You are on page 1of 2

Ketua Kelompok: Pramudya Ananta Gibran (2216021078)

Anggota: 1. Ahmad Randy Syauqi (2216021144)


2. Ryan Mukti Sasongko (2216021084)

Seleksi Kandidat

Rekrutmen legislatif melibatkan aspek-aspek sistem politik seperti kerangka hukum,


pemilu, dan partai (Norris 1997). Sebaliknya, pemilihan kandidat hampir seluruhnya di
dalam pihak-pihak tertentu. Artinya, sangat sedikit negara yang sistem hukumnya
menetapkan kriteria pemilihan kandidat, atau yang sistem pemilunya memuat peraturan
untuk proses seleksi kandidat.

Sampai saat ini, pemilihan kandidat hanya mendapat sedikit perhatian, dan studi mendalam
mengenai metode pemilihan kandidat di suatu negara jarang dilakukan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh kurangnya dan tidak dapat diaksesnya data. Kelangkaan literatur
ilmiah telah menimbulkan hambatan besar bagi para peneliti yang ingin melakukan analisis
lintas negara terhadap subjek ini.

Dalam bidang seleksi kandidat, Amerika Serikat merupakan contoh ekstrim dimana
pemilihan dikendalikan oleh undang-undang negara bagian. Oleh karena itu, pemilihan
kandidat merupakan pemilihan umum. Jika partai-partai Amerika ingin mengubah prosedur
mereka dalam mencalonkan kandidat, mereka harus mengubah undang-undang negara
bagian itu sendiri. Hal ini menyebabkan Epstein (1986) menyamakan partai politik Amerika
dengan “Utilitas Publik” seperti perusahaan air atau listrik. Namun, di sebagian besar
negara lain, partai sendiri diperbolehkan menentukan aturan pemilihan kandidatnya

Dengan kata lain, ada banyak faktor kontekstual yang mempengaruhi proses seleksi calon
di dalam partai. Faktor-faktor tersebut meliputi sistem hukum dan pemilu, pemerintahan
dan organisasi partai, pola persaingan partai, pergantian legislatif, budaya politik, dan
sebagainya. Contohnya adalah ketika Selandia Baru mengubah sistem pemilihannya dari
daerah pemilihan dengan satu wakil menjadi sistem proporsional dengan anggota
campuran. Partai-partai politik juga harus mengubah metode pemilihan kandidat mereka
untuk menghasilkan daftar partai bersama para kandidat di daerah pemilihan mereka.

Seleksi kandidat tidak hanya menentukan pilihan yang diberikan kepada para pemilih,
namun juga komposisi partai di parlemen—dan melalui mereka, pemerintah dan oposisi.
Hal demikian mempengaruhi
kepentingan yang paling mungkin untuk ditangani dan keputusan kebijakan yang akan
diambil. Selain itu, kandidat suatu partai membantu menentukan karakteristik partai
tersebut—secara demografis, geografis, ideologis, dll. Jika partai tersebut tidak melakukan
pencalonan yang berwibawa dan efektif, maka partai tersebut tidak dapat bertahan dalam
bisnisnya, karena pencalonan dari dua atau lebih partai berarti kekalahan yang pasti.

Hanya dalam kasus di mana beberapa partai di negara tertentu menggunakan metode yang
sama (biasanya karena persyaratan hukum), atau ketika satu partai menggunakan metode
pemilihan kandidat yang serupa dari waktu ke waktu, kita dapat mulai membuat
generalisasi mengenai proses pemilihan kandidat. Kontinum ini juga akan menjadi faktor
penjelas pada bagian selanjutnya dari bab ini.

1. Pencalonan

Pencalonan menjawab pertanyaan tentang siapa yang dapat menampilkan dirinya sebagai
kandidat dari partai tertentu. Di satu sisi, kutub inklusif, setiap pemilih berhak untuk
mencalonkan diri sebagai calon dari suatu partai. Beberapa negara bagian di Amerika
Serikat berada dekat dengan kutub ini. Di kutub eksklusif, kita menghadapi serangkaian
kondisi yang membatasi.

2. Selektorat
Selektorat adalah badan yang menyeleksi para calon. Bisa terdiri dari satu orang, atau
beberapa atau banyak orang. Di satu sisi, pemilih terdiri dari seluruh pemilih (pemilihan
umum) di suatu negara. Di sisi lain, pemilih—atau lebih tepatnya pemilih—terdiri dari satu
pemimpin partai.

Di antara kedua ekstrem ini, kelompok pemilih diklasifikasi berdasarkan jumlah


inklusivitasnya. Metode-metode seperti pemilihan pendahuluan non-partisan dan pemilihan
umum menyeluruh yang digunakan di beberapa negara bagian AS, yang mana setiap
pemilih yang terdaftar dapat memilih kandidat dari kedua partai, akan ditempatkan di dekat
ujung zona “pemilih” yang inklusif (Ranney 1981).

Para pemilih di zona anggota partai dapat dibedakan menurut batasan keanggotaan partai,
persyaratan tambahan yang dikenakan pada anggota dengan hak bersyarat untuk mengikuti
pemilihan partai, dan tingkat aksesibilitas pemilih terhadap prosedur seleksi.

Jika partai-partai tidak lagi memiliki basis elektoral yang stabil, mereka akan merasa perlu
mencari metode baru untuk meningkatkan popularitas mereka dan memperoleh suara dalam
pemilu. Pergeseran dalam strategi partai menjadi semakin penting bagi partai-partai untuk
mengamankan dan memperbesar perolehan suara mereka (Wattenberg 1991; Kaase 1994;
Scarrow 1999).

Contohnya adalah intensifikasi kampanye menjelang pemilu dan fokus pada calon individu
dibandingkan partai.

Namun, ada strategi lain yang diterapkan oleh partai-partai untuk meningkatkan popularitas
mereka, yaitu reformasi metode seleksi kandidat pada umumnya, dan demokratisasi seleksi
kandidat pada khususnya.

Dengan memperbesar jumlah kandidat yang dapat memilih, partai dapat mencoba
memperkuat rasa keterlibatan baik anggota maupun pemilih. Hal ini dapat dilakukan
melalui berbagai tingkat partisipasi anggota.

Pentingnya seleksi calon tidak hanya terkait dengan pemilu parlemen saja, namun juga
terkait langsung dengan parlemen itu sendiri. Artinya, tesis “kehancuran parlemen”
sebagian dapat dijelaskan oleh sifat anggota parlemen (Longley dan Hazan 2000). Proses
seleksi kandidat yang menghasilkan legislator otonom dengan mengorbankan disiplin dan
kekompakan partai dapat menghasilkan parlemen yang lemah

You might also like