto.
(Prof. R. Satochid Kertanegara, S.H.,Lahir Karanganyar, 21 Januari 1899, meninggal 24 Juni 1971 merupakan mantan
Guru Besar Universitas Indonesia dan Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 1946-1966)
SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

Pada zaman penjajahan Belanda diberlakukan:


1. Inlandsch Reglement (IR) dengan Staatblaad No. 57 Tahun 1847
2. Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dengan Staatblaad No.44 Tahun 1941

Pada saat Jepang masuk menjajah Indonesia tidak banyak terjadi


perubahan yang mendasar tentang hukum

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia HIR diganti menjadi Reglemen Indonesia yang Dibaharui (RIB). Awal proses
rancangan KUHAP dimulai pada tahun 1965. Namun baru pada tahun 1979 RUU-HAP yang merupakan draft ke-5 diserahkan ke
DPR-RI untuk dibahas dan mendapatkan persetujuan. Tanggal 9 September 1981 RUU-HAP disetujui dan disahkan pada tanggal
31 September 1981 oleh presiden dan menjadi UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dikenal dengan Kitab
Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
HIR VS KUHAP

DALAM SISTEM TINDAKAN


HIR : Menonjolkan kekuasaan dari pejabat pelaksana Hukum
KUHAP : Mengutamakan perlindungan HAM

DALAM SISTEM PEMERIKSAAN


HIR : Terdakwa sebagai Objek
KUHAP : Tersangka dilindungi oleh asas-asas “praduga tak bersalah”

DALAM SISTEM PENGAWASAN


HIR : Memiliki pengawasan secara vertikal
KUHAP : Memiliki pengawasan secara vertikal sekaligus horizontal

DALAM TAHAP PEMERIKSAAN,


HIR : Pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan sidang pengadilan (dan upaya hukum), lalu pelaksanaan putusan Hakim
KUHAP : Penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, kemudian pemeriksaan pengadilan (dan upaya hukum)
TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA

a. Suatu kebenaran materiil yaitu kebenaran hakiki dan lengkap dari


suatu perkara pidana melalui penerapan ketentuan Hukum Acara
Pidana secara tepat dan jujur.
b.Menentukan subyek hukum berdasarkan alat bukti yang sah,hingga
dapat didakwa melakukan suatu tindak pidana.
c. Menggariskan suatu pemeriksaan dan putusan pengadilan, agar dapat
ditentukan apakah suatu tindak pidana telah terbukti dilakukan orang
yang didakwa itu.
SUMBER HUKUM ACARA PIDANA

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang


Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-


Undang Hukum Acara Pidana
PROSES-PROSES DALAM HUKUM ACARA PIDANA

Sistem Peradilan Pidana Terpadu Yang Dianut KUHAP:

Memiliki karakter tersendiri yang disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat, budaya dan politik yang
dianut

Merupakan dasar bagi terselenggaranya proses peradilan pidana yang benar-benar bekerja dengan baik
serta benar-benar memberikan perlindungan hukum terhadap harkat dan martabat tersangka, terdakwa,
atau terpidana sebagai manusia

Sebagai salah satu subsistem dari sistem hukum nasional secara keseluruhan yang dianut oleh suatu negara

Bagian dari ilmu hukum pidana dalam pengertian luas yang berkaitan erat dengan proses peradilan pidana
yang melibatkan sejumlah institusi
MAKNA INTEGRATED CRIMINAL JUSTICE SYSTEM
SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU ATAU INTEGRATED CRIMINAL JUSTICE SYSTEM (ICJS)

Menurut Muladi: sinkronisasi atau keserempakan dan keselarasan yang dapat dibedakan dalam:

Sinkronisasi struktural (structural syncronization) yaitu keserempakan dan keselarasan dalam rangka hubungan antar
lembaga penegak hukum
Sinkronisasi substansial (substantial syncronization) yaitu keserempakan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan horizontal
dalam kaitannya dengan hukum positif;
Sinkronisasi kultural (cultural syncronization) yaitu keserempakan dan keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan,
sikap-sikap, dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan pidana

Prof. Dr. H. Muladi, S.H. (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Mei 1943 – meninggal di Jakarta, 31
Desember 2020 pada umur 77 tahun) adalah seorang akademisi, hakim, dan politisi Indonesia. Ia pernah
menjabat sebagai Rektor Universitas Diponegoro, Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara
pada pemerintahan Presiden Soeharto dan B.J. Habibie (1998-99), dan Hakim Mahkamah Agung (2000-
01). Dari tahun 2005 hingga 2011, ia menjabat sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.
4 KEMUNGKINAN TERJADINYA TINDAK PIDANA
1. Kedapatan tertangkap tangan (Pasal 1 angka 19 KUHAP);
2. Karena laporan (Pasal 1 angka 24 KUHAP);
3. Karena pengaduan (Pasal 1 angka 25 KUHAP);
Tertangkap tangan adalah
4. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain
sehingga penyidik mengetahui terjadinya delik seperti baca
tertangkapnya seorang pada waktu
di surat kabar, dengar di radio, dengar orang bercerita, dan sedang melakukan tindak pidana, atau
lain-lain. dengan segera sesudah beberapa saat
tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat
kemudian diserukan oleh khalayak
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan ramai sebagai orang yang
oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan melakukannya, atau apabila sesaat
undang-undang kepada pejabat yang berwenang kemudian padanya ditemukan benda
tentang telah atau sedang atau diduga akan yang diduga keras telah dipergunakan
terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 angka 24 KUHAP) untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai pelakunya atau turut melakukan atau
permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada membantu melakukan tindak pidana itu
pejabat yang berwenang untuk menindak menurut (Pasal 1 angka 19 KUHAP)
hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana
aduan yang merugikannya (Pasal 1 angka 25 KUHAP);
PIHAK DALAM PROSES HUKUM ACARA PIDANA
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau Terdakwa adalah seorang tersangka yang
keadaaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang
sebagai pelaku tindak pidana. pengadilan (Pasal 1 angka 15 KUHAP).
(Pasal 1 angka 14 KUHAP)

Penyelidik adalah pejabat polisi Republik Indonesia yang Penyidik adalah pejabat polisi Republik
diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan Indonesia/pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang
penyelidikan (Pasal 1 angka 4 KUHAP). khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan (Pasal 1 angka 1 KUHAP).
Penuntut Umum adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Jaksa adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-
undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum undang ini untuk melakukan penuntutan dan
serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah melaksanakan penetapan hakim
memperoleh kekuatan hukum tetap . (Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP)
(Pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP) NB: Menyangkut Fungsi dan NB: Menyangkut Jabatan
Wewenang
Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat
yang ditentukan oleh atau berdasar undang-undang untuk
memberi bantuan hukum (Pasal 1 angka 13 KUHAP)
ASAS-ASAS DALAM HUKUM ACARA PIDANA
• Asas Legalitas dalam Upaya Paksa (perintah tertulis dari yang berwenang).
• Asas Legal Assistance (tersangka dan terdakwa berhak mendapat bantuan hukum) (Pasal 54 KUHAP).
• Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan (Pasal 154, 155 KUHAP dst)
• Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of innocence) diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Deklarasi Universal HAM Tahun 1948, Pasal 14 ayat 2 ICCPR,
Pasal 9 UU No.48 Tahun 2009 lawan katanya Presumption of Qualty
• Asas Remedy and Rehabilitation (pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan dan salah tuntut). (Pasal 96 ayat 1, Pasal 97
KUHAP dst)
• Asas Fair, Impartial, Impersonal, and Objective (peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, serta bebas, jujur, dan tidak memihak) Pasal 2
ayat 4 UU No 48 Tahun 2009, Penjelasan Pasal 50, 56 UU No 8 Tahun 1981);
• Asas Keterbukaan (sidang/pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum). Pasal 153 ayat 3 KUHAP, batal demi hukum (Pasal 153 ayat 4 KUHAP dan
Pasal 13 ayat (3) UU No 48 Tahun 2009.
• Asas Pengawasan (Pasal 280 KUHAP, Hakim Wasmat)
• Asas Equality before the law/asas Isonamia/asas persamaan di muka hukum. (Pasal 4 ayat 1 UU No 48 Tahun 2009)
• Asas Presentasi (hadirnya terdakwa). Pasal 196 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 Pengecualian in absentia (lalu lintas, tipiring (acara cepat), tipikor,
tppu, perikanan,
• Asas “Miranda Rule”. KUHAP tidak mengenal asas Miranda Rule (kasus Miranda vs Arizona tahun 1966)
• Asas Oportunitas.
• Asas Akusator dan Inkisitor (Accusator dan Inquisitoir).
Mengapa Terdakwa tidak disumpah?

Asas non self incrimination yaitu seorang terdakwa berhak untuk tidak memberikan
keterangan yang akan memberatkan atau merugikan dirinya di muka persidangan

Putusan Mahkamah Konstitusi NO 67/PUU-IX/2011


 Terdakwa diperbolehkan untuk tidak menjawab atau menolak menjawab pertanyaan yang
diajukan padanya.
 Pemeriksaan dipersidangan harus tetap menggunakan asas praduga tak bersalah
 Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan ia bersalah melainkan harus ada
bukti lain
 Beban pembuktian berada pada Penuntut Umum
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN

 Pengertian Penyelidikan
 Pengertian Penyidikan
 Upaya Paksa Dalam Penyidikan
PENGERTIAN PENYELIDIKAN

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan


penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini.
(Pasal 1 angka 5 KUHAP)
PIHAK YANG MELAKUKAN PENYELIDIKAN

“Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik


Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-
undang ini untuk melakukan penyelidikan”
(Pasal 1 angka 4 KUHAP)
WEWENANG PENYELIDIK

Menerima Laporan atau Pengaduan dari seseorang


tentang adanya tindak pidana

Mencari keterangan saksi dan barang bukti

Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan


menanyakan serta memeriksa tanda pengenal

Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang


bertanggung jawab
PENGATURAN PENYELIDIKAN DALAM KUHAP
Pasal 102 KUHAP

1. Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga
merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.
2. Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan tindakan yang
diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf b.
3. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) penyelidik wajib membuat berita acara dan
melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.

Pasal 103 KUHAP


1. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu.
2. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan
penyelidik.
3. Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau pengaduan tersebut.

Pasal 104 KUHAP


Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik, wajib menunjukkan tanda pengenalnya.
Pasal 105 KUHAP
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1)
huruf a.
PENGERTIAN PENYIDIKAN

Pasal 1 angka 2 KUHAP


“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya”.

Menurut de Pinto, “menyidik berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-


pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka
dengan jalan apapun mendengan kabar yang sekadar beralasan, bahwa ada
terjadi sesuatu pelanggaran hukum”.

Paulo Pinto de Albuquerque (lahir 5 Oktober 1966) adalah hakim Portugis


yang lahir di Beira, Mozambik dan merupakan hakim Pengadilan Hak Asasi
Manusia Eropa di Portugal dari April 2011 hingga Maret 2020
PIHAK YANG MELAKUKAN PENYIDIKAN

Pasal 1 angka 1 KUHAP


“Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”.

Pasal 6 ayat 1 KUHAP Penyidik adalah :


a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenangkhusus oleh undang-undang.
Timeline Style
WEWENANG PENYIDIK

Pasal 7 ayat 1 KUHAP


a. Menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagaiersangka atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

Tugas penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan adalah sesuai dengan undang-undang hukumnya masing-masing dan
dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri
PENYIDIK PEMBANTU & WEWENANGNYA

Pasal 1 angka 3 KUHAP

Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang


karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam undang-undang ini.

Pasal 11 KUHAP

Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1),
kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan
pelimpahan wewenang dari penyidik.
UPAYA PAKSA DALAM PENYIDIKAN

Upaya paksa dalam pemeriksaan perkara pidana dalam tahap


penyelidikan dan penyidikan adalah kewenangan-kewenangan untuk
melakukan tindakan yang oleh undang-undang diberikan wewenang
untuk dilaksanakan oleh Pejabat Penyidik yang disesuaikan secara
kasuists, termasuk untuk melakukan tindakan di tempat kejadian atau
upaya-upaya yang bersifat memaksa/dwang middelen seperti
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
PENANGKAPAN & ALASAN

Pasal 1 angka 20 KUHAP

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa
apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 17 KUHAP (Alasan Penangkapan)


Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.

“bukti permulaan yang cukup” bermakna bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 1
angka 14 KUHAP

Pasal 19 ayat (1) KUHAP


Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.
TATA CARA PENANGKAPAN

Pasal 18 KUHAP

1. Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik


Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat
perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan
penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia
diperiksa.
2. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan-dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan
bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada
kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
3. Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
PENGERTIAN PENAHANAN

Pasal 1 angka 21 KUHAP

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum
atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Menurut Oemar Seno Adji


Legalitas dari suatu penahanan baru merupakan suatu jaminan yang cukup apabila disertai 2 hal yaitu:

a. Tersangka atau terdakwa harus dapat mengetahui setelah ia ditahan sifat dari sangkaan atau dakwaan yang
dihadapkan kepadanya
b. Jika tersangka atau terdakwa menyadari pentingnya sangkaan atau dakwaan, ia harus mempunyai hak seketika
itu untuk mengadakan hubungan dan konsultasi dengan seorang penasihat hukum menurut pilihannya.

Prof. Oemar Seno Adji, S.H (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 5 Desember 1915, meninggal dunia 5 Desember 1984) Jaksa Agung Muda periode
(1950-1959), Jaksa Agung Muda, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1966-1968),
Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan I (1968-1973) dan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (1974-1982), Rektor Universitas
Krisnadwipayana (1981-1984).
MASA PENAHANAN

NO PEJABAT YANG MELAKUKAN LAMA PEJABAT YANG LAMA JUMLAH


PENAHANAN PENAHANAN MELAKUKAN PERPANJANGAN
PERPANJANGAN
1. Penyidik 20 Hari Penuntut Umum 40 Hari 60 Hari
2. Penuntut Umum 20 Hari Ketua Pengadilan 30 Hari 50 hari
3. Hakim Pengadilan Negeri 30 Hari Ketua Pengadilan 60 Hari 90 Hari
4. Hakim Pengadilan Tinggi 30 Hari Ketua Pengadilan Tinggi 60 hari 90 Hari
5. Hakim Mahkamah Agung 50 hari Ketua Mahkamah Agung 60 hari 110 Hari
LANJUTAN MASA PENAHANAN
Pasal 24 KUHAP
1. Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku
paling lama dua puluh hari.
2. Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang
belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

Pasal 29 KUHAP
1. Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27
dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat
diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:
a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dokter,atau
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.

2. Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal penahanan
tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.
ALASAN & SYARAT PENAHANAN
Alasan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa menurut Pasal 21 ayat 1 KUHAP

 Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan melarikan diri,


 Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan merusak atau menghilangkan barang bukti
 Tersangka atau terdakwa dikhawatirkan mengulangi tindak pidana
Syarat penahanan terhadap tersangka atau terdakwa menurut Pasal 21 KUHAP

Syarat Objektif:
karena undang-undang sendiri yang menentukan tindak pidana mana yang akan
dikenakan penahanan; hal ini ditentukan dalam pasal 21 ayat (4) KUHAP yaitu perbuatan pidana yang diancam dengan pidana penjara
lima tahun atau lebih atau perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 335, 351 dan sebagainya.

Syarat Subjektif:
alasan yang muncul dari penilaian subyektif pejabat yang menitikberatkan pada keadaan dan keperluan penahanan itu sendiri. hal ini
ditentukan dalam pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu: adanya dugaan keras bahwa tersangka terdakwa melakukan tindak pidana berdasarkan
bukti permulaan yang cukup; adanya keadaan yang menimbulkan kekawatiran bahwa tersangka dan terdakwa akan melarikan diri;
adanyakekawatiran tersangka atau terdakwa merusak dan atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
PENGGELEDAHAN
PENGGELEDAHAN TERDIRI ATAS PENGGELEDAHAN RUMAH ATAU BADAN

Pasal 1 angka 17 KUHAP


“Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

Pasal 1 angka 18 KUHAP


“Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau
pakaian tersangka untuk mencari benda yang didup keras ada pada badannya atau dibawanya serta,
untuk disita”.

Menurut M. Yahya Harahap, penggeledahan adalah adanya seseorang atau beberapa orang petugas
mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang. Lantas petugas tadi memeriksa segala sudut rumah
ataupun memeriksa sekujur tubuh orang yang digeledah

Prof. Muhammad Yahya Harahap, S.H. lahir di Sipirok, Tapanuli Selatan Tahun 1932, mantan Hakim
Agung dan mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Yudisial
TEMPAT-TEMPAT YANG DILARANG DILAKUKAN PENGGELEDAHAN

Pasal 35 KUHAP

Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki :


a. Ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat , Dewan Perwakilan Rakyat atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b. Tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
c. Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
PENYITAAN

Pasal 1 angka 16 KUHAP

Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk


mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
BENDA YANG DAPAT DISITA

Benda yang dapat disita termuat dalam Pasal 39 KUHAP

Yang dapat dikenakan penyitaan adalah :


a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan
pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya;
c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukantindak pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata' atau karena pailit dapat juga disita untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
BEBERAPA HAL TENTANG PENYITAAN
Pasal 43 KUHAP
“Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya,
sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua
pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain”.

Pasal 44 ayat 1 KUHAP


“Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara”.

Nama lainnya adalah Rupbasan apabila tidak ada Rupbasan bisa di Kantor Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Bank
Pemerintah, dalam keadaan memaksa dapat disimpan dalam tempat khusus, atau pada tempat semula benda tersebut
berasal

Pasal 45 ayat 1 KUHAP


Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk
disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika
biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya
dapat diambil tindakan berupa LELANG BARANG BUKTI
PRAPENUNTUTAN

Pasal 30 ayat (1) huruf a UURI Nomor 16 Tahun 2004 : "Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk
memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik,
mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta
memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara
tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan
BERKAS PERKARA
Koordinasi Fungsional antara penyidik dan penuntut umum yang sering menimbulkan polemik menyangkut
prapenuntutan adalah:

1. Pemberitahuan dimulainya penyidikan (Pasal 109 ayat 1 KUHAP)


2. Perpanjangan penahanan untuk kepentingan penyidikan (Pasal 24 ayat 2 KUHAP)
3. Penghentian penyidikan (Pasal 109 ayat 2 KUHAP)
4. Penyerahan berkas perkara hasil penyidikan kepada penuntut umum (Pasal 110 ayat 1 KUHAP)
5. Penyidikan tambahan berdasarkan petunjuk penuntut umum dalam berkas dinyatakan kurang lengkap

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 menyatakan Pasal 109 ayat (1) KUHAP bertentangan
dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa ‘penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum’ tidak dimaknai penyidik wajib memberitahukan dan
menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling
lambat 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan. Sebelumnya, Pasal 109 ayat (1) KUHAP
berbunyi “dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak
pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.” Dengan adanya putusan MK, maka ada
batas waktu paling lambat 7 hari bagi penyidik untuk menyampaikan SPDP kepada penuntut umum, terlapor,
dan korban/pelapor
PENUNTUTAN
PENUNTUTAN adalah TINDAKAN PENUNTUT UMUM UNTUK MELIMPAHKAN PERKARA PIDANA KE
PENGADILAN NEGERI YANG BERWENANG DALAM HAL DAN MENURUT CARA YANG DIATUR DALAM UNDANG-
UNDANG INI DENGAN PERMINTAAN SUPAYA DIPERIKSA DAN DIPUTUS OLEH HAKIM DALAM SIDANG
PENGADILAN (PASAL 1 ANGKA 7 KUHAP)

Pasal 14 KUHAP
Penuntut umum mempunyai wewenang :
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4),
dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah
perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d. membuat surat dakwaan;
e. melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan,
baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
j. melaksanakan penetapan hakim.
PENGHENTIAN PENUNTUTAN
Pasal 140 ayat (2) KUHAP
Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut
umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.
Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan.
Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum,
pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim.

Selain itu bisa dihentikan jika:

 Tersangka meninggal dunia (Pasal 77 KUHP)


 Telah kadaluarsa (Pasal 78 KUHP)
 Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP)
DAKWAAN
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat
dakwaan hakim akan memeriksa suatu perkara

Surat Dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada
terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar serta
landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan

Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b KUHAP (syarat materil).
(Pasal 143 ayat 3 KUHAP) adalah batal demi hukum. Surat dakwaan bisa diubah baik atas inisiatif penuntut umum maupun
atas saran hakim namun sebelum pemeriksaan persidangan dimulai.

Pasal 144 ayat 1 KUHAP


Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk
menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.

Pasal 144 ayat 2 KUHAP


Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang
dimulai.
SYARAT SURAT DAKWAAN

Pasal 143 ayat (2) KUHAP huruf a


Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; (DISEBUT JUGA
SYARAT FORMIL)

Pasal 143 ayat (2) KUHAP huruf b


Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan
tempat tindak pidana itu dilakukan; (DISEBUT JUGA SYARAT MATERIIL)
TIDAK DAPAT DITERIMA ATAU BATAL DEMI HUKUM

Bahwa suatu dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima akibat dari “syarat penuntutannya tidak terpenuhi”. yang
dimaksud “syarat penuntutan” tersebut antara lain yaitu dalam suatu perkara yang merupakan delik aduan namun
ternyata dalam proses pengajuan ke persidangan tidak disertai dengan pengaduan, atau delik dilakukan pada waktu dan
tempat dimana ketentuan undang-undang pidananya tidak berlaku, atau hak menuntut telah hapus dengan alasan
antara lain ne bis in idem, daluwarsa dan Terdakwa meninggal dunia;

Pasal 143 ayat 2 huruf b Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka untuk dapat
menyatakan surat Dakwaan “batal demi hukum”. Surat Dakwaan dimaksud setidaknya telah terlebih dahulu dinyatakan
tidak menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan
waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan atau dengan kata lain Syarat Materiil Surat Dakwaan tidak terpenuhi;

Sedangkan apabila syarat formil Surat Dakwaan yaitu menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan Pencantuman
tanggal dan tanda tangan Penuntut Umum serta identitas Terdakwa tidak terpenuhi maka Surat Dakwaan tersebut tidak
serta merta “batal demi hukum” melainkan “dapat dibatalkan”
BENTUK SURAT DAKWAAN
DASAR HUKUM: Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan

Dakwaan Tunggal
Dalam surat dakwaan ini hanya satu Tindak Pidana saja yang didakwakan, karena tidak terdapat kemungkinan untuk
mengajukan alternatif atau dakwaan pengganti lainnya; Pasal 362KUHP

Dakwaan Alternatif
Dalam surat dakwaan ini terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat
mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini digunakan bila belum didapat kepastian tentang Tindak Pidana mana
yang paling tepat dapat dibuktikan. Dalam dakwaan alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, hanya satu dakwaan
saja yang dibuktikan tanpa harus memperhatikan urutannya dan jika salah satu telah terbukti maka dakwaan pada lapisan lainnya tidak
perlu dibuktikan lagi. Dalam bentuk Surat Dakwaan ini, antara lapisan satu dengan yang lainnya menggunakan kata sambung “ATAU”

Dakwaan Subsider

Sama halnya dengan dakwaan alternatif, dakwaan subsidair juga terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud
lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana tertinggi sampai dengan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah.

Pembuktian dalam surat dakwaan ini harus dilakukan secara berurut dimulai dari lapisan teratas sampai dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak
terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.
BENTUK SURAT DAKWAAN
Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi
satu. Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut.
Dakwaan ini dipergunakan dalam hal Terdakwa melakukan beberapa Tindak Pidana yang masing-masing merupakan
Tindak Pidana yang berdiri sendiri. “DAN”

Contoh Dakwaan
Tunggal : Pasal 362 KUHP

Alternatif : Kesatu Pasal 362 KUHP atau Kedua Pasal 480 KUHP

Subsideritas:
Primer: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP)
Subsider: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
Lebih Subsider: Penganiayaan menyebabkan orang mati (Pasal 351 ayat 3 KUHP)

Kumulatif:
Kesatu: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
dan
Kedua: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
BENTUK SURAT DAKWAAN
Dakwaan Kumulatif
Dalam Surat Dakwaan ini, didakwakan beberapa Tindak Pidana sekaligus, ke semua dakwaan harus dibuktikan satu demi satu. Dakwaan yang tidak terbukti
harus dinyatakan secara tegas dan dituntut pembebasan dari dakwaan tersebut. Dakwaan ini dipergunakan dalam hal Terdakwa melakukan beberapa
Tindak Pidana yang masing-masing merupakan Tindak Pidana yang berdiri sendiri. “DAN”

Dakwaan Kombinasi
Disebut dakwaan kombinasi, karena di dalam bentuk ini dikombinasikan atau digabungkan antara dakwaan kumulatif
dengan dakwaan alternatif atau subsidair.
Contoh Dakwaan Dakwaan Kombinasi
Tunggal : Pasal 362 KUHP
Kesatu:
Alternatif : Kesatu Pasal 362 KUHP atau Kedua Pasal 480 KUHP Primair: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP);
Subsideritas: Subsidair: Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP);
Primer: Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) dan
Subsider: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)
Lebih Subsider: Penganiayaan menyebabkan orang mati (Pasal 351 ayat 3 KUHP) Kedua:
Primer: Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP);
Kumulatif:
Kesatu: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP) Subsider: Pencurian (Pasal 362 KUHP
dan
Kedua: Perkosaan (Pasal 285 KUHP)
PRAPERADILAN
(Pasal 1 angka 10 KUHAP)
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini, tentang:
a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasa tersangka;
b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan
keadilan;
c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Pasal 77 KUHAP
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-
undang ini tentang :
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan.
PERUBAHAN OBJEK PRAPERADILAN
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 Tentang
Pengujian Undang-Undang (UU) 8/1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana
(KUHAP),. Putusan itu menyatakan, objek praperadilan tidak hanya yang telah
ditentukan oleh Pasal 77 KUHAP yaitu: “a) sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan b)
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan”. Tetapi juga termasuk
“penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan”.
YANG DAPAT MENGAJUKAN PRAPERADILAN

 Tersangka atau keluarga atau oleh Penasihat Hukumnya


 Pihak ketiga yang berkepentingan dalam hal adanya penghentian
penyidikan atau penuntutan
 Penyidik dalam hal dihentikan perkara oleh penuntut umum
 Penuntut Umum dalam hal dihentikan perkara oleh penyidik
ACARA PEMERIKSAAN SIDANG PRAPERADILAN
1) Penetapan hari sidang 3 hari sesudah diregister (Pasal 82 ayat (1) huruf a KUHAP)
2) Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan. (Pasal 82 ayat
(1) huruf c KUHAP)
3) Selambat-lambatnya 7 hari putusan sudah dijatuhkan (Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP)
4) Diperiksa oleh Hakim Tunggal
5) Gugur apabila Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUUXIII/2015 yang memutuskan
bahwa batas waktu perkara praperadilan dinyatakan gugur adalah saat telah digelar
sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon.
6) Putusan tidak dapat diterima karena tidak berdasar hukum, tidak jelas atau kabur,
sudah daluarsa dan diajukan oleh orang yang tidak berhak
7) Putusan ditolak karena pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil yang diajukan
8) Putusan dikabulkan karena pemohon dapat membuktikan dalil-dalil yang diajukan
UPAYA HUKUM PRAPERADILAN
Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 79, pasal 80
dan pasal 81 tidak dapat dimintakan banding”. Lalu, ayat (2) menyatakan “dikecualikan
dari ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya
penghentian penyidikan/penuntutan, hal itu dapat dimintakan putusan akhir ke
pengadilan tinggi”.

Pasal 3 PERMA No 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN

Putusan Praperadilan tidak dapat diajukan peninjauan kembali.


PEMERIKSAAN ACARA CEPAT
PEMERIKSAAN ACARA CEPAT DIATUR DALAM BAGIAN KEENAM PASAL 205 S/D 206 KUHAP

DISEBUT JUGA PERKARA ROL

DIBAGI 2 MACAM:
 ACARA PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)
 ACARA PEMERIKSAAN PELANGGARAN LALU LINTAS
TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) & LALU LINTAS
 Pasal 205 KUHAP
Perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu
lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.

 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam
KUHP
Pasal 364, 373,379,384,407,dan pasal 482 KUHP denda Rp250,00 dibaca menjadi Rp2.500.000,00

 Peraturan Daerah

PASAL 274 S/D PASAL 313 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERMA 12 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS
PEMERIKSAAN SIDANG ACARA SINGKAT
Diatur dalam Bagian Kelima Pasal 203 dan Pasal 204 KUHAP
Disebut juga dengan acara pemeriksaan sumir

Pasal 203 KUHAP


 Perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205
 Menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
 Paling lama empat belas hari, bisa ditambah 7 hari untuk kepentingan pembelaan

Pasal 204 KUHAP


Jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan acara singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan,
yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa dapat melanjutkan
pemeriksaan tersebut
PEMERIKSAAN SIDANG ACARA BIASA
KEBERATAN BAHWA SURAT DAKWAAN TIDAK DAPAT
Diatur dalam BAB KETIGA Pasal 152 s/d Pasal 202 KUHAP DITERIMA
Bahwa suatu dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima
MENGENAI EKSEPSI akibat dari “syarat penuntutannya tidak terpenuhi”. yang
KEBERATAN BAHWA PENGADILAN TIDAK BERWENANG dimaksud “syarat penuntutan” tersebut antara lain yaitu
kewenangan (kompetensi) Pengadilan untuk mengadili ini dalam suatu perkara yang merupakan delik aduan namun
menyangkut 2 (dua) hal yakni kompetensi absolut yaitu ternyata dalam proses pengajuan ke persidangan tidak
berkaitan dengan “peradilan apa” yang berwenang untuk disertai dengan pengaduan, atau delik dilakukan pada
memeriksa dan mengadilinya sedangkan kompetensi waktu dan tempat dimana ketentuan undang-undang
relatif yaitu berkaitan dengan “Pengadilan Negeri mana” pidananya tidak berlaku, atau hak menuntut telah hapus
yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya dengan alasan antara lain nebis in idem, daluwarsa dan
Terdakwa meninggal dunia
KEBERATAN BAHWA SURAT DAKWAAN HARUS DIBATALKAN
Bahwa merujuk kepada pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, maka untuk dapat menyatakan surat Dakwaan “batal demi hukum”. Surat Dakwaan dimaksud setidaknya telah terlebih dahulu
dinyatakan tidak menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan atau dengan
kata lain Syarat Materiil Surat Dakwaan tidak terpenuhi;
Sedangkan apabila syarat formil Surat Dakwaan yaitu menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan Pencantuman tanggal dan tanda tangan Penuntut Umum serta identitas Terdakwa
tidak terpenuhi maka Surat Dakwaan tersebut tidak serta merta “batal demi hukum” melainkan “dapat dibatalkan”
Menimbang, bahwa dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tidak pidana yang dilakukan;
PUTUSAN SELA
Ada 2 Macam

Kalau eksepsi ditolak : Pemeriksaan Terhadap Terdakwa harus dilanjutkan

Kalau eksepsi diterima: Pemeriksaan terhadap Terdakwa tidak dapat dilanjutkan


PEMBUKTIAN, TUNTUTAN, PLEDOI, RUPLIK DAN DUPLIK

PEMBUKTIAN

Pembuktian adalah membuktikan, sama dengan memberi (memperlihatkan) bukti, melakukan sesuatu sebagai kebenaran,
melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan.

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. (Pasal 183 KUHAP)

Pasal 184 KUHAP


(1) Alat bukti yang sah ialah :
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
KETERANGAN SAKSI

Pasal 185
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti
yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya
suatu kejadian atau keadaan tertentu.
(5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.
(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya;
(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila
keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.
KETERANGAN SAKSI

Pasal 1 angka 27 KUHAP


Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Saksi tidak hanya orang yang ia lihat, dengar, alami sendiri, tetapi setiap orang yang punya
pengetahuan yang terkait langsung terjadinya tindak pidana wajib didengar sebagai saksi
demi keadilan dan keseimbangan penyidik yang berhadapan dengan tersangka/terdakwa.
(Putusan MK Nomor 65/PUU-VIII/2010)
KETERANGAN SAKSI

Pasal 168 KUHAP


Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai
saksi:
a. Keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-
sama sebagai terdakwa;
b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang
mempunyai hubungan karena parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. Suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.

Pasal 169 KUHAP


Ayat (1) Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas
menyetujuinya dapat memberi keterangan di bawah sumpah.
Ayat (2) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah.

Pasal 171 KUHAP


Yang boleh diperiksa untuk memberi.keterangan tanpa sumpah ialah: a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum
pernah kawin; b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali
MACAM SAKSI

Saksi A charge dan Saksi A de Charge


Saksi Verbalisant
Saksi Mahkota
KETERANGAN AHLI

Pasal 1 angka 28 KUHAP

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang


yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan.
PETUNJUK

Pasal 188 KUHAP


(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa.
(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh
hakim dengan arif lagi bidjaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
KETERANGAN TERDAKWA

Pasal 188 KUHAP


(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk
membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh
suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia
bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus
disertai dengan alat bukti yang lain.
TEORI PEMBUKTIAN

 Sistem pembuktian menurut UU secara positif (positief wettelijke bewijs


theorie)

 Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim semata (conviction in


time)

 Sistem atau teori pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang
logis (conviction in raisone)

 Sistem pembuktian menurut UU secara negatif (negatief wettellijke bewijs


theorie) (KUHAP)
PRODUK JAKSA/PENUNTUT UMUM, PENASIHAT HUKUM, DAN HAKIM

 DAKWAAN (JAKSA/ PENUNTUT UMUM)


 EKSEPSI/KEBERATAN (TERDAKWA/PH)
 REPLIK (JAKSA/ PENUNTUT UMUM)
 DUPLIK (TERDAKWA /PH)
 PUTUSAN SELA OLEH HAKIM (ISI KABUL BISA TOLAK)
 PEMERIKSAAN ALAT BUKTI, MISAL SAKSI, AHLI, PEMERIKSAAN
TERDAKWA, SAKSI YANG MERINGANKAN (PROSES ALAT BUKTI)
 PEMBACAAN SURAT TUNTUTAN OLEH JAKSA (ISI TUNTUTAN)
 PLEDOI (PEMBELAAN) (TERDAKWA/PH)
 REPLIK (JAKSA/ PENUNTUT UMUM)
 DUPLIK (TERDAKWA ATAU PH)
 PUTUSAN
MUSYAWARAH HAKIM

Setelah pemeriksaan persidangan dinyatakan ditutup hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu
diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang. (Pasal 182 ayat 3 KUHAP)

Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. (Pasal 182 ayat 4
KUHAP)

Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang
terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya. (Pasal 182 ayat 5
KUHAP)

Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak
dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a. putusan diambil dengan suara terbanyak; b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat
diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa. (Pasal 182 ayat 6 KUHAP)

Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu
dan isi buku tersebut sifatnya rahasia. (Pasal 182 ayat 7 KUHAP)

Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut
umum, terdakwa atau penasihat hukum. (Pasal 182 ayat 8 KUHAP)
MUSYAWARAH HAKIM

Pada asasnya dalam musyawarah Majelis:


 Musyawarah untuk mufakat
 Tidak tercapai mufakat diambil suara terbanyak
 Jika suara terbanyak tidak berhasil dicapai maka putusan yang dipilih adalah yang paling menguntungkan terdakwa

Pasal 14 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.


1. Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
2. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap
perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
3. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat
dalam putusan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung.
MUSYAWARAH HAKIM

Dalam musyawarah Hakim,Hakim Ketua memimpin musyawarah kemudian yang terlebih dahulu mengemukakan pendapat
adalah Hakim Anggota II, kemudian disusul Hakim Anggota I kemudian terakhir Hakim Ketua mengemukakan pendapat.

Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam
putusan.

Pasal 14 ayat 3 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi “Dalam hal sidang permusyawaratan
tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan”.

Dikenal istilah Dissenting Opinion dan Concuring Opinion


Dissenting opinion atau pendapat berbeda dari mayoritas atau pendapat berbeda dari mayoritas atau pendapat hakim yang berbeda dalam suatu putusan.
Mulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum, sampai amar putusannya berbeda. Pendapat berbeda hakim tersebut wajib dimuat dalam putusan.

Dissenting Opinion:semenjak awal pertimbangannya sudah berbeda. Mulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum, sampai amar putusannya berbeda.

Concuring Opinion: fakta hukumnya sama, pertimbangannya sama, tapi amar putusannya yang berbeda atau apabila pendapat seorang Hakim mengikuti
sependapat dengan pendapat Hakim yang mayoritas tentang amar putusan, misalnya setuju koruptor tersebut dihukum 8 tahun, tapi dia hanya menyatakan
berbeda dalam pertimbangan hukum (legal reasoning) nya.
PUTUSAN HAKIM dan SYARAT SAH PUTUSAN

PUTUSAN ATAU VONIS (LATIN)

Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka 11 KUHAP)

Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum. (Pasal 195
KUHAP)

Dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada (Pasal
196 ayat 2 KUHAP)

Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa
yang menjadi haknya, yaitu : a. hak segera menerima atau segera menolak putusan; b. hak mempelajari putusan sebelum menyatakan
menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini; c. hak minta penangguhan pelaksanaan
putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan; d.
hak. minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia
menolak putusan; e. hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-
undang ini. (Pasal 196 ayat 3 KUHAP)
JENIS-JENIS PUTUSAN AKHIR

Putusan Bebas (vrijspraak)


Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. (Pasal 191 ayat 1 KUHAP)

Putusan Lepas dari segala Tuntutan Hukum (onstlag van recht vervolging)
Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak
merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat 2 KUHAP)

Putusan Pemidanaan (veroordeling)


Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka
pengadilan menjatuhkan pidana (Pasal 193 ayat 1 KUHAP)
MUATAN SURAT PEMIDANAAN

Pasal 197 KUHAP


(1) Surat putusan pemidanaan memuat :
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi
dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundangundangan yang menjadi dasar
hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan
atau tindakan yang dijatuhkan;
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam'tahanan atau dibebaskan;
l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;

(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

(3) Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.
MUATAN SURAT PEMIDANAAN

(1) Surat putusan bukan pemidanaan memuat :


a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf e, f dan h;
b. pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar putusan;
c. perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pasal ini.

Pasal 200
Surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGENAI PASAL 197 AYAT 1 KUHAP

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012 tanggal 22 November 2012


Sebuah putusan pemidanaan tanpa memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan tidak menjadikan sebuah
putusan pemidanaan batal demi hukum. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya memaknai Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertentangan dengan UUD 1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan
Pasal 197 ayat (1) huruf k UU tersebut mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Pasal 197 ayat (1) huruf “k” sendiri menyatakan surat putusan pemidanaan harus memuat antara lain mengenai perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap
dalam tahanan atau dibebaskan. Sedangkan ayat (2) KUHAP menentukan jika tidak dipenuhi ketentuan tersebut maka mengakibatkan putusan batal demi
hukum.

Menurut Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya, Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP secara formal merupakan ketentuan yang bersifat imperative atau
mandatory kepada pengadilan, dalam hal ini hakim yang mengadili, yang manakala pengadilan atau hakim tidak mencantumkannya dalam putusan yang
dibuatnya, maka akan menimbulkan akibat hukum tertentu. Meskipun demikian, menurut Mahkamah, secara materiil-substantif kualifikasi imperative atau
mandatory-nya seluruh ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP tidaklah dapat dikatakan sama atau setingkat, terlebih lagi manakala membacanya dikaitkan
dengan pasal-pasal lain sebagai satu kesatuan sistem pengaturan. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 197 ayat (2) bahwa, “Tidak dipenuhinya
ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum”, namun dalam Penjelasannya dinyatakan,
“Kecuali yang tersebut pada huruf a, e, f dan h, apabila terjadi kekhilafan dan atau kekeliruan dalam penulisan, maka kekhilafan dan atau kekeliruan penulisan
atau pengetikan tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum.”

“Dengan demikian maka, apabila suatu putusan pemidanaan tidak mencantumkan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf g dan huruf i karena tidak disebutkan
dalam Pasal 197 ayat (2), serta terjadi kekhilafan dan atau kekeliruan dalam penulisan atau pengetikan materi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 197 ayat
(1) yang mengecualikan huruf a, e, f, dan h, maka tidak menyebabkan batalnya putusan demi hukum. Oleh karenanya, secara materiil-substantif kualifikasi
imperative atau mandatory dari keseluruhan ketentuan dalam Pasal 197 ayat (1) a quo tidaklah dapat dikatakan sama atau setingkat,
kapukboy Lkp BinaExcel Mandiri

rizalf_86 binaexcelmandiri.com

kapukboy1986 Lkp_binaexcelmandiri

awambicarahukum LKP Bina Excel Mandiri

You might also like