You are on page 1of 17

EKSPLOITASI PADA MASA KOLONIALISME

Pada suatu malam ketika Bambang sulit memejamkan mata terlintas di


pikirannya untuk membuka sebuah artikel yang menceritakan sejarah kelam pada
masa Hindia Belanda, artikel sejarah tersebut menceritakan betapa kejamnya sistem
pemerintahan kolonialisme Belanda. Sistem pemerintahan ini dimulai saat seorang
Raja Prancis yang bernama Louis Napoleon memerintahkan kepada Herman Willem
Daendels untuk menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda pada 1 Januari 1808.

Herman Willem Daendels merupakan Gubernur Hindia Belanda ke-36. Saat


itu, jabatan tersebut setara dengan jabatan presiden saat ini. Anak dari Burchard
Johan dan Josina Christina Tulleken ini pernah menimba ilmu di Universitas
Harderwijk, Belanda dan memperoleh gelar Doktor pada 10 April 1783.

Dimulai dari masa pemerintahan Gubernur jendral Hindia Belanda saat itu,
yang di perintah oleh Raja Perancis Louis Napoleon, yaitu Gubernur Daendels yang
memerintah selama kurang lebih selama 3 tahun. Banyak sekali kebijakan-kebijakan
yang di lakukan oleh Daendels yang sangat kejam dan sangat tidak manusiawi yang
diberikan kepada pribumi di Nusantara. Daendels diberikan tugas utama untuk
mempertahankan pulau Jawa dari Inggris. Bukan Cuma itu Herman Willem
Daendels juga diberi tugas untuk mengatur pemerintahan Indonesia. Pada saat
Daendels menjadi gubernur, Herman Willem Daendels merasa terbebani, karena
pada saat itu Inggris mengambil alih kekuasaan VOC tepatnya di Sumatera, Ambon,
dan Banda.

Pada saat Willem Daendels menjalankan tugas sebagai Gubernur, ia


mengeluarkan program kerja untuk meningkatkan kuantitas tentara Belanda dengan
cara merekrut pekerja orang-orang dari masyarakat pribumi, adapun tujuan lain yang
di inginkan oleh Daendels yaitu untuk membangun pabrik persenjataan di Semarang
dan Surabaya, membangun pangkalan armada di ujung kulon dan Anyer, membuat
benteng-benteng pertahanan serta membangun jalan raya sepanjang 1.100 km dari
Anyer hingga Panarukan.

Selain itu Daendels juga turun tangan di bidang pemerintahan dan membuat
kebijakan-kebijakan baru, termasuk mengubah tata cara dan adat istiadat di
kerajaan Jawa. Ia barupaya memperkuat posisinya di Nusantara dengan membuat
beberapa kebijakan antara lain kekuatan raja-raja di Nusantara dibatasi secara
ketat, pembagian tanah Jawa menjadi 9 bagian prefektur (wilayah yang memiliki
otoritas), Bupati yang berkedudukan sebagai penguasa tradisional diubah oleh
Daendels menjadi pegawai pemerintah yang digaji.

Daendels berhasil mempengaruhi Mangkunegara II dan membentuk pasukan


bernama Legiun Mangkunegara yang terdiri atas 1.150 prajurit. Pasukan lagiun
mangkunegara dibuat guna membantu pasukan Daendels apabila suatu saat terjadi
perang.

Daendels berkata pada dirinya sendiri dengan penuh ambisi “Aku harus
memaksimalkan jabatan sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda yang telah
diamanahkan oleh Louis Napoleon ini.”

Tiba tiba datang salah seorang bawahan dari Daendels menghadap


kepadanya “Apa yang harus kita lakukan jendral, untuk memajukan kesejahteraan
militer kita?” Tanya bawahan Daendels.

“Kita harus melakukan pembangunan di berbagai bidang untuk


menyejahterakan militer kita.” Jawab Daendels.

“Dengan cara apa Jendral agar kita bisa memaksimalkan kemiliteran kita?”
Tanya serdadu.

Daendels pun menjawab “Ada beberapa kebijakan yang sudah saya buat dan
siapkan untuk dilaksanakan secepatya, malam nanti kumpulkan semua pasukan di
markas untuk membicarakan hal yang akan kita lakukan.”

“Siap Jendral.” Dengan suara lantang serdadu itu menjawab.

Malam pun tiba seluruh pasukan telah berkumpul untuk mendengarkan hal
yang akan disampaikan oleh Daendels, di tengah suasana malam yang begitu sunyi.

“Tuk…tuk…tuk.” Daendels datang dengan gagah dan berwibawa sebagai


seorang Gubernur Jendral. Seketika seluruh pasukan menjadi hening dan siap
mendengarkan arahan dari sang Gubernur Gendral Hidia Belanda tersebut.

“Apakah kalian sebelumnya sudah tahu mengapa saya mengumpulkan kalian


disini?” Ucap Daendels.
“Tidak tahu Jendral.” Dengan suara lantang seluruh pasukan menjawab.

“Baik, saya mengumpulkan kalian disini untuk menyampaikan beberapa


rancangan program untuk memajukan militer kita.”

“Rancangan program seperti apa yang akan kita lakukan jendral?” Tanya
salah seorang serdadu.

“Pertama-tama program yang akan kita lakukan yaitu membangun benteng-


benteng baru di sekitar pesisir pulau Jawa, rencana yang kedua kita akan
membangun pangkalan laut di pelabuhan Anyer dan Ujung Kulon, rencana yang
ketiga membangun pabrik senjata di Surabaya dan Semarang, dan rencana yang
terakhir kita akan membangun jalan raya Anyer-Panarukan untuk memudahkan
mobilisasi pasukan dan logistik perang kita.” Jawab Daendels.

“Kapan dimulainya rencana tersebut Jendral?” Tanya seorang serdadu.

“Secepatnya kita akan melaksanakan rancangan tersebut, karna kita sangat


membutuhkan hal-hal yang saya rencancang tadi.” Ucap Daendels.

“Sudah jelas semuanya?” Tanya sang Jendral.

“Siap, jelas Jendral.” Ucap seluruh pasukan.

“Baik, kalau begitu kita akhiri pertemuan pada malam ini. Seluruh pasukan
kembali ke barak masing-masing untuk beristirahat.” Perintah sang Jendral.

Ke esokan harinya di pagi yang cerah bagi seluruh pasukan militer Belanda,
tapi tidak untuk masyarakat pribumi. Pasukan Belanda mendatangi tempat tinggal
pribumi dan melakukan hal-hal yang tidak semestinya seperti merampas hasil kebun
pribumi.

Seorang tentara Belanda yang tiba di tempat tinggal pribumi langung


mengahampiri pribumi yang baru saja selesai mengambil hasil kebunnya.

“Serahkan hasil kebun mu itu wahai pribumi yang lemah!” Ucap Van Persie
yang merupakan serdadu Belanda.

“Ti…tidak tuan tidak bisa ini satu satunya mata pencaharian saya untuk
menghidupi keluarga saya tolong jangan dirampas tuan.” Kata Hidayat yang
merupakan salah seorang pribumi yang berada dalam tekanan.
“Halah banyak bicara kamu,” Sambil menodongkan senjata kepada pribumi.

“Serahkan atau akan saya lepaskan bidikan senjata ini.”

“Si..silahkan tuan ambil saja hasil kebun ini,” Hidayat dengan lemas dan
pasrah.

“Cepat bawa hasil kebun itu,” Van Persie menyuruh prajurit lain.

Van Persie dengan prajurit lainnya pun pergi bersama hasil rampasan yang
diperoleh dan meninggalkan pribumi yang sudah tidak berdaya itu. Setibanya Van
Persie di markas militer langsung menaruh hasil rampasannya ke gudang logistik
militer.

Suatu hari di tahun 1808, seluruh pasukan di perintahkan oleh Gubernur


Jendral Daendels untuk membangun benteng pertahanan militer Belanda di Merak.
Pembangunan ini menggunakan jasa dari masyarakat Pribumi dimana mereka
dipaksa bekerja oleh pasukan militer Belanda. Keesokkan harinya seluruh pasukan
Belanda mencari pribumi ke tempat-tempat tinggalnya untuk dijadikan tenaga kerja
pembuatan benteng. Tiba lah seluruh pasukan Belanda di tempat tinggal pribumi.

Datanglah pasukan Belanda dengan mengendarai mobil, lalu turun pasukan


Belanda dan segera masuk ke rumah-rumah masyarakat pribumi.

Setibanya prajurit Belanda di dalam rumah pribumi langung memaksa pribumi


untuk ikut bersama mereka.

“Ayo ikut saya, segera naik ke mobil,” Ucap salah seorang prajurit.

“Ti..tidak, aku tidak mau ikut dengan mu.” Tolak seorang pribumi.

“Tidak bisa, kalian harus ikut dengan ku atau kalian akan aku bunuh.” Paksa
seorang prajurit.

Pribumi itu pun ikut dengan pasukan Belanda, dimana di mobil itu sudah
banyak masyarakat pribumi lain yang hendak di bawa oleh militer Belanda untuk
membangun benteng di Merak.

Setibanya di lokasi seluruh masyarakat pribumi yang di angkut oleh pasukan


Belanda, langsung di perintah untuk bekerja membangun benteng yang sudah di
rencanakan. Seluruh pasukan militer Belanda berbaris mengawasi dengan mata
elang untuk memastikan seluruh pribumi bekerja. Seorang serdadu melihat salah
seorang pekerja yang bekerja dengan bermalas malasan, prajurit itu langsung
menghampiri pekerja itu.

“Hei pribumi lemah,” Sambil menendang pribumi tersebut.

“Ahhhh…,” Jatuh tersungkur ke tanah pribumi itu.

“Disini tempat untuk bekerja bukan untuk malas-malasan seperti itu,” Bentak
salah seorang prajurit itu.

“Ba…baik tuan,” Menjawab dengan suara yang masih kesakitan.

Pribumi lain yang sedang bekerja pun melihat kejadian tersebut. Prajurit yang
mengawasi pun langsung membentak seluruh pribumi untuk melanjutkan kerjanya.

Setelah bekerja selama 12 jam tanpa henti banyak pribumi yang mulai
kelelahan karena lapar dan haus, sebab pihak Belanda tidak memberi mereka
makan dan minum selama bekerja. Selain itu ada beberapa pribumi yang meninggal
akibat kelelahan. Pribumi yang meninggal langsung di buang ada juga beberapa
yang di kubur oleh pihak Belanda.

Seluruh pribumi terus menerus dipaksa untuk bekerja selama berminggu-


minggu hingga berbulan-bulan untuk menyelesaikan proyek pembangunan benteng
di Merak tersebut. Setelah memakan banyak korban dari pribumi akhirnya
pembangunan benteng rampung, dan siap digunakan sebagai alat pertahanan
militer Belanda.

Daendels pun menuju benteng tersebut untuk melihat hasil rancangan yang
sudah ia buat. Setibanya Daendels di lokasi seluruh pasukan sudah berbaris dengan
rapi, karena mereka tahu Gubernur Jendral akan datang malam ini.

Daendels pun langsung turun dari mobil yang ia tumpangi dan berjalan
mengelilingi benteng untuk melihat lihat benteng yang sudah dibangun dengan
kokoh itu. Di samping-samping benteng terdapat undukan-undukan tanah. Lalu
Dendels pun bertanya kepada serdadunya.

“Apa isi dari gundukan-gundukan tanah tersebut?” Tanya Daendels.


“Siap Jendral, gundukan tanah tersebut merupakan kuburan dari para pribumi
yang telah mati akibat kelelahan bekerja,” Jawab salah seorang prajurit.

“Oh seperti itu, ayo seluruh pasukan kita rayakan keberhasilan pembangunan
benteng ini dengan melakukan makan malam bersama,” Teriakan Daendels kepada
seluruh pasukan dengan perasaan senang.

Seluruh prajurit pun menikmati hidangan makanan yang sudah di sediakan


dan melalukan makan bersama dengan Jendral mereka.

Pesta makan malam pun sudah selesai, selanjutnya Daendels menyuruh


seluruh pasukan untuk berbaris dan membicarakan rencana selanjutnya yang harus
dilakukan untuk memperkuat bidang militer mereka. Pembangunan selanjutnya yaitu
pembangunan pangkalan perang angkatan laut di ujung kulon.

Pekerjaan selanjutnya yaitu pembangunan pangkalan perang di Ujung Kulon,


untuk itu Daendels memerintahkan kepada Sultan Banten. Untuk mnengirimkan
pekerja rodi sebanyak-banyaknya agar pekerjaan yang direncanakannya cepat
telaksana. Akan tetapi karena daerahnya berawa-rawa, banyak pekerja yang mati
terkena penyakit malaria. Sehingga banyak diantara mereka yang melarikan diri.
Keadaan ini membuat Daendels marah dan menuduh Mangkubumi Wargadiraja
sebagai biang keladi larinya pekerja-pekerja itu. Melalui utusan sultan yang datang
ke Batavia, Daendels memberikan beberapa perintah untuk di turuti.

Sesampainya Abbas sebagai utusan Sultan tersebut di Batavia ia langsung


menghadap ke Gubernur Jendral Hindia Belanda.

“Apa maksud mu menyuruh wakil dari Sultan Banten untuk datang ke Batavia
untuk menghadapmu?” Ucap Abbas sebagai utusan Sultan.

“Aku ingin menyampaikan beberapa hal yang harus Sultan Aliudin lakukan,”
Jawab Daendels.

“Cepat katakan hal apa saja itu,” Abbas mulai geram karena sudah tau pasti
hal yang tidak-tidak yang ingin disampaikan Gubernur Jendral tersebut.

“Hal yang pertama yang harus kamu sampaikan kepada Sultan yaitu ia harus
mengirimkan 1000 orang rakyatnya setiap hari untuk dipekerjakan di Ujung Kulon,
yang kedua Sultan harus menyerahkan Patih Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia,
yang terakhir Sultan harus segera memindahkan keratonnya ke daerah Anyer.”

“Baik akan langsung saya sampaikan ke Sultan Aliudin setelah sepulang dari
Batavia ini,” ucap Abbas dan langsung pergi meninggalkan tempat tersebut.

Selang beberapa hari Abbas sampai di Banten dan langsung menghadap


Sultan Aliudin untuk menyempaikan hal-hal yang disampaikan Daendels di Batavia.

“Mohon izin Sultan saya menghadap ingin menyampaikan hal-hal yang di


sampaikan Daendels saat di Batavia beberapa hari lalu,” Tunduk Abbas ke Sultan
Aliudin.

“Hal- hal apa saja yang di sampaikan oleh Daendels wahai Abbas?” Tanya
sang Sultan.

“Hal yang pertama yaitu Sultan harus mengirimkan 1000 orang rakyat setiap
harinya untuk dipekerjakan di Ujung Kulon, yang kedua Sultan harus menyerahkan
Patih Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia, yang terakhir Sultan harus segera
memindahkan keratonnya ke daerah Anyer. Hal-hal itu lah yang disampaikan
Daendels.”

“Apa?...sungguh Gubernur Jendral tidak waras, tidak kita tidak bisa menuruti
keinginan Gubernur gila itu,” Sultan Aliudin geram mendengar keinginan yang di
sampaikan Daendels.

Sudah tentu tuntutan ini ditolak mentah-mentah oleh Sultan. Karena


permintaannya ditolak maka dengan segera dan secara sembunyi-sembunyi
dikirimlah pasukan dalam jumlah yang besar yang dipimpin langsung oleh Gubenur
Jendral Daendels sendiri ke Banten.

Pada malam hari Daendels menyuruh para petinggi Belanda berkumpul untuk
melakukan rencana penyerangan kesultanan Banten.

“Saya sudah tahu kalau permintaan yang saya inginkan pasti di tolak mentah-
mentah oleh sultan Banten,” Daendels menyampaikan kepada petinggi
pemerintahan Belanda..

“Jadi apa yang harus kita lakukan Jendral?” tanya Antonie Belshof.
“Jadi kita akan melakukan penyerangan ke kesultanan Surosowan
secepatnya,” Jawab Daendels.

“Siapa yang akan memimpin kita dalam penyerangan itu Jendral?” Philip
Pieter bertanya.

“Untuk yang memimpin penyerangan itu saya sendiri, kita akan melakukan
penyerangan pada pukul 04:00 sebelum matahari terbit. Siapkan seluruh pasukan
dan amunisi yang cukup.”

“Baik Jendral,” Jawab dengan serentak para petinggi Belanda.

Dua hari kudian pasukan ini sampai di perbatasan kota. Sebagai peringatan
pertama-tama dikirimlah utusan Komandeur Philip Pieter oleh pihak kolonial Belanda
ke istana Surosowan (Banten) untuk menanyakan kembali kesanggupan Sultan.

Namun karena kebencian rakyat yang sudah demikian memuncak kepada


Belanda, maka utusan belanda tersebut dibunuh di depan pintu gerbang kraton.

“Nah ada yang datang untuk mengantarkan nyawanya nih,” ucap salah satu
prajurit kesultanan Banten.

“Tenang dulu semuanya, saya ingin bertemu dengan Sultan Aliudin,” ucap
Philip Pieter dengan ketakutan. Karena seluruh prajurit sudah benar-benar geram
dengan orang-orang Belanda.

“Sudah langsung kita bunuh saja orang Belanda ini,” Salah satu prajurit
menyerukan suara untuk melakukan pembunuhan kepada perwakilan Belanda itu.

Terbunuh sudah utusan Belanda itu akibat seluruh prajurit Sultan Banten
menyerangnya dengan membabi-buta.

Tindakan ini dibalas Daendels dengan diserangnya Surosowan pada hari ltu juga
yakni tanggal 21 November 1808.

“saya mendapatkan info bahwa utusan pihak kita sudah di Bunuh oleh prajurit
prajurit kesultanan Banten,” Daendels menyampaikan informasi ke seluruh pasukan
militernya.

“Wah berani-berani nya mereka bermain api dengan kita,” ucap salah satu
serdadu Belanda.
“Jadi kita semua akan meluluh lantakan kesultanan Surosowan, tidak boleh
ada yang tersisa sedikitpun,” Seruan Daendels kepada seluruh pasukannya.

Serangan yang tiba-tiba ini sangat mengejutkan dan memang diluar dugaan,
sehingga sultan tidak sempat lagi menyiapkan pasukannya. prajurit-prajurit Sultan
dengan keberanian yang mengagumkan berusaha mempertahankan setiap jengkal
tanah airnya.

Tapi akhirnya Daendels dapat meluluh lantahkan tanah Surosowan hingga


menjadi puing-puing berserakan. Surosowan dapat direbutnya menjadi
kekuasaannya. Sultan ditangkap dan diasingkan ke Ambon. Sedangkan patih
Mangkubumi dihukum pancung dan mayatnya dilemparkan ke Laut. Selanjutnya
Banten dan Lampung dinyatakan sebagai daerah jajahan Belanda. Tangerang,
Jasinga dan Sadang dimasukan ke dalam teritorial Batavia.

Setelah Istana Surosowan hacur lebur maka diangkatlah Putra Mahkota


dengan gelar Sultan Wakil Pangeran Suramanggala, walaupun masih bergelar
sultan, namun kekuasaannya tidak dapat melebihi kekuasaan sultan pada biasanya
karena ia tidak lebih dari seorang pengawal Belanda. Sultan tidak mempunyai kuasa
apa-apa ia hanya mendapatkan gaji 15.000 real setiap tahun dari pemerintah
Belanda. Pengerjaan pembuatan Pangkalan Angkatan Laut dihentikan karena
banyak pekerja yang mati dan sakit disebabkan daerah proyek Pangkalan tersebut
berupa rawa-rawa, maka pekerjaan pembuatan Pangkalan di Ujung Kulon
dipindahkan ke daeah Anyer.

Dalam proses pembuatan pangkalan tersebut Deandles melakukan tindakan-


tindakan yang keras sehingga menambah kebencian rakyat Banten kepada
pemerintahaan Belanda.

Setelah ke gagalannya dalam pembangunan pangkalan perang angkatan laut


di Ujung Kulon, Daendels langsung segera melanjutkan rencananya yang terakhir
yaitu pembuatan jalan raya Anyer-Panarukan. Dengan tujuannya adalah untuk
mengamankan Pulau Jawa dari serangan Inggris dan kelancaran dalam
menyampaikan informasi melalui dinas pos.
Karena Pulau Jawa di gunakan sebagai basis militer Perancis untuk melawan
pasukan Inggris di kawasan Hindia Belanda. Pembangunan Jalan Raya ini juga
sebagai awal mula modernisasi di Jawa. Jalan yang membentang dari ujung Barat
Pulau Jawa hingga ujung Timur Pulau Jawa tersebut dalam pembangunanya
melenan banyak korban jiwa dari masyarakat pribumi.

Pembangunan Jalan Raya Anyer Panarukan memanfaatkan kerja paksa atau


biasa dikenal kerja rodi. Daendels merencanakan pembangunan jalan tersebut
karena pada saat itu, Pulau Jawa menjadi titik terpenting perlawanan Prancis-Inggris
karena, Inggris telah menguasai lautan di Samudera Hindia, hal itu yang
menyebabkan pasukan Prancis kesulitan memindahkakn pasukan lewat jalur laut.

Karena hal itu Raja Louis memerintahkan Daendels untuk membangun Jalan
Raya Pos itu ada pun hal lain yaitu. Di suatu tempat di Batavia Raja Louis bertemu
dengan Daendels untuk membicarakan pembangunan Jalan Raya Anyer-
Panarukan.

“Daendels tolong segera laksanakan pembangunan jalan dari ujung Barat


Pulau Jawa hingga ujung Timur Pulau Jawa,” Raja Louis memerintah Daendels.

“Sebelumnya maaf tuan untuk apa kita melakukan pembangunan tersebut?”


Daedels bertanya kepada sang Raja.

“Jadi jika kita melakukan pembangunan ini kita akan mendapat banyak
keuntungan di bidang ekonomi dan militer, salah satu di bidang militer yaitu kita akan
memindahkan para pasukan militer dari Batavia agar dapat segera menyebar ke
seluruh Pulau Jawa,” Jawab sang Raja.

“Baik tuan akan segera saya laksanakan pemabngunan ini secepatnya.”

Jalan juga tidak dibangun seluruhnya dari Anyer-Panarukan. Beberapa jalan


telah dinamgun sehingga Daendels hanya memperlebar. Pembangunan resmi
dimulai pada Mei 1808. Para Bupati diperintahkan untuk menyiapkan tenaga kerja
dalam jumlah tertentu. Lalu, masing-masing pekerja dibayar 10 sen per orang di
tambah dengan beras serta jatah garam setiap minggu.
Para bupati melakukan rapat dengan Daendels di suatu tempat untuk
menyampaikan beberapa hal yang harus dilakukan oleh Bupati. Saat itu di pagi hari
yang cerah Daendels berkumpul dengaan para Bupati.

Daendels bertanya ke seluruh Bupati yang hadir “Sudah tahukah kalian


mengapa saya menyuruh kalian?”

“Tidak tuan.” Jawab seluruh Bupati.

“Jadi saya mengumpulkan kalian disini untuk menyampaikan beberapa hal


yang pertama kalian harus membawa tenaga kerja dengan jumlah tertentu, yang
kedua saya akan memberikan uang gaji pekerja dengan beras serta garam setiap
minggu yang akan di pegang oleh kalian.”

“Hanya itu saja tugas yang kita lakukan tuan?” tanya Salah seorang Bupati.

“Cukup hanya itu, lanjutkan perintahku lakukan dengan semaksimal mungkin.


Bagi yang tidak melaksanakan pasti akan ade kosekuensi yang kalian dapat.” Tegas
Daendels.

Setelah selesai rapat para Bupati pun langsung kembali ke tempat ia


menjabat dan langsung melakukan tugas yang sudah diberikan oleh Daendels.

Pembangunan jalan Raya Pos Anyer-Panarukan sebenarnya bukanlah kerja


paksa murni. Para pekerja dibayar oleh pemerintah, tetapi uang upah dari Daendels
diberikan lewat penguasa lokal atau Bupati. Setelah para pribumi bekerja keras
untuk pembangunan jalan itu, mereka menuntut hak upah yang belum mereka dapat
kepada Bupati yang memerintah.

Para pribumi mendatangi kantor Bupati, salah seorang pribumi bernama


susilo sebagai perwakilan pribumi lain meminta masuk kedalam kantor untuk
berbicara 4 mata dengan Bupati.

“Mohon maaf mengganggu waktunya tuan,” Kata Susilo.


“Ada apa kamu datang kesini?” Kata bupati yang sedang duduk di
singgahsana nya.

Susilo berkata dengan wajah memelas “Saya datang kesini untuk meminta
hak upah setelah kami bekerja untuk pembangunan jalan tuan.”

“Hah upah? Asal kalian tau kalian itu tidak diberi upah oleh pemerintah
Belanda,” Balas sang Bupati.

“Apa tidak ada upah untuk kita? Lalu kita bekerja hanya untuk keuntungan
mereka saja?” tanya Susilo

“Sepertinya begitu, sudah saya tidak punya waktu banyak ada pekerjaan lain
yang harus segera saya kerjakan,” Bupati mengusir dengan halus perwakilan
pribumi itu.

“Baik tuan, maaf sudah mengganggu waktunya terima kasih atas waktunya.”
Susilo langsung meninggalkan tempat tersebut dan menyampaikan kepada pribumi
lain bahwa mereka tidak mendapatkan upah dari pekerjaan membangun jalan itu.

Bupati berkata dalam hati “Hahaha mudah sekali membohongi orang-orang


itu.”

Sampainya di depan kantor Bupati Susilo langsung menyampaikan fakta pahit


yang disampaikan oleh Bupati tadi dengan perasaan marah dan sedih “Kita tidak
mendapatkan gaji dari jalan yang kita bangun ini.”

Salah seorang pribumi bertanya “Lalu apa yang harus kita lakukan? Jika kita
sudah banting tulang bekerja tetapi tidak mendapatkan uang sepeser pun.”

Salah satu pribumi melontarkan pertanyaan kepada pribumi lain “Kenapa kita
tidak kabur saja?”

Seorang pribumi menjawab “Kamu mau mati konyol? Kalo saya sih tidak”

Setelah itu seluruh pribumi membubarkan diri untuk kembali bekerja dibawah
pemerintahan Belanda.
Setelah bekerja keras selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-
bulan, bahkan bertahun-tahun mereka bekerja tanpa di beri upah,setelah waktu
yang cukup lama akhirnya mereka memutuskan untuk melarikan diri kesebuah hutan
belantara,malam pun sudah tiba dan para pribumi berkumpul untuk melarikan diri.

“Hei kalian bagaimana caranya kita melarikan diri dari sini?” Tanya salah satu
pribumi

“Betul aku sudah muak bekerja tanpa ada upah” Salah satu pribumi
menjawab

“Bagaimana kalau kita melewati hutan belantara yang berada di bagian


barat? Kata susilo setelah kita melewati hutan tersebut kita akan menemukan
sebuah desa yang terpencil dan hanya sedikit orang yang mengetahui desa
tersebut.” Sambung salah satu pribumi.“

“Baiklah apakah semuanya sudah berkumpul untuk pelarian malam ini?


setelah penjaga itu bergantian tempat kita akan melarikan diri ke arah
Barat,semuanya! Ikutin arahanku” Ucap susilo dengan berbisik.

Setelah penjaga tersebut bergantian tempat dengan penjaga lain,Susilo dan


para pribumi berjalan perlahan-lahan ke arah Barat tetapi salah satu pribumi
berbicara dengan ragu-ragu dan dengan nada yang rendah.

“Tunggu! apa kalian yakin ingin melarikan diri dari tempat ini? kalian tidak
takut ketahuan para serdadu, karena jika kita ketahuan kita akan di hukum mati.”
Tanya salah satu pribumi.

“Jangan khawatir kita pasti berhasil pergi dari tempat terkutuk ini dengan
selamat, aku mengetahui semua sisi hutan belantara ini dengan baik.” Ucap susilo
meyakinkan para pribumi.

“ Bailkah kami akan mengikuti dirimu Susilo, agar kami bisa secepatnya
bebas dari sini” Jawab pribumi.
Setelah merencanakan semuanya para pribumi dan susilo pun segera
bergerak menuju hutan belantara itu,namun di tengah-tengah perjalanan ada
sardadu yang mendengar rencana para pribumi dan susilo dan memberi tahu
kepada Daendels.

“Selamat malam Jendral” Ucap sardadu.

“Malam,ada apa kau mendatangiku?” Jawab daendels.

“Saya dateng ke sini ingin memberitahukan bahwa para pribumi itu melarikan
diri namun saya tidak mengetahui mereka melarikan diri ke mana” Jawab sardadu.

“Sial…bisa bisanya mereka melarikan diri dari sini, sekarang juga cari para
pribumi itu kemana pun dan harus menemukanya cepat!” Jawab Deandles dengan
nada yang cukup tinggi.

“Baik jendaral kami pasti akan memenukan para pribumi itu” Jawab sardadu
dengan tegas

Para sardadu mencari para pribumi kemanapun, namun ada salah satu
serdadu yang menuju arah hutan belantara bagian barat dan terlihat jejak kaki para
pribumi yang menuju arah Barat.

“Hei…!! Kalian semua kemarilah, aku melihat sebuah jejak kaki dan jejak kaki
tersebut menuju arah Barat” Ucap salah satu serdadu dengan lantang

“Baiklah semuanya kita berpencar untuk mencari para sardadu” Jawab


sardadu lain

Lalu para sardadu pun memasuki hutan belantara itu dan berpencar untuk
mencari para pribumi dan salah satu pribumi melihat serdadu menuju ke arah
pribumi tersebut.

“Hei cepat lah… Aku melihat salah satu sardadu ke arah kita.” Ucap Bagyo
dengan nada berbisik bisik.

“Baiklah mari bergegas dan cepat kita udah mulai ketahuan.” Ucap susilo.
Lalu para pribumi itu pun bergegas menuju ke arah desa sambil mengikuti
arahan Susilo, tiba-tiba salah satu pribumi yang memegang lentera terjatuh.

“Aduh, kakiku tersandung ranting pohon.” Ucap Bagyo

“Hei cepat bangun serdadu itu mulai semakin dekat.” Ucap salah satu
pribumi.

Lalu para pribumi bergegas menuju desa tersebut sambil mengikuti arahan
Susilo, seketika salah satu serdadu melihat cahaya dan melihat salah satu pribumi
tergelak jatuh di tanah.

“Hei..!! kalian kemarilah aku melihat pribumi yang sedang terjatuh,” Ucap
serdadu sambil menunjuk kearah pribumi tersebut.

“Hei..!! berhenti kalian! Serdadu berteriak.

“Ayo lebih cepat lagi ayo” Susilo menyerukan kepada seluruh pribumi untuk
berlari lebih cepat.

Para serdadu terus berlari mengejar pribumi namun pribumi yang terjatuh
tidak dapat membangkitkan diri kembali sehingga dia tertembak dengan
mengenaskan tepat di dadanya.

“Tunggu aku mendengar suara senapan dan salah satu dari kita ada yang
tertinggal” kata Dhirja dengan suara tergesa-gesa.

“Sial….kita telah meninggalkan bagyo, tapi kita tidak ada waktu untuk kembali
menyelamatkannya karena para serdadu itu mulai mendekat ke arah kita,maaf kan
aku tapi kita harus bergerak lebih cepat supaya tidak ada korban lagi.” Ucap Susilo
dengan perasaan campur aduk.

Para pribumi itu pun berlari sekuat tenaga, satu persatu pribumi yang sudah
mulai kelelahan dan tertinggal dari segerombolan terbunuh mengenaskan di tempat,
suara tembakan dari senapan pun semakin riuh.
“Hanya tersisa 2 dari kita yaitu kamu Susilo dan aku, aku ingin minta sesuatu
dari engkau jika salah satu dari kita mati di sini jangan lupakan perjuangan kita
bersama hingga kita sejauh ini, dan jangan lupakan kawan kita yang berguguran di
hutan sini.” Ucap Dhirja dengan nada sedih

“Jangan berbicara seperti itu,aku yakin kita bisa menuju desa bersama-
sama.” Ucap susilo dengan perasaan campur aduk.

Tetapi para serdadu itu sudah mulai mendekat ke arah mereka sambil
berteriak ke arah mereka.

“Hei…..kalian berhenti sekarang juga atau kami akan menembak kalian di


tempat.” Ucap salah satu serdadu

“Susilo aku punya rencana di sana ada dua jalur kamu ke arah kanan menuju
desa dan aku akan lurus mengalihkan mereka.” Ucap Dhirja

“Tunggu!! jangan egois bagaimana denganmu apakah kau tidak melihat


seberapa banyak para serdadu itu.” Ucap susilo dengan nada tinggi dan marah

“Jangan khawatirkan aku, aku akan selamat dari kepungan mereka kamu
lupa di antara kita siapa yang larinya paling cepat maka pergilah segera selamatkan
dirimu terlebih dahulu aku akan segera menyusulmu” Ucap Dhirja dengan tegas.

“Baiklah tapi kamu harus berjanji kepadaku bahwa kau akan selamat dan
menuju desa” Jawab susilo.

Lalu para serdadu pun mengejar ke arah Dhirja dan tidak melihat susilo ke
arah yang berbeda, akhirnya Dhirja pun terkepung di karenakan sudah sangat lelah
untuk berlari.

“wahai…pribumi menyerahlah kau sudah terkepung oleh kami,katakan


kepada kami dimana pribumi yang bersamamu tadi” Ucap serdadu sambil
menodongkan senapan di kepala Dhirja.
“Aku tidak akan memberi tahu mu walaupun aku harus mati di tanganmu”
Jawab Dhirja dengan nada tegas

“Baiklah kalau itu maumu apa kamu yakin dengan jawabanmu?” Jawab
serdadu

“Aku sangat yakin dengan jawabanku” Jawab Dhirja

Suara tembakanpun terdengar hingga telinga susilo, dengan perasaan


bercampur aduk susilo berpikir bahwa Dhirja sudah mati tertembak oleh para
serdadu.

“Maafkan aku Dhirja, maafkan aku Bagyo,maafkan aku semuanya aku tidak
bisa membawa kalian semua ke desa dengan selamat” Gumam susilo dengan sedih

Fajarpun tiba perlahan-lahan dan susilopun sampai di desa tersebut dengan


sekujur badan penuh luka dan kelelahan, warga sekitar melihat Susuilo dengan
keaadaan tersebut langsung menghampiri susilo dan menolongnya, Susilo pun
menceritakan bagaimana saat dia di kerja paksa oleh para tentara belanda tanpa di
kasih upah dan makanan.

Pembangunan-pembangunan yang dilakukan masyarakat pribumi kala itu,


yang memakan korban jiwa hingga belasan ribu orang. Tidak hanya dapat
digunakan untuk kepentingan pada masa itu saja, tetapi pembangunan-
pembangunan itu dapat digunakan hingga beberapa generasi setelah mereka.
Bahkan hingga saat ini kita dapat menikmati pembangunan pribumi pada kala itu
salah satunya Jalan Raya Pantura atau dahulu di sebut Jalan Raya Pos yang dapat
dilalui beribu-ribu kendaraan setiap harinya. Oleh karena itu kita harus menghargai
jasa para pahlawan tanpa tanda jasa itu, seperti perkataan Bung Karno yaitu
JASMERAH Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.

You might also like