You are on page 1of 11

Dosen : Perobahan Nainggolan M.

Th

Mata Kuliah : Agama Non-Samawi

Nama/NIM : Novrando Hutabarat/2210212, Tonry Manurung/2210225, Sonya


Simbolon/2210224, Jelita Simamora/2210204

Agama Suku dan Masyarakat Adat

I. Pendahuluan

Agama merupakan pedoman hidup bagi umat manusia dalam rangka memperoleh
kebahagiaan, hal tersebut dapat diperoleh melalui perbuatan manusia, baik kehidupan wakru
jangka pendek di dunia ini maupun pada kehidupan dimensi jangka panjang akhirat kelak.
Keluasan dan keluhuran ajaran agama dan pesan agama tidak bisa dibingkai semata oleh akal
dan aktivitas jasmaniah, apalagi ideologi dan platform partai politilk. 1 Dalam agama terdapat
suatu kewajiban yang harus dilakukan manusia, baik itu hubungan antara manusia dengan
Tuhan, bahkan hubungan manusia dengan manusia sangat diutamakan. Seseorang bisa
mengoptimalkan perilaku dengan baik maka dia akan menjadi orang yang baik di mata Tuhan
maupun di lingkungan sosialnya.
Peran agama sebagai suatu kepercayaan di dalamnya terdapat norma-norma yang
diyakini, maka dengan adanya agama hal tesebut dapat menjadikan seseorang mampu
memahami adanya perbedaan antar ras. Dalam setiap ajaran agama pastilah tidak akan ada yang
mengatakan bahwa perbedaan itu adalah suatu yang harus ditentang, akan tetapi justru
sebaliknya, perbedaan yang ada adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan untuk hambanya di
bumi.2
Kondisi geografis sangat berperan menjadikan komunitas memiliki tradisi yang khas.
Fenomena perilaku beragamaadalah fenomena universal manusia. Sampai saat ini belum pernah
ada laporan penelitian dan kajian yang menyatakan bahwa ada masyarakat yang tidak memilki
konsep agama dalam pengertian yang universal. Karena sifat universalitas agama dalam

1
Negara Islam: Ekspansi Gerakan dan Transnasional di Indonesia, ( Jakarta : Wahid Institute : 2009 ),
hlm. 110.
2
Fahim Tharaba, Sosiologi Agama: Konsep, Metode Riset dan Konflik Sosial, ( Malang : Madani, 2016 )
hlm. 83.

1
masyaarakat itu, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebgai
sebagai salah satu faktornya.3
Bangsa Indonesia mendiami wilayah kepulauan terbentang dari Sabang sampai
merauke dari sisi budaya terbilang beragam. Tradisi budaya masyarakatnya berjumlah
banyak sekali. Jauh sebelum datangnya agama-agama besar dunia, penduduk negeri ini
telah memilki tradisi dan kepercayaan. Ketika bersentuhan dengan agama-agama besar
dunia, masyarakat Indonesia meyakini dan menjalani kehidupan rohani sebagai aktivitas
pengabdian kepada Dzat yang Maha Kuasa. Setelah agama-agama besar dunia masuk ke
wilayah Indonesia, diantara penduduk negeri ini menganut agama-agama itu sesuai
keyakinannya.
Kepercayaan kepercayaan lokal yang muncul dan berkembang di suatu wilayah dengan
latar belakang kehidupan, tradisi, adat istiadat dan kultur yang berbeda-beda memperlihatkan ciri
khas yang berlainan satu sama lain. Artinya, suatu kepercayaan lokal yang terdapat di suatu
daerah tidak akan sama dengan kepercayaan lokal yang terdapat di daerah lain. Kemiripan
beberapa aspek kepercayaan lokal dapat terjadi sebagai ekspresi kerohanian dan wujud
praktik kepercayaan, tetapi setiap kepercayaan lokal akan menampakkan ciri khas dan
karakteristiknya tersendiri.
Tradisi masyarakat di Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, jumlahnya
banyak sekali. Tradisi tersebut diwarnai oleh agama yang dianut, melahirkan ajaran
tersendiri. Ajaran tersebut dijalankan secara turun temurun menjadi adat yang harus ditaati.
Pelanggaran terhadap ajaran tersebut memunculkan konsekuensinya, yang wujudnya
bervariasi. Oleh karena itu, keagamaan yang bersifat subjektif, dapat diobjektifkan dalam
pelbagai macam ungkapan, dan ungkapan-ungkapan tersebut memiliki struktur tertentu yang
dapat dipahami.4
Dalam materi ini kelompok akan mempresaentasikan pemahaman kelompok tentang “
Agama Suku dan Masyarakat Adat. Adapun Judul yang akan di bahas dalam makalah
kelompok ini adalah “Agama Suku dan Mayarakat dengan pembahasan Landasan teori
permasalahan yang akan dibahas , Sejarah berdirinya, Ajarannya, dan refleksinya atau

3
Jamhari Ma’ruf, Pendekatan Antropologi Dalam Kajian Islam,Artikel Pilihan Dalam Deroktorat
Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI.
4
Dadang Kahmad, Agama Islam dalam Perkembangan Budaya Sunda, dalam Cik Hasan Bisri, et.al.,
Pergumulan Islam dan Kebudayaan di Tatar Sunda (Bandung: Kaki Langit, 2005), hlm. 68.

2
hubungannya dengan ajaran Alkitab.Adapun cakupan makalah yang kelompok sajikan adalah
agama suku batak.

II. Pembahasan

1. PENGERTIAN AGAMA SUKU


Agama suku adalah kepercayaan yang telah diwariskan secara turun-temurun
kepada setiap generasi. Kepercayaan ini adalah penyembahan kepada arwah nenek moyang,
benda-benda gaib, melakukan ritual-ritual bagi para leluhur, mempercayai kekuatan para dukun,
dan ritual-ritual melalui baca-baca dan sajian persembahan, baik di gunung-gunung maupun di
sungaisungai yang dapat dipercaya ada kekuatan gaib di tempat tersebut.5
Suku Batak ialah kelompok etnis tua di nusantara.Akan tetapi, karena keterbatasan
catatan dan literatur menjadikan sejarahnya sulit untuk ditelusuri.Belum diketahui secara pasti
kapan pertama kali nenek moyang orang Batak mulai mendiami wilayah Sumatera bagian Timur,
yaitu Tapanuli. Namun beberapa bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang Taiwan telah pindah
ke Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun yang lalu, tepatnya pada zaman Neolitikum atau
zaman batu muda. Akan tetapi karena tidak ada bukti yang ditemukan tentang keberadaan Suku
Batak dari masa tersebut, maka disimpulkan bahwa nenek moyang Suku Batak datang dan
pindah ke Tapanuli pada masa setelah itu, yaitu pada masa logam.
Sebelum masuknya agama ke tanah Batak, maka orang Batak pada umumnya belum
mengenal istilah “Dewa-dewa”.Kepercayaan orang Batak dahulu adalah kepercayaan kepada
arwah leluhur serta kepercayaan kepada benda-benda mati. Sebelum orang Batak mengenal
tokoh dewa-dewa orang India, istilah “Debata” sombaon yang paling besar orang Batak Kuno
disebut “Ompu na Bolon” (kakek atau nenek yang maha besar). Ompu Na Bolon pada awalnya
bukan salah satu dewa atau Tuhan tetapi adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek
moyang orang Batak yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan menciptakan adat bagi
manusia. Di samping itu, di dalam konteks keagamaan, ompu(ng) digunakan untuk menandakan
suatu penghormatan kudus. Ph. O.L. Tobing mengatakan bahwa sebutan penghormatan kudus
melalui panggilan ompung tersebut juga sebagai gelar yang harus disampaikan oleh setiap orang

5
T. Tangdilintin, Yayasan Lepongan Bulan (YALBU Tanah Toraja : 1980), hlm 17

3
yang ingin memuja-Nya.Dewa-dewa dan mahluk-mahluk gaib terlibat di dalamnya dan tidak
pandang buluh untuk menyebut/memanggil Mula Jadi Na Bolon sebagai ompung.6
Kepercayaan Agama Suku batak dikenal 3 konsep, yaitu:
1. Tondi

Menurut kepercayaan suku Batak tradisional, tondi sebagai inti pokok kehidupan dan jati diri
manusia. Setiap manusia hidup mempunyai tondi. Tondi adalah roh yang mengikat nafas
kehidupan manusia, memberikan daya jiwa dan kepribadian, menentukan nasib manusia
dan memberi arah serta petunjuk bagi kehidupan seseorang. Atau dengan kata
lain tondi wujudnya roh yang menempati tubuh seseorang sebagai satu kesatuan, membentuk
pribadi seseorang, memberikan daya hidup yang menghubungkan nyawa dengan jiwa, badan dan
pikiran serta nurani yang membisiki hati manusia untuk berbuat.

Tondi sesekali dapat meninggalkan tubuh manusia hidup disaat mimpi bahkan ketika sadar
sekalipun. Kepergian tondi bisa karena terkejut, akibat musibah, kecelakaan yang menimpa pada
seseorang. Kepergian tondi dari tubuh untuk sementara mengakibatkan sakit, atau seseorang
tertimpa bahaya. Jika terlalu lama pergi meninggalkan tubuh, daya hidup tondi akan hilang
sehingga orang tersebut akhirnya meninggal dunia.Tondi dapat juga terperangkap atau disandera
oleh roh halus di tempat-tempat angker dan keramat, karena salah melangkah, atau melanggar
tabu ketika berada di tempat itu. Usaha agar tondi seseorang kembali harus dengan
melaksanakan upacara spiritual yang disebut mangalap tondi (menjemput tondi) atau manghirap
tondi (menarik tondi yang pergi) di bawah bimbingan seorang Datu (dukun). 7

2. Sahala

Sahala adalah bentuk kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, akan tetapi tidak semua
orang bisa memiliki Sahala. Sahal juga disebut dengan nama lain Sumanta. Sumanta merupakan
kesaktian yang biasanya dimiliki oleh raja.
3. Begu

6
Ph.O.L. Tobing, The Structure of the Toba Batak Belief in the High God, (Amsterdam: South and South
East Celebes Institute for Culture, 1963), hlm 35.
7
https://www.blogspot/Tondi Diakses pada tanggal 26 Agustus 2022, pkl. 20.00-20.45 WIB

4
Begu adalah jiwa atau Tendi orang yang telah meninggal.Masyarakat Batak percaya
bahwa Begu mempunyai tingkah laku dan kebiasaan seperti manusia, tetapi hanya muncul di
malam hari.
2. Masyarakat Adat
Masyarakat adat merupakan kesatuan masyarakat yang tetap dan teratur dimana para
anggotanya bukan saja terikat pada tempat kediaman suatu daerah tertentu, baik dalam kaitan
duniawi sebagai tempat kehidupan maupun dalam kaitan rohani sebagai tempat pemujaan
terhadap roh-roh leluhur (teritorial), tetapi juga terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan
pertalian darah dan atau kekerabatan yang sama dari satu leluhur, baik secara tidak langsung
karena pertalian perkawinan atau pertalian adat (genealogis). 8 Setiap masyarakat adat
mempunyai hukum Adat yang digunakan untuk mengatur semua persoalan yang terjadi dalam
lingkungan adat tersebut. Hukum adat merupakan kumpulan aturan tigkah laku yang hanya
berlaku bagi golongan bumi putera atau masyarakat asli Indonesia, yang bersifat memaksa dan
belum dikodifikasikan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Agama suku Batak Kuno mengenal atau mempercayai bahwa Debata (Tuhan) disebut
dengan Mula Jadi Na Bolon (asal kejadian yang agung atau besar). Kepercayaan kepada Mula
Jadi Na Bolon merupakan agama suku, yaitu suku Batak khususnya batak Toba.9 Pandangan
Batak kuno tentang “Tuhan” bersumber dari nilai yang terdapat dari mitologi si boru deak
parujar.Tanah Batak indah dan mempesona seperti “sepotong surga” yang jatuh dari kayangan.
Hal inilah yang mendorong nenek moyang orang batak untuk merenung dan
bertanya, bagaimana ini terjadi dan siapa yang menjadikannya?.Untuk memperoleh jawaban itu
mereka mencoba berkomunikasi dengan alam untuk mengetahui hakikat alam itu
sendiri.Sebelumnya mereka berpikir bahwa manusialah sebagai titik pusat kegiatan.Namun
manusia seperti halnya hewan dan tumbuh-tumbuhan juga mengalami suka dan duka
kehidupan.Dengan demikian sebagi suatu mahluk, manusia adalah mahluk yang lemah.Manusia
tidak ada artinya jika dibandingkan Kuasa Agung sumber dari segala sesuatu ada. 10Oleh karena
itu masyarakat Batak Kuno mempercayai dan memahami bahwa Mula Jadi Na Bolon sebagai
pemula terbesar dari permulaan.Mula jadi merupakan gabungan kata “mula” dan”jadi”. “Mula”
8

9
Basyral Hamidy, Harahap dan Hotman M Siahaan, Orientasi nilai-nilai Budaya Batak; suatu pendekatan
terhadap perilaku batak toba danangkola mandailing, ( Jakarta: Sanggar Willem Iskandar,1987), hlm 62.
10
DJ. Gultom Rajamarpodang, Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak, ( Medan: C.V. Armanda, 1992 ),
hlm. 186.

5
berarti awal atau permulan dan “jadi” yang berarti akan menjadi. Gabungan dari kedua kata
tersebut berarti “permulaan untuk menjadi” atau “permulaan dari asal-usul”.Dengan
demikian, Mula Jadi Na Bolon diartikan menjadi “pencipta”. Mula Jadi Na Bolon diyakini
sebagai pencipta segala sesuatu dan awal dari segala permulaan.Dialah yang menyebabkan
terjadinya segala sesuatu dan oleh karena dialah segala sesuatu itu ada.11
Agama batak kuno mempercayai bahwa Mula Jadi Na Bolon adalah pencipta alam
semesta, awal dari segala sesuatu dan dari padanyalah kekuatan dan kekuasaan itu.Dialah yang
menguasai alam semesta dengan menciptakan tiga ruang kosmis, Banua Ginjang, Banua Tonga,
Banua Toru.12
Mula Jadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang tidak bermula dan tidak
berujung serta kekal selama-lamanya.Mempunyai kuasa Maha Agung, tidak dapat dibandingkan,
serta sumber dari segala yang ada baik alam spritual mupun alam material.Mula Jadi Na Bolon
itu ada, tetapi tiadak dapat dilihat.Dia dapat dihubungi dan dijumpai dalam alam spritual.Dia
dapat disembah dengan alas tangan yaitu dengan dupa, air suci dan sesajen lainnya.
Mula Jadi Na Bolon mempunyai kuasa menghukum dan kuasa mengampuni, mempunyai
kuasa kasih dan juga mempuyai kuasa murka.Kuasa Mula Jadi Na Bolon terpancar dalam wujud
Debata Na Tolu. Wujud pancaran kuasa Mula Jadi Na Bolon mengenai hahomion (kebijakan)
adalah Debata Batara Guru. Demikian juga Debata Sori adalah wujud pancaran mula jadi na
bolon mengenai hamalimon (kesucian) dan takdir. Wujud pancaran kuasa ketiga mengenai
kekuatan serta kharisma dari Mula Jadi Na Bolon adalah debata Mangala Bulan.
Jadi agama Batak Kuno memahami bahwa Mula Jadi Na Bolon adalah pencipta dari
segala sesuatu atau mula dari segala yang ada. Melalui Debata Na Tolu yaitu Debata Batara
Guru, Debata Sori, Dan Debata Mangala Bulan, kekuasaan dan kekuatan Mula Jadi Na
Bolon terpancar. Dapat dikatakan bahwa ketiga Debata tersebut adalah totalitas dari Mula Jadi
Na Bolon atau tidak dapat terlepas dari kuasa Mula Jadi Na Bolon.

4. dentitas Ketuhanan Dalam Agama Suku Batak


setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu, Ompu Na
Bolon ini dijadikan sebagai dewa orang Batak. Untuk menekankan bahwa “Ompu Na Bolon” ini

Ibid, hlm 48
11

Anicetus B. Sinaga, The Toba Batak High God Transendence and Immanence, (St. Augustin West Germany,
12

Antropos Institue, vol 38), hal 148

6
sebagi kakek/nenek yang terdahulu yang mempunyai kekuatan yang luar biasa dan yang
menciptakan adat bagi manusia, ompu na bolon menjadi “Mula jadi na Bolon” atau “Tuan Mula
Jadi Na Bolon” karena kata “Tuan, Mula, Jadi” yang berarti dihormati. Selanjutnya untuk
menegaskan pendewaan bahwa Ompu Na Bolon atau Mula Jadi Na Bolon adalah salah satu dewa
terbesar orang Batak ditambahkanlah di depan Nabolon itu kata “Debata” yang berarti dewa
sehingga menjadi “Debata Mula Jadi Nabolon”. Jadi jelaslah bahwa istilah “Debata” pada
awalnya hanya dipakai untuk penegasan bahwa pribadi yang disembah masuk dalam golongan
para dewa.
Ada dua pemahaman orang batak terhadap Tuhan atau “Debata Mula Jadi Nabolon”
antara lain:
1. Transenden
Dalam pemahaman agama Batak Kuno Mula Jadi Na Bolon adalah yang memiliki
kebenaran yang suci (hamalimon) yang terpancar dalam Debata Sori.Oleh karena itu dia tidak
dapat disamakan dengan alam semesta.Dialah yang mencipta dan yang mempunyai otoritas atas
seluruh ciptaan sehingga ada sifat transenden antara Dia dengan ciptaan.Debata tertinggi (Mula
Jadi Na Bolon) yang transenden ditandai oleh keabadian-Nya, sebab keabadianNya sebagai
pencipta tidak terbatas terhadap waktu.Seluruh ciptaan tergantung kepadaNya, sebab Dia adalah
Pencipta Yang Maha Kuasa. Juga istilah ompu(ng) menandai adanya sifat transenden Debata
Tertinggi, untuk menyiratkan suatu subjek kepada kuasa dan otoritas dewa tertinggi.
Transenden Mula Jadi Na Bolon dapat juga dilihat dari Debata Na Tolu yang mempunyai tugas
dan pekerjaan masing-masing yang tidak dapat dibedakan dengan Mula Jadi Na Bolon.Di dalam
hubunganNya dengan alam semesta, Tuhan memanggilnya ke dalam keberadaan dengan
aktivitas serta kreativitasnya.Sifat transendennya meliputi tiga benua, yakni benua atas, tengah
dan bawah.
2. Immanen
Dalam agama Batak Kuno Toba, immanen dewa yang tinggi dicerminkan oleh silsilah
kehidupan orang Batak yang dilihat sebagai keberadaan alam semesta yaitu lambang kreatifitas
yang sudah ditakdirkan Tuhan.Kekuasaan, penghakiman dari dewa tertinggi menyebabkan
berbagai kehidupan yang dinamis.Peran penting dimainkan oleh peran Debata Na Tolu yang
merupakan keterlibatan dari Mula Jadi Na Bolon.Sifat imanennya dicerminkan
melalui tondi (roh).Setiap individu mempunyi tondi.Suatu misteri yang paling dalam mengenai

7
tondi adalah dalam upacara agama dan pemujaan terhadap dewa.Tondi tidak dapat terpisah dari
hidup manusia.Tondi adalah yang mengendalikan manusia baik dalam keadaan sakit, baik dalam
keadaan sehat dan juga dalam setiap kehidupannya. 13 Tondi orang-orang hidup, orang-orang
meninggal dan mereka yang akan lahir adalah bersama dewata tertinggi melalui pancaran
kuasa Mula Jadi Na Bolon terhadap Batara Guru sebagai “pandapotan ni tondi”, berada dalam
semua mahluk. Melalui Batara Guru sebagai sumber roh manusia, melekat dengan segala
sesuatu atau hadir di segala tempat.

5. Refleksi Teologis PL & PB


Hakikat Tuhan menurut Alkitab adalah menjadi sekutu umat-Nya, seperti hakikat
manusia adalah menjadi sekutu Allah.Hakikat Tuhan Allah diungkapkan dan dinyatakan dalam
Firman dan karya-Nya. Hakikat Tuhan Allah mejadi sekutu umat-Nya, dinyatakan dan
diperkenalkan dengan bermacam-macam cara, umpanya: sebagai Yang Maha Tinggi, Yang
Kudus, Yang Esa, dll.
a. Dalam PL
Dalam PL Allah memperkenalkan diri-Nya kepada Musa sewaktu di padang gurun pada
saat Musa menggembalakan domba-dombanya. Allah memperkenalkan diri-Nya dengan nama
JAHWEH kepada Musa, -yang dalam LAI diterjemahkan sebagai TUHAN. Akan tetapi dalam
Tradisi Naskah pentateuch diketahui bahwa nama itu baru dikenal Musa sebagai TUHAN Allah
yang membawa umat Israel keluar dari Mesir (Kel 20:2). Petunjuk lain bahwa nama itu baru
dikenal pada zaman Musa adalah fakta bahwa Musa sebelumnya hanya mengenal nama
“ELOHIM” dan nama YAHWEH baru dikenal Musa (Kel 3:13-14a. Akan tetapi yang menjadi
pertanyaan adalah kalau nama Yahweh baru diperkenalkan kepada Musa, mengapa sebelum
Musa nama Jahweh sudah digunakan dalam Alkitab? Misalnya dalam Kel 6:1-2.
Dari studi tentang naskah tertua ditemukan bahwa nama JAHWEH itu dinyatakan kepada
Musa agar nama YAHWEH tidak eksklusif seakan-akan hanya milik Israel, maka nama diri
JAHWEH kemudian digunakan untuk menggantikan nama banyak diri “ELOHIM” agar Allah
juga Allah keturunan Abraham dan umat manusia. Nama Elohim banyak terdapat dalam PL
dalam pengertian sama dalam “ El ” tetapi biasanya untuk menyebut nama diri dalam bentuk

13
Anicetus B. Sinaga,Op.Cit, hlm 107

8
jamak (Kej 1:26). Nama Elohim menekankan bahwa Allah pencipta adalah Tuhan yang mutlak
atas ciptan dan sejarah. Itulah sebabnya ayat pembuka peciptaan memakai nama ini. 14

b. Dalam Pb
Dalam PB Yesus menyebut Tuhan dengan “Allah Bapa”.Dia selalu mengarahkan
perhatian kepada Allah Bapa sebagai yang mengutus Dia dan dari siapa Dia memperoleh
kekuasaan-Nya. Dengan demikian ditegaskan keesaan antara Allah Bapa dengan Yesus Kristus :
Allah adalah Allah yang Tri Tunggal. Karenanya Yesus dapat berkata” barang siapa telah
melihat Aku dia telah melihat Bapa (Yoh 14:9).
Setelah penulis membahas tentang Mula Jadi Na Bolon, maka penulis melihat ada nilai-
nilai tertentu yang hampir sama konsepnya dengan nilai kekristenan. Misalnya tentang konsep
Allah Yang Esa juga dijumpai dalam konsep kepercayaan Batak Kuno mengenai Mula Jadi Na
Bolon.Kekafiran orang Batak adalah pelopor kepada Kekristenan, preparatio evnggelica ini
sering kali ditekankan.Barang kali bisa dikatakan ideologi kekafiran orang Batak sangatlah dekat
kepada dogma agama Kristen.Sebab agamanya menyatakan kesucian ibadahnya. Hutagalung,
menyimpulkan bahwa kehidupan masysarakat Batak Purba telah memiliki suatu sifat khas yang
mirip dengan agama Kristen, suatu sifat yang paling kena apabila dipahami sebagai takut kepada
Allah.Tetapi persiapan kepada agama Kristen tidak hanya kelihatan dalam ibadat, melainkan
juga dalam perilaku.15 Warneck juga memberi kesimpulan bahwa suku Batak di zaman
keberhalaan sudah percaya kepada Allah Yang Esa, yang disebut Mula Jadi Na Bolon yang
menjadi awal dari segala yang ada, dialah yang Maha Tinggi, Allah yang oleh suku Batak
dipercayai sebagai Allah dari segala ilah yang menjadikan Langit, Bumi dan segala isinya yang
secara terus-menerus memelihara hidup ini.16
Penulis beranggaban bahwa agama pra-Kristen awalnya tidak dilengkapi dengan nilai-
nilai kekristenan karena banyak konsep-konsep dalam keristenan identik dengan Agama Batak
Kuno.Hal ini juga yang memudahkan orang –orang Batak lebih mudah menerima agama
kekristenan dari pada suku-suku lain karena ada kemiripan konsep-konsep mengenai
Ketuhanan.Sehingga para missioner dahulu dengan mudah mengkontekstualisasikan konsep
Kekristenan kepada agama Batak Kuno.

14
Herliyanto, Siapakah yang bernama Allah itu?, (Jakarta: BPK-GM, 2002), hlm. 16
15
Lothar schreiner, Adat Dan Injil, ( Jakarta: BPK-GM, 2003), hal 153
16
Andar Lumban Tobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, (Jakarta: BPK-GM, 1996), hal. 3-4

9
III. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas maka kelompok menyimpulkan bahwa Indonesia adalah negeri
yang mempunyai aneka ragam suku dan kbudayaan yang sangat kaya dan sangat menjunjung
tinggi kebudayaan dnn suku tersebut. Keaneka ragamaan suku itu mempunyai tradisi dan tidak
jarang adat tradisi bisa menjadi kepercayaan atau agama yang mempunyai pahamnya sendiri.
Terkhusunya dalam adat tradisi batak, terkadang kebanyakan orang batak sangat menjunjung
tinggi sukunya, bahkan terkadang orang batak yang sudah menjadi kristen pun masih
menggunakan atau memakai tradisi itu sebagai tatanan hidupnya di bandingkan agama, karena
kebanyakan orang batak akan marah di bilang ga beradat di bandingkan gak beragama. Hal ini
berbanding terbalik dengan pengajaran Alkitab yang mana Allah itu adalah satu dan Allah itu
adalah satu dan Allah itu adalah Allah yang sangat berkuasa dari semua dewa nenek moyang
leluhur suku apapun di Indonesia. Allah sudah menebus kita manusia dengan mati di kayu salib
melalui perantaraan Yesus Kristus, yang mana Yesus telah mengalahkan kuasa maut dan kuasa
kematian kekal dan juga sudah memutuskan segala kutuk nenek moyang yang selama ini
mengikat manusia terkhususnya kita orang batak, maka sikap kita sebagai orang kristen yang
bersuku batak marilah kita menjadi orang yang selalalu memegang teguh ajaran agama yang
benar tetapi tidak meninggalkan jati diri kita sebagai orang batak.

10
IV. DAFTAR PUSTAKA
Basyral Hamidy Harahap dan Hotman M Siahaan, Orientasi nilai-nilai Budaya Batak;
suatu pendekatan terhadap perilaku batak toba danangkola mandailing, Jakarta: Sanggar
Willem Iskandar,1987
Herliyanto, Siapakah yang bernama Allah itu?, Jakarta: BPK-GM, 2002
https://www.blogspot/Tondi Diakses pada tanggal 26 September 2022, pkl. 20.00-20.45 WIB
Kahmad,Dadang, “Agama Islam dalam Perkembangan Budaya Sunda”, dalam Cik Hasan
Bisri, et.al., Pergumulan Islam dan Kebudayaan di Tatar Sunda Bandung: Kaki Langit, 2005
Lothar schreiner, Adat Dan Injil, Jakarta: BPK-GM, 2003
Maruf,’Jamhari, Pendekatan Antropologi Dalam Kajian Islam,Artikel Pilihan Dalam
Deroktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI.
Mulkan, Abdul Munir, “Dilema Manusia Dengan Diri dan Tuhan” kata pengantar dalam
Th. Sumartana (ed.) Pluralis, Konflik, dan Pendidikan Agama Di Indonesia Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001.
Negara Islam: Ekspansi Gerakan dan Transnasional di Indonesia, Jakarta : Wahid
Institute : 2009
Tobing,.O.L., The Structure of the Toba Batak Belief in the High God, Amsterdam: South
and South East Celebes Institute for Culture, 1963
Rajamarpodang,DJ. Gultom, Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak, Medan: C.V.
Armanda, 1992
Sinaga,Anicetus B, The Toba Batak High God Transendence and Immanence, (St.
Augustin West Germany, Antropos Institue, vol 38
Sumber Lain:
T. Tangdilintin, Yayasan Lepongan Bulan YALBU Tanah Toraja : 1980
Tharaba,Fahim, Sosiologi Agama: Konsep, Metode Riset dan Konflik Sosial, Malang :
Madani, 2016
Tobing, Andar Lumban, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta: BPK-
GM, 1996

11

You might also like