Professional Documents
Culture Documents
Pacem in Terris
Pacem in Terris
DUNIA
PAUS YOHANES XXIII
“PACEM IN TERRIS”
(PERDAMAIAN DUNIA)
TENTANG USAHA MENCAPAI PERDAMAIAN SEMESTA
DALAM KEBENARAN, KEADILAN, CINTA KASIH DAN
KEBEBASAN
Saudara-saudara yang terhormat dan putera-puteri yang terkasih, Salam dan Berkat Apostolik.
2. Tata-tertib yang mengagumkan meliputi dunia ciptaan yang hidup dan daya-kekuatan alam. Itulah
pelajaran jelas yang kita terima dari kemajuan penalitian modern dan penemuan-penemuan teknologi. Dan suatu
cirri keagungan manusia ialah kemampuannya menghargai tata-tertib itu, dan menciptakan upaya-upaya untuk
mengedalikan daya kekuatan itu demi kepentingannya sendiri.
3. Akan tetapi pertama-tama nyata dari kemajuan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan teknologi
ialah bahwa maha-agunglah Allah sendiri, yang menciptakan manuasia dan alam semesta. Sesungguhnya, dari
ketiadaan diciptakan_nya segala sesuatu, dan semua dipenuhiNya dengan kepurnaan kebijaksanaan dan
kebaikan-Nya sendiri. Maka beginilah penyair mazmur memuji Allah : “ Ya Tuhan, tuhan kami betapa mulialah
nama-Mu diseluruh bumi!” Segala sesuatu Kauciptakan dengan bijaksana”. Lagi pula Allah menciptakan
manusia “menurut citra dan keserupaan-Nya”: Ia menganugerahinya dengan pengertian dan kebebasan dan
menjadikannya penguasa alam makhluk. Semuanya itu diwartakan oleh penyair mazmur. “Engkau telah
membuatnya hampir sama seperti Allah. Dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau
memberinya kuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya Kautaruh di bawah kakinya.
4. Meskipun begitu ada perpecahan antara orang-orang dan bangsa-bangsa; itu jelas sekali bertentangan
dengan tat alam semesta yang sempurna. Orang cenderung beranggapan, seolah-olah hubungan-hubungan antar
manusia hanya dapat dikendalikan dengan kekuatan.
5. Akan tetapi Sang Pencipta dunia telah mencamkan ke dalam hati sanubari manusia adanya tata-
semesta, dan suarahatinya mendesak supaya itu dipertahankannya. Manusia “menunjukkan, bahwa isi hokum
Taurat tertulis dalam hati mereka, dan suarahatinya turut bersaksi tentangnya”. Mau apa lagi? Semua makhuk
mencerminkan kebijaksanaan Allah yang tiada batasnya. Dan kian jelas kebijaksanaan itu terpantulkan, semakin
ciptaan itu lebih tinggi taraf kesempurnaannnya.
6. Akan tetapi sering kejahatan diakibatkan oleh pandangan-pandangan yang sesat. Banyak orang
beranggapan seolah-olah hukum-hukum yang mengaturhubungan manusia dan negara sama saja seperti hukum-
hukum yang menguasai daya-daya dan unsur-unsur alam semesta yan buta. Tetapi itu tidak benar. Hukum-
hukum yang mengatur manusia berlainan sama sekali. Bapa alam semesta telah menerakannya ke dalam kodrat
manusia. Oleh karena itulah hukum itu harus dicari di situ, bukan di tempat lain.
7. Hukum-hukum itu dengan jelas memperlihatkan, bagaiman manusia harus berperilaku terhadap
sesamnya di masyarakat, dan bagaimana hubungan-hubungan timbak-balik antara warganegara dan para pejabat
harus diwujudkan. Hukum-hukum menunjukkan juga, kaidah-kaidah manakah yang harus mengatur hubungan-
hubungan antar negara, akhirnya, bagiamanakah seharusnya hubungan natara orang-orang perorangan atau
negara-negara di satu pihak, dan segenap masyarakat bangsa-bangsa seluruh dunia di pihak lain. Kepentingan
bersama umat manusia menuntut, agar akhirnya didirikannya persekutuan bangsa-bangsa di dunia semesta.
8. Pertama-tama perhatian perlu ditunjukan kepada tata-tertib yang harus tetap berlaku dia nata manusia.
9. Perserikatan mana pun yang di tata dengan baik dan bersifat produktif dalam masyarakat menuntut,
agar satu asas dasar ini diterima setiap orang itu pribadi yang sesungguhnya. Artinya, kodratnya dikurniai
akalbudi dan kehendak bebas. Oleh karena itulah ia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, yang
kesemuanya timbul sebagai konsekuensi langsung kodratnya. Hak-hak serta kewajiban-kewajiban itu bersifat
universal dan tidak boleh dilanggar, maka dari itu saa sekali tidak dapat direbut dari manusia. 1
10. Lagi pula, bila martabat pribadi manusia ditinjau dari wahyu ilahi, penghargaan kita terhadapnya mau
tidaj mau meningkat tiada bandingnya. Manusia telah ditebus dengan darah Yesus Kristus. Rahmat
menjadikannya putera-puteri dan sahabat-sahabat Allah, serta pewaris-pewaris kemualiaan kekal.
11. Akan tetapi yang pertama-tama perlu dibahas ialah hak-hak manusia. Ia berhak hidup. Ia berhak atas
keutuhan badannya dan atas upaya-upaya yang diperlukan untuk pengembangan hidup yang sewajarnya,
khususnya makanan, pakaian, tempat berteduh, perawatan kesehatan, istirahat dan akhirnya pelayanan-
pelayanan sosial yang dibutuhkan. Oleh karena itu ia berhak mendapat pemeliharaan kalau sedang sakit,
menderita cacat akibat pekerjaanya, menjadi janda, lanjut usia, terpaksa menganggur, atau bila tanpa
kesalahannya sendiri kehilangan nafkahnya.2
12. Selain itu menurut kodartnya manusia berhak dihargai. Ia berhak atas nama baik, Berhak pula atas
kebebasan menyelediki kebenaran, dan dalam batas-batas tata- susila dan kesejahteraan umum-atas kebebasan
untuk berbicara dan menerbitkan karya tulis, lagi pula atas kebebasan untuk menjalankan profesi mana pun yang
pilihnya. Ia berhak juga atas informasi yang cermat tentang peristiwa-peristiwa umum.
13. Secara hakiki manusia berhal ikut memanfaatkan buah-buah kebudayaan, karena itu mendapat
pendidikan umum yang baik, dan latihan teknis atau kejuruan yang serasi dengan taraf perkembangan
pendidikandi negerinya. Lagi pula perlu dirancangkan suatu system untuk membuka bagi para warga
masyarakat yang berbakat peluang menempuh studi lebih lanjut, supaya di kemudian hari mereka sedapat
mungkin menduduki posisi-posisi yang penuh tanggung jawab dalam masyarakat sesuai dengan bakat alami
mereka dan ketrampilan yang mereka peroleh. 3
14. Termasuk hak-hak manusaia juga dapat beribadat kepada Allah mengikuti dorongan yang tepat
suarahatinya sendiri, dan mengakui agamanya secara privat maupun di muka umum. Laktansinus jelas
mengajarkan : “inilah persyaratan kelahiran kita sendiri, bahwa kepada Allah yang menciptakan kita
lambungkan hormat – pujian yang layak bagiNya; bahwa Ia kit akuyi sebagai Allah yang Esa, dan kita patuhi.
Dari ‘ligatura’ (ikatan) ketakwaan yang mengikat kita dan menambat kita pada Allah itulah dijabarkan
istilah ‘religio’” (agama).4 Oleh karena itu juga Paus Leo XIII menyatakan ; “Kebebasan
1 Paus Pius XII, Amanat radio pada hari Natal 1942; AAS. 35 (1943) hlm. 9-24; Paus Yohanes XXIII, kotbah, tgl 4 Januari 1963: AAS(1963 hal. 89-91
2 Bdk. Ensiklik Paus Pius XI “ Divini Redemptoris” : AAS 29 (1937) hal. 78 ; Amanat radio Paus Pius XII, Pentakosta, tg; 1 Juni 1941 ; AAS 33 (1941) hlm. 195 – 205.
3 Bdk. Paus Pius XII, Amanat Radio pada hari Natal 1942; AAS (19430 Hlm. 9 - 24
4 “Divinae Institutiones”, jilid IV, bab 28.2 ; PL 6, 535
sejati, yakti yang layak bagi putera-puteri Allah, ialah kebebsan yang paling sungguh menjamin martabat
pribadi manusia. Kebebasan itu lebih kuat dari kekerasan atau ketidak-adilan mana pun juga. Itulah kebebasan
yang selalu diinginkan oleh Gereja dan yang sangat dicintainya. Itu pulalah kebebasan yang dengan tegas
dituntut oleh para rasul. Para pembela iman mempertahankannya melalui karya tulis mereka ; ribuan martir
mentakdiskannya dengan darah mereka. 5
15. Manusia berhak juga memilih sendiri corak hidup yang menarik baginya; apakah hendak berkeluarga –
dalam membentuk keluarga pria dan wanita mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama atau
hendak menempuh hidup sebagai imam atau religius. 6
16. Keluarga, yang – berdasarkan pernikahan yang dijalin dengan bebas-bersifat satu dan tak terceraikan,
harus dipandang sebagai sel alami dan primer masyarakat manusia. Oleh karena itu kepentingan-kepentigan
kelurga hendaklah secara khas diindahkan dalam perkara-perkara sosial dan ekonomi, begitu pula dalam hal
iman maupun tat-susila. Sebab semuanya itu berkaitan dengan usaha meneguhkan keluarga dan membantunya
dalam menunaikan misinya.
17. Tentu saja pemeliharaan dan pendidikan anak-anak terutama merupakan hak orang tua. 7
18. Di bidang ekonomi jelaslah manusia mempunyai hak bukan hanya untuk beroleh peluang untuk
bekerja, melainkan juga untuk boleh mengadakan prakarsa pribadi dalam kerja yang dijalankannya. 8
19. Kondisi-kondisi kerja manusia tak lain merupakan konsekuensi hak-hak itu. Jangan sampai situasi
kerja melemahkan kondisi fisik atau morilnya, atau bertentangan dengan perkembangan sewajarnya kaum
remaja menuju kedewasaan. Bagi kaum wanita hendaknya diciptakan kondisi kerja yang selaras dengan
kebutuhan-kebutuhan dan tanggungjawab mereka sebagai isteri dan ibu. 9
20. Konsekuensi lain martabat pribadi manusia ialah heknya menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi
sesuai dengan tingkatan tanggungjawabnya.10 Maka buruh hendaknya juga menerima upah yang ditetapkan
menurut asas-asas keadilan. Itu perlu ditekankan. Besarnya upah yang diterima oleh buruh, serasi dengan dana-
dana yang tersedia, harus mencukupi sehingga memungkinkan dia sekeluarga hidup menurut taraf yang sesuai
dengan martabat pribadi manusia. Beginilah Paus Pius XII menguraikannya : “ Kodrat membebani manuisa
dengan kerja sebagai kewajibannya: dan selaras dengan itu manusia pada hakikatnya berhak menuntut, agar
pekerjaan yang dilakukannyamenghasilkan baginya beserta anak-anaknya rezeki hidup. Itulah keharusan kodrat
yang mutlak demi lestarinya hidup manusia. “ 11
21. Konsekuensilain lagi pada kodrat manusia yakni, bahwa ia berhak atas pemilikan harta secara
perorangan, termasuk upaya-upaya produksi. Seperti pernah kami utarakan, “hak itu merupakan upaya cukup
efektif untuk menyatakan kepribadian dan melaksanakan tanggungjawab seseorang di tiap bidang, dan unsur
kemantapan serta jaminan bagi kehidupan kelurga, bsegitu pula unsure damai dan kesejahteraan dalam
negeri”. 12
22. Akhirnya pada tempatnyalah mengemukakan, bahwa hak memiliki harta perorangan sekaligus
mencakup kewajiban sosial. 13
5. Ensiklik “Libertas Praestantissimum”. Acta Leonis XIII, VIII (1888) hal. 237-238
6. Bdk. Paus Pius XII, Amanat Radio pada hari Natal 1942, AAS 35 (1943) hlm. 9-24
7. Bdk. Paus Pius XI, Ensiklik “Casti Connubii” : ASS 22 (1930) hlm. 539-592: Paus Pius XII, Amanat radio pada hari Natal 1942 ; AAS 35 (1943) hlm.
9-24.
8. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Pentekosta, tgl 1 Juni 1941 ; AAS 33 (1941) hlm. 201
9. Bdk. Paus Leo XIII, Ensiklik “Rerum Novarum” 43 ; Acta Leonis XIII, XI (1891) hal. 128 – 129
10. Bdk. Paus Yohanes XXIII, Ensiklik “Mater et Magistra”, 84 ; ASS 53 (1961) hal 422
11. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Pentekosta, tgl. 1 Juni 1941 ; AAS 33 (1941) hal. 201
12. Paus Paulus XXIII, Ensiklik “Mater et Magistra” 112 : AAS 53 (1961) hal 428
13. Bdk. ibidem, hal 430.
23. Menurut kodratnya manusia bersifat sosial, maka berha mengadakan pertemuan dan membentuk serikat
dengan sesamanya. Mereka berhak menuangkan serikat semacam itu dalam pola organisasi yang mereka
pandang efektif untuk mencapai sasaran-sasarannya. Orang berhak juga mempunyai prakarsa sendiri dan
bertindak atas tanggung jawab sendiri dalam serikat-serikat itu untuk mencapai hasil-hasil yang mereka
inginkan. 14
24. Seperti kami tekankan dalam Ensiklik “Mater et Magistra”, sangat mendesaklah mendirikan amat
banyak kelompok penengah atau serikat semacamnya itu untuk mencapai tujuan-tujuan yang realisasinya tidak
terjangkau secara efisien oleh perorangan. Kelompok-kelompok dan serikat-serikat seperti itu harus dianggap
mutlak perlu untuk menjalamin kebebasan dan martabat pribadi manusia, sementara kesadaran
bertanggungjawab tetap dijaga keutuhnya. 15
25. Lagi pula tiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan tinggal di kawasan negaranya sendiri.
Berdasarkan alasan-alasan yang wajar ia harus diizinkan beremigrasi ke negeri-negeri lain dan tinggal di
situ.16 Kenyataannya sebagai warga masyarakat di negara tertentu tidak menghilangkan keanggotaannya dalam
keluarga manusia, atau kewarganegaraannya dalam masyarakat semesta, persekutuan manusiawi yang umum
dan meliputi seluruh dunia.
26. Akhirnya, martabat pribadi manusia mencakup haknya berperan serta secara aktif dalam kehidupan
umum, dan membawa sumbanganganya sendiri kepada kesejahteraan umum sesama warganegara. Menurut
Paus Pius XII, “manusia sebagai manusia bukanlah sasaran atau seolah-olah unsur pasif dalam masyarakat,
melainkan pemerannya, dasar dan tujuannnya, oleh karena itu harus dihargai”. 17
27. Sebagai manusia ia berhak atas perlindungan hukum terhadap hak-haknya; perlindungan itu harus
efektif dan seadil mungkin. Lagi menurut Paus Pius XII: “ Sebagai konsekuensi tata hukum yang dikehendaki
oleh Allah, manusia mempunyai hak atas jaminan hukum, yang tidak boleh dirampas dari padanya. Padanya ada
lingkup hukum tertentu yang ditetapkan dengan jelas dan harus luput dari serangan sewenang-wenang” 18
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN MANUSIA
28. Hak-hak kodrati yang diuraikan hingga sekarang tidak terceraikan dari sekian banyak kewajiban, yang
semuanya berlaku bagi pribadi yang sama. Hak-hak maupun kewajiban-kewajiban itu bertumu pada hukum
kodrati, ditopang olehnya, dan karenanya tidak terhapuskan. Seraya memberi hak-hak hukum kodrati
menggariskan kewajiban-kewajiban.
29. Begitulah misalnya hak hidup mencakup kewajiban memelihara kehidupan; hak atas mutu hidup yang
layak berpadanan dengan kewajiban hidup secara pantas ; hak mencari kebenaran dengan bebas berimbang
dengan kewajiban mempertaruhkan diri mencarinya secara makin mendalam dan luas.
30. Sekali itu diakui, kesimpulannya yakni ; dalam masyarakat manusia hak kodrati seseorang
menimbulkan pada sesama kewajiban yang sepadan, maksudnya ; kewajiban mengakui dan menghormati hak
itu. Tiap hak asasi manusia beroleh kekuatannya mewajibkan sesuatu dari hukum kodrati, yang menjadi
sumbernya dan mengikat padanya kewajiban imbanganya. Oleh karena itu menuntut hak-haknya tetapi
sekaligus mengabaikan kewajiban-kewajibannya, atau hanya menunaikannya tanggung-tanggung, ibarat
membangun rumah dengan tangan yang satu sekaligus membongkarnya dengan tangan yang lain.
14. Bdk. Paus Leo XIII, ensiklik “Rerum Novarum”, 48 dsl. : Acta Leonis XIII, XI (1891) hlm. 134-142 ; Paus Pius XI, Ensiklik “Quadragesimo Anno”,
69-71 : AAS 23 (1931) hlm. 199 – 200 ; Paus Pius XII, Ensiklik “Sertum Laetitiae” : ASS 31 (1939) hlm. 635-644)
15. Bdk. ASS 53 (1961) hlm. 430
16. Bdk. Paus Pius XII, Amanat raduo pada Hari Raya Natal 1952 : ASS 45 (1953) hlm. 36 – 46.
17. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada hari Raya Natal 1944 : ASS 37 (1945) hlm. 12
18. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Natal 1942 : ASS 35 (1943) hlm. 21
31. Karena menurut kodratnya manusia bersifat sosial, orang-orang harus hidyp bersama dan saling
mengindahkan kepentingan mereka. Dalam masyarakat yang serba teratur masing-masing anggota wajib
mengakui dan menunaikan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Akan tetapi konsekuensinya ialah, bahwa
masing-masing akan sepenuh hati membawa sumbangannya untuk menciptakan tata tertib masyarakat, yang
memungkinkan hak-hak serta kewajiban-kewajiban dipatuhi secara makin seksama dan makin efektif.
32. Misalnya percuma saja mengakui hak manusia atas pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya, kalau
kita tidak sekuat tenaga berusaha menyediakan baginya upaya-upaya yang secukupnya untuk hidup.
33. Oleh karena itu masyarakat tidak hanya harus serba teratur, melainkan harus menyediakan sumber-
sumber yang limpah juga. Supaya itu terlaksana, yang diperlukan bukan hanya bahwa hak-hak maupun
kewajiban-kewajiban diakui oleh semua pihak, melainkan juga bahwa semua orang melibatkan diri dan bekerja
sama di sekian banyak usaha yang dalam peradaban kita sekarang dimungkinkan, didorong, atau bahkan
dituntut.
34. Kecuali martabat pribadi manusia menuntut, agar ia mempunyai kebebasan, dan mampu mengambil
keputusan bila ia bertindak. Oleh karena itu dalam pergaulannya dengan sesama memang sudah sewajarnyalah,
dan kerja samnya dengan sesama di pelbagai bidang, pertama tama merupakan keputusan pribadinya. Tiap
orang hendaknya bertindak atas prakarsa dan keyakinannya sendiri, atas kesadaran kan tanggungjwabnya, bukan
karena tekanan terus menerus akibat paksaan dari luar atau karena bujukan-bujukan. Masyarakat yang dipaksa
bersatu melalui kekerasan sama sekali tidak manusiawi. Kendala itu sedikit pun tidak mendorong manusia
seperti harusnya untuk mencapai kemajuan atau kesempurnaan, melainkan semata-mata merintangi
kebiasaannya.
35. Maka supaya masyarakat dapat dianggap serba teratur, kreatif, dan sesuai dengan martabat pribadi
manusia, harus didasrkan pada kebenaran. Berkata S.Paulus : “Buanglah dusta dan berkatalah benar seorang,
kepada yang lain, karena kita sesama anggota”.19 Itu terlaksana, bila setiao orang dengan jujur mengakui hak-
haknya sendiri maupun kewajiban-kewajibannya terhadap sesama. Masyarakat, seperti dilukiskan disini,
meminta supaya manusia dibimbing oleh keadilan, menghormati hak-hak sesama danmenjalnkan tugas
kewajibannya. Selain itu meminta agar ia dijiwai oleh cinta kasih, sehingga ia merasakan kebutuhan sesama
seolah-olah itu kebutuhannnya sendiri dan terdorong untuk berbagi miliknya dengan sesama, serta ikut
mengusahakan supaya di dunia ini semua orang sama-sama mewarisi nilai-nilai akalbudi dan kerohanian yang
terluhur. Tetapi itu belum cukup. Sebab masyarakat berkembang berdasarkan kebebasan, dengan kata lain,
penggunaan upaya-upaya yang selaras dengan martabat masing-masing anggotanya, yang karena berakalbudi
sanggup mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya sendiri.
TATA SUSILA
36. Demikianlah, putera-puteri dan saudara-saudara terkasih, masyarakat manusia harus dipandang
terutama sebagi kenyataan rohani. Berkat jasa pelayanannya orang-orang yang arif dapat berbagi
pengertian mereka tentang kebenaran, menuntut hak-hak dan menunaikan tugas-tugas kewajiban mereka,
menerima dorongan dalam aspirasi-aspirasi mereka akan kelayakan rohani, ikut serta menikmati segala sesuatu
yang pantas dan menyenangkan dan tiada hentinya menyalurkan kepada sesama. Nilai-nilai rohani itulah, yang
berpengaruh membimbing dalam kebudayaan, ekonomi, lembaga-lembaga sosial, gerakan-gerakan dan pola-
pola politik, perundang-undanagan, serta semua faktor lainnya, yang berpaku membentuk rukun hidup lahiriah
orang-orang serta pengembangannya terus menerus.
37. Tatanan yang berperan utama dalam masyarakat bersifat rohani sama sekali. Dasarnya ialah kebenaran,
dan itu harus diwujudkan oleh keadilan. Tatana itu harus dijiwai dan disempurnakan oleh saling cinta kasih
antar manusia. Sementara tetap menjaga keutuhan kebebasan, tatana itu harus mengusahakan keseimbangan
dalam masyarakat, yang makin bersifat manusiawi.
38. Adapun tata tertib itu – yang asas-asasnya bersifat mutlak dan tidak dapat berubah – bersumber pada
Allah yang sejati, bersifat pribadi dan adisemesta. Dialah kebenaran perdana, kebaikan yang mahatinggi, justru
karena itulah Ia sumber terdalam bagi masyarakat manusia, - kalau mau dibangun sebagaimana mestinya,
menjadi kreatif, dan layak bagi martabat manusia, - untuk menimba daya-daya kehidupan yang sejati. 20 Itulah
dimaksudkan oleh S. Tomas kalau ia berkata ; “Akalbudi manusialah tolok-ukur untuk menilai kadar kebaikan
kehendak manusia; tolok ukur itu bertumpu pada hukum kekal, yakni Budi Ilahi dari hukum abadi dari pada
akalbudi manusia”. 21
CIRI – CIRI MASYARAKAT MODERN
40. Pertama, ternyata kondisi ekonomi dan sosial kaum pekerja berangsur-angsur mengalami kemajuan. Di
masa lampau mereka mulai menuntut hak-hak mereka terutama di bidang ekonomi dan sosial, kemudian
menuntut hak-hak politik mereka juga. Akhirnya perhatian mereka tujukan untuk memperoleh keuntungan-
keuntungan masyarakat lebih di bidang sosial. Oleh karena itu dewasa ini kaum pekerja di seluruh dunia dengan
lantang menuntut, supaya mereka jangan pernah lagi diperlakukan dengan semena-mena, seolah-olah tidak
berakalbudi atau tanpa kebebasan. Merek amendesak agar diperlakukan secara manusiawi, dan boleh berperan
serta di tiap sektor masyarakat, dibidang sosio-ekonomi, dalam pemerintahan, dan dibidang ilmu pengetahuan
serta kebudayaan.
41. Kedua, peran kaum wanita sekarang dalam hidup berpolitik dimana-mana menonjol. Barangkali
perkembangan itu lebih pesat pada bangsa-bangsa kristiani; tetapi sedang berlangsung secara meluas juga
kendati lebih lamban, pada bangsa-bangsa yang mewaris aneka tradisidan hdiup di alam budaya yang berbeda.
Kaum wanita kian menyadari martabat hakikit mereka. Mereka sudah tidak puas lagi berperanan pasif semata-
mata, atau membiarkan diri dipandang sebagai semacam sarana. Dalam rumah tangga, maupun kehidupan
umum mereka menuntut hak-hak maupun kewajiban-kewajiban yang ada pada mereka selaku pribadi.
42. Akhirnya pada zaman modern ini yang kita hadapi suatu pola masyarakat, yang berkembang menurut
haluan sosial dan politik yang baru sama sekali. Karena semua bangsa telah meraih kemerdekaan politik, atau
setidak-tidaknya sedang memperjuangkannya, tidak lama lagi takkan ada bangsa yang menjajah bangsa lain, dan
takkan ada bangsa yang masih tunduk kepada kekuasaan asing.
43. Begitulah diseluruh dunia orang-orang menjadi warga negara yang mer5deka, atau tidak lama lagi
menikmati kemederkaan itu. Tak satu bangsa pun sekarang mau menerima dominasi bangsa lain. Kompleks
rendah-diri yang sudah begitu lama menghinggapi golongan-golongan tertentu karena status ekonomi dan sosial
mereka, jenis kelamin tau posisi mereka dalam negara, dan di lain pihak kompleks keunggulan golongan-
golongan lain, akan cepat termasuk sejarah masa silam.
44. Sebaliknya sekarang ini sudah meluaslah keyakinan, bahwa semua orang pada hakikatnya sama
martabatnya. Maka dari itu, setidak-tidaknya pada taraf doktriner-teoritis, diskriminasi berdasarkan suku sudah
tidak disetujui lagi. Semuanya itu sangat relevan bagi pembangunan masyarakat manusia yang berjiwakan asas-
asas tersebut diatas ; sebab kesadaran manusia akan hak-haknya niscaya mengantarnya kepada arti wajib
memenuhi hak-hak itu,, yang mengungkapkan martabat pribadi manusia. Dan mempunyai hak-hak tertentu
berarti juga, bahwa sesama harus mengakui dan mneghormatinya.
45. Bila masyarakat dibangun berdasrkan hak-hak dna kewajiban-kewajiban, manusia secara langsung
akang mengungkapkan nilai-nilai rohani dan akal budi, dan takkan merasa sulit memahami arti kebenaran,
keadilan, cintakasih dan kebebasan. Lgi pula ia menyadari kenyataan menjadi anggota masyarakat itu. Bukan itu
saja! Diilhami oleh prinsip-prinsip itu, ia mencapai pengertian yang lebih mendalam tentang Alllah yang sejati –
Allah yang berpribadi, melampaui kodrat manusiawi. Ia mengakui, bahwa hubungannya dengan Allah
merupakan dasar yang sesungguhnya bagi hidupnya-hidup batin roh, dan hidupnya dalam persekutuan dengan
sesamanya.
20. Bdk. Paus Pius XII, Amanat radio pada Hari Raya Natal 1942 ; AAS 35 (1943) hal 14
21. “Summa Theol.” Ia-Iiae, q.19, 4; cf. a.9.
II
47. Akan tetapi jangan dibayangkan, seolah-olah kewenangan tidak mengenal batas. Katena titiktolaknya
ialah izin untuk memerintahkan menurut akal sehat, tidak dapat lainkecuali disimpulkan, bahwa kekuatannya
mengikat bersumber pada tata susila, yang berasal maupun tujuannya Allah sendiri. Maka menurut Paus Pius
XII, “Tata mutlak makhluk- makhluk hidup, dan tujuan manusia sendiri – ciptaan yang otonom, pengemban
kewajiban-kewajiban serta hak-hak yang boleh dilanggar, dan asal muapun tujuan masyarakat – berdampak-
berpengaruh langsung atas negara sebagai rukun hidup yang diperlukan dan menyandang kewenengan. Tanpa
kewenangan itu nega tiada artinya, tidak hidup lagi …. Akan tetapi akal sehat, dan terutama iman Kristiani,
menjelaskan bahwa tata dunia seperti itu mustahil mempunayi asalmula lain kecuali dalam Allah sendiri, Allah
yang berpribadi, Pencipta kita. Maka daripada-Nyalah para pejabat negara menerima martabat mereka, sebab
sampai batas tertentu mereka berpartisipasi dalam kewenangan Allah sendiri”. 25
48. Oleh karena itu, pemerintah yang melulu atau terutama memerintah mekaia ancaman-ancaman
danintimidasi atau janji-janji imbalan, tidak merangsang orang-orang secara efektif untuk bekerja demi
kepentingan umum. Bahkan seandainya merangsang pun, itu pasti melanggar martabat manusia yang
berkehendak bebas dan berakalbudi. Kewenangan itu terutama kekuatan moril. Oleh karena itu para penguasa
seharusnya menyapa suarahati setiap orang, menyepa kewajibannya untuk memberi sumbangan sukarela kepada
kepentingan umum. Akan tetapi karena pada hakikatnya semua orang sama martabatnya, tidak seorang pun
mampu memaksakan ketaatan batin kepada orang lain. Hanya Allah dapat melakukannya, sebab hanya Dialah
yang menyelami dan menilai gerak gerik hati yang serba rahasia.
49. Maka dari itu para wakil negara tidak berwenang mengikat orang-orang dalam suarahati, kalau
kewenangan mereka tidak terikat pada kewibawaan Allah, dan berpartisipasi padanya. 26
50. Penerapan prinsip itu juga menjamin martabat para warganegara. Kepatuhan mereka terhadap pejabat
pemerintah tidak pernah berupa ketaatan kepada mereka selaku manusia. Kenyataannya, itu tindakan
menghormati Allah, Pencipta Penyelenggara semesta alam, yang menetapkan bahwa perilaku orang satu
terhadap yang lain diatur sesuai dengan tata dunia yang telah ditetapkan-Nya sendiri. Dan kita manusia tidak
merendahkan diri denganmenyatakan sikap hormat yang selayaknya terhadap Allah. Sebaliknya, kita diangkat
dan diluhurkan dalam roh, sebab mengabdi Allah itu memerintah. 27
52. Kenyataan, bahwa kewenangan berasal dari Allah tidak berarti seakan-akan orang-orang yang berkuasa
memilih mereka yang bertugas memerintah negara, atau menentukan pola pemerintahan yang mereka
kehendaki, serta menentukan tata-laksana dan keterbatan para penguasa dalam mengamalkan kewenangan
mereka. Oleh karena itu ajaran tadi sesuai dengan pola pemerintahan mana pun yang bersifat sungguh
demokratis. 30
54. Terselenggaranya kepentingan umum merupakansatu-satunya alasan bagi adanya para pejabat. Maka
dalam menyelenggarakan kepentingan umum meraka jelas wajib menghormati hakikatnya, dan sekaligus
menyesuaikan perundang-undangan untuk menanggapi tuntutan situasi semasa.
55. Diantara unsur-unsur hakiki kepentingan umum pasti dipertimbangkan plbagai ciri yang khas bagi
masing-masing golongan rakyat. Akan tetapi hal-hal itu sama sekali tidak merupan keseluruhannya. Sebab,
karena kepentingan umum erat sekali berkaitan dengan kodrat manusiawi, tidak pernah dapat terwujudkan
sepenuhnya dan selengkapnta, kalau pribadi manusia tidak selalu diperhitungkan. Maka perlu diindahkan sifat
dasar kepentingan umum, dan apa saja yang mewujudkannya.
56. Oleh karena itu perlu ditambahkan ; termasuk hakikat kepentingan umum, bahwa masing-masing warga
masyarakat berhak mendapat bagiannya-kendati dengan berbagai cara, tergantung dari tugas-tugas, jasa-jasa dan
kondisi-kondisinya. Maka tiap pemmerintah harus berusaha memajukan kepentingan umum demi semua warga
masyarakat, tanpa mengatasnamakan warga tertentu atau golongan masyarakat mana pun. Paus Leo XIII
menekanka : “Pemerintah janganmelayani keuntungan individu siapa pun, atau sekelompok kecil saja ; sebab
pemerintah ditetapkan demi kepentingan umum semua anggota masyarakat”. Meskipun begitu, pertimbangan-
pertimbangan keadila dan kewajaran ada kalanya menghendaki, supaya para pengusaha lebih mempedulikan
para anggota masyarakat yang lebih lemah, karena mereka ini berada di pihak yang merugi kalau harus
membela hak-hak mereka sendiri dan menyuarakan kepentingan-kepentingan mereka yang sewajarnya.
57. Berkenaan dengan semuanya itu kami ingin meminta perhatian para putera-puteri kami terhadap
kenyataan, bahwa kepentingan umum menyangkut kebutuhan-kebutuhan manusia seutuhnya, jiwa-raga. Maka
para penguasa negara wajib mengerahkan upaya-upaya yang kena sasaran untuk menjamin kepentingan umum
itu. Mereka harus mengindahkan skala prioritas nila-nilai, dan berusaha mencapai kesejahteraan rohani maupun
jasmani rakyat mereka.
58. Prinsip-prinsip itu dengan jelas dicantumkan dalam Ensiklik kami “Mater et Magistra”, tempat kami
menekankan, bahwa kepentingan umum “harus diperhitungan segala kondisi sosial, yang mendukung
pengembangan sepenuhnya kepribadian manusia”.
59. Karena manusia terdiri dari badan dan jiwa yang takkan binasa, dalam hidup di dunia ini tidak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya atau mencapai kebahagiaan sempurna. Oleh karena itu usaha-usaha yang
dijalankan untuk mewujudkan kepentingan umum jangan membahayakan keselamatannya yang kekal; malahan
harus membantunya memperoleh keselamatan itu.
60. Pada umumnya sekarang diterima, bahwa kepentingan umum palin terjamin. Oleh karena itu
kepedulian utama para pejabat pemerintah seharusnya ialah : menjamin supaya hak-hak itu diakui, dihormati,
saling diseleraskan, dibela dan dimajukan, dan supaya masing-masing perorangan mampu menunaikan
kewajiban-kewajibannya dengan lebih mudah. Sebab “menjamin hak-hak pribadi manusia yang tidak boleh
dilanggar dan melancarkan pelaksanaan kewajiban-kewajibannya, ialah tugas utama setiap pejabat pemerintah”.
61. Jadi pemerintah mana pun juga, yang menolak mengakui hak-hak manusiawi atau bertindak berlawanan
dengannya, tidak hanya gagal menunaikan tugasnya, melainkan ketetapan-ketetapannya sama sekali kehilangan
kekuatannnya untuk mengikat.
62. Lagi pula, salah satu tugas utama tiap Pemerintah ialah ; mengawasi dan mengatur melalui cara yang
sesuai danmemadai hak-hak masing-masing anggota masyarakat. Itu harus dijalankan sedemikian rupa, (1)
sehingga pemenuhan hak-hak oleh warga-warga tertentu tidak menghambat warga – warga lainnya untuk
memenuhi hak-hak mereka; (2) sehingga orang perorangan dengan mempertahankan hak-haknya sendiri tidak
menghalang-halangi sesama dalam menunaikan tugas-tugas mereka; (3) sehingga hak-hak semua orang dijamin
secara efektif, dan dipulihkan sepenuhnya kalau sekiranya tidak dilanggar.
63. Selain itu para kelapa negara hendaklah memberi sumbangan positif untuk menciptakan iklim
menyeluruh, sehingga tiap orang mampu menjamin hak-haknya dan memenuhi tugas-kewajibanya sendiri, dan
melaksanakannya dengan sukarela. Sebab satu hal yang kita pelajari melalui pengalaman pastilah ini ; di sunia
modern khususnya, ketidakadilan di bidang politik, ekonomi, dan budaya dalam masyarakat makin merebak
luas, bila para pejabat pemerintah gagal mengadakan tindakan dan kewajiban-kewajiban manusiawi sama sekali
menjadi tidak efektif.
64. Oleh karena pemerintah wajib sungguh-sungguh memperhatikan dan memikirkan masalah kemajuan
social maupun ekonomi, serta pengembangan jasa-pelayaann yang baku mengikuti perluasan system produksi.
Jasa pelayanan itu mencakup pembangunan jalan-jalan, dinas angkutan, komunikasi, penyediaan air minum,
pembangunan perumahan, pelayanan kesehatan, kemudahan-kemudahan yang luas untuk mengamalkan agama,
dan upaya-upaya rekreasi. Pemerintah hendaklah menyediakan kemudaha-kemudahan asuransi, untuk
menanggulangi tiap kemungkinan adanya warga masyarakat yang tidak mampu mempertahankan mutu hidup
layak, karena tertimpa nasib malang, tau tanggungjawab atas keluarga bertambah sehingga terlampu berat.
Pemerintah sangat diharapkan pula menampilkan daya-kemampuan dan efesiensi yang sama untuk
menciptakan lapangan-lapangan kerja yang sesuai, serasi dengan kemampuan kaum buruh. Pememrintah wajib
menjamin agar para pekerja mendapat upah yang adil dan sewajarnya, dan diperbolehkan ikut
bertanggungjawab atas kepentingan-kepentingan perusahan tempat kerja mereka. Pememrintah hendaklah
mempermudah pembentukan kelompok-kelompok penengah, sehingga perihidup social rakyat menjadi lebih
makmur dan kurang terkekang. Akhirnya, pemerintah wajib menjamin supaya setiap orang mempunyai upaya-
upaya dan peluang untuk sedapat mungkin ikut menikmati keuntungan-keuntungan di bidang budaya.
65. Lagi pula kesejahteraan umum meminta, supaya dalam usaha-uasaha mengkoordinakasikan dan
melindungi serta mendukung hak-hak para warganegara, para pejabat pemerintah dengan seksama menjaga
keseimbangan. Kepedulian yang berlebihan terhadap hak-hak perorangan atau kelompok-kelompok tertentu
mungkin sekali mengakibatkan keuntungan-keuntungan utama negara pada dasarnya dimonopoli oleh orang-
orang atau kelompok-kelompok itu. Atau lagi, dapat muncul situasi yang sama sekali tidak masuk akal;
smenetara para pejabat pemerintah berusaha melindungi hak-hak anggota-anggota masyarakat tertentu, mereka
justru menghalang-halangi terwujudnya hak-hak itu sepenuhnya. “Sebab selalu harus dipertahankan prinsip
berikut : betapa pun luas dan berjangkauan jauh dampak negara atas ekonomi, pengaruh itu jangan pernah
digunakan hingga warga negara perorangan kehilangan kebebasan itu, sementara secara efektif menjamin
perlindungan hak-hak asasi pribadi tiap orang”.
66. Prinsip yang sama itu harus diterapkan juga oleh para pejabat pemerintah pada pelbagai usaha mereka
melancarkan perwujudan hak-hak dan pelaksanaannya tugas dan kewajiban di tiap sector kehidupan social.
67. Selanjutnya memang tidak mungkin menggariskan pedoman umum tentang pola pemerintahan yang
paling sesuai, atau tentang cara-cara yang paling efektif bagi para pejabat pemerintah untuk menjalankan fungsi-
fungsi mereka d bidang legislative, administrative, dan peradilan.
68. Dalam menentukan : pola manakah yang akan dianut oleh pemerintah dan bagaimanakah itu akan
berfungsi, pokok pertimbangan yang cukup penting ialah situasi dan kondisi rakyatnya yang paling menonjol;
dan kenyataan-kenyataan itu berlain-lainan di berbagai tempat, pada berbagai masa. Meskipun begitu pada
hemat kami sesuai dengan kodrat manusiawi, bahwa hidup bernegara dituangkan dalam pola yang
mengejawantahkan pembagian tiga peranan umum, senyawa dengan tiga fungsi untama pemerintahan. Di
negara semacam itu disajikan perangkat undang-undang yang seksama, bukan hanya bagi fungsi-fungsi resmi
pemerintah, melainkan juga bagi hubungan timbal balik antara rakyat dan para pejabat pemerintah. Jelaslah
perangkat hukum itu akan memberi perlindungan yang andal bagi para warganegara, baik dengan menjamin
hak-hak mereka maupun dalam penunaian tugas-kewajiban mereka.
69. Akan tetapi, supaya struktur yuridis dan politik itu mampu memperbuahkan keuntungan-keuntungan
yang mungkin dicapai, mutlak perlulah para pejabat pemerintah berusaha sekuat tenaga memecahkan soal-soal
yang muncul. Dan itu harus menreka jalankan melalui kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah teknis, yang
pelaksanaannya tercakup dalam kewenangan mereka, dan yang selaras dengan kondisi aktual negara. Penting
sekali juga bahwa, kendati kondisi-kondisi tiada hentinya silih berganti, para penyusun undang-undang tidak
pernah mengabaikan hukum moral atau kerangka undang-undang dasar, atau dalam tindakan mereka
menyimpang dari tntutan-tuntutan kepentingan umum. Lagi pula, seperti keadilanlah yang harus menjadi prinsip
pengarah dalam pemerintahan negara, dan para pelaksana harus mempunyai pengertian mendalam tentang
hukum, serta dengan seksama mempertimbangkan segala situasi yang mereka hadapi, begitu pula halnya dalam
peradilan: keadilan harus dilaksanakan tanpa memihak siapa pun, dan para hakim harus jujur sepenuhnya, dan
tidak dipengaruhi oleh keinginan-keinginan pihak-pihak yang berkepentingan. Tata-tertib masyarakat menuntut
juga, supaya orang-orang perorangan dan kelompok-kelompok pembantu dalam negara secara efektif dilindungi
oleh hukum dalam menyatakan hak-hak mereka serta melaksanakan tugas-kewajiban mereka, dalam hubungan
timbal-balik antar mereka sendiri, maupun dengan para pejabat pemerintah.
70. Pantang diragukan, bahwa sistem undang-undang negara yang mematuhi prinsip-prinsip keadilan dan
kebenaran, serta sesuai dengan taraf kematangan masyarakat yang nampak pada negara yang bersangkutan,
banyak membantu untuk mencapai kesejahteraan umum.
71. Namun pada zaman modern ini kehidupan sosial begitu kompleks, bermacam-ragam dan aktif, sehingga
bahkan sistem undang-undang yang ditetapkan dengan amat bijaksana dalam perspektif masa depan pun sering
nampak tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan.
72. Lagi pula hubungan-hubungan antar warga negara, antara para warga masyarakat dan kelompok-
kelompok penengah di satu pihak dan para pejabat pemerintah di pihak lain, dan antar pejabat pemerintah dalam
satu negara, ada kalanya nampak begitu meragukan dan eksplosif, sehingga hubungan-hubungan itu tidak dapat
diatur oleh sistem undang-undang mana pun yang keras dan berfungsi cepat. Kalau dalam situasi itu para
pejabat hendak melestarikan keutuhan sistem undang-undang negara – dalam sistem itu sendiri maupun dalam
penerapannya pada kasus-kasus yang khas, - dan kalau mereka ingin melayani kebutuhan-kebtuhan pokok
masyarakat, menyesuaikan hukum-hukum dengan kondisi-kondisi hidup modern, dan mencari pemecahan
masalah-masalah yang baru, sungguh pentinglah mereka berpandangan jelas tentang hakekat dan batas-batas
bidang kegiatan mereka sendiri menurut hukum. Ketenangan dan keutuhan pribadi mereka, kejelian pandangan
dan ketabahan mereka hendaklah sedemikian rupa, sehingga mereka akan segera mengenali apa yang
dibutuhkan dalam situasi tertentu, serta bertindak dengan sukarela dan secara efisien.
73. Sudah jelas konsekuensi langsung martabat manusia ialah haknya berperan serta secara aktif dalam
pemerintahan, meskipun tingkat partisipasi mereka niscaya tergantung dari taraf perkembangan yang dicapai
oleh negara mereka.
74. Selain itu hak berperan serta dalam pemerintahan membuka gelanggang baru yang luas untuk
pengabdian. Karena para pejabat pemerintah lebih erat berhubungan dan lebih sering bertukar pandangan denga
para warga masyarakat, terciptalah situasi bagi mereka untuk beroleh gambaran lebih jelas tentang kebijakan-
kebijakan manakah yang de facto efektif demi kepentingan umum. Dalam suatu sistem yang memungkinkan
pergantian para pejabat secara teratur, kewenangan mereka tida menjadi usang atau lemah, melainkan justru
mengalami peremajaan semangat, mengikuti perkembangan masyarakat secara berangsur-angsur.
75. Zaman sekarang ini banyaklah indikasi, bahwa sasaran-sasaran dan cita-cita itu menimbulkan pelbagai
tuntutan tentang penatan yuridis negara-negara. Pertama: hendaklah dengan jelas dan cermat dirumuskan hak-
hak asasi manusia, dan disaturagakan ke dalam Undang-undang Dasar negara.
76. Kedua: hendaknya tiap negara mempunyai Undang-undang yang resmi, dituangkan dalam perumusan
yuridis, yang menggariskan pedoman-pedoman yang jelas berkenaan dengan pengangkatan para pejabat
pemerintah, antar-hubungan mereka, lingkup kewenangan mereka, dan cara-cara yang diwajibkan untuk
menunaikan tugas-pekerjaan mereka.
77. Tutuntan terakhir yakni: hendaklah hubungan-hubungan antara rakyat dan para pejabat pemerintah
diuraikan dalam rangka hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Perlu dicantumkan dengan jelas, bahwa fungsi
utama pejabat pemerintah ialah mengakui, menghormati, mengkoordinasikan, menjamin dan mendukung hak-
hak maupun kewajiban-kewajiban warga masyarakat.
78. Akan tetapi perlu ditolak pandangan, seolah-olah kehendak perorangan atau kelompok merupakan
sumber utama dan satu-satunya bagi hak-hak maupun kewajiban-kewajiban anggota masyarakat, dan bagi
kekuatan mengikat yang ada pada Konstitusi politik dan kewenangan pemerintah.
79. Aspirasi-aspirasi yang telah disebutkan merupakan indikasi jelas, bahwa orang-orang sekarang ini
makin menyadari martabat pribadi mereka, menemukan dorongan untuk berbakti di lingkungan pemerintah, dan
menuntut pengakuan konstitusional terhadap hak-hak mereka sendiri yang tidak boleh dilanggar. Tidak puas
denga semuanya itu, mereka menuntut juga, supaya dalam pengangkatan para pejabat pemerintah prosedur-
prosedur konstitusional dipatuhi; mereka mendesak untu melaksanakan jabatan mereka dalam kerangka
konstitusional itu.
80. Disertai sikap hormat terhadap negara-negara, para pendahulu kami tiap kali mengajarkan – dan kami
hendak mengukuhkan ajaran mereka dengan bobot kewibawaan kami – bahwa bangsa-bangsa ialah subyek hak-
hak dan kewajiban-kewajiban timbal-balik. Maka hubungan mereka harus diselaraskan juga berdasarkan
kaidah-kaidah kebenaran, keadilan, kerja sama sukarela, dan kebebasan. Hukum kodrati yang mengatur hidup
dan perilaku orang perorangan harus mengatur hubungan-hubungan timbal-balik antara negara juga.
81. Hal itu denga mudah akan difahami, bila dipertimbangkan bahwa bagi para pemimpin politik mustahil
sama sekali mengesampingkan martabat hakiki mereka sementara bertindak atas nama negeri mereka dan demi
kepentingannya. Mereka tetap masih terikat pada hukum kodrati, pedoman yang mengatur segala perilaku
susila, dan mereka tidak berwenang menyimpang dari perintah-perintahnya yang teringan pun.
82. Ide seolah-olah orang - karena diangkat menjadi pejabat resmi – terpaksa menyisihkan
kemanusiaannya sendiri, sama sekali tidak masuk akal. Ia meraih jabatan yang luhur itu karena bakat-bakat dan
kecerdasannya yang luar biasa, yang memperolehkan baginya nama harum sebagai wakil yang unggul di
bidang politik.
83. Lagi pula kewenangan pemerintah mutlak perlu bagi masyarakat sipil. Kenyataan itu dijabarkan dari
tata susila sendiri. Maka kewenangan itu tidak boleh diselewengkan melawan tata susila. Seandainya
diselewengkan, justru karena kehilangan seluruh dasar eksistensinya, lansung akan berhenti berada. Allah
sendiri memperingatkan kita:”Dengarkanlah, hai para raja, dan hendaklah mengerti; belajarlah, hai para
penguasa di ujung-ujung bumi. Condongkanlah telinga, hai kamu yang memerintah orang banyak, dan
bermegah karena banyaknya bangsa-bangsamu. Sebab dari Tuhanlah kamu beroleh kekuasaan, dan
pemerintahan datang dari Yang Mahatinggi, yang akan memeriksa segala pekerjaanmu serta menyelami
rencanamu”[31].
84. Akhirnya perlu diperhatikan juga, bahwa juga dalam mengatur hubungan-hubungan antar negara
kewenangan harus dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Itulah dasar utama bagi adanya
kewenangan.
85. Adapun salah satu kaidah utama kesejahteraan umum pengakuan terhadap tata susila dan kepatuhan
yang andal terhadap perintah-perintahnya. ”Suatu tata-tertib antar negara yang kokoh harus didasarkan pada
batukarang hukum susila yang pantang goyah dan tak pernah goncang; hukum itu diwahyukan oleh Sang
Pencipta sendiri dalam taa penciptaan, dan tergoreskan dalam hati manusia sehingga tidak terhapuskan ....
Kaidah-kaidahnya menjadi rambu-rambu bersinar untuk menuntun kebijakan-kebijakan orang-orang dan
bangsa-bangsa. Kaidah-kaidah itu juga terang bagi pemberi peringatan – isyarat-isyarat Penyelenggaraan ilahi –
yang harus diindahkan oleh umat manusia, supaya jerih-payah mereka untuk membangun tata dunia baru jangan
terempas-empas oleh badai yang membahayakan dan terancam tenggelam” [32].
86. Pokok pertama yang perlu ditegaskan ialah: ikatan timbal-balik antar negara harus berpedoman pada
kebenaran. Kebenaran menuntut disingkirkannya tiap kesan diskriminasi kesukuan, karena itu juga pengakuan
terhadap asas yang tak boleh dilanggar, yakni: semua negara pada hakikatnya sama martabatnya. Maka masing-
masing negara berhak ada, mengembangkan diri dan memiliki upaya-upaya yang dibutuhkan, serta sanggup
mengemban tanggung jawab utama atas perkembangannya sendiri. Masing-masing juga mempunyai hak yang
sewajarnya atas nama baik dan kehormatan yang semestinya.
87. Pengalaman menunjukkan, bahwa seringkali orang-orang banyak berbeda pengetahuannya,
keutamaannya, kecerdasannya dan kekayaannya. Tetapi itu bukan alasan yang sah untuk mendukung sistem,
yang membiarkan kelompok yang berada pada posisi keunggulan sewenang-wenang memaksakan kehendaknya
atas pihak-pihak lain. Justru sebaliknya, kelompok itu lebih besar peran sertanya dalam tanggung jawab bersama
untuk membantu sesama mencapai kesempurnaan melalui usaha-usaha mereka yang terpadu.
88. Begitu pula pada tingkat internasional: barangkali ada bangsa-bangsa yang telah mencapai mutu lebih
tinggi dalam perkembangan ilmiah, budaya dan ekonomi. Akan tetapi tiu tidak memberi mereka hak untuk di
bidang politik, dengan melanggar keadilan, mendominasi bangsa-bangsa lain. Itu berarti bahwa mereka harus
menyumbangkan lebih banyak bagi usaha bersama untuk mencapai kemajuan sosial.
89. Kenyataannya tidak seorang pun pada hakikatnya lebih tinggi martabatnya dari sesamanya; sebab
martabat hakiki semua orang sama luhurnya. Oleh karena itu ditinjau dari sudut martabat kodrati sama sekali
tidak ada perbedaan antara negara-negara. Masing-masing negara ibarat tubuh, yang beranggotakan manusia.
Dan menurut pengalaman bangsa-bangsa dapat sensitif sekali terhadap hal-hal yang bagaimana pun menyentuh
martabat dan kehormatan mereka. Itu memang wajar!
90. Kecuali itu kebenaran menuntut sikap jernih, tidak memihak siapa pun, dalam memanfaatkan sekian
banyak upaya untuk memajukan dan memeratakan saling pengertian antara bangsa-bangsa, yang tersedia berkat
kemajuan ilmu-pengetahuan modern. Itu tidak berarti bahwa orang-orang harus dicegah supaya jangan meminta
perhatian khusus terhadap keutamaan-keutamaan cara hidup mereka sendiri; melainkan berarti penolakan
radikal terhadap cara-cara menyebarluaskan informasi yang melanggar prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan,
dan mencemarkan nama baik bangsa lain[33].
91. Selanjutnya hubungan-hubungan antar negara harus diatur menurut keadilan. Untuk itu dibutuhkan baik
pengakuan timbal-balik terhadap hak-hak mereka, maupun sekaligus pemenuhan kewajiban-kewajiban mereka
masing-masing.
92. Negara-negara berhak untuk ada, mengembangkan diri, dan mempunyai sarana-sarana yang mereka
perlukan untuk mencapai tujuan itu. Mereka berhak memainkan peranan yang menentukan dalam proses
perkembangan mereka sendiri, dan berhak atas nama baik mereka serta kehormatan yang sewajarnya. Oleh
karena itu negara-negara juga wajib menjamin semua hak itu secara efektif, dan menghindari tindakan mana
pun yang dapat melanggarnya. Sama seperti orang-orang perorangan tidak boleh mengejar kepentingan-
kepentingan mereka sendiri, sehingga melanggar hak dan merugikan sesama, begitu pula merupaka kejahatan,
bila suatu negara berusaha maju melalui cara-cara, yang melibatkan bangsa-bangsa lain dalam tindakan yang
merugikan dan penindasan melawan keadilan. Dalam konteks itu relevanlah pernyataan S. Agustinus: ”Tanpa
keadilan kerajaan-kerajaan itu apa selain gerombolan perampok yang berkuasa?” [34]
93. Mungkin dan kadang-kadang memang terjadi konflik kepentingan-kepentingan antara negara-negara,
sementara masing-masing mengusahakan perkembangannya sendiri. Bila muncul sengketa-sengketa seperti itu,
harus diselesaikan secara sungguh manusiawi, bukan dengan kekerasan bersenjata atau melalui tipu muslihat
atau siasat yang licik. Perlu ada penilaian timbal-balik terhadap argumentasi-argumentasi serta perasaan-
perasaan pada kedua belah pihak, penyelidikan sitasi secara matang dan obyektif, dan penyelarasan pandangan-
pandangan yang bertentangan secara adil.
PERLOMBAAN SENJATA
109. Di lain pihak kami sedih sekali menyaksikan persediaan senjata yang begitu bertimbun-timbun, yang
telah dan tetap masih diproduksi di negeri-negeri yang lebih maju perekonomiannya. Kebijakan itu melibatkan
penggelaran luas sumber-sumber keahlian dan materiil, sehingga rakyat negeri-negeri itu terpaksa menanggung
beban yang cukup berat, sedangkan negeri-negeri lain tidak mendapat bantuan yang mereka butuhkan untuk
perkembangan ekonomi dan sosial mereka.
110. Ada anggapan umum, seolah-olah dalam kondisi modern ini perdamaian tidak mungkin dijamin tanpa
didasarkan pada keseimbangan persenjataan, seakan-akan faktor itulah yang kiranya menyebabkan penimbunan
senjata. Jadi kalau satu negeri meningkatkan kekuatan militernya, negeri-negeri lain langsung dirangsang oleh
semangat bersaing untuk menambah persediaan senjatanya. Dan kalau satu negeri dilengkapi dengan senjata
nuklir, negeri-negeri lain merasa dibenarkan memproduksi senjata-senjata itu sendiri, dengan daya penghancur
yang sama kuatnya.
111. Oleh karena itu rakyat hidup dalam cengkaman rasa takut terus menerus. Mereka kawatir, jangan-
jangan setiap saat badai yang mengancam dapat mengamuk menimpa mereka dengan kedahsyatan yang
mengerikan. Dan memang ada cukup alasan untuk merasa gentar, karena memang pasti tak kurang senjata-
senjata seperti itu. Memang sulit jug adipercaya ada orang yang berani memikul tanggung jawab untuk memulai
pembantaian dan penghancuran yang mengerikan, yang kiranya akan diakibatkan oleh perang. Tetapi pantang
disangkal juga, bahwa berkorbannya bencana itu dapat dimulai oleh peristiwa yang kebetulan saja dan oleh
keadaan yagn tak terduga. Selain itu, walaupun kekuatan raksasa senjata-senjata modern memang dapat
menakut-nakuti, ada alasan merasa takut jangan-jangan percobaan peralatan nuklir untuk tujuan perang, kalau
diteruskan, dapat mendatangkan bahaya yang serius bagi pelbagai jenis kehidupan di bumi.
112. Maka dari itu keadilan, akal sehat , dan pengakuan martabat manusia menuntut dengan mendesak,
agar perlombaan senjata dihentikan. Persediaan-perserdiaan senjata yang dibangun diberbagai negeri harus
dikurangi secara drastis dan bersamaan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Senjata-senjata nuklir harus
dilarang. Perlu dicapai persetujuan umum tentang program perlucutan senjata yang cocok, disertai sistem efektif
pengawasan timbal-balik. Beramanat Paus Pius XII: ”Bencana perang dunia, disertai kehancuran ekonomi dan
sosial, ekses-ekses moril dan perpecahan, bagamana pun juga jangan dibiarkan mencaplok umat manusia untuk
ketiga kalinya”.[37]
113. Akan tetapi siapa pun hendaklah menyadari: kalau proses perlucutan senjata itu tidak bersifat radikal
dan lengkap serta sungguh menyentuh hati orang-orang, mustahillah menghentikan perlombaan senjata atau
mengurangi persenjataan, atau-dan ini yang paling pokok-akhirnya meniadakannya sama seklai. Siapa pun
secara jujur harus bekerja sama dalam usaha menghalau rasa takut dan prakiraan mencemaskan tentang
kemungkinan perang dari hati orang. Akan tetapi itu menuntut, agar prinsip-prinsip dasar yang di dunia dewasa
ini melandasi perdamaian diganti oleh prinsip yang berbeda sama sekali, yakni: kesadaran bahwa damai yang
sejati dan tetap bertahan antara bangsa-bagnsa tidak dapat berarti memiliki persediaan senjata yang sama,
melainkan hanya sikap saling percaya. Dan kami percaya bahwa itu dapat dicapai; sebab damai sejati
merupakan sesuatu yang bukan hanya dikehendaki oleh akal sehat, melainkan dalam dirinya pun merupakan
milik yang paling intens diinginkan dan berbuah paling banyak.
114. Berikut inilah sasaran yang terutama dikehendaki oleh akalbudi. Ada-atau setidak-tidaknya harus ada
–mufakat umum, bahwa hubungan-hubungan antara negara, seperti juga antara orang-orang, harus diatur bukan
melalui kekuatan senjata, melainkan seturut asas-asas akal sehat, yakni: prinsip kebenaran, keadilan dan kerja
sama yang mantap dan jujur.
115. Kedua, itulah sasaran, yang pada hemat kami harus diniati secara lebih serius. Sebab siapakah yang
tidak mendambakan pembebasan dari ancaman perang, atau tidak menginginkan damai tetap lestari dan dari hari
ke hari makin mantap?
116. Akhirnya sasaran itu sarat kemungkinan-kemungkinan untuk hal-hal yang baik. Keuntungan-
keuntungannya akan terasa di mana-mana, oleh orang perorangan, keluarga-keluarga, bangsa-bangsa, dan
segenap umat manusia. Masih tetap menggemalah peringatan Paus Pius XII: ”Tiada sesuatu pun hilang kerena
damai; segala sesuatu dapat hilang akibat perang”[38].
117. Oleh karena itu kami memandang kewajiban kami di dunia ini selaku wakil Yesus Kristus-Penyelamat
dunia, Pencipta perdamaian-dan sebagai juru bicara kerinduan paling mendalam seluruh keluarga manusia,
terdorong oleh cinta kebapaan kami terhadap segenap umat manusia, untuk memohon dan menyerukan kepada
bangsa manusia, terutama kepada para penguasa negara-negara, supaya jangan menghemat jerih payah dan
daya-upaya untuk menjamin, agar urusan-urusan manusiawi menempuh jalan yang rasional dan pantas.
118. Melalui musyawarah-musyawarah hendaklah tokoh-tokoh yang arif-bijaksana dan berpengaruh besar
mempertimbangkan secara serius masalah terwujudnya secara lebih manusiawi penyesuaian hubungan-
hubungan antar negara di seluruh dunia. Penyelarasan itu harus didasarkan pada sikap saling percaya, kejujuran
dalam perundingan, dan kesetiaan menunaikan kewajiban-kewajiban yang disanggupi. Setiap segi permasalahan
harus dikaji, sehingga akhirnya akan muncul pokok persetujuan untuk menggalang perjanjian-perjanjian yang
jujur, bertahan lama, dan hasil-hasilnya menguntungkan.
119. Dari pihak kami, tiada hentinay kami akan berdoa, supaya Allah memberkati jerih-payah itu dengan
bantuan ilahi-Nya, serta menjadikannya subur.
MEMPERTAHANKAN KEBEBASAN
120. Kemudian hubungan-hubungan antar negara harus berpedoman prinsip kebebasan. Itu berarti bahwa
tiada negara berhak melancarkan tindakan apa pun, yang berupa penindasan melanggar keadilan terhadap
negara-negara lain, atau campurtangan tanpa alasan dalam urusan-urusan mereka. Sebaliknya, semua harus
membantu mengembangkan pada sesama negara kesadaran makin mantap akan kewajiban-kewajiban mereka,
semangat berani dan progresif, dan tekad untuk berprakarsa demi kemajuan mereka sendiri di tiap bidang usaha.
121. Semua orang bersatu karena mempunyai asal-usul yang sama dan terikat oleh persaudaraan, ditebus
oleh Kristus, dan mempunyai tujuan hidup adikodrati. Mereka dipanggil untuk membentu satu keluarga
Kristiani. Maka dalam ensiklik kami ”Mater et Magistra” kami serukan kepada bangsa –bangsa yang lebih
kaya, supaya memberi bantuan apa pun kepada negara-negara yang sedang mengalami proses perkembangan
ekonomi[39].
122. Kami merasa sangat terhibur dapat memberi kesaksian di sini, bahwa seruan kami diterima di mana-
mana, dan kami percaya bahwa pada tahun-tahun mendatang seruan itu bahkan akan diterima lebih luas lagi.
Hasil yang kami dambakan yakni: agar negara-negara yang lebih miskin sesegera mungkin meraih taraf
perkembangan ekonomi, yang memungkinkan para warga mereka hidup dalam kondisi yang lebih selaras
dengan martabat manusiawi mereka.
123. Berkali-kali perlu kami tekankan kewajiban membantu bangsa-bangsa itu melalui cara yang
menjamin, bahwa mereka tetap mempertahankan kebebasan mereka sendiri. Mereka harus menyadari bahwa
mereka sendirilah yang memainkan peran utama dalam perkembangan ekonomi dan sosial mereka; mereka
sendirilah yang harus menanggung beban utamanya.
124. Oleh karena itu memang bijaksanalah amanat Pius Pius XII:”Tata dunia baru berdasrakan prinsip-
prinsip moral merupakan baluarti yang paling andal untuk menanggulangi pelanggaran kebebasan, keutuhan dan
keamanan bangsa-bangsa lain, entah berapa luas kawasan mereka atau bagaimana kemampuan mereka untuk
membela diri. Sebab meskipun hampir tidak dapat dielakkan, AAS 53 (1961) hlm.440-441: bahwa negara-
negara yang lebih luas, -mengingat kekuasaan mereka yang lebih besar dan sumber-sumber daya mereka yang
lebih luas, -akan menetapkan sendiri norma-norma untuk mengatur persekutuan-persekutuan mereka dengan
negara-negara kecil, tetapi negara-negara yang lebih kecil itu tidak dapat diingkari hak mereka, demi
kepentingan umum, atas kebebasan politik, dan untuk mengenakan posisi netral dalam konflik-konflik antara
bangsa. Tidak satu negara pun boleh disangkal haknya itu, sebab merupakan tuntutan hukum kodrati sendiri
maupun hukum internasional. Negara-negara yang lebih kecil itu berhak pula menjamin perkembangan ekonomi
mereka sendiri. Hanya melalui jaminan efektif hak-hak itulah negara-negara yang lebih kecil mampu dengan
cara yang lebih serasi memajukan kepentingan umum segenap umat manusia, begitu pula kesejahteraan materiil,
dan kemajuan rakyat mereka di bidang budyaa dan rohani”[40].
125. Oleh karena itu negara-negara yang kaya, sementara menyelenggarakan pelbagai bentuk bantuan bagi
negara-negara yang lebih miskin, harus mempunyai sikap hormat yang setinggi-tingginya terhadap ciri-ciri
nasional dan lembaga-lembaga sipil mereka yang merupakan warisan tradisi. Negara-negara yang kaya itu juga
harus menolak setiap kebijakan dominasi. Kalau itu dapat tercapai, ”suatu sumbangan berhargadiberikan untuk
membentuk masyarakat dunia; di situ tiap bangsa menyadari hak-hak maupun keawajiban-kewajibannya, dan
dapat bekerja atas dasar yang sederajat dengna bangsa-bangsa lain untuk mencapai kesejahteraan semesta” [41].
126. Sekarang ini makin mantaplah keyakinan, bahwa perdebatan mana pun yang muncul antara bangsa-
bangsa harus diselesaikan melalui perundingan dan persetujuan, dan bukan dengan mengangkat senjata.
127. Kami akui, bahwa keyakinan itu terutama tumbuh karena kekuatan penghancur senjata-senjata modern
yang mengerikan. Keinsyafan itu timbul karena rasa takut akan konsekuensi-konsekuensi penggunaannya yang
dahsyat dan mengakibatkan bencana. Jadi zaman sekarang ini, yang membanggakan kekuatan atom, sudah tidak
masuk akal lagi mempertahankan bahwa perang itu upaya yang cocok untuk memulihkan pelanggaran keadilan.
128. Kendati begitu, sayang sekali, sering ternyata bahwa hukum rasa takut merajalela di antara bangsa-
bangsa dan mendorong mereka untuk membelanjakan dana-dana luar biasa besarnya untuk pembelian senjata.
Mereka tidak bermaksud menyerang, itu yang dikatakan-dan tiada alasan untuk tidak mempercayai mereka,-
melainkan untuk menakut-nakuti pihak lain supaya jangan menyerang.
129. Meskipun begitu kami penuh harapan, bahwa dengan menjalin hubungan timbal-balik dan melalui
kebijakan musyawarah bangsa-bangsa akan makin menyadari ikatan-ikatan alamiah yang menghimpun mereka
sebagia umat manusia. Harapan kami pula, agar bangsa-bangsa makin menyadarai salah satu kewajiban amat
pokok yang berakar dari kodrat kita bersama, yakni: bukan rasa takut, melainkan cintakasihlah, yang harus
memberi warna dasar kepada hubungan-hubungan antara orang-orang perorangan maupun antar bangsa.
Terutama merupakan ciri cintakasihlah: menghimpun orang-orang melalui segala upaya, sehingga mereka
dengan tulus bersatu dalam ikatan-ikatan lahir maupun batin. Itulah persatuan yang dapat menjadi sumber berkat
yang tak terhingga.
IV
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
142. Seperti diketahui, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan pada tgl.26 Juni 1945. Berturut-turut
bergabung padanya organisasi-organisasi yang lebih kecil, yang para anggotanya diangkat olehpemerintah
pelbagai bangsa dan diserahi fungsi-fungsi internasional yang penting sekali di bidang ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan dan pelayanan kesehatan. Perserikatan Bangsa-Bangsa bertujuan khas melestarikan dan
memantapkan perdamaian antar bangsa, dan mendorong serta mendampingi hubungan-hubungan bersahabat
antara mereka, berdasarkan asas-asas kesamaan derajat, saling menghormati, dan kerja sama secara luas di tiap
bidang usaha manusiawi.
143. Suatu bukti jelas, bahwa pandangan organisasi itu berjangkauan jauh, disajikan oleh Pernyataan
Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia, yang dikeluarkan oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada tgl.10 Desember 1948. Praktara Pernyatan itu menekankan, bahwa pengakuan setulusnya dan kepatuhan
sepenuhnya terhadap semua hak maupun kebebasan, yang digariskan dalam pErnyataan, merupakan tujuan yang
harus diperjuangkan oleh semua masyarakat dan semua bangsa.
144. Tentu disadari juga, bahwa beberapa pokok Pernyataan tidak sepenuhnya disetujui oleh pihak-pihak
tertentu; dan memang ada alasannya. Akan tetapi pada hemat kami dokumen itu layak dipandang sebagai suatu
langkah dalam arah yang benar, pendekatan menuju berdirinya tatanan yuridis dan politik bagi masyarakat
dunia. Piagam itu pengakuan resmi terhadap martabat pribadi tiap manusia; pernyataan tentang hak setiap orang
untuk secara bebas mencari kebenaran, menganut prinsip-prinsip moral, melakukan kewajiban-kewajiban
berdasarkan keadilan, dan menghayati hidup manusiawi sepenuhnya. Pernyataan juga mengakui hak-hak lain
yang berkaitan dengan semuanya itu.
145. Oleh karena itu sungguh kamiharapkan, agar Perserikatan Bangsa-Bangsa mampu secara berangsur-
angsur menyesuaikan tata-susunan dan metode-metode kerjanya dengan besar serta luhurnya kewajiban-
kewajibannya. Semoga tidak lama lagi tiap orang dapat menemukan pada organisasi ini jaminan efektif bagi
hak-hak pribadinya; hak-hak, yang langsung merupakan penjabaran martabatnya sebagai manusia, dan karena
itu bersifat universal, tak boleh dilanggar atau dirampas dari padanya. Dan itu sekarang makin banyak
dikehendaki, karena orang-orang secara kian aktif berperan serta dalam kehidupan umum bangsa mereka
sendiri, dan dengan begitu menampakkan perhatian lebih besar terhadap kepentingan-kepentingan semua
bangsa. Mereka makin menyadari diri sebagai anggota-anggota yang hidup dalam seluruh keluarga manusia.
KADAR TANTANGAN-TANTANGAN
161. Memang ada pribadi-pribadi berjiwa besar, yang berkobar hasrat mereka untuk mengadakan
pembaharuan-pembaharuan menyeluruh, bila menghadapi situasi-situasi yang menampilkan, bahwa keadilan
nyaris tidak diperhatikan, atau tuntutan-tuntutannya diabaikan sama sekali. Masalah mereka tangani dengan
begitu gegabah, sehingga orang mengira mereka hendak memulai suatu revilusi politik.
162. Mereka itu ingin kami peringatkan: termasuk hukum kodrat bahwa segala sesuatu bertumbuh tahap
demi tahap. Kalau dibutuhkan perbaikan pada lembaga-lembaga manusiawi, usaha harus dijalankan perlahan-
lahan dan secara terencana dari dalam. Paus Pius XII menguraikannya begini: ”Keselamatan dan keadilan tidak
meminta supay asuatu sistem yang usahang dibongkar saja, melainkan terwujudkan melalui kebijakan
pengembangan yang terencana dengan seksama. Sikap gegabah tidak pernah membanugn; melainkan selalu
menghancurkan segalanya. Sikap itu mengobarkan nafsu-nafsu, tetapi tidak pernah meredakannya. Lagi pula
hanya menaburkan benih-benih kebencian dan kehancuran saja. Yang dihasilkannya bukan pendamaian pihak-
pihak yang bersengketa. Karena sikap gegabah orang-orang dan partai-partai politik terpaksa harus dengan
banyak jerih-payah mengulangi pekerjaan masa silam, membangun di atas puing-puing yang ditinggalkan oleh
kekacauan[46].
163. Oleh karena itu di antara kewajiban-kewajiban sangat serius yang ada pada mereka yang
berprinsip luhur, yang perlu kami sebutkan, yakni tugas menjalin hubungan-hubungan baru dalam masyarakt, di
bawah naungan serta bimbingan kebenaran, keadilan, cintakasih dan kebebasan-hubungan-hunungan antara
orang-orang perorangan, antara warga-warga masyarakat itu dan negara mereka, antara negara-negara, akhirnya
antara orang-orang, keluarga-keluarga, serikat-serikat pengengah dan negara-negara di satu pihak, dan
masyarakat dunia di pihak lain. Pasti tiada seorang pun yang tidak memandangnya sebagai tugas yang luhur
sekali, sebab tugas itu mampu menciptakan damai yang sejati selaras dengan tata-tertib yang diciptakan oleh
Allah.
164. Mengingat besarnya kebutuhan, jumlah mereka yang memikul tanggung jawab itu jauh terlampau
kecil. Tetapi sudah selayaknya mereka mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya dari masyarakat; dan
pantas juga mereka kami hormati dengan pujian kami yang resmi. Kami serukan kepada mereka, supaya
bertabah dalam cita-cita mereka, yang merupakan jasa-sumbangan luar biasa bagi umat manusia. Serta –merta
kami terdorong untuk berharap, supaya lebih banyak lagi, khususnya di kalangan umat Kristiani, yang
ebrgabung dengan usaha mereka, karena dijiwai oleh cintakasih serta kesadaran akan kewajiban mereka. Siapa
pun yang mengikuti Kristus harus menjadi terang yang membara di dunia, suatu inti cintakasih, ragi di tengah
seluruh massa. Itu akan terlaksana serasi dengan kadar persatuan rohaninya dengan Allah.