You are on page 1of 12

Ujian Akhir Semester

Artikel

“Pola-pola Kebijaksanaan Luar Negeri Australia”

Dijtujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Di Semester 4 Mata Kuliah Sejarah
Australia Dan Oceania

Dosen : Ismail Syawal, S.Pd. M.Pd

Disusun Oleh :

Bayu Rizki Rizaldi (A31119014)

Kelas A

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
KAMPUS BUMI TADULAKO
TONDO
Jl. SoekarnoHatta Km. 9 Telp. (0451) 429743, 422611 Ext. 246-247-248-249-250
Email :untad@untad.ac.id
2021
PENDAHULUAN

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pola-pola Kebijaksanaan Luar Negeri Australia”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Palu, 15 Juni 2021


PEMBAHASAN

A. Pola-pola Kebijaksanaan Luar Negeri Australia Sebelum Perang Dunia I


1. Kekuatan ikatan perasaan kuat antara Australia dengan Inggris

Sikap, pandangan, dan kebijakan suatu negara terhadap dunia di luar dirinya inilah
yang lazim disebut sebagai politik luar negeri. Pada saat-saat permulaan berdirinya,
Australia belum memiliki kebebasan penuh untuk menangani urusan atau politik luar
negerinya. Rakyat dan penmerintah Australia tidak saja dengan rela menempatkan politik
luar negerinya itu dalam kerangka dan pengawasari Inggris, narnun lebih dari itu, ikatan
perasaan yang kuat dengan Inggris menyebabkan rakyat dan pemerintah Australia tetap
menyenangi statusnya sebagai bagian dari Inggris Raya.

Anak-anak sekolah masih menganggap sejarah Inggris sebagai mata pelajaran penting,
dan mereka dengan senang hati tetap menyanyikan lagu "God Save the King" (Lagu
Kebangsaan Inggris) serta menghormat bendera inggris. Perasaan dan sikap rakyat dan
pemerintah Australia terhadap politik luar negeri ini, tergambar dalam ucapan Perdana
Menteri Australia pertama, Edmund Barton, yang antara lain menyatakan, "There could be
no foreign policy of the Commonwealth. The foreign policy belonged to the Empire"
(Edwards, 1983: 1), Artinya, "Tidak akan ada politik luar negeri Commonwealth. Politik
luar negeri adalah milik Kerajaan inggris"

Semua hubungan dengan bangsa dan negara lain, masih ditangani oleh pemerintah
inggris. Sampai taraf ini, dalam hubungan luar negeri, Australia sangat tergantung pada
Inggris. Ketergantungan ini juga menyangkut aspek pertahanan. Australia masih
menempatkan diri di bawah naungani angkatan perang inggris. Ketergantungan
Australiaterhadapinggris ini, boleh jadididasarkan pada anggapan vang berkembang pada
waktu itu di Australia, bahwa kepentingan inggris dan Australia tidak berbeda.
Annggapan ini mungkin juga sebagai akibat jalinan sejarah serta ikatan perasaan (sosial
budaya) yang amat dekat antara rakyat dan pemerintah Australia dengan rakyat dan
pemerintah inggris. Selain faktor-faktor sejarah dan ikatan sosial budaya tersebut,
ketergantungan Australia kepada inggris pada tahun-tahun awal itu, boleh jadi juga
disesuaikan dengan keadaan Australia pada saat itu yang belum siap mengatur dan
melaksanakan kebijakan luar negeri serta pertahanannya.
Di lain pihak, Inggris pada saat itu merupakan salah satu negara Eropa yang tergolong
besar, terutama dilihat dari luas wilayah kekuasaan--termasuk di Asia-serta keampuhan
angkatan lautnya. Ungkapan yang berbunyi, "Rule Britain rule the waves" (menguasai
Inggris berarti menguasai lautan). Benarkah kepentingan Australia dengan Inggris sama,
khususnya dalam hal politik luar negeri. Lokasi kedua negara yang berbeda serta
perkembangan sejarah selanjutnya akan memberikan petunjuk untuk menjawab
pertanyaan ini.

2. Kepercayaan akan kepentingan Inggris dan Australia yang sama

Kebangunan Asia yang oleh para sejarawan ditafsirkan antara tain terdorong oleh
kemenangan Jepang terhadap Rusia (1905), walaupun tidak secara drastis, mulai
menyadarkan para politisi di Australia akan adanya perubahan besar, "awakening in the
East" (kebangunan di Timurl, di kawasan yang amat dekat dari Australia. (Bereson, dan
Rasenblat, 1979: 26). Inggris yang terletak di Eropa memandang Asia sebagai "Timur
Jauh" (the For Eost), sedangkan bagi Australia yang terletak di kawasan Pasifik hal itu
adalah "Utara (yang) Dekat" (che Near North).

Ketika pada tahun 1906-dalam sumber lain disebut tahun 1905 (Rannells, 1995: 59)-
pemerintah Inggris menyerahkan tanggung jawab pemerintahan British New Guineo
(sebagian dari Papua New Guinea [PNG] sekarang) kepada pemerintah federal Australia,
pemerintah Australia lebih menyadari kemungkinan akan adarya konflik
kepentingan/kekuasaan di Pasifik. Pada saat itu Jernan sedang berupaya mengembangkan
sayapnya di Pasifik Selatan, yaitu di Papua Timur laut, Kepulauan Bismarck, Kepulauan
Caroline, Kepulauan Marshal, dan Kepulauan Mariana (Siboro, 1996: 175). Ujian yang
lebih berat tentang tingkat kebenaran anggapan bahwa kepentingan Inggris dan Australia
sama, dalam uralan tentang perkembangan politik luar negeri pada fase terjadinya Perang
Pasifik (Perang Dunia II).

Pada tahun 1907, berdasarkan keputusan parlernen Inggris, Australia besama-sama


dengan Kanada dan Selandia Baru, memperoleh status dominion. Dengan status ini,
"ikatan kolonial" yang selama ini masih terasa, sudah iharus dilepaskan. Secara mandiri,
Australia tidak lagi hanya merdeka penuh mengatur urusan dalam negeri, akan tetapi juga
urusan luar negerinya. Dengan demikian, urusan iuar negeri Australia tidek lagi harus
clitangani oleh inggris, malah sebaliknya, secare etis inggris seyogianya mclakukan
konsultasi terhadap pemerintah Australia dalarn kebijakan iuar negerinya, sebab inggris
bersama dominiorn-dominion rya bergabung dalarn British Cormmonwelath of Nations
(i'ersemakmuran Bangsa-bangsa dalam Persekutuan Inggris).

Dengan status sebagai dominion yang tergabung dalam British Commonwealth of


Nations ini, Australia memiliki kemerdekaan penuh mengatur dan melaksanakan
politiknya, termasuk politik luar negeri, sekalipun masih tetap memandang Raja/Ratu
Inggris sebagai Raja/ Ratunya. Ikatan antara negara-negara yang berstatus dominion
dengan Inggris, dapat diibaratikan dengan ikatan dalan satu keluarga. Ketika pada tahun
1909 terdengar berita tentang rencana Jerman akan membangun 13 buah kapal perang
yang seluruhnya akan selesai pada tahun 1912, Inggris tersentak, lalu berpikir untuk
meningkatkan kekuatan angkatan perangnya. Beralasan juga jika setelah mendengar
rencana Jerman tersebut, pemerintah Inggris menyetujui rencana pemerintah Australia
untuk memiliki angkatan laut sendiri. Untuk itu pemerintah Inggris bersedia memberikan
pinjaman kepada pemerintah Australia dan pelaksanaan pembuatan kapal-kapal perangnya
dilakukan di Inggris.

3. Semangat Inggris untuk membantu Australia dalam membangun Angkatan Laut


sendiri.

Sementara itu, pada tahun yang sama (1909), pemerintah Australia mengeluarkan
undang-undang yang disebut The Defence Act (Undang- undang Pertahanan). Keluarnya
undang-undang ini merupakan pertanda tentang mulai adanya inisiatif pemerintah
Australia untuk membangun pertahanannya. Inisiatif ini didukung pula oleh mulai
dibangunnya kapal-kapal perang untuk keperluan Angkatan Laut Australia yang untuk
langkah awal ini terdiri atas satu kapal penjelajah berat, tiga penjelajah ringan, enam kapal
perusak, dan tiga kapal selam (Siboro, 1996: 176).

Kesungguhan pemerintah Australia untuk mempersiapkan pertahanannya itu tampak


juga dari dikeluarkannya ketentuan yang mewajibkan warga negara yang memeruhi syarat
untuk mengikuti pelatihan kemiliteran. Angkatan darat pun mulai dibangun, dan pada
tahun 1911 Akademi Militer dibuka di Duntroon (Bereson, dan Rosenblat, 1979: 26).
Pada tahun 1913 squadron pertama Royal Australian Navy memasuki Teluk Sydney.

Peningkatan status Australia menjadi dominion, langkah-langkah yang diambil untuk


mempersiapkan pertahanannya, sikap positif rakyat terhadap kctentuan yang mewajibkan
warga negara yang memenuhi syarat untuk mengikuti pelatihan kemiliteran, semuanya
merupakan pertanda penting bagi Australia untuk tampil sebagai bangsa yang mampu
berdiri sendiri tanpa menyandarkan diri kepada Inggris. Namun sampai meletusnya
Perang Dunia I, Australia belum mempunyai perwakilan diplomatik di luar anggota
British Commonwealth of Nations. Australia belum nyata menjalin hubungan diplomatik
dengan negara-negara lain.

B. Pola-pola Kebijaksanaan Luar Negeri Australia Fase Antara Perang Dunia I sampai
dengan Masa Terjadinya Perang Dunia II
1. Keputusan yang tepat bagi Australia untuk Memburu Kapal-Kapal Perang Jerman

Ketika Inggris melibatkan diri dalam Perang Dunia I, Australia menyatakan berdiri di
belakangnya. Angkatan perang Australia diperbantukan kepada angkatan perang Inggris
yang bersama sekutu- sekutunya berhadapan dengen Jerman bersana sekutu-sekutunya
juga. Di kawasan Pasifik, Angkatan Laut Australia yang didukung oleh 2.000 pasukan
menghantam pasukan Jerman yang berkedudukan di German New Guinea hingga
menyerah pada bulan September 1914. Suatu pengalaman berharga bagi Angkatarı Laut
Australia dalam Perang Dunia I ini, ialah ketika mereka rmemburu tujuh kapal perang
Jerman yang diketahui berada di Pasifik.

Kapal komando Australia jedey-jedey upp und eueu jedey Buequpax iesaq yigaj ynef
auewaw perang Jerman yang ada di Pasifik. Oleh karena itu kapal-kapal perang lernian
senantiasa menghinderinya, Lima dari antaranya melarikan diri dengan memotong Lautan
Pasifik, sedangkan yang dua lagi memasuki Sarnudra Hindia. Ketika salah satu dari yang
dus ini, Emden, diketahui berada di sekitar Pulau Cocos, kapal perang Austra'ia bernama
Sydney dengan kecepatan penuh mengejarnya. Selama kurang dari dua jam Juequas
aue.ny DAuynasunsas Buek jnn ueinduauad pe(ian Akhirnya kapal Fmden dihancurkan di
pantai Puiau Keeling pada tanggal 9 Noverr ber 1914 (Partus, 1957: 210). Pengalaman
pertama Angkatan Laut Australia yang beraichir dengan kemenangarı gemilang ini, tencu
menimbukan kebanggaan, sehingga mereka merasa paling lidak sudah selajar dengan
bangsa dan negara lain.

Selama berlangsungnya Perang Dunia i, tidak kurang dari 330.000 pasukan Australia
yang diberangkatkan ke Timur Tengah dan Eropa untuk membantu Inggris menghadapi
Jerman, Austria, dan Turki. Pasukan Australia (Australian Imperial Force [AIF]) yang
bergabung dengan pasukan New Zealand (Selandia Baru) hingga terkenal dengan nama
Australia and New Zealand Army Corps (ANZAC), bahu- membahu dengan pasukan
Inggris dan sekutu-sekutunya di medan- medan perang Timur Tengah dan daratan Eropa.
Tidak ada niat untuk membeberkan di sini semua medan perang, di mana pasukan
Australia memperlihatkan kebolehannya. Namun sekedar ilustrasi, ada juga baiknya perlu
ketahui keterlibatan pasukan Australia di Gallipoli (dulu di bawah kekuasaan Turki) dan
di Front Barat Perang Dunia i yang berlokasi di Prancis dan Belgia.

Untuk membuka dan menguasai Selat Dardanella yang telah ditutup oleh Turki,
inggris memutuskan untuk merebut semenanjung Galipoli. Untuk serangan pertama saja
telah melibatkan tidak kurang dari 120.000 pasukan gabungan Inggris, Australia, dan
Selandia Baru. Pendaratan ke Gallipoli dimulai pada 25 April 1915. Setelah delapan bulan
pertempuran berlangsung, disadar: bahwa tidak mudah memaksa den menaklukkan
pasukarı lurki, Agar tujuan dapat dicapal, kekuatan, personii maupun persenjataan, harus
terus dlitambeh. Pihak lurki pun menyadari, bahwa kekuatan lawan pun amat sukar
diperhitungkan.

Sekalipun pasukan Turki mampu berlahan, mereka tidak memiliki kemampuan lagi
untuk mengcjar ketika pasukan gabungan Inggris mundur ke Mesir pada awal tahun 1916.
Scrangan ke Gallipoli ini memang gagal mencapai tujuan akhir. Sekalipun dari 20.000
pasukan Sekulu yang meninggal lerdapat sekitar 8.000 pasukan Australia dan 2.500
pasukan Selandia Baru, narmun cerita keberanian pasukan Australia sclama delapan bulan
beriempur di Gallipoli melahirkan kebanggaan tersendiri. Pasukan Australia patul
mendapat penghargaan sehagai pejuang yang ulet dan nenentukan ("determined fighters").
Keberanian dan semangat tempur mereka tidak pernah ciut.

2. Keberanian dan Kepandaian Pasukan Australia Bersama Pasukan Sekutu Lainnya


Menghadapi Pasukan Jerman

Keberanian dan semangat tempur yang diperagakan oleh pasukan Australia di medan-
medan Front Barat Perang Dunia I juga patut dibanggakan. Bersama-sama dengan
pasukan Prancis dan anggota Sekutu lainnya, di Front Barat ini mereka berhadapan
dengan pasukan Jerman. Dalam "perang parit" (trench war) yang berlangsung selama
Perang Dunia I, pasukan Australia terkenal sangat bandel dan sedikit berbeda dengan
prajurit-prajurit lain tentang sikap dan penghormatan kepada perwira dan jenderal yang
bukan berasal dari korpsnya. Mereka bersikap dan berperilaku "on their own" (menurut
cara mereka sendiri). Sikap dan perilaku seperti digambarkan di atas itu, mungkin lebih
mirip pada sikap dan perilaku "menyamaratakan semua orang dan sekaligus bandel".
Mereka sukar diatur, kecuali sedang berada di garis perlempuran. Kemampuan tempur
mereka tidak perlu terlalu diragukan. Kualitas tempur mereka digambarkan oleh Marsekal
Foch, pemimpin seluruh pasukan Sekutu di Prancis pada waktu itu, dengan menyebut
mereka sebagai "shock troops of the first order" (pasukan penggempur kelas satu)

Perang Dunia yang berlangsung lebih dari empat tahun itu menelan banyak korban,
Dari catatan yang ada, Bereson, dan Rosenblat (1979: 29) menyebutkan bahwa dari
331.781 orang prajurit Australia yarng ikut ambil bagian, 211.513 menjadi korban dan
59.342 dari antaranya meninggal. Catalan ini sekaligus memperlihatkan bahwa prajurit
Australia yang ambil bagian dalam Perarig Dunia litu, scbesar 6,8 % dari jurmlah
penduduknya yang poda waktu itu baru mencapai 4.875.325 orang. Persentasi korban
yang mencapai kurung lebih 64 %, termasuk paling tinggi dibandingkan dengan negara
negara lain dari "kelompuk inggris".

Setelah Perang Dunia I usai, Australia yang pada waktu itu dipimpin oleh Perdana
Menteri William Hughes, mendapat kehormatan menduduki tempat setara dengan negara-
negara lain dalam perjenjion- perjanjian penyclesaiannya, antara lain Perjanjian
Versoilles. Inilah perjanjian internasional yang pertama kali tlitandalangoni oleh Australia
oleh dan atas nama dirinya sendiri. Ketika Liga Bangsa bangsa (Volkenborid) dibentuk,
Australia juga menjadi anggntanya. Australla juga mendapat kepercayaan untuk menerima
sebagian daerah Jerman di Pasifik sebagal daerah mandat, yaitu New Guinea (Pepua)
Timur- laut dan Kepulauan Bismarck, serta bersama Selandia Baru dan Inggris menjadi
wali atas Pulau Nauru (Siboro, 1996: 178).

Dampak Perang Dunia I terhadap pandangan dan politik luar negeri Australia antara
lain adalah yang pertama dimedan-medan pertempuran, prajurit-prajurit Australia merasa
bangga memiliki kualitas yang tidak kalah jika dibandingkan dengan prajurit-prajurit dari
negara-negara yang sudah lama berdiri. Ketika mereka kembali ke tanah airnya,
kebanggaan ini tertularkan kepada anggota-anggota masyarakat atau rakyat Australla
leinnya, sehingga timbul perasaan patut disejajarkon dengan bangsa mana pun di dunia ini
tertularkan kepada anggota-anggota masyarakat atau rakyat Australia lainnya, sehingga
timbul perasaan patut disejajarkan dengan bangsa mana pun di dunia ini.

Kedua, Keikutsertaan Australia secara sejajar dengan negara-negara jain dulam


perjanjian Versalles merupakan pengakuan dunia internasional akan keberadaan Australia
sebagai negara terhormat. Hal Ini melahlrkan kebanggaen tersendiri bagi Australla yang
untuk pertama kali menandatangani perjanjian internasional oleh dun atas namanya
sendiri.

Ketiga, Kepercayaan Volkenbond menyerahkan beberapa daerah bekas jajahan Jerman


menjadi daerah mandat Australia sekaligus merupakan wujud kepercayaan dunia
internasional kepada Australia sebagai negara yang bukan saja mampu berdiri sendiri,
tetapi juga triampu membina suatu masyarakat untuk berkembang menjadi bangsa yang
mampu berdiri sendiri. Sekali lagi hal ini dirasakan oleh Australlia sebagai bukti
pengakuan fnternasional terhadap dirinya sebagal bangsa dan negara yang sudah sejajar
dengan negara-negara lain yang sudah lama merdeka, seperti Inggris, Prancls, yang juga
menjadi wali bagi daerah mandatnya. Tentu saja hal ini melahirkan kebanggaan nasional
bagi Australia yang pada gilirannya mempengaruhi "pandangan dan politik luar
negerinya.

3. Australia Menjalin Hubungan Dengan Negara Lainnya Demi Kebutuhan Sebelum


Perang Dunia II

Ketika pada tahun 1931 Statue of Westminster (kebijakan atau politik yang dijalankan
oleh Inggris yang parlementer; dapat juga diartika sebagai undang-undang yang berlaku di
Inggris) secara resmi mengakhiri kekuasaan parlemen Inggris atas negara-negara
dominionnya, sesungguhnya Australia telah berdaulat penuh melakukan politik luar
negerinya. Namun kedaulatannya itu belum dilaksanakan oleh Australia. Australia yang
terus berhubungan rapat dengan Inggris masih tetap mengandalkan kepentingan luar
negerinya kepada Inggris. Ketika Inggris menyatakan ikut dalam Perang Dunia II,
Australia segera menyatakan berdiri di belakang Inggris.

Sampai tahun 1940 Australia belum merasa perlu rupanya mengadakan hubungan
langsung dengan negara lain karena hubungan dengan Inggris dianggap sudah cukup
memenuhi keperluannya. Dengan adanya pangkalan Angkatan Laut Inggris di Singapura
dianggap sudah cukup menjamin keamanan Australia dari kemungkinan serangan dari
arah utara. Sampai saat itu Australia belum mempunyai perwakilan diplomatik di negara
lain. Sampai dengan meletusnya Perang Dunla II kiblat politik luar negeri Australia
masih tetap ke Inggris. Pandangan luar negerinya masih "lewat kaca mata Inggris".
Cakrawala seperti itu masih dianggap cukup dan tidak ada salahnya untuk dipertahankan.
Namun serangan Jepang terhadap Pearl Harbour (di Hawaii) yang mengawali Perang
Pasifik membuka cakrawala baru bagi Australia.
Serangan Jepang yang tiba-tiba terhadap pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di
Peari Harbour (7 Desember 1941) itu, menyeret Amerila Serikat secara langsung ke dalam
kancah Perang Dunia II. Dalam beberapa minggu saja Jepang menggilas Filipina (pada
waktu itu masih merupakan daerah jajahan Amerika Serikat), Semenanjung Malaya
(Malaysia sekarang) dan Singapura (yang pada waktu itu masih merupakan daerah jajahan
Inggris), serta Indonesia (yang pada waktu itu dijajah oleh Belanda). Bagaikan kilat
menyambar, Jepang mendaratkan pasukannya di New Guinea (Papua), dan melakukan
pemboman atas Darwin (ibu kota Northern Territory).

Serangan Jepang ini merupakan ancaman langsung terhadap Australia. Dalam situasi
ini inggris tidak dapat membantu Australia karena sibuk menghadapi Jerman dan Italia di
Eropa. Menyadari hal itu, pemerintah Australia meminta bantuan kepada Amerika Serikat.
Perang ini menyadarkan Australia, bahwa hanya dengan bantuan angkatan laut dan
angkatan udara Amerika Serikat, Australa dapat terhindar dari serbuan Jepang.
Pengalaman Australia selama berkobarnya Perang Pasifik ini mempunyai darnpak lebih
jauh terhadap pandangan dan politik luar negeri Australia sebagai negara Pasifik.
Australia harus memperhitungkan semua kekuatan yang ada di kawasan ini demi
keselamatannya. Pengalamannya melihat keampuhan angkatan perang Amerika Serikat
yang dipandang sebagai "penyelamat", tentu saja amat mempengaruhi Australia dalam
pelaksanaan politik luar negeri selanjutnya.

C. Pola-pola Kebijaksanaan Luar Negeri Australia Sesudah Perang Dunia II


1. Keuntungan-Keuntungan Suasana Politik Setelah Perang Dunia II Berakhir Bagi
Negara-Negara Yang Tertindas

Indonesia yang tadinya dijajah oleh Belanda, berhasil memproklamasikan


kemerdekaannya. Filipina yang tadinya dijajah oleh Amerika Serikat, memperoleh
kemerdekaannya pada tahun 1946. Daerah-daerah jajahan Prancis di Asia dan Afrika
sebagian berhasil memperoleh kemerdekaannya. Di Asia Selatan, di mana tadinya inggris
berkuasa, lahir negara kembar pada tahun 1947, yaitu India dan Pakistan. Inggris tidak
hanya kehilangan daerah jajahannya di Asia, tetapi juga di Afrika. Dengan demikian,
Inggris Raya yang mencapai kejayaannya dalam bagian kedua abad ke-19, mengalami
kemunduran dramatis sesudah Perang Dunia II.

2. Tekad Kuat Australia untuk Tetap Menjalin Hubungan dengan Amerika Serikat
Perubahan wajah politik di berbagai penjuru dunia itu, tentu saja berpengaruh juga
terhadap pandangan luar negeri Australia. Sementara hubungan batiniah dengan Inggris
tetap berlangsung, Australia makin dekat kepada Amerika Serikat. Semakin besarnya
pengaruh dan kekuatan Amerika Serikat di kawasan Pasifik, menyebabkan Australia
menyandarkan diri pada persahabatannya dengan Amerika Serikat untuk keselamatannya..

KESIMPULAN

Pola-pola Kebijaksanaan Luar Negeri Australia Sebelum Perang Dunia I diantaranya yaitu
Kekuatan ikatan perasaan kuat antara Australia dengan Inggris Sikap, pandangan, dan
kebijakan suatu negara terhadap dunia di luar dirinya inilah yang lazim disebut sebagai politik
luar negeri. Kepercayaan akan kepentingan Inggris dan Australia yang sama, Kebangunan
Asia yang oleh para sejarawan ditafsirkan antara tain terdorong oleh kemenangan Jepang
terhadap Rusia (1905), walaupun tidak secara drastis, mulai menyadarkan para politisi di
Australia akan adanya perubahan besar, "awakening in the East" (kebangunan di Timurl, di
kawasan yang amat dekat dari Australia. Semangat Inggris untuk membantu Australia dalam
membangun Angkatan Laut sendiri. Sementara itu, pada tahun yang sama (1909), pemerintah
Australia mengeluarkan undang-undang yang disebut The Defence Act (Undang- undang
Pertahanan).

Pola-pola Kebijaksanaan Luar Negeri Australia Fase Antara Perang Dunia I sampai
dengan Masa Terjadinya Perang Dunia II diantaranya yaitu Keputusan yang tepat bagi
Australia untuk Memburu Kapal-Kapal Perang Jerman, Ketika Inggris melibatkan diri dalam
Perang Dunia I, Australia menyatakan berdiri di belakangnya. Keberanian dan Kepandaian
Pasukan Australia Bersama Pasukan Sekutu Lainnya Menghadapi Pasukan Jerman,
Keberanian dan semangat tempur yang diperagakan oleh pasukan Australia di medan-medan
Front Barat Perang Dunia I juga patut dibanggakan. Australia Menjalin Hubungan Dengan
Negara Lainnya Demi Kebutuhan Sebelum Perang Dunia II, Ketika pada tahun 1931 Statue of
Westminster (kebijakan atau politik yang dijalankan oleh Inggris yang parlementer.

Keuntungan-Keuntungan Suasana Politik Setelah Perang Dunia II Berakhir Bagi


Negara-Negara Yang Tertindas. Indonesia yang tadinya dijajah oleh Belanda, berhasil
memproklamasikan kemerdekaannya. Filipina yang tadinya dijajah oleh Amerika Serikat,
memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1946. Daerah-daerah jajahan Prancis di Asia dan
Afrika sebagian berhasil memperoleh kemerdekaannya. Di Asia Selatan, di mana tadinya
inggris berkuasa, lahir negara kembar pada tahun 1947, yaitu India dan Pakistan.
DAFTAR PUSTAKA

Siboro, Julius. 2018. SEJARAH AUSTRALIA. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

Kurniawan, D. A. (2020). Kondisi Australia Prakolonial (Sebelum Kedatangan Bangsa


Inggris). Candi, 20(1), 46–57.

Politik, A., & Negeri, L. (1974). Arah politik luar negeri australia masa kini. In Sejarah
Australia (pp. 93–115).

Usman, A. G., Saleh, L. M. I., Negeri, M., Mangkurat, L., Kalimantan, P., & Usman, A. G.
(1998). Hubungan Australia dengan Indonesia pada era sebelum pemerintahan Perdana
Menteri Gough Whitlam. In Sejarah Australia (pp. 1–10).

Kaswati, A. (2019). Peranan Orang Portugis Dan Spanyol Dan Pengaruhnya Terhadap
Penemuan Benua Australia 1770. Akademika, 18(2), 21–26.

Siboro, J. (1989). Sejarah Australia. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat


Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan, 112 – 133.

Siboro, Julius. 2018. SEJARAH AUSTRALIA. Yogyakarta : Penerbit Ombak.

You might also like