You are on page 1of 34

MAKALAH

NILAI DAN ETIKA PEKERJAAN SOSIAL DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Dosen:

Dr. Syamsuddin AB, S.Ag., M.Pd

Di susun oleh:

Kelompok VI (enam)

Nurul Afiah (50900122005)

Widuri Damsih Nurung (50900122020)

Hamid Awaluddin (50900122009)

JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

TAHUN 2023
Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah Nilai dan etika pekerja sosial dan hak asasi
manusia. penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah NILAI ETIKA DAN HAM PEKSOS.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka
yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal 'Alamiin.

Gowa, 15 april 2023.


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Profesi pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan. la semak dengan profesi


lainnya yang perhatian pada isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM). HAM
sebagai sesuatu yang luhur yang dimiliki oleh manusia tan terkecuali,
seyogyanya otomatis dimiliki semenjak lahir hingga wafat. Pada sisi lain para
pekerja sosial perlu dan penting untuk memahami peranan nilai dan etika
dalam profesi pekerjaan sosial dan menjadikan keduanya sebagai salah satu
fondasi pengetahuan mendasar yang harus dimiliki oleh pekerja sosial. tidak
mungkin aktivitas pertolongan dapat menjadi suatu profesi spesialis tanpa
adanya pengetahuan bahwa menolong orang adalah nilai yang baik. Nilai dan
etika pada akhirnya menjadi kunci petunjuk terhadap perbuatan baik buruk
atau benar salah. Keyakinan tentang nilai yang benar juga berperan sebagai
petunjuk, pedoman, acuan, aturan. pembimbing, bagi pekerja sosial untuk
memutuskan suatu perkara ketika terjadi dilema etis dalam melakukan
intervensi sosial. Dalam praktiknya profesi pekerjaan sosial sangat
berhubungan dengan HAM.

Ada beberapa pendekatan yang digunakan yang tidak mengkaitkan praktik


pekerjaan sosial dengan HAM. Salah satunya adalah Needsbased approach
(Pendekatan Berbasis Kebutuhan). Jika orang dianggap memiliki hak, maka
hal ini ada implikasinya dengan kewajiban, baik negara maupun individu,
untuk memastikan bahwa hak-hak tersebut dilindungi dan diwujudkan.
Tulisan ini bermaksud menjelaskan bagaimana Hak Asasi Manusia (HAM)
digunakan sebagai dasar untuk praktik pekerjaan sosial. Praktik pekerjaan
sosial berbasis HAM muncul sebagai alternatif pendekatan praktik yang sejak
pertama kali pembentukan profesi pekerjaan sosial ini mengandalkan pada
pemenuhan kebutuhan individu. Metode yang digunakan adalah studi
kepustakaan yang berkaitan dengan praktik- praktik pekerjaan sosial berbasis
hak asasi manusia. Praktik pekerjaan sosial berbasis HAM perlu dikaji secara
rinci, karena dalam praktik pekerjaan sosial, hak dan kewajiban memiliki
implikasi yang signifikan demi tercapainya keadilan sosial bagi setiap
individu. Praktik pekerjaan sosial dengan menggunakan pendekatan berbasis
hak dilaksanakan berdasarkan tiga generasi hak. Dengan menggunakan
pendekatan berbasis hak, pekerja sosial telah mengangkat harkat dan martabat
klien sebagai individu dan mendorong setiap individu untuk berperan aktif
dalam mengidentifikasi dan menggunakan potensi yang ada pada dirinya dan
lingkungannya untuk menghadapi tantangan yang mereka alami. Praktik
pekerjaan sosial berdasarkan hak membantu individu mengatasi tantangan
keberfungsian sosial mereka dan memfasilitasi mereka mendapatkan keadilan
sosial.

Perbedaan dan karakteristik filsafat sosial, termasuk disiplin pekerjaan sosial


ditandai oleh serangkaian orientasi nilai-nilai dasar, norma-norma dan prinsip-
prinsip etik yang diakui secara umum oleh pekerja-pekerja sosial profesional.
Beberapa nilai dan norma telah diterima sebagai petunjuk (pedoman) praktek
pertolongan pekerjaan sosial. Bisno (1952), berpendapat bahwa pekerjaan
sosial mempunyai kerangka dasar umum sebagai hal yang mendasari filsafat
pekerjaan sosial, dan ini mencoba membuat hal itu secara eksplisit dengan
cara mengidentifikasikan sejumlah posisi-posisi nilai yang tipikal (khas)
misalnya penelitian yang dilakukan oleh Meyer da Mc Leod, menggunakan
pengukuran terhadap nilai-nilai sosial, dan hasilnya menunjukkan bahwa
pekerja-pekerja sosial profesional mempunyai skor yang lebih nyata terhadap
dimensi-dimensi nilai tertentu, dari pada pekerja-pekerja sosial yang tidak
terdidik.pekerja sosial tetap memberikan perhatian nilai yang lebih besar bagi
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar hidup dan perwujudan diri klien.
Pekerja sosial memberikan perhatian pada kebebasan dan kecukupan. Juga
memberi prioritas yang tinggi bagi nilai-nilai pribadi self determination, dan
perwujudan diri, martabat dan harga diri individu, demokrasi, keadilan,
persamaan tanggung jawab sosial.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Menjelaskan nilai dan etika pekerjaan sosial.


2. Menyebutkan dan menjelaskan peran niali etika dalam pekerja sosial
HAM dalam prakrik pekerja sosial.

C. TUJUAN

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yang diberikan.


2. Agar mahasiswa mampu memahami maupun mengerti nilai dan etika
pekerjaan sosial dan HAM.
3. Agar mahasiswa sapat menerapkan pembelajaran dan pengetahuannya
dalam konteks kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN NILAI ETIKA PEKERJA SOSIAL

Nilai jika dihubungkan dengan pekerja sosial maka nilai adalah seperangkat
prinsip etik/moral dimana pekerja sosial harus berkomitmen nilai yang paling dasar
ialah kesejahteraan sosial dan pribadi Kesejahteraan berarti suatu keadaan sejahtera
(fisik, mental, sosial, dan ekonomi) pada individu dan masyarakat.

Secara praktis nilai menjadi standar perilaku yang menjadikan orang berusaha
untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang telah diyakininya. Paling tidak ada tiga
unsur yang tidak dapat terlepas dari nilai, yaitu:

1. Bahwa nilai berhubungan dengan subjek, karena memang suatu nilai lahir dari
bagaimana subjek menilai realitas, namun bukan berarti mereduksi
keputusannya pada subjektivitas nilai dan meniadakan hal-hal lain diluar
dirinya. Nilai terkait dengan keyakinan seseorang atas sesuatu yang
mewajibkan dirinya untuk melestarikannya,
2. Bahwa nilai teraplikasi dalam tindakan praktis, artinya nilai sangat berkaitan
dengan aktivitas seseorang. Amal adalah bukti nyata bahwa seseorang telah
memiliki nilai,
3. Bahwa nilai-nilai bersifat subjektif karena penilaiannya berhubungan dengan
sifat-sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki objek.
Oleh karena itu adalah lazim jika objek yang sam memiliki nilai yang berbeda
di kalangan masyarakat.

Dalam pengertian yang lebih kompleks nilai akan membantu subjek moral untuk
mengidentifikasi apakah sesuatu perilaku itu perlu atau tidak, apakah ia baik atau
buruk serta mendorongnya untuk membuat analisis dari suatu perilaku moral tertentu
yang menuju pada penyimpulan- penyimpulan sebagai landasan suatu kecenderungan
yang akan menjadi sikap yang akan menentukan corak suatu kepribadian. Nilai
dihubungkan dengan pekerjaan sosial, maka nilai adalah seperangkat prinsip
etik/moral yang fundamental dimana pekerja sosial harus berkomitmen. Etika
pekerjaan sosial merupakan etika profesi yang berfungsi membimbing, mengatur, dan
mengendalikan perilaku dalam kapasitas peranan-peranan dan status pekerjaan sosial
menggambarkan apa yang diharapkan dari para pekerja sosial di dalam penampilan
fungsi fungsi profesional mereka dan di dalam tingkah laku mereka sebagai anggota
profesi pekerjaan sosial Apa yang diharapkan dari para pekerja sosial dengan cara
tingkah laku yang dinilai di dalam fungsi fungsi dan status profesional didasarkan
pada dan berasal daripekerjaan yang mereka lakukan, untuk siapa dengan siapa
mereka bekerja dan dalam setting apa pekerjaan itu dilakukan.? Etika pekerjaan sosial
didasarkan pada beberapa premis atau dasar pemikiran tertentu tentang pekerja sosial
dan tentang klien, dan resiko-resiko bagi klien.

Setiap profesi, nilai dan etika menjadi prinsip dasar dalam praktek profesi
khususnya pekerja sosial. Apabila dihubungkan dengan pekerja sosial, nilai adalah
seperangkat prinsip etik atau moral yang fundamental dimana pekerja sosial harus
berkomitmen. (Miftahul Huda, 2009). Sesuai dengan tujuan profesi tersebut secara
umum, tidak lain menolong orang yang membutuhkan dan memecahkan masalah.
Dalam menolong dan memberikan bantuan serta pemecahan masalah dalam
pekerjaan sosial tidak hanya didukung oleh sifat kerelawanan, atau hanya berangkat
dari hal tersebut tetapi terdapat nilai dan etika yang menjadi prinsip dalam
mengaplikasikan profesinya. Pentingnya nilai dan etika dalam pekerjaan sosial karena
akan mengacu pada pedoman aturan tentang apa yang baik dan buruknya atau apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, sehingga pemberian pertolongan dan
memecahkan masalah sosial harus dengan pendekatan secara profesionalis. Karena
profesi pekerjaan sosial sangat berhubungan dengan manusia sebagai klien atau objek
dalam keilmuanya . Maka dari itu perlu untuk memahami ruang lingkup nilai dan
etika dari sisi profesi pekerjaan sosial. Secara umum Nilai dan Etika pekerjaan sosial
diatur dalam beberapa elemen melalui kode etik profesi.

Kode etik profesi pekerjaan sosial berisi mengenai hal-hal yang berhubungan
secara langsung dengan aktivitas pekerjaan sosial secara profesional. Nilai dan Etika
dalam pekerjaan sosial menjadi pedoman dalam melaksanakan praktek-praktek yang
berkaitan dengan profesi tersebut. Seperti dalam nilai pelayanan yang pada prinsip
menjadi tugas utama dalam pekerjaan sosial. Seperti dalam UU No.11 Tahun 2009
Tentang Kesejahteraan Sosial. Pekerjaan Sosial hadir sebagai pendukung dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dalam UU tersebut telah mengamatkan kepada
pekerja sosial senantiasa menjadi pelaku aktif dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial. Oleh karena itu, semangat profesionalisme kerja dituntut dalam bentuk
pelayanan kesejahteraan sosial. Pentingnya nilai dan etika yang membangun kode
etik dalam pekerja sosial tidak dapat dihindarkan, profesionalitas sebuah profesi juga
mengacu kepada pedoman yang mengatur tentang apa yang baik atau tidak baik, dan
apa yang benar atau salah.

B. HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Hak Asasi Manusia (HAM) secara terminologis adalah wewenang manusia yang
bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki,
mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun non materi.
Leah Levin mendefinisikan "human right meaning is moral claim which are
inalienable and inherent in all human individuals by virtue of their humanity alone."
(Hak asasi manusia berarti klaim moral yang tidak dipaksakan dan melekat pada diri
individu berdasarkan kebebasan manusia). Hak itu dimiliki oleh semua manusia
sebagai manusia tanpa memandang ras, etnis, agama, dan lain-lain karena ia
merupakan bagian interen dari diri manusia dan ia bebas apa yang ingin dilakukan
dengan hak tersebut. Siapa pun tidak berhak untuk memaksa, mencabut, dan
merampas hak tersebut tanpa ada alasan yang membenarkan oleh hukum. Atas dasar
itu. HAM berdiri diatas dasar prinsip kebebasan dalam hal apapun. meskipun
demikian, kebebasan itu tidak absolut, tetapi relatif karena ia dibatasi oleh kebebasan
orang lain yang juga memiliki hak yang sama.

Pandangan HAM yang sekarang menjadi tren global bukanlah HAM berasal dari
pandangan tentang kemanusiaan yang melahirkan teori tentang etika dan humanisme.
Pandangan tentang kemanusiaan bisa ditemukan sejak zaman Yunani Kuno dalam
pemikiran etika (475 SM) selalufilsafat stoicism, Plato dengan humanisme (427-347
SM), demokritos melalui hedonisme (460-370 SM). konsep-konsep tersebut semakin
berkembang dan menyebar keperadaban Romawi dan berkembang dengan ajaran
Kristen di bawah kekaisaran Romawi. Hak Asasi Manusia (HAM) secara
terminologis adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk
mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik
yang bersifat materi maupun non materi. Leah Levin mendefinisikan " human right
meaning is moral claim which are inalienable and inherent in all human individuals
by virtue of their humanity alone. (Hak asasi manusia berarti klaim moral yang tidak
dipaksakan dan melekat pada diri individu berdasarkan kebebasan manusia). Hak itu
dimiliki oleh semua manusia sebagai manusia tanpa memandang ras, etnis. agama,
dan lain-lain karena ia merupakan bagian interen dari diri manusia dan ia bebas apa
yang ingin dilakukan dengan hak tersebut. Siapa pun tidak berhak untuk memaksa,
mencabut, dan merampas hak tersebut tanpa ada alasan yang membenarkan oleh
hukum. Atas dasar itu. HAM berdiri diatas dasar prinsip kebebasan dalam hal
apapun. meskipun demikian, kebebasan itu tidak absolut, tetapi relatif karena ia
dibatasi oleh kebebasan orang lain yang juga memiliki hak yang sama, HAM adalah
sebuah ikhtiar untuk memuliakan manusia sebagai manusia agar satu sama lain saling
menghormati tanpa mengenal batas ras, etnis, agama, dan bangsa, adalah sebuah
ikhtiar untuk memuliakan manusia sebagai manusia agar satu sama lain saling
menghormati tanpa mengenal batas ras, etnis, agama, dan bangsa.

C. URGENSI NILAI DAN ETIKA SERTA PREKTIK PEKERJA SOSIAL

Karena profesi pekerja sosial sangat berhubungan dengan manusia sebagai klien
atau obyek dalam keilmuannya, maka dari itu perlu untuk memahami ruang lingkup
nilai dan etika dari sisi profesi pekerja sosial. Pentingnya nilai dan etika dalam
pekerjaan sosial karena kedua hal tersebut atau apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, sehingga pemberian akan mengacu pada pedoman aturan tentang apa yang
baik dan buruknya pertolongan dan memecahkan masalah sosial harus dengan
pendekatan secara profesional. Nilai dan etika memberikan identitas profesional suatu
profesi, sebagai salah satu prasyarat bagi keberlangsungan profesi. Setiap profesi
pasti memiliki tujuan tertentu yang membedakannya dari profesi lainnya misalnya
meskipun sama-sama bekerja dengan anak dan keluarga, pekerja sosial dengan
keluarga memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda dengan pekerja sosial dalam
perlindungan anak.olehnya suatu profesi pasti akan memiliki seperangkat nilai dan
prinsip etik yang mengatur bagaimana pencapaian tujuan profesinya. Meskipun ada
beberapa nilai dan prinsip sama yang diyakini oleh berbagai profesi, namun tetap ada
nilai dan prinsip khas yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain yang akan
mewarnai perilaku para profesional yang terlibat didalamnya. Penerapan nilai dan
etik profesi berarti bahwa profesional mengakui dan mendukung keberlangsungan
profesi yang ditekuninya. (Syamsuddin AB, 2017).

Keberadaan dan penerapan nilai dan prinsip etik juga merupakan perwujudan
akuntabilitas profesi. Akuntabilitas profesi salah satunya dapat dilihat pada sejauh
mana profesi tersebut mengatur standar layanan serta perilaku pemberi layanan.
Pemberian layanan yang didasarkan pada nilai-nilai profesional dan etis akan dapat
meningkatkan kepercayaan publik kepada organisasi dan profesi, sebaliknya akan
mengancam keberlangsungan suatu organisasi atau profesi jika terbukti tidak
didasarkan pada standar nilai dan prinsip etik profesional.

Berikut beberapa hal yang menjadi tujuan adanya kode etik yaitu:
1. Melindungi anggota organisasi dari persaingan dalam praktik
professional.
2. Mengembangkan tugas profesional sesuai dengan kepentingan
masyarakat,
3. Merangsang pengembangan kualifikasi dan praktik pendidikan.
4. Menjalin hubungan antar sesama profesi atau sesama dan menjaga nama
baik profesi,
5. Membentuk ikatan yang kuat bagi seluruh anggota dan melindungi
profesi dari pembebanan norma hukum.

D. PERAN NILAI DAN ETIKA DALAM PEKERJA SOSIAL

Nilai pada dasarnya merupakan suatu konsepsi abstrak terdapat pada manusia
tentang apa yang dianggap benar salah, indah tidak indah dan baik buruk. Nilai yang
berkaitan dengan benar salah disebut logika. nilai yang berkaitan dengan indah, tidak
indah dinamakan estetika, dan nilai yang berkaitan dengan baik buruk disebut etika.
Etika pada dasarnya merupakan penerapan dari nilai tentang baik buruk yang
berfungsi sebagai norma atau kaidah tingkah laku dalam hubunganya dengan orang
lain, sebagai ekspektasi atau apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap
seseorang sesuai dengan status dan perannya, dan etika dapat berfungsi sebagai
penuntun pada setiap orang dalam mengadakan kontrol sosial. Etika pekerjaan sosial
merupakan etika profesi yang berfungsi membimbing, mengatur, dan mengendalikan
perilaku dalam kapasitas peranan-peranan dan status pekerjaan sosial
menggambarkan apa yang diharapkan dari para pekerja sosial di dalam penampilan
fungsi-fungsi profesional mereka dan di dalam tingkah laku mereka sebagai anggota
profesi pekerjaan sosial. Etika pekerjaan sosial di dasarkan pada beberapa premis atau
dasar pemikiran tertentu tentang pekerja sosial dan tentang klien, da resiko-resiko
bagi klien.

Pentingnya peran nilai dan etika dalam pekerjaan sosial menjadikannya salah satu
landasan pengetahuan dasar yang harus dimiliki pekerja sosial. tidak mungkin
membantu menjadi profesi spesialis tanpa pengetahuan bahwa membantu orang
adalah nilai yang baik. Ketika membantu orang dianggap sebagai nilai yang baik,
maka secara etis perilaku tersebut tergerak untuk membantu seseorang yang
membutuhkan karena itulah kebenarannya. Keyakinan tentang sesuatu yang baik
membutuhkan pekerja sosial untuk melakukannya karena itu benar. Sebaliknya,
keyakinan tentang sesuatu yang buruk mencegah pekerja sosial menghindarinya
karena itu salah. Nilai dan etika pada akhirnya adalah kunci untuk memandu tindakan
yang baik atau buruk atau benar dan salah. Keyakinan tentang nilai-nilai yang benar
juga menjadi pedoman bagi pekerja sosial untuk memutuskan suatu kasus ketika ada
dilema etika dalam intervensi sosial.

Nilai dan etika merupakan salah satu dimensi inti; selain seperangkat ilmu
pengetahuan dan keterampilan, yang harus dikuasai dan diterapkan oleh pekerja
sosial atau tenaga kesejahteraan sosial untuk dapat menjalankan tugasnya secara
efektif. Pemahaman dasar mengenai nilai dan prinsip etika dalam pelayanan
pemberian bantuan, khususnya dalam konteks pelayanan untuk anak dan keluarga
rentan. Menggerakkan dan sebagai petunjuk dalam profesi pekerjaan sosial. Tanpa
nilai, perilaku dan profesi tidak memiliki pedoman tentang baik buruk dan tentu saja
benar atau salah. Disinilah peran penting nilai dan etika dalam pekerjaan sosial.
Disinilah peran penting nilai dan etika pekerjaan sosial. Nilai yang menjadi pedoman
baik atau buruk diejawantahkan dalam perilaku etik sehingga suatu perilaku dalam
profesi dianggap benar atau salah. Pentingnya peranan nilai dan etika dalam
pekerjaan sosial menjadikan keduanya sebagai salah satu pondasi pengetahuan
mendasar yang harus dimiliki oleh pekerja sosial. Tidak mungkin aktivitas
pertolongan dapat menjadi suatu spesialis tanpa adanya pengetahuan bahwa
menolong orang adalah nilai yang baik Ketika menolong orang dianggap sebagai
suatu nilai yang baik, maka secara etis perilaku digerakkan untuk menolong
seseorang membutuhkan karena itu adalah sebuah kebenaran. Keyakinan-keyakinan
sesuatu yang baik menuntun pekerja sosial untuk melakukannya karena perbuatan
tersebut adalah benar. Sebaliknya, keyakinan-keyakinan mengenai sesuatu yang
buruk mencegah pekerja sosial sehingga menghindarinya karena perbuatan tersebut
adalah salah. Nilai dan etika pada akhirnya menjadi kunci petunjuk terhadap
perbuatan baik-buruk atau salah. Keyakinan tentang nilai yang benar juga berperan
sebagai pekerja sosial untuk memutuskan sesuatu perkara ketika terjadi dilema etis
dalam melakukan intervensi sosial. Pekerja sosial untuk seringkali dihadapkan
kepada dilema etis, maka ketika dilema etis ini terjadi, nilai berperan sangat penting
untuk membuat keputusan etik yang tepat. Memberi nasehat kepada seseorang yang
mengidap kanker ganas optimis menjalani hidup adalah suatu nilai yang harus
ditegakkan. Meskipun mengidap kanker ganas tersebut menghendaki dirinya untuk
segera disuntik mati. Mempertahankan hidup kebaikan yang membantu pekerja sosial
memberikan keputusan etik yang benar dalam sebuah dilema etis. Sebelum
mengambil suatu keputusan etik, pekerja sosial terlebih dahulu harus melakukan
identifikasi terhadap nila-nilai yang berkaitan dengan keputusan tersebut. Sebab nilai-
nilai tersebut adalah unsur utama dalam pengambilan keputusan etik. Nilai- nilai yang
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan etik antara lain adalah nilai pribadi,
nilai-nilai masyarakat, dan nilai-nilai profesionalitas secara sinergis ketiganya
menjadi pertimbangan yang sangat penting untuk mengambil keputusan etik dalam
pekerja sosial.

Nilai yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Nilai Pribadi, Setiap orang pasti memiliki nilai yang diyakini secara
individu dan terus-menerus melekat dalam dirinya hingga akhir hayat.
Nilai tersebut dapat berasal dari budaya maupun keyakinan agama yang
dianut oleh seseorang. Setiap keputusan etik pada dasarnya dipengaruhi
oleh nilai-nilai profesional tersebut. Namun demikian, pekerja sosial harus
mampu mengkomunikasikan nilai personalnya dengan nilai yang ada pada
masyarakat maupun nilai profesionalitas. Pekerja sosial harus dengan
tepat dapat menentukan kapan secara egois menerapkan nilai pribadinya
atau kapan secara bijak mengharmoniskan dengan nilai lain ketika terjadi
pertentangan nilai.
2. Nilai masyarakat, Nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat
memberikan pengaruh yang cukup besar dalam proses pengambilan etik
dari pekerja sosial. Kuatnya kepercayaan terhadap sesuatu yang benar dan
salah dalam masyarakat acap kali menjadi faktor yang sangat penting
dalam proses pengambilan keputusan etik. Namun demikian dalam
konteks tertentu, pekerja sosial dapat membuat keputusan etik yang sama
sekali bertentangan dengan nilai yang dianut secara umum.
3. Nilai Profesional, Nilai profesional dalam hal ini kode etik lebih banyak
berperan sebagai panduan ketika terjadi konflik nilai dan etik. Dalam
praktiknya pekerja sosial tidak dapat melepaskan nilai profesional. Oleh
sebab itu, nilai-nilai profesional sangat membantu pekerja sosial dalam
membuat suatu keputusan-keputusan etik, terutama ketika terjadi
kebingungan dalam dilema etik. Beberapa hal tersebut menjadi penting
dan harus dipertimbangankan oleh kita dalam setiap pengambilan
keputusan.

Peran nilai dan etika dalam pekerja sosial:

1. Nilai adalah suatu keyakinan yang bersifat abstrak.


2. Sesuatu yang abstrak dan implisit dipatahkan oleh perilaku etik yang
bersifat konkret dan eksplisit.
3. Peranan nilai dalam hal ini bersifat sangat fundamental dalam perilaku
seseorang maupun perilaku profesi seperti halnya profesi pekerja sosial.
4. Pedoman baik dan buruk diejawantahkan dalam perilaku etik sehingga
suatu perilaku dalam perilaku dalam profesi dianggap benar atau salah.
5. Pentingnya peranan nilai dan etika dalam pekerjaan sosial menjadikan
keduanya sebagai salah satu fondasi pengetahuan mendasar yang harus
dimiliki oleh pekerja sosial.
6. Keyakinan tentang nilai yang benar juga berperan sebagai petunjuk bagi
pekerja sosial untuk memutuskan suatu perkara ketika dilema etis dalam
melakukan intervensi sosial.
7. Pekerja sosial seringkali dihadapkan kepada suatu dilema etis, maka
ketika dilema ini terjadi, nilai sangat berperan penting untuk berbuat untuk
membuat keputusan etik yang tepat,
8. Mempertahankan hidup adalah nilai kebaikan yang membantu pekerjaan
sosial memberikan keputusan etik yang benar dalam sebuah dilema etis.

Nilai dan etika pekerjaan sosial menjadi salah satu fondasi atau cara kerja yang
menunjukkan moralitasnya terhadap klien. Karena didalam praktik yang dilakukan
oleh manusia, karena khususnya etika itu menunjukkan kepada manusia yang
bertindak melakukan pekerjaan itu dengan sengaja dan sadar agar tidak melanggar
etika dan moralitas sebagai manusia. Dengan menunjukkan etikanya dalam
menangani klien, maka seorang pekerja sosial tidak akan memberikan pelayanan
yang salah dan mempertahankan martabat dan tanggung jawabnya sebagai seorang
yang bekerja dengan kedisiplinannya. Nilai dalam pekerjaan sosial merupakan bentuk
kepribadian dan profesionalnya selaku pekerjaan sosial. Nilai kepribadian yang
terkandung untuk terus menunjukkan tanggung jawabnya atas setiap klien yang
ditanganinya. Sedangkan nilai profesionalnya untuk menunjukkan cara kerjanya yang
benar-benar professional yang sudah ditekankan dalam kode etiknya.

Dalam praktik pekerja sosial dilingkup hipnoterapi juga tidak akan jauh dari nilai
dan kode etiknya dalam bekerja saat menangani klien. Etika sudah menjadi prinsip
dalam setiap langkah yang dilakukan saat bertatapan dengan klien, bahkan pelayanan
terhadap klien yang dilakukan dalam hipnoterapis ini lebih menunjukkan tanggung
jawabnya. Karena bagaimana tidak. seorang klien itu akan ditangani dengan
pergeseran pikiran kesadarannya ke dalam pikiran bawah sadarnya. Sehingga
bagaimana caranya untuk memberikan pelayanan yang sangat efektif dan aktualitas
agar klien tidak menimbulkan pikiran negatif atas card kerja hipnoterapi. Dalam
hipnoterapis juga seorang pekerja sosial harus mengedepankan etika dan nilainya,
karena kliennya akan mengalami ketidaksadarannya yang maksimal dan akan
ditangani dengan cara yang bersifat sugesti. Artinya bagaimana seorang klien itu akan
lebih menerima rangsangan katakata atau kalimat yang diberikan untuk
mempengaruhi pikirannya dengan tujuan agar klien untuk memberikan masalahnya
yang akan disembuhkan atau diberikan pelayanan oleh pekerja sosial. Sehingga
bagaimana seorang pekerja sosial benar-benar menjadi kolega yang baik dalam
menangani klien untuk lebih menjaga kerahasiaan atau privasi klien, ketika klien
akan menceritakan permasalahannya kepada seorang terapis.

Oleh karena itu, semua pola permasalahan yang dihadapi klien, harus disimpan
sebaik-baik mungkin oleh seorang pekerja sosial. Dengan begitu, maka seorang
terapis yang bekerja sebagai pekerja sosial sosial di dalam lingkup hipnoterapi ini,
akan terlihat bertanggung jawab atas profesinya, dan memberikan pelayanan yang
sebaik mungkin terhadap kliennya. Karena seorang terapis harus mampu untuk
menjaga martabat dan jiwa profesinya yang terikat dalam kedisiplinan keilmuan.
Dimana dalam proses berpikir dalam pikiran bawah sadar yang akan terjadi oleh
klien. maka dengan sangat cepat untuk menerima semua stimulus yang disampaikan
oleh terapis sampai kemudian klien harus meresponnya, dan semua proses berpikir
yang sangat komprehensif ini terjadi untuk merekonstruksi pikiran yang sudah
tersimpan sebelumnya di dalamnya otak klien. Pentingnya peranan nilai dan etika
dalam pekerjaan sosial menjadikan keduanya sebagai pekerjaan sosial tidak memiliki
aktivitas profesional, terutama dalam hal pengawasan. Pengawasan adalah kegiatan
yang sangat dipengaruhi oleh infrastruktur dan hubungan variabel. Dengan kata lain,
kinerja akan sebagus perhatian yang telah dibayarkan kepada variabel-variabel yang
tampaknya asing (Bernard 2005). Tiga kualitas yang mendasari relasi supervision
yang baik: keaslian, saling hormat dan berfikir positif, serta saling investasi atau
keterbukaan untuk saling belajar. Telah dipastikan bahwa adanya kode nilai etika
tersendiri yang harus dipegang teguh oleh seorang supervisor ketika bekerja dengan
pekerja sosial yang sedang menangani kliennya, antara lain meliputi:

1. Harkat dan Martabat Seseorang Prinsip etik pertama supervisor pekerja


sosial adalah menghormati harkat dan martabat seorang pekerja sosial
yang tersupervisi. Pekerjaan sosial merupakan profesi yang melibatkan
diri langsung baik dalam setting individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat
2. Mementingkan Hubungan Kemanusiaan Mementingkan hubungan
kemanusiaan merupakan prinsip etik dari pekerja sosial beserta supervisor
yang mengakui dan mengutamakan hubungan kemanusiaan.
3. Integritas Integritas merupakan salah satu prinsip nilai etik, yang pada
intinya supervisor pekerja sosial harus mempunyai perilaku yang dapat
dipercaya, d). Kompetensi Prinsip etik dari nilai ini adalah supervisor
pekerja sosial harus mempraktikkan keahlian profesionalismenya dalam
proses pertolongan dan bimbingan kepada pekerja sosial yang tersupervisi
Secara umum Nilai dan Etika pekerjaan sosial diatur dalam olehnya.

Secara umum nilai dan etika pekerjaan sosial diatur dalam beberapa elemen
melalui kode etik profesi. Kode etik profesi pekerjaan sosial berisi mengenai hal-hal
yang berhubungan secara langsung dengan aktivitas pekerjaan sosial secara
profesional. Nilai dan Etika dalam pekerjaan sosial menjadi pedoman dalam
melaksanakan praktek-praktek yang berkaitan dengan profesi tersebut. Seperti dalam
nilai pelayanan yang pada prinsip menjadi tugas utama dalam pekerjaan sosial.
Seperti dalam UU No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Pekerjaan Sosial
hadir sebagai pendukung dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dalam UU
tersebut telah mengamatkan kepada pekerja sosial senantiasa menjadi pelaku aktif
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, semangat
profesionalisme kerja dituntut dalam bentuk pelayanan kesejahteraan sosial. Pada
prinsipnya nilai yang menjadi cakupan pekerjaan sosial ialah: pertama Nilai
pelayanan, bahwa setiap pekerja sosial memahami secara holistik sebagai bentuk
pelayan yang memberikan bantuan atau menolong bagi seseorang yang mengalami
permasalahan sosial, nantinya pelayanan tersebut mengantarkannya pada pemecahan
masalah. Kedua Nilai keadilan sosial, sebagai bentuk pelayanan, prinsip keadilan
sosial menjadi kunci utama, bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan.
Ketiga Nilai martabat, setiap pekerja sosial harus memahami perbedaan martabat dan
harga diri setiap orang/klien. Keempat Nilai pentingnya relasi antar manusia, setiap
pekerja sosial harus mengakui relasi antar manusia sebagai kepentingan yang utama.
Kelima Nilai integritas, pekerja sosial harus menunjukkan sikap dan tingkah laku
yang bermartabat dan dapat dipercaya. Keenam Nilai kompetensi, pekerja sosial
bekerja dalam ruang lingkup yang sesuai dengan kompetensinya dan selalu berusaha
meningkatkan keahliannya.

Nilai dan Etika dalam profesi pekerjaan Sosial yang acuan dalam
melaksanakan tugas dan kewajiban. Secara personal setiap pekerja sosial harus
memahami nilai etika sebagai bentuk komitmen secara kelembagaan dalam melayani
atau menghadapi klien yang mengalami permasalahan sosial. Dalam menghadapi
klien, setiap pekerja sosial memberi kesempatan dan menghargai klien untuk
menentukan/mengambil keputusan dirinya sendiri. Selain komitmen secara
kelembagaan, komitmen juga harus ditumbuhkan antara pekerja sosial dan klien
untuk menciptakan bentuk pelayanan yang efektif. Perbedaan dan karakteristik
filsafat sosial, termasuk disiplin pekerjaan sosial ditandai oleh serangkaian orientasi
nilai-nilai dasar, norma-norma dan prinsip-prinsip etik yang diakui secara umum oleh
pekerja-pekerja sosial professional. Beberapa nilai dan norma telah diterima sebagai
petunjuk (pedoman) praktek pertolongan pekerjaan sosial. Dalam filsafat
profesionalnya, pekerja sosial tetap memberikan perhatian nilai yang lebih besar bagi
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar hidup dan perwujudan diri klien. Pekerja
sosial memberikan perhatian pada kebebasan dan kecukupan. Juga memberi prioritas
yang tinggi bagi nilai- nilai pribadi dan sosial tertentu yang idealistic yang meliputi:
keberfungsian sosial yang optimal, self determination, dan perwujudan diri, martabat
dan harga diri individu, demokrasi, keadilan, persamaan tanggung jawab sosial dan
integritas ekologi.

Nilai-nilai yang paling mendasar ialah kesejahteraan sosial dan pribadi.


Kesejahteraan berarti suatu keadaan sejahtera (fisik, mental, sosial, dan ekonomi)
pada individu dan masyarakat. Pinker menganggap model-model residual dan
institusional dalam kesejahteraan sosial harus berorientasi nilai. Pendekatan residual
berdasarkan pada asumsi moral tentang sifat persaingan dan ke percayaan diri:
pendekatan institusional, pada sifat kerja sama dan saling menolong. Pinker
menekankan pada campuran berbagai motif dalam gagasan kesejahteraan sosial.
Aptekar mengatakan bahwa karakteristik nilai yang menyimbolkan pekerjaan sosial
profesional ialah keseimbangan, keseimbangan dalam kehidupan individu, keluarga-
keluarga dan kelompok -kelompok dan masyarakat adalah apa yang akan dicapai
pekerja sosial dan apa yang akan dilakukan seseorang itu mempunyai nilai. Pelayanan
sosial pada umumnya dilakukan oleh pekerja sosial yang mempraktikkan ilmu
pekerjaan sosia I (social work science). Praktik pekerjaan sosial ialah suatu kumpulan
nilai, tujuan, pengetahuan, metode dan sanksi.praktik pekerjaan sosial mempunyai
dasar berupa prinsip-prinsip etik dan prinsip-prinsip teknik.prinsip- prinsip praktik
etik didasari oleh filsafat dan menghasilkan standar-standar moral dan sikap-sikap.
cara-cara pemahaman dan perbuatan etis.serta prinsip-prinsip praktik etik.pada lain
pihak prinsip-prinsip praktik teknik didasari oleh pengetahuan dasar ilmu terapan dan
seni.yang berisi proses pertolongan/bantuan pekerjaan sosial melalui pelayanan
sosial.

E. PRINSIP PRAKTEK PEKERJAAN SOSIAL DI DALAM FILOSOFI


PROFESI, NILAI-NILAI, PRESKRIPSI ETIK, DAN
KEBIJAKSANAAN PRAKTEK
Pekerjaan sosial terdapat sejumlah prinsip mendasar yang membimbing praktek
pembuatan keputusan dan tindakan, prinsip-prinsip ini diterapkan dalam semua
situasi praktek, mempertimbangkan karakteristik klien, setting praktek atau peranan-
peranan yang dilaksanakan oleh professional, Prinsip-prinsip adalah aturan-aturan
dasar atau pembimbing bagi perilaku praktek, tetapi prinsip tersebut tidak
memerintahkan untuk diaplikasikan tanpa analisis yang hati-hati dan penuh pikiran.
Prinsip praktek pekerja sosial berakar didalam filosofi profesi, nilai-nilai, preskripsi
etik, dan kebijaksanaan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Pekerja sosial harus mempraktekkan pekerjaan sosial. Ini prinsip dasar


yang sangat pasti harus diwujudkan. Kita mengharapkan dosen mengajar,
dokter berpraktek pengobatan, dan tentu saja pekerja sosial melakukan
praktek didalam batas-batas profesi pekerjaan sosial. Pekerja sosial
memfokuskan kepada keberfungsian sosail dalam membantu memperbaiki
interaksi antara orang dengan lingkungannya. Ini adalah dominan
pekerjaan sosial. Penyiapan Pendidikan mempersyarakatkan perlengkapan
pekerjaan sosial dengan pengetahuan nilai dan keterampilan untuk bekerja
pada pertemuan orang dengan lingkungannya. Dan hal tersebut merupakan
kontribusi yang khas dari pekerjaan sosial ketika bekerja dengan profesi-
profesi pertolongan lainnya. Prinsip etis yang dibutuhkan adalah pekerja
sosial berfungsi didalam keahlian profesionalnya. Meskipun pekerja sosial
secara individu boleh jadi memiliki bakat khusus diluar dominan profesi.
2. Pekerjaan sosial harus terlibat didalam penggunaan diri secara sadar.
Pekerja yang terampil adalah yang menggunakan cara-cara khas dirinya
serta gayanya yang bertujuan berhubungan dengan orang lain membangun
relasi pertolongan yang positif dengan klien. Didalam relasi profesional
pekerja sosial seharusnya menyadari tentang bagaimana kepercayaan serta
persepsi-persepsinya maupun perilakunya dapat mempengaruhi
kemampuan untuk membantu klien.
3. Prinsip kerahasian (Confidentialiti). Kerahasian adalah prinsip etik dimana
pekerja sosial dan profesional lainnya tidak boleh menyebarluaskan
informasi lain tentang klien tanpa sepengetahuan dan izin klien yang
bersangkutan. Kerahasiaan ini bahkan merupakan masalah etik semua
pertolongan, dan bahkan bukan hanya menyangkut kerahasiaan informasi
klien saja melainkam juga informasi tentang badan pelayanan termasuk
situasi-situasi yang berada didalamnya terutama yang menyangkut kondisi
pekerja maupun kesulitan- kesulitan yang terdapat didalam Lembaga
dimana pekerja tersebut bekerja. Khususnya dalam hubungan dengan
klien, yaitu kepercayaan klien kepada pekerja sosial sehingga klien
terbuka kepadanya. Karena salah satu janji pekerja sosial adalah
menghargai kerahasian orang yang dilayani dan pekerja sosial akan
menggunakan informasi-informasi melalui hubungan profesionalnya
dengan klien secara bertanggungjawab. Tersapat dua jenis Kerahasian,
yaitu absolut dan relatife. Kerahasian absolut tidak dapat diceritakan
kepada siapapun bahkan tidak boleh direkam, dicatat, hanya pekerja yang
menangani saja yang mengetahui. Kerahasian absolut ini ditentukan oleh
klien bersangkutan atau ditegaskan melalui undang-undang Sedangkan,
Kerahasian relatife, tidak boleh disiarkan atau diungkapkan secara
sembarangan, kecuali untuk tujuan pertolongan bisa dibicarakan dengan
petugas-petugas lain. Kerahasian relativ ini sangat tergantung pada jenis
masalah dan budaya setempat.
4. Menaruh perhatian pada orang lain (Concern for the other). Menurut
Achlis, prinsip ini dapat diartikan bahwa pekerja sosial sungguh menaruh
perhatian mengenai apa-apa yang terjadi pada sistem klien, dan mampu
mengkomunikasikan perasaan-perasaan ini dengan penuh kesadaran akan
tanggung jawab, perhatian, penghargaan, serta pengetahuan mengenai
manusia dan harapan atau keinginannya untuk melanjutkan dan
meningkatkan kehidupannya. Prinsip Concern for the other hendaknya
diartikan bahwa kita merespon apa yang diinginkan dan dibutuhkan klien,
bukan merespon apa yang diinginkan. Berani bahwa pekerja sosial dapat
menawarkan keterampilan-keterampilannya, pengetahuannya,
menawarkan dirinya serta perhatiannya kepada klien agar dipergunakan
untuk mencapai tujuan-tujuan klien.
5. Keselarasan (congruence). Keselarasan berarti bahwa dalam relasi pekerja
sosial menunjukkan keterbukaan, murni, konsisten, jujur dan dapat
dipercaya, serta berdasarkan kenyataan. Keselarasan juga berarti bahwa
tingkah laku serta apa-apa yang pekerja sosial komunikasikan kepada dan
untuk kepentingan klien hendaknya selalu selaras dan harus dilandasi oleh
sistem nilai serta tanggung jawab professional. Agar dapat bertindak
secara mumi dan selaras.Pekerja sosial memiliki tugas:
a. Pengetahuan yang jujur mengenai diri sendiri, mengenai apa dan siapa
sebenarnya saya ini.
b. Pengetahuan yang jelas mengenai prosedur-prosedur agency serta
peranan professional. baik bagi pekerja sosial maupun bagi klien.
c. Interaksi kedalam diri sendiri hal-hal yang berhubungan dengan poin
diatas, internalisasi mengenai konsep-konsep concern for the other,
acceptance dan commitment pekerja sosial bagi kesejahteraan klien
serta pada aspek otoritas peranan pekerja sosial dan kedudukannya
sehingga kualitas ini benar-benar menjadi bagian dari diri pekerja
sosial, dan oleh karenanya tak perlu lagi pekerja sosial harus selalu
berusaha untuk menyadarinya, dan dengan demikian pekerja sosial
dapat memberikan perhatian kepada klien.
6. Empati, Empati merupakan kemampuan atau kapasitas untuk memasuki
atau menyelami perasaan-perasaan dan pengalama n-pengalaman orang
lain, tanpa pekerja sosial sendiri tenggelam dalam proses tersebut. Empati
adalah pengamatan terhadap kerangka referensi internal orang lain dengan
ketepatan, serta dengan komponen-komponen emosional, seolah-olah
pengamat adalah orang yang diamati, akan tetapi (sebenarnya) dirinya
tidak melebur kedalam kondisi tersebut. Emphaty menghendaki adanya
kualitas antithetic, yaitu kapasitas atau kemampuan untuk merasakan
emosi secara mendalam, tetapi meskipun demikian masih tetap
memelihara batas, sehingga masih mampu menggunakan pikiran dan
pengetahuan.
7. Individualisai (individualization. Mengacu pada kebutuhan mengakui
setiap orang adalah individu yang unik dalam hal kepemilikan haknya
masing-masing. Nilai pekerjaan sosial ini berhubungan dengan pentingya
meyakinkan bahwa klien dan kelemahan-kelemahannya tidak
diperlakukan (dipandang) didalam cara-cara yang terselubung melainkan
diakui kalau mereka sebagai bagian individu yang mempunyai masalah,
kepentingan dan kebutuhan yang khusus bagi mereka dan lingkungannya.
8. Pengekspresian perasaan secara bertujuan (purposeful expression of
feeling. Dimensi perasaan merupakan bagian penting dari pekerjaan
sosial. Jika perasaan klien tidak diperhatikan, maka kemajuan-kemajuan
penting didalam pertolongan tidak akan terjadi. Memberikan kesempatan
kepada klien untuk mengungkapkan dan membahas perasaannya
karenanya merupakan bagian penting dari praktek yang baik. Biestek
menyatakan bahwa Pengekspresian perasaan secara bertujuan adalah
pengakuan terhadap kebutuhan klien untuk menyatakan persaannya secara
bebas. terutama untuk perasaan-perasaan yang negatif. Pekerja sosial
mendengarkan dengan sungguh-sungguh. tidak menyalahkan dan
memperkuatnya ketika hal itu bermanfaat penyembuh sebagai bagian
pengekspresian perasaan tersebut, bahkan terkadang harus merangsang
dari pelayanan casework".
9. Keterlibatan emosional secara terkendali (Control emotional involment).
Mengatasi perasaan secara tepat merupakan keterampilan praktek juga
suatu nilai pekerjaan sosial fundamental. Keterlibatan emosional secara
terkendali memerlukan:
a. Pengakuan bahwa perasaan memainkan peranan yang sangat
penting didalam pekerjaan sosial.
b. Kemampuan untuk terhubung dengan perasaan yang sedang
diekspresikan oleh klien (secara langsung maupun tidak langsung.
c. Merespon secara positif terhadap perasaan-perasaan tersebut
melalui pengakuan didalam cara-cara yang mendukung,
menggunakan keterampilan komunikasi guna menghasilkan
pengaruh yang baik.
d. Menyadari akan perasaan kita sendiri dan tidak membiarkannya
larut secara tak terkendali dan juga tidak mengabaikannya.
10. Penerima (Acceptance). Menurut Biestek dalam suradi. Epi S dan
Bambang.2005. "Penerima adalah suatu prinsip bertindak dimana pekerja
sosial memandang klien terlibat dengannya sebagaimana adanya,
mencakup kekuatan-kekuatan dan kelemahannya, kualitas yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan, persaan-perasaan positif dan
negatif, sikap dan perilaku yang bersifat membangun maupun merusak,
sementara martabat dan harga diri klien tetap terpelihara." Prinsip ini
mengacu pada kesediaan untuk bekerja dengan siapapun apakah pekerja
sosial menyukainya atau tidak, apakah pekerja sosial menyetujui ataupun
tidak tentang apa yang mungkin mereka lakukan. Prinsip etik yang
mendasarinya adalah bahwa siapapun berhak untuk diperlakukan dengan
hormat dan bermartabat.
11. Sikap tidak menghakimi (Non judgemental attitude). Pekerja sosial tidak
mempunya peranan untuk menghakimi individu atau keluarga apakah
terbukti atau tidaknya kesalahan mereka. Sikap tidak menghakimi tidak
berarti bahwa klien dapat melakukan kesalahan atau pekerja sosial harus
membuktikan setiap apay ng dilakukan klie. Hal ini berarti bahwa
pertolongan harus ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang
teridentifikasi, tidak berdasarkan apakah klien layak menerima
pertolongan sesuai perbuatannya.
12. Determinasi diri klien (Client self-dermination). Prinsip ini mengacu pada
ide penting bahwa pekerja sosial harus memainkan bagian aktif dalam
menolong diri mereka sendiri, mengambil keputusan bagi diri mereka
sendiri dan mengambil tanggung jawab terhadap Tindakan-tindakan
mereka. Umumnya diakui bahwa klien harus membuat keputusan-
keputusan dan mengambil Langkah yang perlu untuk memperbaiki situasi
dimana memungkinkan. Pekerja sosial dapat memainkan peranan-peranan
sebagai berikut:
a. Tidak mencoba bermain sebagai dewa dengan cara menggunakan
secara berlebihan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki.
b. Membantu klien untuk mengenal atau memahami pilihan-pilihan
yang dapat dan harus mereka buat.
c. Membantu klien untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan yang ada
tersedia bagi mereka dengan berbagai konsekuensinya.
d. Mendorong kepercayaan jika mungkin dan tepat.
e. Mengungkapkan dan jika mungkin mengungkapkan atau
mengurangi hambatan-hambatan budaya dan structural
(Melembaga) terhadap determinasi diri klien.
f. Meningkatkan perluasan pilihan-pilihan yang tersedia, seperti
melalui penyediaan sumber-sumber atau penggunaan advokasi dan
jaringan kerja.
g. Menyediakan atau memfasilitasi akses terhadap informasi yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan.
h. Melawan godaan untuk membiarkan hubungan ketergantungan
berkembang,
13. Penghargaan positif tanpa syarat (Unconditional positive regard). Hal ini
mengacu pada kebutuhan untuk bekerja secara positif dan konstruktif
dengan semua klien dan penghargaan itu tidak hanya berlaku terhadap
klien yang disukai (berkenan) dan kita senangi. Prinsip ini merupakan
kombinasi dari nilai penerimaan dan sikap tidak menghakimi.
14. Persamaan (equality). Suatu kesalahan umum adalah mengasumsikan
persamaan sama dengan keberagaman. Pekerja sosial mengembangkan
tiga bentuk persamaan yang diartikan sebagai penghapusan kerugian.
a. Persamaan dalam perlakuan, sebagai suatu pencegahan dari
ketidakadilan dalam pelayanan, meliputi perlakuan tanpa
prasangka.
b. Persamaan dalam kesempatan, sebagai tindakan positif untuk
memperbaiki keadaan yang tidak adil dalam persaingan dengan
yang lain dan menginginkan sumber tambahan atau perubahan
dalam kebijaksanaan pemerintah.
c. Persamaan dalam keputusan, sebagai cara pemenuhan kebutuhan
yang sama penting dari dua kondisi kemampuan yang berbeda.
15. Keadilan sosial (Social justice). Pekerjaan sosial melibatkan pekerjaan
yang ruang lingkupnya luas dengan bagian-bagian dari sosial yang lebih
tinggi daripada kekayaan. perampasan dan kerugian sosial. Banyak klien
dalam pekerjaan sosial sebagai korban dari kekerasan penindasan makian
atau tindakan yang tidak manusiawi dari beberapa kekuatan kelompok
atau individu. Inti dari pekerja sosial adalah cara menghormati manusia,
yang tidak mengenal ketidakadilan.
16. Kemitraan (Partnership). Kemitraan berarti bekerja bersama klien, lebih
dari pada melakukan sesuatu untuk mereka. Juga mencakup kalaborasi
dengan profesional lainnya sebagai bagian dari pendekatan multi-
displiner. Ketika bekerja bersama klien seorang pekerja sosial melakukan,
Asesmen, Intervensi, dan peninjauan ulang.
17. Kewarganegaraan (Citizenship). Suatu implikasi utama dari status menjadi
kewarganegaraan merupakan suatu nilai penting, sebab penempatannya
Warga negara adalah kepemilikan hak tertentu dan inilah kenapa
menegaskan akan hak dan inklusi sosial.
18. Pemberdayaan (Empowerment). Pada tingkat yang sangat sederhana
pemberdayaan mengacu pada proses pencapain kontrol yang lebih besar
terhadap kehidupan sendiri dan lingkungannya. Pemberdayaan lebih dari
sekedar gagasan tradisional "memungkinkan", melainkan mengarah pada
bantuan untuk penyiapan orang yang melawan ketidak beruntungan dan
ketidak seimbangan sosial yang mereka alami.
19. Kebenaran keotentikan (Authenticity). Keotentikan merupakan suatu
konsep eksistensialis yang mengacu pada pengakuan tentang "kebebasan
radikal" yaitu pengakuan setiap individu tidak hanya bebas untuk memilih
tetapi juga harus memilih. artinya bahwa kita bertanggung jawab terhadap
tindakan kita sendiri.
20. Keadilan distributif (Distributive justice). Menurut Aristoteles keadilan
akan tercipta bila hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal
yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama. Pekerja sosial
diharapkan agar membuat dua pertimbangan prioritas utama yaitu:
a. Bagaimana mengalokasikan sumber-sumber pribadinya diantara
klien yang banyak.
b. Bagaimana mengalokasikan sumber-sumber sosial kepada
seseorang klien tertentu. Keadilan distributif berkenaan dengan
pendistribusian barang- barang menurut aturan dan kriteria
tertentu. Kriteria untuk distribusi ini beragam dari menurut hak-
hak yang sudah melekat pada manusia (hak milik), menurut
ganjaran dan menurut kebutuhan.
21. Objektivitas, prinsip praktek untuk menguji situasi tanpa prasangka secara
dekat dihubungkan dengan non judgementalisme. Untuk menjadi objektif
dalam observasi dan pemahaman mereka, para praktisi harus menghindari
penyuntikan perasaan dan prasangka pribadi didalam hubungannya
dengan klien.
22. Keterkaitan dengan sumber (Access to resource). Dalam hal ini pekerja
sosial bekerja untuk meyakinkan bahwa setiap orang membutuhkan
sumber-sumber pelayanan serta kesempatan didalam menentukan pilihan
hidup, serta memberikan perlindungan terhadap kaumm tertindas dan
kepada orang-orang yang merasa dirugikan. agar tercipta rasa keadilan
dalam melaksanakan peranan sosialnya sesuai dengan status yang
disandangnya.

F. PRINSIP NILAI PEKERJA SOSIAL

Prinsip-prinsip praktik etik didasari oleh filsafat dan menghasilkan


standar-standar moral dan sikap-sikap, cara-cara pemahaman dan pembuatan
etis, serta prinsip-prinsip praktik etik. Selain itu ada 9 prinsip dasar yang
menjadi pegangan bagi pelaku pelayanan sosial dalam menjalankan tugas
melayani:
1. Penerima, Merupakan prinsip pekerja sosial yang fundamental yaitu
dengan menunjukan sikap-sikap toleran rhadap keseluruhan dimensi
klien. Pelaku pelayanan sosial harus dapat menerima orang yang
dijalani secara apa adanya.
2. Individualis, Berarti memandang dan mengapresiasi sifat unik dari
klien. Setiap klien memiliki karakteristik kepribadian da pemahaman
yang unik, yang berbeda dengan setiap individu yang lain.
3. Sikap Tidak Menghakimi, Tidak memberikan penilaian, hal ini berarti
pekerja sosial menerima klien dengan apa adanya disertai prasangka
atau penilian. Tidak menghakimi terhadap kedudukan apapun dan
tingkah laku orang yang dilayani.
4. Rasionalitas, Memberikan pandangan yang objektif dan faktual
terhadap kemungkinan- kemungkinan yang terjadi, serta mampu
mengambil keputusan objektif dan rasional. Mengontrol keterlibatan
emosional, berarti pekerja sosial mampu bersikap objektif dan netral.
5. Empati, Kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain
atau orang yang dilayani.
6. Ketulusan, Tulus dalam menghadapi orang yang dilayani terutama
dalam komunikasi verbal, Pekerja sosial, sebagai seseorang manusia
yang berperan apa adanya, alami, tidak memakai topeng, pribadi yang
asli dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
7. Tidak Memihak, Tidak meninggikan atau merendahkan seseorang atau
salah satu kelompok.
8. Kerahasiaan, Berarti pekerja sosial harus menjaga kerahasian
informasi seputar identitas, isi pembicaraan dengan klien, pendapat
profesional lain atau catatan kasus mengenai diri klien.
9. Mawas Diri, Pelaku pelayanan sosial harus sadar dan mengerti
potensinya dan keterbatasan sendiri.

Adapun prinsip-prinsip tertentu yang lebih berorientasi pada nilai-


nilai sosial umum dan nilai-nilai profesional:
1. Memberikan kesempatan yang terbuka dan sama dalam memperoleh
pelayanan dan bantuan-bantuan sosial.
2. Menghormati integritas lingkungan yang meliputi makna simbolik
suatu tempat identitasnya.
3. Menghormati rekan kerja sebagai manusia, demikian pula arti
sumbangan dalam tugas-tugas pelayanan.
4. Menyadari batas-batas kemampuan dalam berfungsi.
5. Memelihara standar-standar professional.
6. Memberi pelayanan dalam keadaan darurat program-program aksi
sosial.
7. Memberi sumbangan bagi pengembangan bagi masyarakat umum.
8. Memberikan sumbangan-sumbangan bagi pengetahuan pekerja sosial.

G. NILAI-NILAI PEKERJA SOSIAL


Nilai pekerja sosial dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Nilai tentang konsepsi orang yang mencakup:
a. Pekerja sosial percaya bahwa setiap orang mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk menentukan dirinya sendiri.
b. Setiap orang mempunyai kemampuan dan dorongan untuk
merubah,sehingga dapat lebih meningkatkan taraf hidupnya.
c. Setiap orang mempunyai tanggung jawab kepada dan juga
kepada orang lain didalam masyarakat.
d. Orang memerlukan pengakuan dari orang lain.
e. Manusia mempunyai kebutuhan dan setiap orang pada
prinsipnya unik serta berbeda dengan orang lain.
2. Nilai tentang masyarakat yang perlu menyediakan hal-hal yang
dibutuhkan oleh setiap orang mencakup:
a. Masyarakat perlu memberikan kesempatan bagi pertumbuhan
dan perkembangan setiap orang, agar mereka dapat
merealisasikan semua potensinya.
b. Masyarakat perlu sumber-sumber dan pelayanan-pelayanan
untuk membantu orang memenuhi kebutuhan mereka dan
menghadapi atau memecahkan permasalahan yang dialami.
c. Orang perlu diusahakan agar mempunyai kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
3. Nilai yang berkaitan dengan interaksi antar orang mencakup:
a. Pekerja sosial percaya bahwa orang yang mengalami masalah
perlu dibantu oleh orang lain.
b. Pekerja sosial percaya bahwa didalam usaha memecahkan
masalah orang/klien, perlu respect dan diberi kesempatan
untuk menentukan nasibnya sendiri.
c. Pekerja sosial percaya bahwa orang yang perlu dibantu dan
diingatkan interaksinya dengan orang lain untuk membangun
sesuatu masyarakat yang mempunyai tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan setiap anggota /warganya.

Dengan demikian prinsip nilai etika bahwa Praktik pekerjaan sosial


ialah suatu kumpulan nilai,tujuan, pengetahuan,metode dan sanksi. praktik
pekerjaan sosial mempunyai dasar berupa prinsip-prinsip etik dan prinsip-
prinsip teknik. prinsip-prinsip praktik etik didasari oleh filsafat dan
menghasilkan standar-standar moral dan sikap-sikap.cara-cara pemahaman
dan perbuatan etis, serta prinsip-prinsip praktik etika pada lain pihak prinsip-
prinsip praktik teknik didasari oleh pengetahuan dasar ilmu terapan dan seni,
Nilai-nilai pekerjaan sosial adalah kerangka nilai (body of value) yaitu nilai-
nilai, asas-asas, prinsip-prinsip, standar-standar perilaku. yang diangkat dari
nilai-nilai luhur,falsafah hidup dan pandangan hidup serta nilai-nilai luhur,
falsafah hidup dan pandangan hidup serta nilai-nilai dan norma-norma sosial
budaya bangsa atau masyarakat. Prinsip-prinsip praktik etika didasari oleh
filsafat dan menghasilkan standar-standar moral dan sikap-sikap, cara-cara
pemahaman dan pembuatan etis, serta prinsip- prinsip praktik etika. Selain itu
ada 9 prinsip dasar yang menjadi pegangan bagi pelaku pelayanan sosial
dalam menjalankan tugas melayani.

H. HAM DALAM PRAKTIK PEKERJA SOSIAL

Pekerjaan sosial adalah profesi yang mendasarkan dirinya pada nilai. Nilai-nilai
yang diimplementasikan dalam praktik pekerjaan sosial secara tidak langsung
sebenarnya telah menghormati hak-hak manusia sebagai fokus dari profesi pekerjaan
sosial ini. Hak asasi manusia tidak hanya menjadi dominasi profesi hukum atau
politik saja (Apsari, 2015), tetapi pekerjaan sosial pun menggunakan HAM terutama
jika dilihat dari 3 generasi HAM sebagaimana yang dijelaskan oleh Ife (2001) dalam
Apsari (2015: 6-7) yaitu:

 Generasi Pertama, nama; Hak Sipil dan Politik, asal Liberisme, contoh
Tiga Generasi Hak Asasi Hak untuk memilih, kebebasan berpidato,
pengadilan yang lebih adil, kebebasan dari penyiksaan, kekerasan:hak
untuk perlindungan dari hukum; kebebasan dari diskriminasi, lembaga:
Lembaga Bantuan Hukum; Amnesty Internasional, profesi dominan:
Hukum, Pekerjaan Sosial; Pengawasan Hak Asasi; bekerja dengan.
 Generasi kedua, nama; Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, asal Sosialisme:
Demokrasi Sosial. contoh Hak untuk pendidikan perumahan kesehatan
pekerjaan pendapatan yang cukup jaminan, kebebasan berpidato.
pengadilan yang lebih adil, kebebasan dari penyiksaan, kekerasan; hak
untuk perlindungan dari hukum; kebebasan dari diskriminasi, lembaga:
Lembaga Bantuan Hukum; Amnesty Internasional, profesi dominan:
Pekerjaan Sosial; Layanan langsung: Manajemen Negara Kesejahteraan,
Pengembangan Kebijakan dan Advokasi, Penelitian.
 Generasi ketiga, nama; Hak Kolektif, asal; Ekonomi; Studi Pembangunan:
Ideologi hijau, contoh Hak untuk perkembangan ekonomi dan kekayaan,
mendapat-kan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi, har-moni sosial,
lingkungan yang sehat, air bersih, lembaga: Lembaga perkemba-ngan
ekonomi; proyek masyarakat, Greenpeace, profesi dominan;
Pengembangan Masyarakat, Pekerjaan Sosial; Pengemba-ngan
Masyarakat. Sosial ekonomi, politik, budaya, lingkungan, personal/
spiritual. Hal ini menunjukkan bahwa dalam praktiknya profesi pekerjaan
sosial selalu mempertimbangkan hak asasi manusia, terutama bagi
kelompok populasi yang rentah mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai
dengan HAM. Landasan konsep tiga generasi hak tersebut digunakan oleh
seorang pekerja sosial profesional untuk menentukan peran dan fungsinya
sebagai fasilitator pencapaian hak seseorang. Namun demikian, seringkali
bahasa hak adalah terkesan indivialistis, sangat egois. Ungkapan "saya
menuntut hak saya", "kami menuntut hak kami" seolah tanpa
mempertimbangkan keberadaan hak orang lain.

Jika HAM bersifat universal, maka seorang individu tidak hanya berhak
untuk mendapatkan hak-haknya, tetapi juga harus menghormati hak orang lain
dan memungkinkan orang lain untuk mendapatkan hak-haknya tersebut.
Menerima kerangka hak, berarti tidak dapat diartikan hanya sikap egois pada
bagian diri individu saja, menuntut hanya untuk diri sendiri sambil tidak
menghargai hak orang lain. Ife (2008) menyebutkan adanya kritik terhadap
HAM salah satunya adalah keegois-an, yang menyebutkan bahwa individu
menyebutkan dirinya berhak untuk sesuatu, padahal sesuatu tersebut hanya
menunjukkan keinginan dirinya saja, seperti hak untuk jalan-jalan dengan
fasilitas mewah, hak untuk mendengarkan radio dengan suara keras, yang
sebenarnya tidak mempengaruhi jati diri orang tersebut sebagai manusia. Ini
menunjukkan ada keterkaitan kewajiban setiap anggota masyarakat untuk
menghormati dan mendukung hak-hak orang lain. Dalam hal ini, HAM tidak
bersifat individualistik, tetapi juga membentuk dasar untuk kolektivisme: a).
Masyarakat diselenggarakan bersama oleh saling menghormati HAM semua
warganya dan didasarkan pada gagasan saling membutuhkan, b). Saling
mendukung dan kesejahteraan kolektif. Dengan demikian, berbicara mengenai
konsep HAM, artinya tidak hanya berbicara mengenai apa yang diperlukan
untuk membuat seseorang menjadi manusia sepenuhnya, tapi mereka juga
perlu untuk menjadikan manusia sebagai satu masyarakat yang sepenuhnya
manusia. Kita tidak hanya memiliki HAM untuk kepentingan diri kita sendiri,
tetapi untuk kepentingan masyarakat di mana kita hidup dan untuk ke-
manusia- an secara keseluruhan. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengupas
apa itu praktik pekerjaan sosial berbasis hak dan bagaimana praktik pekerjaan
sosial berbasis hak dapat diimplementasikan oleh para pekerja sosial
profesional.

I. HUBUNGAN DAN TANTANGAN HAM BAGI PEKERJA SOSIAL

Selaku makhluk individual dan makhluk sosial, ia perlu berproses menuju


pencapaian jati dirinya. Dalam proses ini - termasuk melalui pendidikannya ia akan
mengalami berbagai benturan. Ada kalanya ia sanggup mengatasi, ada kalanya ia tak
sanggup menghadapinya. Akibatnya banyak fakta yang mengungkap berbagai
pelanggaran oleh manusia, baik pelanggaran sederhana maupun kejahatan berat. Baik
yang dilakukan oleh individu maupun yang telah memegang jabatan. Berbagai bentuk
pelanggaran yang diterima oleh korban baik yang dilakukan oleh aparat atau bukan,
ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 2008 mencapai
jumlah 4900 kasus, dan sampai tahun 2009 data pelanggaran HAM yang dilaporkan
ke Komnas HAM ini mengalami peningkatan yaitu mencapai 5300 kasus 17. Hal ini
cukup memprihatinkan mengingat berbagai bentuk pelanggaran HAM ini tidak
semuanya mendapatkan pelayanan dan advokasi yang maksimal. Kondisi tersebut
menjadi suatu tantangan bagi profesi pekerjaan sosial. Pekerjaan sosial sebagai
sebagai profesi pemberian bantuan untuk penyelesaian masalah, pemberdayaan dan
mendorong perubahan sosial dalam interaksi manusia serta lingkungannya pada
tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraannya. Pekerjaan sosial mendasarkan intervensinya pada teori perilaku
manusia dan lingkungan sosial serta prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan
dengan memperhatikan faktor budaya masyarakat definisi tersebut maka hak asasi
manusia merupakan dasar moral praktek pekerjaan sosial baik level personal,
community development maupun menjadi prinsip-prinsip yang dijunjung oleh
pekerja sosial. Berbicara mengenai hak asasi manusia dalam profesi pekerjaan sosial
tentu saja tidak terlepas dari konsep dan praktek pekerjaan sosial. Perspektif hak asasi
manusia menjadi hal yang ditekankan dalam pertolongan individu dalam memperoleh
tujuan dari kesejahteraan sosial. Berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia di
Indonesia masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan danperlindungan.
Apalagi pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia berat (genosida) yang
melibatkan para penguasa (dalam hal ini pemerintah), penanganan di atas belumlah
mendapat penan yang berarti Secara garis besar masih jalan di tempat. Lembaga-
lembaga,baik lembaga negara seperti Komnas HAM maupun lembaga non
pemerintah/LSM hanya mampu mencatat data-data pelanggaran tanpa adanya
kemajuan yang berarti dalam konteks penegakan HAM. Seperti yang disampaikan
ELSAM (2007), tidak adanya kemajuan penanganan HAM adalah karena tidak
koheren dan tidak konsistennya instansi-instansi negara dalam membuat kebijakan.
Ada dua hal penyebabnya yaitu pemerintah sendiri kesulitan dalam
mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat dan institusi-institusi yang
seharusnya dibentuk untuk mengimplementasikan kebijakan di bidang HAM, tidak
bisa dibentuk karena tidak tersedianya sarana dan prasarana pembentukannya.
Jikapun institusi itu dibentuk. institusi itu tidak bisa bekerja dengan baik karena tidak
mendapat dukungan dan sarana yang baik. Selain tantangan yang dihadapi,
sebenarnya peluang pekerja sosial untuk berkiprah di dalam penanganan masalah
HAM in sebenarnya masih terbuka lebar. Berbagai organisasi non pemerintah (NGO)
yang murni memperjuangkan HAM seperti ELSAM, Kontras, dat lain-lain, serta
organisasi-organisasi yang menangani permasalahan secara khusus seperti masalah
anak (Save the Children, UNICEF, dan lain-lain) masalah perempuan (UNIFEM),
masalah pengungsi (UNHCR) dan lain- lain, masih memerlukan profesi pekerjaan
sosial.

J. HUBUNGAN NILAI DAN ETIKA DAN HAK ASASI MANUSIA

Hubungan antara nilai moral dan hak asasi manusia adalah bahwa nilai adalah
penghayatan terhadap segala sesuatu yang dianggap baik, dan moral adalah aturan
yang menentukan nilai baik melalui penegakan etika Lalu etika dan nilai ada
kaitannya dengan hak asasi manusia (HAM). Bila etika dan nilai berjalan lancar,
maka penanganan hak asasi manusia (HAM) dapat dilaksanakan dengan benar.
Masyarakat menganggap nilai dan etika sebagai pedoman hidup manusia dalam
bermasyarakat. ku manusia tidak akan memiliki kebebasan penuh, karena dalam
proses pencarian makna hidup terdapat nilai dan struktur moral sebagai pedoman.
Sistem nilai dan etika yang dikemukakan oleh kelompok masyarakat. Namun,
kedatangan Pancasila sebagai sumber nilai akan membuat setiap nilai dan tatanan
moral yang ada menjadi penuh vitalitas. Pancasila telah diakui sebagai perekat kokoh
yang juga dapat menjembatani kemungkinan konflik yang timbul dari perbandingan
nilai dan etika yang ada. Para penyelenggara negara masih banyak yang memiliki
sikap represif yang jauh dari nilai dan etika yang dijadikan pedoman hidup dalam
berperilaku di masyarakat. Sebagai salah satu faktor penentu dalam proses dinamis
kehidupan warga negara, kekuasaan menjadi pemegang tunggal dari semua proses
asimilasi, konfrontasi dan adaptasi nilai, untuk memenangkan kepentingan diri
sendiri dan kelompok masyarakatnya. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) erat
kaitannya dengan kepentingan kekuasaan. Dominasi kekuasaan dalam sistem hukum
tidak disertai dengan contoh sikap dan nilai moral warga negara yang masih
paternalistik. Warga negara dihadapkan pada seperangkat nilai dan etika, "salah itu
benar, benar itu salah".

K. PELANGGARAN ETIKA, NILAI DAN HAK ASASI MANUSIA

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seseorang atau sekelompok orang, baik
sengaja maupun tidak sengaja, secara hukum mengurangi, membatasi, dan
menghalangi perbuatan seseorang yang dilindungi undang- undang 1945. Belakangan
ini banyak media massa yang kerap memberitakan berbagai kasus terkait pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bentuk hak asasi manusia dan persyaratan
perlindungan. Misalnya, ada kasus penahanan sewenang-wenang terhadap individu,
pemerkosaan, pembantaian dan penghilangan paksa, serta penyiksaan. Pelanggaran
ham menyebabkan penderitaan yang luar biasa. Selain itu, ada bentuk- bentuk
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) lainnya yang disebut dengan penindasan hak
politik dan diskriminasi dalam penegakan hukum. Abdul Hakim Garuda Nusantara
(1998: 7). Seperti kita ketahui, banyak pelanggaran HAM di Indonesia yang belum
terselesaikan. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia belum dapat
diselesaikan secara hukum dan masih menjadi tanda tanya bagi banyak orang, antara
lain tragedi Trisakti, kasus Marsinah, kasus Munir, pembantaian Muslim Tanjung
Priuk, serta masih banyak lagi kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
yang terjadi belum teratasi sampai saat ini. Kasus kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia seharusnya dikupas sampai ke akar akarnya agar korban dan keluarga
korban menerima keadilan.Namun dalam banyak kasus yang belum terselesaikan,
pemerintah harus mengakui dan membuat pengumuman resmi kepada keluarga
korban pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. Ada banyak kasus pelanggaran
hak asasi manusia oleh mesin negara melalui badan-badan angkatan bersenjata atau
menerapkan kebijakan diskriminatif. Namun, pemerintah tidak sepenuhnya
menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu dan meminta maaf.
tetapi mengesampingkan kemungkinan penyelesaian pelanggaran hak asasi di masa
lalu.

Dengan demikian bahwa hak asasi manusia dan pekerjaan sosial merupakan suatu
hal yang saling berkaitan, dimana pekerjaan sosial di dalam prakteknya mendasarkan
etika pada hak asasi manusia. Dalam praktek pekerjaan sosial, permasalahan yang
muncul adalah hak asasi manusia yang seperti apa yang dapat diterapkan sebagai
etika praktek pekerjaan sosial.nilai etika dan hak asasi manusia yang saling
berhubunga dan saling Perhatian dan tidak dapat dipisahkan dari memuliakan dan
menghargai semua orang dan sesuai dengan HAM, meliputi perhatian pada
determinasi diri, memelihara partisipasi, melayani dan mengidentifikasi orang, dan
mengembangkan kekuatan. Hubungan nilai etika dengan HAM yaitu bahwa nilai
merupakan suatu penghargaan terhadap sesuatu yang dianggap baik, sementara etika
merupakan sebuah aturan yang dijalankan melalui kode etik untuk menentukan nilai
yang baik. Dan hubungannya dengan HAM bahwa ketika etika dan nilai sudah
berlangsung secara baik maka akan dapat mewujudkan sebuah perlakuan terhadap
HAM dengan baik.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Nilai etika pekerjaan sosial dan ham adalah profesi pertolongan yang tertuju
kepada masyarakat dalam membantu menyelesaikan permasalah-permasalah yang
terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
AB Syamsuddin (2003). Benang-benang putih nilai dan etika hak asasi manusia
pekerjaan sosial, batu raya no.3 Makassar

You might also like