Professional Documents
Culture Documents
Keterbelakangan Mereka Dan Keterbelakangan Kita
Keterbelakangan Mereka Dan Keterbelakangan Kita
Keterbelakangan Kita
Umat Islam baru saja merayakan hari raya mereka (Ied al-Fitri). Mereka
mengisinya dengan berbagai aktivitas yang positif seperti bersilaturahim dan
bermaaf-maafan, walaupun masih ada juga sebagian umat yang melakukan
hal yang kurang baik dan merugikan. Setiap umat memiliki hari raya mereka
sendiri-sendiri, dan terkadang kita menemukan hal-hal yang unik dalam cara
manusia menyambut hari rayanya. Bukan hanya pada masa sekarang ini, tapi
juga pada masa-masa yang lalu.
Mereka membawa dua orang nenek-nenek yang sudah sangat tua dan
memosisikan mereka di ujung lapangan, sementara di ujung lainnya
digantungkan seekor babi di atas sebuah batu.
Lalu lomba dimulai. Kedua nenek tua itu bergerak secepat yang mereka
mampu menuju tempat babi digantungkan. Sementara itu sekumpulan orang
mengganggu jalan mereka, sehingga setiap kali mereka menjadi terhuyung-
huyung, jatuh, dan berdiri kembali untuk meneruskan perlombaan. Semua
yang menyaksikannya tertawa terbahak-bahak. Pada akhirnya, salah satu dari
dua perempuan tua ini berhasil mencapai garis finis dan berhak mendapatkan
babi sebagai hadiahnya.
Sulit bagi kita membayangkan bagaimana hal semacam itu bisa dilakukan
oleh orang-orang yang maju dan terpelajar. Orang tua yang seharusnya
dihormati dan dilayani, justru disuruh berlomba dan ditertawakan.
Kenyataannya, masyarakat Kristen Eropa pada masa itu masih hidup dalam
keterbelakangan. Banyak hal yang lebih aneh lagi akan kita lihat pada contoh-
contoh di bawah nanti.
Lalu tiba-tiba datang seorang dokter Eropa dan mengambil alih pengobatan.
”Orang ini (Thabit) tidak tahu cara mengobati mereka,” ujarnya. Lalu dokter
Eropa ini bertanya pada prajurit yang kakinya sakit, ”Kamu mau hidup dengan
satu kaki atau mati dengan dua kaki?” Tentu saja prajurit itu memilih hidup
walaupun hanya dengan satu kaki. Maka dokter tadi memerintahkan agar
dihadirkan seorang prajurit yang kuat dan sebilah kapak yang tajam. Lalu
betis prajurit tadi diletakkan di atas sebuah alas kayu. Kemudian prajurit yang
memegang kapak diperintahkan untuk menghantam kaki si sakit dengan
sekali hantaman kapak. Thabit menyaksikan sendiri metode pengobatan
tersebut. Kaki itu tidak putus pada hantaman yang pertama, lalu dihantam
untuk yang kedua kalinya sampai putus. Prajurit yang kakinya sakit itu pun
mati seketika itu juga.