You are on page 1of 16

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Gerakan Islam Sempalan Indonesia Husnul Khotimah, S.Th.I., M.Ag.

SYIAH

Oleh:

Nor Saparina : 210103030009

Annisa Meilinda : 210103030201

Vhydea Herdayana : 210103030205

Armiah : 210103030209

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
BANJARMASIN
2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi tentang Syiah dan inti ajarannya memiliki signifikansi penting dalam

pemahaman tentang keragaman budaya dan kepercayaan dalam Islam. Meski

merupakan kelompok minoritas di Indonesia, Syiah memiliki sejarah yang panjang

dan pengikut yang setia di berbagai negara di dunia. Dalam konteks Indonesia,

pengetahuan tentang Syiah sangat penting dalam mempromosikan toleransi agama,

menghormati kebebasan beragama, dan memahami perbedaan dalam praktik

keagamaan.

Memahami Syiah dan pokok-pokok ajarannya juga membantu dalam

memahami sejarah perkembangan Islam setelah meninggalnya Nabi Muhammad.

Syiah memiliki perspektif unik tentang kepemimpinan dalam Islam dan menghargai

pengaruh yang besar dari Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Penjelasan tentang

keyakinan, hukum agama, dan etika dalam Syiah juga memberikan pemahaman yang

lebih luas tentang prinsip-prinsip agama dan nilai-nilai etika yang dianut oleh para

penganutnya.

Selain itu, membahas Syiah juga dapat meningkatkan kesadaran dan

pemahaman tentang pluralitas dalam Islam. Di Indonesia yang memiliki keberagaman

budaya dan agama yang kaya, pengetahuan tentang Syiah mampu membantu dalam

membangun harmoni antarumat beragama dan menghormati perbedaan. Pembahasan

ini juga dapat membantu menghilangkan prasangka dan stereotip negatif yang

mungkin ada terhadap Syiah. Dengan mempelajari Syiah dan pokok-pokok ajarannya,

kita dapat memperluas pengetahuan kita tentang Islam, mempromosikan toleransi,

dan memperkuat kerukunan umat beragama di Indonesia.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Syiah dan apa saja pokok-pokok ajarannya?

2. Bagaimana penyebaran dan perkembangan Syiah di berbagai wilayah dunia,

terutama di Indonesia?

3. Bagaimana pandangan Majelis Ulama Indonesia terhadap Syiah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk menjelaskan apa itu Syiah dan apa saja pokok-pokok ajarannya.

2. Untuk mengetahui bagaimana penyebaran dan perkembangan Syiah di berbagai

wilayah dunia, terutama di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Majelis Ulama Indonesia terhadap

Syiah.

2
PEMBAHASAN

A. Syiah dan Pokok Ajarannya

Secara harfiah, kata Syiah diambil dari kata sya’asyiya’an yang bermakna

menemani atau mengikuti. Tapi dengan kata lain asy-syi’ah juga dapat dimaknai

sahabat. Syiah merupakan sebuah akar kata yang berarti berpihak, memihak,

bergabung atau menggabungkan diri. Kata Syiah secara etimologi bermakna sebagai

pengikut yang mengarah kepada semua makna dukungan individu dan kelompok

tertentu.1

Menurut pandangan seorang ulama yang beraliran Syiah, Muhammad Jawad

al-Mughniyah memberikan definisi mengenai kelompok Syiah bahwa mereka

merupakan golongan yang meyakini Imam Ali bin Abi Thalib yang ditunjuk dan yang

ditetapkan oleh Nabi Muhammad tentang khalifah sebagai pengganti beliau. Adapun

prespektif asy-Syahrastani, Syiah merupakan sekelompok masyarakat pendukung Ali

bin Abi Thalib, rasulullah telah berwasiat bahwa menetapkan Imam Ali, baik secara

implisit maupun secara terang terangan, kemudian mereka beranggapan kelompok

Syiah bahwa imamah (kepemimpinan) harus keturunan Ali tidak boleh keluar dari

jalur itu. Mereka menganggap bahwa imamah tidak hanya dilihat sebagai

kemaslahatan yang dipilih tetapi imamah termasuk masalah akidah yang dijadikan

tiang agama.2

Orang-orang Syiah menyepakati bahwa “Ali” merupakan khalifah yang

dipilih oleh Nabi Muhammad dan ia dianggap orang paling utama (afdal) diantara

1 Helmi Chandra, Zulfahmi Alwi, Rahman, Imam Ghozali dan Muhammad Irwanto. Pengaruh politik
SUNNI & SYIAH terhadap perkembangan ilmu hadist. (Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2021) hal 30.
2 Helmi Chandra, Zulfahmi Alwi, Rahman, Imam Ghozali dan Muhammad Irwanto. Pengaruh politik
SUNNI & SYIAH terhadap perkembangan ilmu hadist. (Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2021) hal 31.

3
sahabat nabi lainnya. Sebagian orang yang beraliran Syiah memukakan pendapat

bahwa awal mula muncul benih Syiah pada saat masa Nabi Muhammad Saw atau bisa

juga disebut secara politis benihnya muncul sejak wafat Nabi Muhammad Saw (ketika

pembaiatan Sayyidina Abu Bakar di Saqifah). Pada saat itu kerabat Nabi Muhamad

Saw dan beberapa sahabat beranggapan atau memandang bahwa Ali lebih wajar dan

lebih berhak menjadi khalifah Nabi Saw dari pada Abu Bakar.3

Sebagaimana yang telah disepakati sebagian besar ulama islam didalam

Syiah ada 3 dimensi ajaran yakni fiqih (syariat), akidah, akhlak. Syiah telah

memformulasikan akidah dalam 3 prinsip utama yakni tauhid, kenabian dan hari

kebangkitan. Jadi dari prinsip dasar tauhid muncul prinsip keadilan ilahi, dari prinsip

kenabian muncul prinsip imamah. Kemudian ada beberapa ulama memasukan kedua

prinsip ikutan diatas yaitu keadilan dan imamah. Dengan demikian jadilah

berkembang 5 prinsip yaitu yaitu: al-Tauhid, al-Nubuwwah, al-Imamah, al-‘Adl, dan

al-Ma’ad.4

1. al-Tauhid

Pada prinsip al-Tauhid (Keesaan Allah). Orang yang bearaliran

syiah mempercayai bahwa Allah zat yang Maha Mutlak, yang tidak bisa

diraih oleh siapapun (laa tudrikuhul abshar wahua yudrikul abshar). Syiah

mempercayai bahwa Allah merupakan zat yang tidak memiliki batasan dari

segala sisi, kekuasaan, ilmu, keabadian, dan lainnya. Maka dari itu, ia tidak

dibatasi oleh waktu dan ruang, karena keduanya itu terbatas. Tapi pada saat

3 Helmi Chandra, Zulfahmi Alwi, Rahman, Imam Ghozali dan Muhammad Irwanto. Pengaruh politik
SUNNI & SYIAH terhadap perkembangan ilmu hadist. (Depok: PT. Rajagrafindo Persada, 2021) hal 34.
4 Tim Ahlul Bait Indonesia. Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama Muktabar. (Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012) hal 15.

4
yang sama, hadir di setiap waktu dan ruang karena ia berada di atas

keduanya. 5 Syiah juga mempercayai bahwa hanya Allah-lah yang boleh

disembah jika ada yang menyembah selain Allah maka ia dikatakan

musyrik.6

2. al-Nubuwwah

Pada prinsip Nubuwwah (kenabian), Syiah mempercayai bahwa

maksud Allah mengutus nabi-nabi dan rasul bertujuan untuk membimbing

umat manusia menuju kesempurnaan yang hakiki. Syiah mempercayai Nabi

Muhammad Saw merupakan nabi terakhir tidak ada lagi nabi setelah itu,

maka dari itu barang siapa yang mengaku sebagai nabi dan membawa

risalah sesudah Nabi Muhammad Saw, maka ia sesat dan tidak bisa

diterima. 7 Syiah juga mempercayai bahwa nabi-nabi dibekali oleh allah

dengan mukjizat dan kemahiran mengerjakan masalah yang luar biasa atas

izin Allah Swt, seperti Nabi Isa As yang bisa mehidupkan kembali orang

yang sudah mati, Nabi Musa As yang bisa mengubah tongkat menjadi ular.

Tetapi dari beberapa mukjizat itu mukjizat Nabi Muhammad Saw yaitu al-

Qur’an yang menjadi mukjizat terbesar sepanjang masa. Maka dari itulah

Syiah mempercayai tidak ada siapapum yang bisa membuat al-Qur’an

bahkan suratnya sekalipun.8

5 Tim Ahlul Bait Indonesia. Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama Muktabar. (Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012) hal 16.
6 Ruhullah Khumaini. Kasf Al-Asrar. (Amman: Dar ‘Imad, 1987) hal 37-38.
7 Joesoef Souyb. Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekte Syi’ah. (Jakarta: Pustaka Alhusna,
1982) hal 19.
8 Tim Ahlul Bait Indonesia. Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama Muktabar. (Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012) hal 19-21.

5
3. al-Imamah

Pada prinsip al-Imamah (kepemimpinan). Syiah mempercayai

keputusan tuhan menuntut perlunya hadir seorang imam sesudah

meninggalnya rasul bertujuan untuk menuntun umat manusia dan menjaga

kemurnian ajaran para nabi dan agama ilahi dari penyimpangan. 9 Maka

dari itu setelah Nabi Muhammad wafat, ada seorang imam yang

melanjutkan misi dari Nabi Muhammad Saw dan orang syiah meyakini

bahwa Allah menentukan garis imamah sesudah Nabi Muhammad Saw

ialah orang suci dari dzuriyatnya yang berjumlah 12. Dalam

pengangkatannya, orang syiah mempercayai bahwa imam yang diangkat

oleh Nabi Muhammad Saw adalah Imam Ali bin Abi Thalib, lalu Imam

Hasan dan Husain (putra Ali) keduanya telah ditetapkan oleh Nabi

Muhammad Saw.10

4. al-‘Adl

Pada prinsip al-Adl (kemahaadilan tuhan), Syiah mempercayai

bahwa Allah Maha Adil. Ia tidak akan pernah berbuat zalim kepada hamba

hamba-Nya . Maka dari itu, Syiah percaya semua yang dilakukan manusia

tidak ada unsur terpaksa, ia melakukannya atas pilihannya sendiri karena

Allah memberikan kebebasan kepadanya dalam setiap tindakannya. 11

5. al-Ma’ad

9 Ahmad Wa’ili. Huwayyat At-Tasayyu. Terj.Nasir Dimyati. (Tehran, Muassasah As-Shibthayn,


Al’alamiyyah, 2012) hal 32.
10 Quraish Shihab. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran dan
Pemikiran, hal 98-99.
11 Thabathaba’i. Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya. Hal 150-152.

6
Pada prinsip al-Ma’ad ( Hari Akhir), Syiah mempercayai pada

suatu hari nanti semua umat manusia dibangkitkan dari kuburnya dan

dihisab atas semua apa yang telah mereka perbuat selama masa hidupnya

jika banyak amal baiknya maka ia akan masuk surga dan begitu juga

sebaliknya jika yang banyak amal buruknya ia akan dimasukan ke neraka.

Setelah itu, syiah juga percaya bahwa tubuh dan ruh, jiwa manusia

dibangkitkan kembali secara bersamaan pula akan menempuh kehidupan

yang baru, karena keduanya sudah bersama sama di dunia sebab itulah

harus bersama sama pula menerima balasan yang adil yakni pahala atau

hukuman.12

B. Penyebaran dan Perkembangan Syiah

Paham Syiah pertama kali dicetuskan oleh Abdullah bin Saba’ al-Himyari,

seorang Yahudi yang berasal dari Shan'a negeri Yaman. Paham Syiah diperkenalkan

Abdullah bin Saba’ al-Himyari secara terang-terangan, beliau mengatakan

pendapatnya bahwa kepemimpinan selanjutnya setelah nabi wafat harusnya jatuh

kepada Sayidina Ali bin Abi Thalib menurut petunjuk nabi. Abdullah orang Yahudi

yang buruk serta penuh makar, ia disusupkan di tengah-tengah orang Islam berkedok

keislaman dan bertopeng sebagai seorang ahli ibadah. Namun, kenyataannya ia hanya

ingin merusak tatanan agama masyarakat muslim. Kemunculannya pada masa akhir

pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan, hingga kepemimpinan Khalifah Ali.

Keyakinan Syiah semakin berkembang, sampai hingga menuhankan Ali. 13

12 Abdur Razak dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. (Bandung: Puskata Setia, 2006), Cet Ke-2, hal 89.
13 sumber diambil dari https://muslim.or.id/8770-sejarah-kemunculan-syiah.html

7
Perkembangan dan penyebaran Syiah di Indonesia, ada empat periode,

sebagai berikut:

Pertama, paham Syiah masuk berbarengan dengan masuknya Islam di Indonesia dari

Hadramaut, Arab, lalu ke Aceh. Pada masa ini, para penganut Syiah datang untuk

berdakwah, dan juga untuk berdagang. Selama di aceh mereka tidak menunjukkan

diri sebagai Syiah, mereka menggunakan prinsip taqiyah agar terhindar dari tekanan

penguasa, selama masa ini relasi antara Syiah dan Sunni di Indonesia terjalin sangat

baik serta bersahabat. 14

Kedua, era revolusi Islam di Iran. Era ini kisaran 1979-1980, pada saat ini penyebaran

Syiah belum dianggap sebagai ancaman, karena penganut Syiah menyimpang

keyakinan hanya untuk mereka sendiri dan keluarganya saja. Jadi pada masa ini

mereka bersikap eksklusif belum ada semangat untuk menyebarkan alirannya pada

orang banyak.15

Ketiga, pada masa ini, mulai terjadi ketertarikan orang-orang terhadap paham Syiah

melalui fiqihnya, khususnya dari kalangan intelektual serta perguruan tinggi. Pada

saat ini mulai ada perbedaan paham sehingga muncul konflik.

Keempat, pada masa ini, orang-orang penganut Syiah sudah mulai membentuk sebuah

kelompok. Salah satunya adalah IJABI, atau kepanjangan dari Ikatan Jemaah Ahlul

Bait Indonesia, pada tanggal 1 Juli tahun 2000. IJABI (Ikatan Jama'ah Ahlul Bait

Indonesia) didirikan dengan beberapa penyebab dan faktor yang melatarbelakanginya.

Salah satunya adalah keinginan untuk membentuk wadah kegiatan dan silaturahmi

bagi umat Syiah di Indonesia. IJABI juga bertujuan untuk memperkuat dan

14 Sirojuddin Abbas. I’itiqad Ahlussunnad Wal-Jama’ah. Hal 138.


15 Tim Penulis MUI Pusat. Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia.

8
memajukan pemahaman serta pengamalan ajaran Ahlul Bait di Indonesia.

Keberadaan IJABI juga mendorong penyebaran dan pemahaman yang lebih luas

tentang Ahlul Bait serta menjaga dan melindungi hak-hak kaum Syiah di Indonesia.

Selama berabad-abad, Syiah di Indonesia telah memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap kehidupan keagamaan di Indonesia sejak awal penyebaran Islam

di nusantara. Pengaruh Syiah terlihat dalam beragam ritus dan tradisi Islam di

Indonesia. Bukan hanya di kalangan penganut Syiah, tetapi juga di kalangan Sunni.

Salah satu contohnya adalah perayaan 10 Muharram yang biasa dirayakan oleh

penganut Syiah sebagai penghormatan atas kematian Husain ibn Ali, cucu dari Nabi

Muhammad. Husain gugur dalam Pertempuran Karbala pada tanggal 10 Muharram

tahun 61 H. Perayaan ini telah membangun kedekatan antara komunitas Islam

Indonesia dengan ajaran-ajaran Syiah. 16 Meskipun Syiah tergolong minoritas di

Indonesia, bukan berarti Syiah tidak berkembang, sebagai bukti perkembangannya,

muncul tokoh-tokoh yang menggeluti Syiah, seperti Jalaluddin Rahmat, Emilia

Renita, Miftah F. Rakhmat.

C. Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai Syiah

Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang merupakan wadah musyawarah para ulama,

zu'ama, dan cendekiawan muslim serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim

Indonesia adalah lembaga paling berkompeten dalam menjawab dan memecahkan

setiap masalah sosial keagamaan yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat.

MUI juga telah mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat maupun dari

pemerintah. Berikut ini adalah kesimpulan dari pandangan dan sikap para ulama

16 M. Yunan Yusuf. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam. (Kencana, Jakarta, 2014) hal 164.

9
Indonesia yang terwadahi dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak terbentuknya

tahun 1975 tentang paham Syi'ah Imamiyah:17

1) MUI sangat peka terhadap penyimpangan agama dan akan segera menghadapinya

dengan serius dan sungguh-sungguh: "Penetapan fatwa (MUI, pen) bersifat

responsif, proaktif, dan antisipatif." (Himpunan Fatwa MUI: 5); "Setiap usaha

pendangkalan agama dan penyalahgunaan dalil-dalil adalah merusak kemurnian

dan kemantapan hidup beragama. Oleh karena itu, MUI bertekad menanganinya

secara serius dan terus menerus." (Fatwa MUI, 1 Juni 1980, dalam HF MUI: 42).

2) Fatwa MUI berdasarkan dalil-dalil yang jelas untuk mendapatkan kebenaran dan

kemurnian agama. "Fatwa MUI berdasarkan pada Al-Qur'an, Sunnah (Hadis),

Ijma' dan Qiyas, serta dalil lain yang dianggap muktabar." (HF MUI:5), dan "MUI

berwenang menetapkan fatwa mengenai masalah-masalah keagamaan secara

umum, terutama masalah hukum (fikih) dan masalah akidah yang menyangkut

kebenaran dan kemurnian keimanan umat Islam Indonesia." (HF MUI:7).

3) Penggunaan dalil-dalil yang membawa kepada kebenaran dan kemurnian (agama,

pen) ialah apabila didasarkan atas pemahaman dan pengamalan Ahlussunnah wal

Jama'ah dalam pengertian yang luas. Penggunaan dan pemahaman dalil yang tidak

sesuai Ahlussunnah wal Jama'ah adalah penyimpangan. "Dimungkinkannya

perbedaan pendapat di kalangan umat Islam harus tidak diartikan sebagai

kebebasan tanpa batas (bila hudud wa bila dhawabith). Perbedaan yang dapat

ditoleransi adalah perbedaan yang berada di dalam majal al ikhtilaf (wilayah

perbedaan), sedangkan perbedaan yang berada di luar majal al ikhtilaf, tidak

dikategorikan sebagai perbedaan, melainkan sebagai penyimpangan, seperti

17 Tim Penulis MUI Pusat. Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia, hal. 113-117.

10
munculnya perbedaan terhadap masalah-masalah yang sudah jelas pasti (ma'lum

min al-din bil al-dharurah). Majal al ikhtilaf adalah suatu wilayah pemikiran yang

masih berada dalam koridor 'ma ana 'alaihi wa asha- biy', yaitu paham keagamaan

Ahlus- sunnah wal Jama'ah dalam pengertian luas." (Ketetapan Ijtima' Ulama se-

Indonesia ke-II, Gontor, 26 Mei 2006. HF MUI:841).

4) Dengan demikian faham Syi'ah yang "menolak hadis yang tidak diriwayatkan

oleh Ahlul Bait, memandang Imam itu maksum (terbebas dari segala dosa), tidak

mengakui ijma' tanpa Imam, memandang bahwa menegakkan kepemimpinan

(pemerintahan) adalah termasuk rukun agama, tidak mengakui kekhalifaan Abu

Bakr, Umar, dan Utsman, radhiyallahu 'anhum ajmain." (HF MUI, Faham Syi'ah:

46) adalah menyimpang dan harus diwaspadai. "Mengingat perbedaan-perbedaan

pokok antara Syi'ah dan Ahlussunnah wal Jama'ah seperti tersebut di atas,

terutama mengenaibperbedaan tentang "Imamah [pemerintahan]", Majelis Ulama

Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indo- nesia yang berfaham

Ahlussunnah wal Jama'ah agar meningkatkan kewaspada- an terhadap

kemungkinan masuknya paham yang didasarkan atas ajaran Syi'ah".

(Rekomendasi Komisi Fatwa MUI 7 Maret 1984. Lihat HF MUI: 46-47)

5) MUI telah menegaskan sikap mayoritas umat Islam Indonesia terhadap Syi'ah

dalam konsideran fatwa MUI tentang nikah mut'ah sbb: "Menimbang: 1. Bahwa

nikah mut'ah akhir-akhir ini mulai banyak dilakukan oleh sementara umat Islam

di Indonesia terutama di kalangan pemuda dan mahasiswa. 2. Bahwa praktek

nikah mut'ah tersebut telah menimbulkan keprihatinan, kekhawatiran dan

keresahan bagi para orangtua, ulama, pendidik, tokoh masyarakat, dan umat Islam

Indonesia pada umumnya, serta dipandang sebagai alat propaganda paham Syi'ah

11
di Indonesia. 3. Bahwa mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut paham

Sunni (Ahlu Sunnah wal Jama'ah) yang tidak mengakui dan menolak paham

Syi'ah secara umum dan ajarannya tentang nikah mut'ah secara khusus (Fatwa

Nikah Mut'ah 25 Oktober 1997, lihat HF MUI: 376).

12
KESIMPULAN

Syiah adalah kelompok yang meyakini Imam Ali bin Abi Thalib sebagai

pengganti Nabi Muhammad dan mempercayai bahwa kepemimpinan harus tetap dalam

keturunan Ali. Mereka memiliki tiga dimensi ajaran, yaitu fiqih (syariat), akidah, dan

akhlak. Prinsip dasar ajaran syiah adalah tauhid (keesaan Allah), nubuwwah (kenabian),

dan imamah (kepemimpinan). Mereka juga percaya akan adanya hari kebangkitan,

kemahaaan tuhan, dan penghakiman akhirat.

Penyebaran dan perkembangan Syiah di Indonesia dapat dirangkum dalam

empat periode. Pertama, Syiah masuk bersamaan dengan masuknya Islam di Indonesia,

namun para penganut Syiah tidak menunjukkan diri sebagai Syiah untuk menghindari

tekanan penguasa. Kedua, pada era revolusi Islam di Iran, penyebaran Syiah belum

dianggap sebagai ancaman karena masih berlangsung di kalangan tertentu. Ketiga, mulai

terjadi ketertarikan terhadap paham Syiah oleh kalangan intelektual dan perguruan tinggi,

namun juga muncul perbedaan paham dan konflik. Keempat, kelompok-kelompok Syiah

mulai terbentuk, seperti IJABI, yang bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan

pengamalan ajaran Ahlul Bait di Indonesia serta melindungi hak-hak kaum Syiah.

Meskipun minoritas, Syiah memberikan kontribusi signifikan dalam kehidupan

keagamaan di Indonesia dan hubungan antara komunitas Muslim Indonesia dengan

ajaran-ajaran Syiah semakin erat.

Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), mereka

menyatakan bahwa paham Syiah Imamiyah yang menolak hadis, menganggap Imam

maksum, tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakr, Umar, dan Utsman, serta memandang

pemerintahan sebagai rukun agama adalah paham yang menyimpang. MUI menghimbau

umat Islam Indonesia yang berpaham Ahlussunnah wal Jama'ah untuk waspada terhadap

13
kemungkinan masuknya paham Syiah. MUI juga menegaskan sikap mayoritas umat

Islam Indonesia yang tidak mengakui dan menolak praktik nikah mut'ah yang dilakukan

oleh paham Syiah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirojuddin. I’itiqad Ahlussunnad Wal-Jama’ah.

Chandra, Helmi, Zulfahmi Alwi, Rahman, Imam Ghozali dan Muhammad Irwanto.

Pengaruh politik SUNNI & SYIAH terhadap perkembangan ilmu hadist. (Depok:

PT. Rajagrafindo Persada, 2021).

Khumaini, Ruhullah. Kasf Al-Asrar. (Amman: Dar ‘Imad, 1987).

Razak, Abdur dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. (Bandung: Puskata Setia, 2006), Cet Ke

2.

Shihab, Quraish. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas

Konsep Ajaran dan Pemikiran.

Souyb, Joesoef. Pertumbuhan dan Perkembangan Aliran-aliran Sekte Syi’ah. (Jakarta:

Pustaka Alhusna, 1982).

Thabathaba’i. Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya.

Tim Ahlul Bait Indonesia. Buku Putih Madzhab Syiah: Menurut Para Ulama Muktabar.

(Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Ahlul Bait Indonesia, 2012).

Tim Penulis Mui Pusat, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia.

Wa’ili, Ahmad. Huwayyat At-Tasayyu. Terj.Nasir Dimyati. (Tehran, Muassasah As-

Shibthayn, Al’alamiyyah, 2012).

Yusuf, M. Yunan. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam. (Kencana, Jakarta, 2014).

sumber diambil dari https://muslim.or.id/8770-sejarah-kemunculan-syiah.html

15

You might also like