Professional Documents
Culture Documents
Narasi SDA
Narasi SDA
A. UMUM
X-2
pemangku kepentingan (stakeholders). Untuk mengurangi dampak
yang berlebihan dalam pengelolaan sumber daya hutan telah
dilakukan upaya penyelesaian terhadap lima masalah pokok di bidang
kehutanan yaitu pencegahan penebangan hutan secara ilegal,
penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi industri kehutanan,
rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, serta desentralisasi
kewenangan pengelolaan kehutanan. Upaya-upaya tersebut sampai
saat ini masih terus dijalankan dan lebih diintensifkan, dengan hasil
kemajuan yang bervariasi. Misalnya dalam menangani penebangan
liar telah dilakukan penggalangan berbagai pihak baik melalui
kampanye anti illegal logging maupun operasi-operasi penegakan
hukum di lapangan. Kemudian untuk mengatasi masalah kebakaran
hutan telah dibuat dan disebarkan peta identifikasi kawasan hutan
yang rawan terbakar serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan
untuk mengendalikan kebakaran hutan. Dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi telah dilakukan pengalihan kewenangan dan urusan
kehutanan secara bertahap kepada pemerintah daerah sehingga
pengawasan oleh masyarakat luas dapat lebih efektif. Hal ini juga
didukung dengan penerapan pengelolaan hutan berbasis masyarakat
baik dalam bentuk pengelolaan hutan kemasyarakatan maupun hutan
rakyat. Disamping itu, beberapa kabupaten telah menerbitkan
peraturan daerah tentang pengelolaan hutan berbasis masyarakat
sebagai perwujudan pengelolaan sumber daya alam yang partisipatif.
X-3
Kegiatan yang berkaitan langsung dengan peningkatan
ketersediaan, konservasi dan pemulihan kondisi sumber daya alam
dan lingkungan hidup mencakup peningkatan akses informasi,
efektifitas pengelolaan serta konservasi dan rehabilitasi sumber daya
alam maupun pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan
hidup, penataan kelembagaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup untuk sektor pertambangan. Untuk mendukung peningkatan
akses informasi masih dilakukan inventarisasi geologi dan
sumberdaya mineral, pengkajian neraca energi dan mineral serta
sistem informasi geografi.
X-4
ekonominya, maka pemahaman akan kendala alam berupa bencana
alam harus dilakukan identifikasi dan pemetaan daerah-daerah
berpotensi bencana gunung api, gempa bumi, tanah longsor dan banjir.
Informasi ini harus dijadikan acuan sebagai perencanaan tata ruang.
B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
X-5
inventarisasi, evaluasi, valuasi, dan penguatan sistem informasi.
Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedia dan teraksesnya
informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup berupa data
spasial, nilai, dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup
oleh masyarakat luas di setiap daerah. Kebijakan program
diarahkan untuk: (1) mengelola sumber daya alam dan
memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi, dan (2)
mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai
kemajuan teknologi dengan keunggulan komparatif sebagai
negara maritim dan agraris, sehingga mampu melakukan
kompetisi dan mengembangkan produk unggulan di setiap
daerah, terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan,
pertambangan, pariwisata, serta industri kecil dan kerajinan
rakyat.
b. Pelaksanaan
X-6
untuk pendataan ekosistem rentan kerusakan, serta
pengkajian neraca sumber daya alam dan penyusunan PDB
hijau secara bertahap, inventarisasi informasi potensi
kawasan dan jenis hasil laut potensial, inventarisasi sumber
daya wilayah pesisir, lautan, pulau-pulau kecil dan perikanan,
serta produk dan jasa maritim. Selain itu, juga telah
dilakukan sosialisasi pemanfaatan peta fishing ground dan
terlaksananya fish stock assessment. Selanjutnya, untuk
memudahkan masyarakat untuk mengakses data dan
informasi telah dilakukan kegiatan melalui peningkatan akses
informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup kepada
masyarakat. Kegiatan inventarisasi kekayaan sumber daya
mineral dilakukan melalui penyusunan berbagai macam peta
antara lain peta geologi dan geofisika, penyusunan basis data
sumber daya mineral dan batubara, serta pelaksanaan
beberapa kegiatan pemetaan dan kajian geologi.
X-7
Pada tahun 2003 hasil yang telah dicapai adalah
dilakukannya pemutakhiran data sumber daya alam dan
lingkungan hidup, termasuk inventarisasi potensi tambahan
satwa liar, penyediaan data potensi pasir laut di Kepulauan
Riau, penyediaan data potensi panas bumi, dan energi
terbarukan, serta peta geologi lingkungan dan konservasi air
tanah. Pada tahun ini juga dilakukan pemetaan geologi
kelautan bersistem untuk daerah Kalimantan dan Sulawesi.
Untuk penyempurnaan neraca sumber daya alam, telah
dilakukan uji coba dan perbaikan serta pemutakhiran data,
demikian pula untuk neraca energi, neraca sumber daya
mineral dan batubara serta neraca kependudukan. Untuk
menunjang pengembangan kelautan, telah dilakukan
pendataan potensi sumber daya ikan laut, penyusunan profil
beberapa pulau-pulau kecil, serta pengkompilasian data
geologi kelautan kawasan pesisir, profil wilayah pesisir dan
kelautan di 15 daerah propinsi dan Kabupaten/Kota.
X-8
pengembangan geologi dan geofisika bidang kebencanaan
geologi. Peningkatan kemampuan teknologi pemantauan
gunung api terus dilakukan untuk melengkapi kebutuhan
standar. Demikian pula Blue Print mitigasi bencana gunung
api telah disusun sebagai dasar perencanaan sistem mitigasi
gunung api nasional. Peningkatan kesadaran masyarakat dan
Pemerintah daerah terus dilakukan melalui sosialisasi
kebijakan dan potensi bencana geologi di Indonesia dan
penanggulangannya.
X-9
iii. Tindak Lanjut
X - 10
Sasaran lain dari program ini adalah terlindunginya kawasan-
kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumber
daya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif. Kebijakan
program ini diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan potensi
sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan
konservasi, rehabilitasi, dan penghematan penggunaan sumber
daya alam dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
b. Pelaksanaan
X - 11
Segara Anakan berdasarkan Perda Kabupaten Cilacap Nomor
28 Tahun 2000 tentang pengelolaan kawasan Segara Anakan.
X - 12
Cikawung dan Cimeneng, serta pencanangan Gerakan
Nasional Rehabilitai Hutan dan lahan kritis seluas 300.000
ha.
X - 13
kecil. Hal lain yang menjadi hambatan dalam pencapaian
indikator kinerja program ini adalah masih lemahnya
koordinasi dan struktur kelembagaan, masih lemahnya
sumber daya manusia, kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya pemeliharaan ekosistem dan sumber
daya alam pada umumnya. Disamping itu masih ada
perbedaan kepentingan di dalam memanfaatkan sumber daya
alam seperti pemanfaatan hutan dan pertambangan, serta
ketidakstabilan politik, dan keamanan sehingga menyulitkan
pelaksanaan beberapa kegiatan dalam program ini pada
daerah yang termasuk dalam kategori rawan dari segi
keamanan.
X - 14
monitoring kegiatan pengembangan, pengelolaan, dan
pembinaan obyek wisata alam dan pemanfaatan jasa
lingkungan; (3) pengawasan kegiatan kampanye penanaman
pohon untuk kehidupan dengan baik dan mengena sasaran
serta gerakan penanaman pohon di 30 propinsi; dan (4)
melanjutkan kegiatan sesuai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam kegiatan peningkatan kualitas pengelolaan
DAS serta efektifitas dan efisiensi rehabilitasi lahan
terdegradasi.
b. Pelaksanaan
X - 15
untuk menyusun Rencana Induk Program Kali Bersih
(PROKASIH) 2005, masukan revisi PP Nomor 20 Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. Berkenaan
dengan limbah perkotaan telah dilakukan penyempurnaan
konsep Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan Sistem
Evaluasi Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan. Sementara
itu, pada saat ini sedang dilakukan pula penyusunan
rancangan peraturan pelaksanaan dari PP Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak
Bergerak. Dalam rangka pencegahan kerusakan lingkungan
akibat bencana lingkungan telah dilaksanakan beberapa
kegiatan antara lain: (1) kajian akademik pengembangan
sistem pengendalian bencana lingkungan; (2) penyusunan PP
Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan
atau pencemaran LH yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan atau lahan; (3) rancangan kebijakan nasional penerapan
sistem tanggap darurat pada kegiatan yang berisiko
mengakibatkan bencana lingkungan. Berkenaan dengan
pencemaran keanekaragaman hayati telah disusun beberapa
pedoman: (1) pedoman teknis pengendalian pemanfaatan
spesies hasil rekayasa genetik; (2) pedoman teknis
pengendalian dan pemulihan kerusakan ekosistem strategis;
(3) pedoman teknis pengendalian penurunan dan pemulihan
populasi Elang Jawa, Buaya, Rusa, Cendana, dan
Tengkawang. Selain itu, telah pula dilakukan penyusunan
Amdal untuk kegiatan Migas yang memiliki pelabuhan
khusus.
X - 16
Pada tahun 2003 berkaitan dengan penanganan limbah
telah dilakukan kegiatan penyusunan berbagai pedoman
antara lain: (1) pedoman teknis baku mutu limbah cair
industri rayon; (2) pedoman pengelolaan limbah produksi
minyak dan gas bumi; dan (3) pedoman penanganan limbah
industri kimia, serta rumah sakit dan hotel. Selain itu untuk
dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran perusahaan
dalam pengelolaan limbahnya, telah dilaksanakan kegiatan
sosialisasi pada beberapa lokasi penambangan dan kehutanan
perihal teknologi produksi bersih. Dalam rangka mengurangi
pencemaran lingkungan kawasan pesisir dan laut dilakukan
gerakan nasional bersih pantai dan laut. Di samping itu,
dalam rangka mencegah kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup telah disusun pedoman standar nasional
audit lingkungan hidup Pemerintah daerah.
X - 17
penguasaan lahan hutan secara tidak sah dan illegal logging,
PETI, dan pencurian ikan. Rendahnya kesadaran hukum ini
ditambah pula dengan upaya penegakan hukum yang masih
belum konsisten bagi perusak hutan dan lingkungan.
Sosialisasi terhadap bahaya-bahaya kerusakan hutan dan
lingkungan masih belum ditanggapi secara sungguh-sungguh
oleh masyarakat.
X - 18
kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang kuat, dengan didukung oleh perangkat hukum dan
perundangan serta terlaksananya upaya penegakan hukum secara
adil dan konsisten. Arah kebijakan ditetapkan sejalan dengan
Propenas 2000-2004, yang mengamanatkan untuk
mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan
sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan
hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga.
b. Pelaksanaan
X - 19
Dalam tahun 2002 telah dilakukan pembentukan
lembaga clearing house untuk kegiatan perlindungan lapisan
ozon, serta pelaksanaan penguatan institusi dan aparatur
penegak hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup. Kegiatan lain yang dilaksanakan adalah
penggelaran operasi bersama dengan TNI-AL untuk
menertibkan rumpon dan beroperasinya kapal asing liar.
X - 20
hutan lindung melalui persyaratan yang cukup ketat,
misalnya usaha pertambangan hanya boleh diteruskan apabila
berada pada areal hutan produksi. Pedoman pengelolaan
Karst, yang memiliki fungsi hidrogeologi dan potensi wisata
telah ditetapkan untuk melindungi dari kegiatan
penambangan yang berlebihan. Di samping itu dalam rangka
pelestarian lingkungan hidup telah disusun beberapa
pedoman diantaranya pedoman pengelolaan situ-situ di
daerah, model pengelolaan rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah, model valuasi ekonomi sumber daya alam dan
lingkungan hidup daerah, dokumen identitas Kabupaten/Kota
melalui flora dan fauna.
X - 21
iii. Tindak Lanjut
X - 22
b. Pelaksanaan
X - 23
Pada tahun 2003 telah dilakukan beberapa sosialisasi
kepada kelompok masyarakat pesisir, penambangan skala
kecil, serta masyarakat sekitar hutan lindung mengenai arti
pentingnya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu,
juga telah dilakukan upaya pembrntukan beberapa
kelembagaan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup dengan mengakomodasikan peran serta
masyarakat, seperti terbentuknya 180 kelompok masyarakat
pesisir peduli lingkungan, 120 kader dan pionir peduli
lingkungan, serta aliansi kelompok masyarakat peduli
lingkungan.
X - 24
iii. Tindak Lanjut
X - 25