You are on page 1of 9

BAB III

PROSES KEPERAWATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dilakukan pada

pasien Tn. S dengan Demam Tifoid yang dilaksanakan pada tanggal 20 sampai

tanggal 22 Mei 2019. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, analisa data,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi keperawatan. Hasil

pengkajian pada kasus ini diperoleh dengan cara anamnesa, observasi,

pemeriksaan fisik, catatan medis dan catatan keperawatan.

3.1. Proses Keperawatan

3.1.1 Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada Tn. S, umur 26 tahun pada

tanggal 20 Mei 2019 di ruang inap Makkah didapatkan data adalah

pasien mengatakan demam sudah sejak dua hari yang lalu sebelum

masuk ke Rumah Sakit, nyeri kepala, badannya terasa lemas dan tidak

mampu melakukan aktivitas ringan. Pasien tiba-tiba demam di malam

hari badannya teraba hangat. Keluhan yang berhubungan dengan sakit

kepala : pasien mengatakan sakit kepala, dengan skala nyeri : 4

(sedang), lokasi : di kepala, frekuensi : sering, durasi : 10 menit dan

faktor pencetus : apabila pasien banyak beraktivitas.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis meliputi tanda-

tanda vital, tekanan Darah : 110/70 mMhg, nadi : 82 kali/menit,

pernafasan : 20 kali/menit dan suhu Tubuh : 39,3 0C. Penulis juga

28
29

melakukan pemeriksaan pada bagian integument, didapatkan data dari

pemeriksaan kebersihan kulit tampak bersih dan kulit kering dan

kehangatan kulit teraba hangat. penulis juga melakukan pemeriksaan

fisik bagian mulut dan lidah didapatkan hasil napas berbau tidak sedap,

bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor , ujung

dan tepinya kemerahan.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian dan observasi yang sudah

dilakukan dapat dirumuskan diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut,

hipertermia dan intoleransi aktivitas .

3.1.3 Intervensi Keperawatan

Adapun intervensi keperawatan yang disusun untuk diagnosa

nyeri akut adalah kaji karakteritik nyeri pasien, atur posisi pasien yang

nyaman, ajarkan pada pasien tekhnik relaksasi tarik napas dalam dan

ciptakan lingkungan yang nyaman. Intervensi untuk diagnosa

hipertermia adalah pantau keadaan umum pasien, pantau tanda-tanda

vital pasien, pantau hidrasi pasien, lakukan kompres hangat pada

pasien, anjurkan pada pasien untuk menggunakan pakaian yang mudah

menyerap keringat, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

obat. Rencana Keperawatan dengan diagnosa intoleransi aktivitas

adalah kaji tingkat ketergantungan pasien, pantau keadaan tanda-tanda


30

vital, dan bantu pasien untuk memenuhi Activity Daily Living (ADL)

pasien.

3.1.4 Implementasi

Adapun tindakan yang dilakukan pada pasien untuk diagnosa

nyeri akut adalah mengkaji karakteristik nyeri pasien, mengatur posisi

pasien yang nyaman, mengajarkan pada pasien tekhnik relaksasi tarik

napas dalam dan menciptakan lingkungan yang nyaman. Implementasi

untuk diagnosa hipertermia adalah memantau keadaan umum pasien,

memantau tanda-tanda vital pasien, pantau hidrasi pasien, lakukan

kompres hangat pada pasien, menganjurkan pada pasien untuk

menggunakan pakaian yang mudah menyerap keringat, berkolaborasi

dengan dokter dalam pemberian terapi obat. Implementasi dengan

diagnosa intoleransi aktivitas adalah mengkaji tingkat ketergantungan

pasien, memantau keadaan tanda-tanda vital, dan membantu pasien

untuk memenuhi Activity Daily Living (ADL) pasien.

3.1.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan

demam thypoid adalah jalan pasien menyatakan nyeri dapat berkurang,

suhu tubuh dalam keadaan normal, intoleransi aktivitas dapat teratasi

dengan terpenuhi ADL pasien.


31

3.2. Pembahasan

3.2.1. Pengkajian

Hasil Pengkajian yang dilakukan oleh penulis adalah pasien

mengatakan demam sudah sejak dua hari yang lalu sebelum masuk ke

Rumah Sakit, nyeri kepala. Keluhan yang berhubungan dengan sakit

kepala : pasien mengatakan sakit kepala, dengan skala nyeri : 4

(sedang), lokasi : di kepala, frekuensi : sering, durasi : 10 menit dan

faktor pencetus : apabila pasien banyak beraktivitas.

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukan oleh Soedarno

(2012) mengatakan bahwa masa inkubasi Tifoid 10-20 hari. Klien

biasanya mengeluh nyeri kepala dan terlihat lemah dan lesu disertai

demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu.

Hasil pengkajian lainnya penulis juga melakukan pemeriksaan

fisik bagian mulut dan lidah didapatkan hasil napas berbau tidak sedap,

bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor , ujung

dan tepinya kemerahan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukan

oleh Soedarno (2012) mengatakan bahwa pasien dengan demam

thypoid mengalami gangguan saluran pencernaan karena bakteri

Salmonella terkontaminasi melalui makanan, mulut atau minuman yang

terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

Pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan pasien

mengalami demam sejak dua hari sebelum masuk ke rumah sakit


32

dengan badan teraba panas, didapatkan dari hasil pemeriksaan suhu

dengan menggunakan termometer aksila adalah 39,30C.

Demam dihasilkan oleh pirogen endogen yang bekerja pada

mekanisme pengatur suhu tubuh di sistem saraf pusat. Pirogen

terpenting yang bertanggung jawab atas demam adalam interleukin 1.

Produk hasil bakteri, virus serta jamur meransang pelepasan interleukin

1 dari makrofag serta juga produksi sitokin- sitokin lain, sehingga

menghasilkan demam dan manifestasi lain respon radang. Demam

terkadang merupakan satu-satunya manifestasi bermakna dari kondisi

sakit seseorang (Rudolph, 2016).

Hasil pengakajian lainnya didapatkan pasien mengatakan badanya

terasa lemas dan tidak sanggup melakukan aktivitas ringan disertai

dengan nyeri kepala dan hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan.

Data di atas sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh NANDA (2017)

bahwa terjadi gangguan dalam beraktifitas di akibatkan oleh nyeri.

Berkurangnya aktivitas yang dilakukan menyebabkan timbulnya

masalah lainnya yang menjadi resiko pada pasien dengan hospitalisasi.

3.2.2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan diangnosa pertama

adalah nyeri akut , Perawat menegakkan diagnosa ini karena

didapatkan data bahwa pasein mengalami nyeri kepala, pasien tampak

memegang kepala dan meringis. Hal ini dapat kita jadikan data untuk
33

menegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan

agens cedera biologis.

Diagnosa kedua adalah Hipertermia, perawat menegakkan

diagnosa ini karena didukung oleh data hasil pengkajian bahwa pasien

mengalami demam sejak dua hari sebelum di bawa ke Puskesmas oleh

keluarga, hal ini dikarenakan ketidakmampuan pertahanan

termoregulasi. Termoregulasi adalah keadaan dimana seseorang

individu mengalami atau beresiko mengalami ketidakmampuan untu

mempertahankan suhu tubuh normal secara efektif karena faktor-faktor

eksternal tidak sesuai atau mengalami perubahan. Salah satu efek dari

terganggunya termoregulasi adalah demam. Demam adalah keadaan

ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal, demam

dalam istilah umum dan beberapa istilah lainnya sering digunakan

adalah pireksia atau hipertermia (Tamsuri,2016).

Diagnosa ketiga adalah intoleransi aktivitas, hal ini didukung

oleh data pengkajian bahwa pasien mengalami kelemahan dan tidak

mampu melakukan aktivitas ringan. Data di atas sesuai dengan teori

yang dinyatakan oleh NANDA (2017) bahwa terjadi gangguan dalam

beraktifitas di akibatkan oleh nyeri. Berkurangnya aktivitas yang

dilakukan menyebabkan timbulnya masalah lainnya yang menjadi

resiko pada pasien dengan hospitalisasi.


34

3.2.3. Intervensi

Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan direncanakan

kepada pasien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga

kebutuhan pasien dapat terpenuhi (Potter &Perry, 2010). Dalam

intervensi ditulis sesuai dengan kriteria intervensi NIC dan NOC.

Kriteria hasil dengan diagnosa keperawatan ini adalah nyeri dapat

dikendalikan oleh pasien dan adanya laporan lisan terkait penurunan

skala nyeri. Intervensi keperawatan ntuk diagnosa pertama adalah kaji

skala nyeri pasien, tanyakan pada pasien lokasi nyeri yang dirasakan

oleh pasien, mberikan penyuluhan kesehatan terkait nyeri kepada

pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan lakukan terapi

relaksasi tarik napas dalam pada pasien serta berkolaborasi dengan

dokter dalam pemberian terapi analgesik.

intervensi untuk diagnosa kedua adalah pantau keadaan umum

pasien, pantau tanda-tanda vital pasien, pantau hidrasi pasien, lakukan

kompres hangat pada pasien, anjurkan pada pasien untuk menggunakan

pakaian yang mudah menyerap keringat, kolaborasi dengan dokter

dalam pemberian terapi obat. Intervensi keperawatan untuk diagnosa

ketiga adalah kaji tingkat ketergantungan pasien, pantau keadaan

tanda-tanda vital, dan bantu pasien untuk memenuhi Activity Daily

Living (ADL) pasien.


35

3.2.4. Implementasi

Tindakan keperawatan perawat adalah mengakaji skala nyeri

pasien, menanyakan pada pasien lokasi nyeri yang dirasakan oleh

pasien, memberikan penyuluhan kesehatan terkait nyeri kepada pasien

untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan melakukan terapi

relaksasi tarik napas dalam pada pasien serta berkolaborasi dengan

dokter dalam pemberian terapi analgesik (Wilkinson, 2010).

Tindakan keperawatan pada hipertermia bertujuan setelah

dilakukan tiindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan panas

pasien turun (suhu tubuh normal) dengan kriteria hasil tidak ada

perubahan warna kulit, suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 0C-

37,50C). Implementasi yang diberikan pada pasien memantau tanda-

tanda vital pasien, pantau hidrasi pasien, melakukan kompres hangat

pada pasien, menganjurkan pada pasien untuk menggunakan pakaian

yang mudah menyerap keringat, berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian terapi obat paracetamol tablet 3x1. Perawat juga

menyarankan pada keluarga dan pasien untuk banyak istirahat.

3.2.5. Evaluasi

Hasil evaluasi harian menunjukkan bahwa selam hari rawatan

dan pemberian terapi relaksasi tarik napas dalam secara berulang.

Pasien mengalami penurunan skala nyeri secara bertahap. Perawat

mengajarkan terapi relaksasi tarik napas dalam pertama kali pada


36

pasien, pasien belum dapat merasakan efeknya. Setelah dilakukan

rutin selama dua hari,pasien mengatakan bahwa telah merasa baikan,

pasien mengatakan nyeri tetapi tidak seperti sebelum mendapatkan

terapi relaksasi tarik napas dalam. Pasien mengalami penurunan skala

nyeri dari 4 menjadi 2.

Hasil evaluasi untuk diagnosa hipertermia yang dilakukan oleh

perawat pada pasien didapatkan suhu tubuh pasien kembali dalam batas

normal dan badannya tidak teraba panas lagi serta pasien dapat

beristirahat dengan nyaman.

Hasil evaluasi untuk diagnosa intoleransi aktivitas setelah

dilakukan intervensi selama tiga hari rawatan yaitu dengan membantu

pasien melakukan aktifitas yang dapat menimbulkan kenyamanan,

membantu pasien melakukan aktifitas ringan seperti makan dan minum

obat di tempat tidur, menganjurkan pasien untuk hidrasi yang adekuat

dan mengajurkan keluarga untuk membantu penuhi ADL pasien. Dari

hasil evaluasi rawatan harian pasien menujukkan sudah lebih baikan,

tidak tampak lemas lagi, sudah mampu duduk di atas tempat tidur dan

mampu melakukan aktifitas ringan secara mandiri.

You might also like