You are on page 1of 8

Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

PERDARAHAN INTRAKRANIAL PADA BAYI DENGAN KOLESTASIS: SEBUAH


LAPORAN KASUS

Nadya Gratia Juliawan1, Ida Ayu Putu Purnamawati2


1
Dokter Magang KSM Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Buleleng
2
Dokter Spesialis Anak RSUD Kabupaten Buleleng

E-mail: nadyagratia77@gmail.com, dayu.purnama04@gmail.com

Abstrak

Perdarahan intrakranial merupakan salah satu penyebab kecacatan dan kematian bayi
yang dapat disebabkan oleh adanya suatu defisiensi kompleks protrombin didapat
(DKPD). DKPD ini memicu bayi mengalami gangguan koagulasi dengan salah satu
pemicunya adalah kolestasis. Pada laporan kasus ini, bayi perempuan berusia 1 bulan 8
hari datang dengan keluhan kejang dan penurunan kesadaran secara mendadak, disertai
demam dan kulit berwarna kekuningan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ubun-ubun
besar menonjol, dengan hasil CT-scan kepala menunjukkan adanya perdarahan
intrakranial. Pemeriksaan darah didapatkan anemia berat (4.2 gr/dL), leukositosis
(29.060/uL), trombositopenia (36.000/uL), serta kenaikan kadar prokalsitonin (>50 ng/mL).
Ditemukan juga pemanjangan prothrombine time (PT), activated partial thromboplastine
time (APTT), kenaikan enzim hati, serta kenaikan bilirubin direk>20% dari bilirubin total.
Pasien kemudian didiagnosis mengalami perdarahan intrakranial akibat DKPD, kolestasis,
dan sepsis, diberikan tatatalaksana berupa injeksi vitamin K, transfusi fresh frozen plasma
(FFP), transfusi packed red cells (PRC), asam ursodeoksikolat, antibiotik, citicoline, dan
fenitoin. Pada hari ke-20 perawatan pasien menunjukkan perbaikan klinis sehingga
dipulangkan.

Kata kunci: Bayi, defisiensi kompleks protrombin didapat, kolestasis, perdarahan


intrakranial, sepsis

Abstract

Intracranial haemorrhage inducing disability and death in infants can be caused by


an acquired prothrombin complex deficiency (APCD). This APCD triggers the baby to
experience coagulation disorders with one of the underlying etiology is cholestasis. In this
case report, a baby girl (1 month 8 days) came with seizures and sudden loss of
consciousness, accompanied by fever and icteric skin. On physical examination, a bulging
fontanel was found, with the head CT scan showing intracranial haemorrhage. Blood tests
showed severe anemia (4.2 gr/dL), leucocytosis (29.060/uL), thrombocytopenia
(36.000/uL), and increased procalcitonin levels (>50 ng/mL). There was also prolongation
of prothrombin time (PT) and partial thromboplastin time (APTT), elevated liver enzymes,
as well as an increase in direct bilirubin >20% of total bilirubin. The patient was then
diagnosed with intracranial bleeding due to APCD, cholestasis, and sepsis and was given
vitamin K injection, fresh frozen plasma (FFP) transfusion, packed red cells (PRC)
transfusion, ursodeoxycholic acid, antibiotics, citicoline, and phenytoin. On the 20 th day of
treatment, the patient showed clinical improvement, so she was sent home.

Keywords: Infant, acquired prothrombin complex deficiency, cholestasis, intracranial


haemorrhage, sepsis

GMJ | 57
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

PENDAHULUAN dapat disebabkan oleh beberapa etiologi,


Perdarahan intrakranial merupakan salah satunya adalah kolestasis.
salah satu penyebab kecacatan dan KASUS
kematian pada bayi. Oleh karena pesatnya Bayi perempuan usia 1 bulan 8 hari
perkembangan otak seseorang pada dua dirujuk dengan keluhan kejang berulang
tahun pertama kehidupan, maka adanya sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
gangguan seperti perdarahan intrakranial Kejang berupa kelojotan seluruh tubuh
dalam tahap ini akan menimbulkan efek dengan mata mendelik keatas, durasi
jangka panjang bagi bayiF. Hingga saat ini kejang kurang lebih 5 menit, dan tidak ada
belum ada data terkait epidemiologi pemulihan kesadaran diantara periode
perdarahan intrakranial pada bayi di kejang. Keluarga juga mengatakan pasien
seluruh belahan dunia, akan tetapi terlihat lemas, tidak mau menyusu, dan
diperkirakan persentase perdarahan tidak menangis saat dibangunkan sejak 15
intrakranial pada bayi yang disebabkan jam yang lalu. Sebelumnya, sejak 3 hari
oleh ketiadaan profilaksis vitamin K sebelum masuk rumah sakit pasien
berkisar antara 0.25% hingga 1.7%.[1] mengalami demam tidak terlalu tinggi
Secara garis besar, perdarahan disertai munculnya lebam kebiruan pada
intrakranial pada bayi dapat disebabkan area pinggang kanan. Seluruh kulit pasien
oleh etiologi sebagai berikut: 1) Stroke juga dikatakan terlihat kekuningan.
hemoragik pada neonatus, 2) Perdarahan Keluhan urine berwarna seperti teh atau
yang berkaitan dengan prematuritas, 3) feses berwarna dempul disangkal. Riwayat
Gangguan koagulasi, 4) Genetik, 5) Infeksi, pasien terjatuh dari ketinggian, atau
6) Trauma, 7) Tumor, dan 8) Malformasi mengalami kekerasan juga disangkal.
pembuluh darah.[2] Gangguan koagulasi Pasien riwayat lahir spontan, ditolong oleh
yang memicu perdarahan intrakranial bidan dan sudah pernah mendapatkan
injeksi vitamin K saat lahir.

Gambar 1. Warna kulit pasien saat datang yang tampak ikterik akibat kolestasis

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan TSHS normal, bilirubin total 7.88 mg/dL,
Glasgow Coma Score (GCS) 4, suhu aksila bilirubin direk 3.15 mg/dL. Pada
37.8, ubun-ubun besar menonjol, ikterus pemeriksaan CT scan kepala tanpa
kramer 5, serta tampak ruam biru kontras didapatkan perdarahan subdural di
kemerahan berukuran 15x10 cm pada area regio parieto-oksipital kiri, regio oksipital
punggung kanan. Hasil pemeriksaan kanan, dan tentorium serebelli kanan-kiri,
penunjang didapatkan kadar hemoglobin perdarahan sub-arakhnoid di regio
5.8 gr/dL, leukosit 10.900/uL, trombosit temporoparietal kanan-kiri, serta edema
333.000/uL, prokalsitonin 0.71 ng/mL, serebri. Pasien kemudian diberikan
MCV/MCH/MCHC 99.5/31.4/31.5 transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP),
(normostik normokrom), bleeding time dan Packed Red Cells (PRC), cefotaxime,
clotting time normal, pemanjangan PT asam ursodeoksikolat, fenitoin, dan
(17.1 detik) dan APTT (1.36 detik), citicoline.
pemeriksaan fungsi tiroid didapatkan kadar

GMJ | 58
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

Gambar 2. Gambaran CT Scan kepala pasien menunjukkan adanya perdarahan subdural


pada area oksipital kanan dan kiri.

Setelah dirawat selama 1 minggu, tanda-tanda atresia bilier, sedangkan pada


kulit tampak semakin ikterik dan pasien hasil kultur darah tidak terdeteksi adanya
masih terlihat lemas sehingga dilakukan kuman. Antibiotik cefotaxime yang sudah
pemeriksaan darah ulang, didapatkan diberikan selama 10 hari kemudian diganti
hemoglobin 4.2 gr/dL, leukosit 29.060/uL, menjadi cefoperazone-sulbactam dan
trombosit 36.000/uL, bilirubin total 26.30 amikacin, pasien juga kembali diberikan
mg/dL, bilirubin direk 19.90 mg/dL, SGOT transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) dan
173 U/L, SGPT 119 U/L, prokalsitonin >50 Packed Red Cells (PRC), serta injeksi
ng/mL. Berdarkan hasil pemeriksaan vitamin K selama 3 hari berturut-turut.
penunjang ini, dilakukan pemeriksaan Pasien kemudian menunjukkan adanya
lanjutan berupa USG abdomen 2 fase dan perbaikan klinis, setelah dirawat inap
kultur darah. Hasil USG abdomen selama 20 hari pasien dipulangkan.
menunjukkan adanya penebalan difus
dinding kantung empedu tanpa disertai

GMJ | 59
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

Gambar 3. Gambaran USG abdomen 2 fase pasien menunjukkan adanya penebalan difus
dinding kantong empedu pasien oleh karena proses infeksi, pada gampar ini tidak tampak
adanya atresia bilier.

PEMBAHASAN hyperbilirubinemia (kolestasis). Berbeda


Kolestasis pada neonatus dari unconjugated hyperbilirubinemia yang
merupakan peningkatan kadar bilirubin dapat bersifat sementara dan fisiologis,
direk berkepanjangan akibat terganggunya conjugated hyperbilirubinemia (kolestasis)
sekresi empedu ke dalam duodenum.[3] selalu bersifat patologis. Berdasarkan
Bilirubin sendiri merupakan produk akhir temuan laboratorium, bayi dikatakan
proses katabolisme heme yang dihasilkan mengalami kolestasis jika kadar builirubin
dari proses penghancuran sel darah merah direk >1 mg/dL (pada kadar bilirubin total
(hemoglobin) di dalam sistem ≤5 mg/dL), atau >20% total bilirubin serum
retikuloendotelial. Di dalam sistem ini, pada kadar bilirubin total >5 mg/dL.[5]
heme dioksidasi menjadi biliverdin yang Terdapat berbagai penyebab
selanjutnya diubah menjadi bilirubin indirek kolestasis pada bayi diantaranya
(unconjugated bilirubin) yang larut dalam gangguan ekstrahepatik (atresia bilier,
lemak. Bilirubin indirek kemudian berikatan stenosis saluran empedu, kolelitiasis,
dengan albumin, dibawa menuju hati untuk massa), gangguan intrahepatik (kolangitis
dikonjugasikan menjadi bilirubin direk sklerosis neonatal, sindrom Alagille),
(conjugated bilirubin), proses konjugasi ini infeksi, pemberian nutrisi parenteral total,
dibantu oleh enzim uridine diphosphate gangguan endokrin (hipotiroid), obat-
glucoronyl transferase (UDPGT). Berbeda obatan, gangguan metabolik dan genetik.
dari bilirubin indirek, bilirubin direk bersifat Salah satu etiologi yaitu infeksi dan sepsis
larut air dan disekresikan ke dalam kantung dapat memicu terjadinya kolestasis oleh
empedu untuk selanjutnya masuk ke dalam karena bakteri terutama jenis gram negatif
usus halus sebagai salah satu bahan melepaskan endotoksin seperti
penyusun empedu.[4] Adanya gangguan lipopolisakarida menuju sirkulasi sistemik.
dari setiap proses metabolisme dan sekresi Endotoksin ini akan merangsang sel
bilirubin akan memicu peningkatan kadar Kupffer di dalam hati untuk menghasilkan
bilirubin (hiperbilirubinemia). sitokin inflamatorik seperti interleukin-6 dan
Hiperbilirubinemia secara garis besar TNF-α yang akan menghambat proses
dapat dibedakan menjadi unconjugated sekresi dari empedu.[6]
hyperbilirubinemia dan conjugated

GMJ | 60
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

Tertumpuknya empedu akibat juga tanda-tanda defisit neurologis seperti


kolestasis akan menyebabkan empedu hemiparesis, kelumpuhan nervus kranial,
masuk ke dalam membran sel hati dan kejang fokal.[3] Pada pemeriksaan
sehingga memicu kerusakan hati yang penunjang, dapat ditemukan adanya
akan memperberat kondisi kolestasis. anemia berat akibat perdarahan masif
Empedu yang tertumpuk dalam sel hati yang terjadi dengan jumlah trombosit
lama kelamaan juga masuk ke dalam dalam rentang normal. Pada pemeriksaan
sistem sirkulasi termasuk ginjal sehingga faal hemostasis, terlihat adanya
memicu warna urine menjadi lebih gelap pemanjangan prothrombine time (PT) yang
seperti teh atau kecoklatan. Di sisi lain, menandakan adanya gangguan pada
empedu yang gagal disekresikan ke dalam faktor VII, X, V, protrombin, dan fibrinogen.
usus memicu malabsorpsi nutrisi terutama Sedangkan, untuk nilai activated partial
lemak oleh karena aktivitas enzim lipase tromboplastin time (APTT) yang
sangat bergantung pada keberadaan menggambarkan gangguan pada faktor
empedu. Malabsorpsi dari lemak VIII, IX, XI, XII, protrombin, dan fibrinogen
menyebabkan anak kehilangan salah satu dapat normal atau memanjang. USG atau
sumber kalori terpenting untuk CT-Scan kepala juga dilakukan untuk
pertumbuhannya. Kondisi ini juga memicu melihat seberapa luas perdarahan
anak mengalami defisiensi vitamin-vitamin intrakranial yang terjadi.[8]
larut lemak seperti vitamin A, D, E, dan K. Pada laporan kasus ini, pasien
Defisiensi vitamin K akibat malabsorpsi mendadak mengalami penurunan
selanjutnya memicu koagulopati oleh kesadaran, kejang, disertai temuan ubun-
karena terganggunya produksi faktor ubun besar yang menonjol sehingga
koagulasi yang bergantung pada vitamin K dilakukan pemeriksaan CT-scan dan
di dalam sel hati (faktor II, VII, IX, X, protein didapatkan adanya perdarahan intrakranial
C dan protein S). Kerusakan sel hati oleh dan edema serebral. Adanya perdarahan
penumpukan empedu juga mengganggu intrakranial pada bayi yang muncul secara
proses sintesis faktor V oleh hati. Seluruh mendadak, maka salah satu diagnosis
kondisi ini mengakibatkan anak rentan banding yang dipertimbangkan pertama
untuk mengalami perdarahan salah kali adalah DKPD. Hal ini didukung oleh
satunya adalah perdarahan intrakranial temuan kulit pasien yang tampak ikterik,
yang berpotensi menimbulkan kecacatan disertai peningkatan kadar bilirubin direk
bagi anak di kemudian hari.[7] >20% bilirubin total yang mengarah pada
Perdarahan akibat defisiensi suatu kolestasis yang memicu gangguan
vitamin K sebenarnya jarang terjadi sejak penyerapan vitamin K sehingga
program pemberian vitamin K mengganggu produksi faktor-faktor
intramuskular rutin diberikan pada bayi koagulasi ditandai oleh pemanjangan PT
baru lahir. Akan tetapi, adanya gangguan (17.1 detik) dan APTT (1.36 detik) pada
hati dan kolestasis dapat meningkatkan kasus. Perdarahan intrakranial masif akibat
risiko bayi untuk mengalami perdarahan DKPD juga menyebabkan bayi mengalami
ini. Sebagai bentuk lanjutan, gangguan anemia berat, terlihat pada nilai kadar
perdarahan akibat defisiensi vitamin K hemoglobin saat awal masuk 5.8 gr/dL
disebut sebagai defisiensi kompleks dengan nilai MCV/MCH/MCHC
protein didapat (DKPD), dengan menunjukkan bayi mengalami anemia
perdarahan intrakranial merupakan normostik normokrom. Kolestasis pada
manifestasi klinis terbanyak (80-90%). kasus ini dipicu oleh adanya infeksi yang
Perdarahan intrakranial yang terjadi akan tidak tertangani dengan baik hingga
menyebabkan bayi yang sebelumnya akhirnya bayi mengalami sepsis. Hal ini
terlihat sehat, mendadak sulit didukung dengan adanya riwayat demam
dibangunkan, lemas, malas minum, serta sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
kejang. Pada pemeriksaan fisik, dapat disertai peningkatan nilai prokalsitonin
ditemukan tanda-tanda peningkatan (0.71 ng/mL). Penyebab kolestasis lainnya
tekanan intrakranial seperti ubun-ubun sudah disingkirkan melalui hasil
besar menonjol, papil edema, dan pemeriksaan USG abdomen 2 fase yang
penurunan kesadaran. Selain itu, terdapat menunjukkan tidak ada tanda-tanda

GMJ | 61
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

atreasia bilier, serta pemeriksaan TSHS kolestasis yang terjadi akan menghambat
yang normal menujukkan kolestasis tidak empedu untuk disekresikan ke dalam usus
disebabkan oleh hipotiroid. Meskipun sehingga terjadi gangguan dari
berdasarkan pemeriksaan, penyebab penyerapan vitamin larut-lemak salah
kolestasis bayi diperkirakan oleh karena satunya adalah vitamin K yang memegang
infeksi, akan tetapi pada laporan kasus ini peranan penting dalam produksi faktor
tidak diketahui darimana sumber infeksi koagulasi. Selain itu, oleh karena beratnya
primer pasien. Riwayat batuk, diare, keluar perdarahan intrakranial pada pasien, maka
cairan dari telinga, muntah, ataupun infeksi diberikan transfusi FFP untuk
kulit tidak ditemukan pada anamnesis dan mengembalikan kadar faktor koagulasi
pemeriksaan fisis. Selain itu, pada secara cepat serta transfusi PRC untuk
pemeriksaan penunjang tidak dilakukan mengatasi anemia berat yang terjadi.
pemeriksaan urinalisis untuk memastikan Tatalaksana tambahan yaitu asam
adanya infeksi saluran kemih. Seperti yang ursodeoksikolat diberikan untuk membantu
diketahui, kolestasis merupakan salah satu mengatasi kerusakan hati akibat kolestasis
komplikasi yang dapat terjadi akibat dengan cara menstabilkan membran
adanya infeksi terutama infeksi gram hepatosit dari efek sitolisis asam empedu
negatif pada bayi dengan patogen serta mencegah apoptosis dari sel hati.
tersering yang memicu bakteremia adalah Asam ursodeoksikolat juga membantu
Escherichia coli.[9],[10],[11] meningkatkan kelancaran aliran empedu
Berdasarkan diagnosis kerja diatas, ke dalam duodenum.[12],[13]
bayi kemudian diberikan penatalaksanaan Berdasarkan Pedoman Nasional
berupa transfusi Fresh Frozen Plasma Pelayanan Kedokteran (PNPK)
(FFP) dan Packed Red Cells (PRC), Tatalaksana Sepsis pada Anak tahun
fenitoin untuk mencegah kejang berulang, 2021, sepsis didefinisikan sebagai
citicoline, asam ursodeoksikolat, serta disfungsi organ yang dipicu oleh gangguan
pemberian antibiotik spektrum luas yaitu regulasi sistem imun akibat adanya infeksi
cefotaxime. Satu minggu pasca perawatan
yang ditandai dengan skor PELOD ≥10.[14]
pasien tidak mengalami kejang dengan
penggunaan fenitoin, akan tetapi kulit Pada pasien ini, kecurigaan adanya infeksi
pasien tampak semakin ikterik dan pasien didukung oleh temuan laboratorium yaitu
masih tampak lemas. Hasil darah perifer leukositosis (29.060/uL), serta kenaikan
menunjukkan adanya kenaikan leukosit kadar prokalsitonin (>50 ng/mL). Infeksi
(29.060/uL), penurunan trombosit yang dialami oleh pasien menyebabkan
(36.000/uL), kadar prokalsitonin yang disfungsi organ yang ditandai oleh adanya
semakin tinggi (>50 ng/mL), disertai gangguan neurologis (Glasgow Coma
kenaikan pada SGOT/PT serta kadar Score 4 dan pupil yang non-reaktif
bilirubin total dan bilirubin direk. Hal ini terhadap rangsang cahaya), gangguan
menandakan infeksi pasien tidak berhasil pada sistem hepatik (kenaikan
tertangani dan pasien mengalami sepsis SGOT/SGPT dan kadar bilirubin), serta
yang memperberat kondisi kolestasis,
gangguan pada sistem hematologis
sehingga dilakukan pemeriksaan kultur
(trombositopenia) dengan total skor
darah dan penggantian regimen antibiotik
menjadi cefoperazone-sulbactam dan PELOD 11. Sehingga, meskipun kultur
amikacin. Pasien juga kembali diberikan darah tidak menemukan pertumbuhan
transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) dan kuman, namun berdasarkan adanya bukti
Packed Red Cells (PRC) serta injeksi infeksi dan disfungsi organ yang terjadi
vitamin K 1 mg selama 3 hari berturut-turut. maka pasien tetap dikategorikan
Setelah penggantian regimen antibiotik mengalami sepsis. Pada anak yang
serta pemberian injeksi vitamin K, pasien mengalami sepsis, pilihan pemberian
berangsur menunjukkan perbaikan klinis antibiotik empiris lini pertama seharusnya
hingga akhirnya berhasil dipulangkan berdasarkan pada fokus infeksi yang ada,
dalam kondisi stabil. Pemberian vitamin K namun pada kasus dengan fokus infeksi
pada kasus ini merupakan salah satu yang belum diketahui, maka dapat
tatalaksana terpenting oleh karena

GMJ | 62
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

diberikan antibiotik empiris spektrum antibiotik menjadi cefoperazone-sulbactam


luas[14] sehingga penggantian regimen dan amikacin dalam kasus ini sudah tepat
KESIMPULAN oleh sepsis, sehingga jika ditemukan kasus
serupa, pasien harus segera diberikan
DKPD merupakan perdarahan
injeksi vitamin K, asam ursodeoksikolat
akibat defisiensi vitamin K dengan
serta antibiotik spektrum luas sebagai
perdarahan intrakranial merupakan
tatalaksana awal. Pengambilan sampel
manifestasi klinis tersering sehingga setiap
kultur darah sedapat mungkin dilakukan
bayi yang mendadak mengalami kejang
sebelum pemberian antibiotik spektrum
disertai ubun-ubun besar menonjol harus
luas untuk mempermudah menemukan
dicurigai sebagai DKPD. DKPD dapat
etiologi penyebab sepsis
disebabkan oleh kolestasis yang dipicu

DAFTAR PUSTAKA

Ainosah, R. H., Hagras, M. M., Alharthi, S. (n.d.). Retrieved April 22, 2023,
E., & Saadah, O. I. (2020). The from
effects of ursodeoxycholic acid on https://www.sciencedirect.com/topi
sepsis-induced cholestasis cs/medicine-and-
management in an animal model. dentistry/newborn-hemorrhagic-
Journal of Taibah University disease
Medical Sciences, 15(4), 312–320. Pedoman Nasional Pelayanan
https://doi.org/10.1016/j.jtumed.20 Kedokteran: Tatalaksana Sepsis
20.04.007 Pada Anak. (2021). Kementrian
Bernstein, J., & Brown, A. K. (1962). Sepsis Kesehatan RI.
and jaundice in early infancy. Pereira, N. M. D., & Shah, I. (2017).
Pediatrics, 29, 873–882. Neonatal cholestasis mimicking
Bilirubin Metabolism—An overview | biliary atresia: Could it be urinary
ScienceDirect Topics. (n.d.). tract infection? SAGE Open
Retrieved February 14, 2023, from Medical Case Reports, 5,
https://www.sciencedirect.com/topi 2050313X17695998.
cs/medicine-and-dentistry/bilirubin- https://doi.org/10.1177/2050313X1
metabolism 7695998
Cholestasis: Background, Roma, M. G., Toledo, F. D., Boaglio, A. C.,
Pathophysiology, Epidemiology. Basiglio, C. L., Crocenzi, F. A., &
(2021). Sánchez Pozzi, E. J. (2011).
https://emedicine.medscape.com/a Ursodeoxycholic acid in
rticle/927624-overview#a5 cholestasis: Linking action
Eyal, F. G. (2020). Coagulation Disorders. mechanisms to therapeutic
In Gomella’s Neonatology (8th ed., applications. Clinical Science,
pp. 838–853). McGraw-Hill 121(12), 523–544.
Education. https://doi.org/10.1042/CS2011018
Hoffbrand, A. V., & Steensma, D. P. (2020). 4
Platelets, Blood Coagulation and Tan, A. P., Svrckova, P., Cowan, F.,
Haemostasis. In Hoffbrand’s Chong, W. K., & Mankad, K. (2018).
Essential Haematology (8th ed., pp. Intracranial hemorrhage in
303–307). Wiley Blackwell. neonates: A review of etiologies,
Kolestasis. (2009). In Pedoman Pelayanan patterns and predicted clinical
Medis Ikatan Dokter Anak outcomes. European Journal of
Indonesia (Vol. 1, pp. 170–173). Paediatric Neurology: EJPN:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Official Journal of the European
Newborn Hemorrhagic Disease—An Paediatric Neurology Society,
overview | ScienceDirect Topics. 22(4), 690–717.

GMJ | 63
Ganesha Medicina Journal, Vol 3 No 1 Maret 2023

https://doi.org/10.1016/j.ejpn.2018. Zimmerman, H. J., Fang, M., Utili, R.,


04.008 Seeff, L. B., & Hoofnagle, J. (1979).
Uy, C. (2020). Hyperbilirubinemia: Jaundice due to bacterial infection.
Conjugated. In Gomella’s Gastroenterology, 77(2), 362–374.
Neonatalogy (8th ed.). McGraw-Hill https://doi.org/10.1016/0016-
Education. 5085(79)90293-2

GMJ | 64

You might also like