You are on page 1of 307

PERSALINAN

OLEH
Lailatul Fadliyah, SST.,M.Kes.

1
PERSALINAN
 PENGERTIAN
1. Suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup ke dunia
luar dari rahim mll jaln lahir / dgn
jaln lain.
2. Serangkaian kejadian yg berakhir
dgn pengeluaran bayi yg cukup
bulan, disusul dgn pengeluaran
placenta dan selaput janin dari
tubuh ibu.
2
 Suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus mll vagina ke dunia
luar.

3
 JENIS-JENIS PERSALINAN
1. Menurut cara persalinan
a. Partus biasa (normal) disebut
partus spontan atau proses lahirnya
bayi pd letak belakang kepala dgn
tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan
alat2 serta tdk melukai ibu dan
bayi, umumnya berlangsung < 24
jam.
b. Partus luar biasa (abnormal):
persalinan pervag. Dgn bantuan
alat /mll dinding perut.
4
2. Menurut tua (umur) kehamilan
a. Partus imaturus : penghentian
kehamilan sbl janin viable / BB janin <
1000 gr, kehamilan di bwh 28 mgg.
b. Partus prematurus : persalinan dr hasil
konsepsi pd kehamilan 28-36 mgg, janin
dpt hidup tapi prematur, BB janin antara
1000-2500 gr.
c. Partus maturus / aterm (cukup bln)
partus pd kehamilan 37-40 mgg, janin
matur, BB diatas 2500 gr.

5
d. Partus post maturus (serotinus):
persalinan yg terjadi 2 mgg/ kurang
dari waktu partus yg ditaksir, janin
disebut post matur.
Beberapa Istilah Persalinan:
a. Partus presipitatus: partus yg
berlangsung cepat, bisa tjd dikamar
mandi, diatas kendaraan, dll.
b. Partus percobaan: s/ penilaian
kemajuan persalinan untk
memperoleh bukti ttg ada/ tdknya
disproporsi sefalopelvik.
6
SEBAB-SEBAB PERSALINAN
1) Teori penurunan hormon
2) Teori plasenta menjadi tua
3) Teori distensi rahim
4) Teori iritasi mekanik
5) Induksi partus (induction of labour)
6) Pengaruh janin
7) Teori prostaglandin
8) Teori berkurangnya nutrisi pd janin

7
TANDA-TANDA PERMULAAN PERS.
 Lightening/ settling/ dropping, yaitu kapala
turun memasuki PAP terutama
padaprimigravida, pd multi tdk begitu
terlihat.
 Perut kelihatan lebih melebar, fundus turun.

 Perasaan sering/ susah kencing krn

kandung kemih tertekan o/ bag bawah


janin.
 Perasaan sakit di perut dan di pinggang o/

adanya kontraksi lemah dari uterus,


kadang2 (false labor pains)
 Serviks lembek, mulai mendatar & sekresi
8

>> bisa campur darah (bloody show).


INPARTU & TANDA2 INPARTU
 Inpartu: mulainya persalinan yang ditandai

dgn keluarnya lendir bercampur darah


(bloody show), krn serviks mulai membuka
(dilatasi) & mendatar (Effasement).
 Tanda2 Inpartu:

• Rasa sakit krn his yg datang > kuat, sering


& teratur.
• Keluar lendir bercampur darah (show) yg >

banyak.
• Kadang ketuban pecah dgn sendirinya.

• Pd VT serviks mendatar, pembukaan telah

ada. 9
Berlangsungnya/ jalannya persalinan
1. Kala I : kala pembukaan

Mulai his persalinan s/d pembukaan


lengkap.
2. Kala II : kala pengeluaran
Mulai pembukaan lengkap s/d by. Lahir.
3. Kala III: Kala URI
Mulai bayi lahir s/d lahirnya plasenta
4. Kala IV: setelah URI lahir s/d 1-2 jam
Ket:
Kala I/ kala pembukaan : 2 fase.
. Fase laten: pemb 0-3 cm…… 7- 8 jam
10
. Fase aktif : 3 sub fase
o Periode akselerasi : pemb 3-4 cm, 2 jam

o Periode dilatasi maksimal, 4-9 cm, 2 jam

o Periode deselerasi /lambat 9-10 cm, 2 j

11
FAKTOR2 YG BERPERAN DLM PERS.

1. Kekuatan yg mendorong bayi keluar


(power).
• His (kontraksi uterus)
• Kontraksi otot2 dinding perut.
• Kontraksi diafragma
• Ligamentous action terutama lig
rotundum
• Kekuatan ibu mengejan
12
2. Faktor janin/ Pasanger
Adalah: anak, air ketuban, dan
plasenta.
• Sikap/ habitus
• Letak/ situs
• Presentasi (presentation)
• Bag terbawah janin
• Posisi (position)

13
Letak janin dalam rahim:
1) Letak membujur (longitudinal): letak kepala,
letak sungsang.
2) Letak lintang
3) Letak miring

3. Faktor jln lahir:


 Jalan lahir lunak: vagina, serviks, SBR, SAR,
otot dasar panggul.
 Jaln lahir keras / rangka panggul
PAP, sacrum, promontorium, spina ishiadika,
sudut arcus pubis, conj vera, diameter
transfersa,diameter obliqua, PBP
14
DASAR2 POKOK PERAWATAN PERSALINAN
1. Dasar antiseptik & aseptik u/
menghindarkan keradangan
2. Saat persalinan, penderita butuh
perasaan aman shg sikap yg penuh
perhatian sangat diperlukan krn sikap
ini membantu melancarkan persalinan.
3. Sikap penolong sabar & tdk tergesa-
gesa.
4. Pengamatan proses persalinan yg

cermat penting agar dpt bertindak


sedini mungkin bila terjadi hal2
abnormal/ keadaan darurat.
15
HIS
Def: Kontraksi otot2 polos uterus pada
persalinan.
His Fisiologis:
1. Tonus otot rahim diluar his tdk seberapa
meningkat ,kmd meningkat pada waktu
his
2. Kontraksi rahim dimulai dari salah satu

tanduk rahim, sebelah kanan dan kiri


lalu menjalar keseluruh otot rahim. 16
3. Fundus uteri kontraksi lebih dulu, lebih lama
dari bag2 lain, bag tengah kontraksi agak
lebih lama, lebih singkat dan tdk sekuat
fundus, bag bawah (SBR) dan serviks tetap
pasif/ kontraksi sgt lemah
4. Sifat2 his : lamanya, kuatnya teraturnya,
sering dan relaksasi serta sakitnya.
SIFAT HIS YANG BAIK
• Kontraksi simetris – terkoordinasi
• Fundus dominan
• Relaksasi
• Involunter
• Intermiten
Terasa sakit.
17

Faktor yang mempengaruhi his:
• Faktor hormon

• Mekanis- masase

• Termis

• Traumatis: mekanis, psikis, cemis/obat,


toksin (peny menular)
1.Sifat his pendahuluan:
Tdk kuat, t`tertur, menyebabkan show
2. His pembukaan / kala I ;
Mulai kuat, teratur, lebih sakit, makin lama
interval pendek, datang lebih lama
18
4. His pengeluaran / kala II
Sangat kuat, teratur, simetris,
terkoordinasi dan lama
5. His pelepasan dan p[engeluaran URI/
kala III
Kontraksi sedang, ntk mengeluarkan URI.
6. His pengiring/ kala IV
Kontraksi lebih berkurang, lemah,
menimbulkan merian, (sedikit nyeri),
menimbulkan pengecilan rahim dlm
beberapa hari/ jam.
19
PERUBAHAN AKIBAT HIS
1. Pada uterus dan serviks: teraba keras,
padat akibat kontraksi, tekanan
hidrostatis air ketuban dan tek intra ut
naiak & menyebabkan cervik mendatar
dan membuka
2. Pada ibu: rasa sakit krn ischemia rahim
dan kontraksi rahim, kenaikan nadi dan
tekanan darah
3. Pada janin: pertukaran O2 pd sirkulasi

utero plasenter kurang (hipoksia pd


janin), DJJ melambat & kurang jelas di
dengar. 20
PEMERIKSAAN DALAM
DEFINISI;
• Pemeriksaan yg menggunakan dua

jari yg dimasukkan ke dalam liang


sanggama disertai bantuan tangan
luar yg diletakkan diatas perut.
• Pemeriksaan dengan memasukkan

jari kedalam alat kelamin atau


rektum untuk mengetahui keadaan
yang dalam organ tersebut
21
KEGUNAAN
 UTERUS
 Ukuran, bentuk, posisi, lunak/keras,
dan lokasi
 KEADAAN SERVIKS

 Membuka, menutup, lunak, keras,


tipis, tebal, posisi depan/belakang.
 PANGGUL

 luas/sempit

KEADAAN JALAN LAHIR 22


TUJUAN VT
SAAT HAMIL
 Hamil muda; keadaan uterus,

vagina, serviks.
 Hamil tua ; keadaan panggul, bagian
terdepan janin.
 Bila pemeriksaan luar letak janin
tidak dapat ditentukan.

23
SAAT PERSALINAN
 Untuk mengetahui keadaan jalan
lahir dan kedudukan janin.
TEHNIK
 Penderita tidur terlentang, dengan
kedua kaki terbuka diletakkan diatas
tempat tidur
 Masukkan kedua jar (jari tengah

terlebih dahulu, kmd jari telunjuk).


24
 Pada waktu memasukkan hendaknya
jari2 lebih menekan pada kerampang
dari pada dinding depan liang
sanggama untuk menghindari rasa
nyeri.
 Tangan luar di letakkan diatas
simphisis dan kemungkinan adanya
kelainan liang sanggama dan leher
rahim, dengan meraba badan rahim
dan letak rahim dapat ditentukan.
 Dari besar rahim umur kehamilan
dapat ditentukan. 25
 Pada umur kehamilan yang agak
lanjut dapat merasakan detak
jantung janin.
 Pemeriksaan dalam pada usia

kehamilan tua:
- Dapat meraba bagian terdepan
janin.
- Dapat menilai / memeriksa ukuran
panggul

26
INDIKASI
 Pasien baru datang
 Ketuban pecah dini
 Ada tanda2 pembukaan lengkap
 Pasien ingin mengejan
 Jika pada palpasi tidak jelas
 Jika ada sangkaan kesempitan
panggul/CPD
 Jika persalinan tidak maju
27
 Akan melakukan tindakan obstetri
operatif
 Menentukan nilai skor pelvis
 Indikasi sosial untuk menentukan
keadaan kehamilan atau persalinan
sebelum ditinggalkan penolong.

28
TUJUAN VT
 Apakah benar masuk fase persalinan
 Bila palpasi letak janin tidak jelas
 Mengetahui perkiraan jam/waktu
partus
 Ada dugaan persalinan normal

29
VT MEMERIKSA
 KEADAAN PERINIUM
 Kaku, vulva ada tumor, kondiloma,
odem.
 KEADAAN SERVIKS

 lunak, kenyal, pembukaan,


pendataran/effasement, odema.
 KETUBAN

 BAGIAN TERDEPAN JANIN


30
 DENOMINATOR
 UUK, UUB, sakrum,dll.
 TURUNNYA BAGIAN DEPAN JANIN

 Hodge I,II,III,IV.
 POSISI JANIN

 KEADAAN PANGGUL

31
32
33
KEHAMILAN
Kehamilan : Dimulai dari konsepsi s.d
lahirnya janin.
Lamanya 280 hari/ 40 mgg/ 9 bln 7 hari
dihitung dari HPHT.
Tujuan asuhan antenatal:
 Memantau kemajuan kehamilan ntk
memastikan kesehatan ibu dan tumbang
by.
 Meningkatkan dan mempertahankan kesh
fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.
34
 Mengenali secara dini adanya
ketidaknormalan/ komplikasi yg mungkin
tjd selama hamil, termasuk riwayat peny,
kebidanan/ pembedahan.
 Mempersiapkan pers cukup bulan,
melahirkan dgn selamat, ibu & by dgn
trauma seminimal mungkin.
 Mempersiapkan ibu agar masa nifas
berjalan normal dan pemberian ASI eklusif
 Mempersiapkan peran ibu dan keluarga
dlm menerima kelahiran bayi agar dapt
tumbuh kembang scr normal.
35
Setiap wanita hamil menghadapi resiko
komplikasi yg bisa mengancam jiwanya.
Oleh karena itu setiap wanita hamil
memerlukan sedikitnya 4x kunjungan
selama periode antenatal:
 1x kunjungan selama trimester I ( < 14
mgg)
 1x kunjungan selama trimester I ( 14-28
mgg)
 1x kunjungan selama trimester III (28-36

mgg dan sesudah minggu ke 36)


36
 TM I (< 14 mgg):
• Menjalin hub saling percaya antara
petugas dan bumil.
• Mendeteksi masalah dan menanganinya.
• Tindakan pencegahan tetanus, anemia,
penggunaan praktek yg tradisional yg
merugikan.
• Memulai persiapan kelahiran bayi dan
kesiapan ntk menghadapi komplikasi.
• Mendorong prilaku yg sehat.
 TM II (< 28 mgg):
• SDA + kewaspadaan khusus preeklamsia
37
 TM III (antara mgg 28-36):
• SDA + palpasi abdominal ntk mengetahui
apakah ada kehamilan ganda.
 TM III (setelah mgg 36):
• SDA + deteksi letak bayi yg tdk normal /
kondisi lain yang memerlukan kelahiran di RS.
PELAYANAN / ASUHAN STANDAR MINIMAL
7 T:
1. Timbang
2. Tensi
3. Tfu
4. TT
5. Tablet Fe
6. Tes PMS
7. Temu wicara, persiapan rujukan.
38
KOMPONEN
PENATALAKSANAAN BUMIL
1. MENGUPAYAKAN KEHAMILAN YANG
SEHAT
2. MELAKUKAN DETEKSI DINI KOMPLIKASI
3. PERSIAPAN PERSALINAN BERSIH DAN
AMAN
4. PERENCANAAN ANTISIPATIF DAN
PERSIAPAN DINI RUJUKAN

39
NASIHAT IBU HAMIL
 DIET
• Zat yang diperlukan: protein, karbohidrat,
lemak, mineral terutama kalsium, fosfor dan
zat besi, vitamin dan air.
 MEROKOK
• Bayi dari ibu perokok cenderung BB lebih kecil.
 OBAT2AN
• Dihindari pemakaian obat selama TM I, lebih
besar manfaatnya/ bahayanya.
 LINGKUNGAN
• Polusi udara, air, dan makanan. 40
 GERAK BADAN
• Kegunaan: sirkulasi darah menjadi baik,
nafsu makan bertambah, pencernaan,
lebih baik dan tidur lebih nyenyak.
• Gerak badan ringan dianjurkan: berdiri –
jongkok, terlentang-kaki diangkat,
terlentang-perut diangkat, melatih
pernafasan.
 KERJA
• Boleh bekerja seperti biasa
• Cukup istirahat, makan teratur
• Pemeriksaan hamil yang teratur 41
BEPERGIAN
• Jangan terlalu lama & melelahkan

• Duduk lama-statis vena (vena stagnasi)

menyebabkan tromboplebitis dan kaki


bengkak.
• Diperbolehkan bepergian dengan persawat
udara.
PAKAIAN
• Pakaian harus longgar, bersih dan tidak ada
ikatan yg ketat pd daerah perut.
• Pakailah kutang yg menyokong payudara

• Memakai sepatu tdk terlalu tinggi

• Pakaian dalam yg selalu bersih


42
ISTIRAHAT DAN REKREASI
• Wanita pekerja harus sering istirahat

• Tidur siang baik ntk kesh

• Tempat hiburan terlalu ramai, sesak panas


dihindari
MANDI
• Mandi diperlukan ntk hygiene kulit, krn
ekskresi dan keringat bertambah
KOITUS
Tidak dibatasi:
• Sering abortus
• Perdarahan pervag
• Minggu terakhir kehamilan harus hati2

• Bila ketuban pecah dilarang CO

• Orgasme pd hamil tua dpt menyebabkan kontr/


partus prematur 43
KESEHATAN JIWA
• Peristiwa kehamilan dan persalinan
merupakan suatu hal yang fisiologis,
namun banyak ibu2 yang tidak tenang,
merasa khawatir.
• Untuk itu petugas harus hrs
menanamkan kepercayaan kpd bumil dan
menerangkan apa yg hrs diketahuinya
krn kebodohanya, rasa takut, dsb dpt
menyebabkan rasa sakit pd waktu partus
shg mengganggu jlnnya partus.

44
MEMBERIKAN PENERANGAN 7AN:
• MENGHILANGKAN KETIDAK TAHUAN

• LATIHAN FISIK DAN KEJIWAAN

• MENDIDIK CARA PERAWATAN BAYI

• BERDISKUSI TENTANG PERISTIWA


PERSALINAN FISIOLOGIS

PERAWATAN BUAH DADA


• Buah dada merupakan sumber ASI yg
menjadi makanan utama bayi
• Kutang harus sesuai dgn pembesaran
dan bersifat menyokong dari bawah/
suspension. 45
PENANGANAN KEHAMILAN
NORMAL
 Sapa ibu & kelg : merasa nyaman
 Gali riwayat kehamilan & dengarkan dgn
teliti
 Pemeriksaan fisik seperlunya
 Pemeriksaan laboratorium
 Anamnesis, pem fisik & lab ntk menilai
kehamilannya:
o TS < 140/90
o Odem hanya pd ektremitas 46
o TFU dgn cm atau jari tangan sesuai usia
kehamilan
o DJJ 120 -160 / mnt
o Gerakan janin terasa setelah 18-20 mgg
hingga melahirkan

 Membantu ibu & kelg persiapan kelahiran


dan kemungkinan keadaan darurat
o Rencana persalinan, penolong, tempat,
biaya
o Rencana jika terjadi komplikasi:
• Mengidentifikasi kemana hrs pergi
• transportasi 47
• Pesiapan donor darah
• Persiapan finansial
• Identifikasi pembuat keputusan

 Memberikan konseling
o Gizi
o Latihan: senam hamil/ aktifitas, istirahat
bila lelah
o Perubahan fisiologis
o Tanda-tanda bahaya:
• Perdarahan pervag
• Sakit kepala lebih dari biasa
48
• Gangguan penglihatan
• Pembengkakan pd wajah / tangan
• Nyeri abdomen /epigastrik
• Janin tdk bergerak spt biasanya.
o Perencanaan dan persiapan kelahiran
bersih dan aman
o Menjaga kebersihan diri
o Perawatan payudara terutama ibu yg
mempunyai putting susu rata

49
 Memberikan zat besi 90 tab
 Memberi imunisasi TT
 Menjadwalkan kunjungan berikutnya
 Mendokumentasikan kunjungan tsb.

50
51
52
 Persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan
dinding rahim dengan syarat dinding dalam
keadaan utuh serta berat janin di
atas 500 gram.

 Sectio Caesarea merupakan kelahiran bayi


melalui insisi trans abdominal.

 Suatu cara melahirkan janin dengan membuat


sayatan pada dinding uterus melalui dinding
depan perut atau vagina
 FAKTOR JANIN

 FAKTOR IBU
 Bayi Terlalu besar
 Kelainan Letak Janin
 Ancaman Gawat janin (fetal distress)
 Janin abnormal
 Faktor plasenta
 Kelainan tali pusat
 Bayi kembar
 Usia ibu
 Tulang panggul
 Faktor hambatan panggul
 Kelainan kontraksi uterus
 Ketuban pecah dini
A. Sectio Caesarea Abdominalis

1) Sectio Caesarea transperitonealis


a) Sectio Caesarea klasik atau kopral dengan
insisi memanjang pada korpus uteri
b) Sectio Caesarea ismika atau profunda dengan
insisi pada segmen bawah rahim.

2) Sectio Caesarea Ekstraperitonealis,


tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal.
B. Sectio Caesarea Klasik (Kopral)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena


tidak ada reperinonealisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture
uteri spontan
C. Sectio Caesarea Ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada
segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-
kira 10 cm

 Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi
3. Tumpang tindih dari peritoneal baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura
uteri spontan kurang/lebih kecil

 Kekurangan :
Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.
 Infeksi puerperalis
 Perdarahan
 Komplikasi : luka pada kandung kencing,
embolisme paru, ruptur uteri
 Terjadi ruptur pada kehamilan berikutnya
 Persiapan fisik praoperatif : mencukur
rambut pubis, memasang kateter untuk
mengosongkan kandung kemih, dan memberi
obat preoperative sesuai resep.

 Cairan intravena untuk mempertahankan


hidrasi dan menyediakan suatu saluran
terbuka (openline) untuk pemberian darah /
obat yang diperlukan.
 Sample darah dan urin diambil dan dikirim ke
laboratorium untuk dianalisis.

 Selama preoperative orang terdekat didorong


untuk terus bersama ibu selama mungkin
untuk memberikan dukungan emosional
secara berkelanjutan.

 Ketika wanita mengungkapkan , perawat


dapat mengidentifikasi gangguan potensial
konsep diri selama periode pasca partum.
 Informasi esensial
tentang prosedur,
mengkaji persepsi wanita
dan pasangan atau
suaminya tentang
kelahiran sesarea.

 Edukasi tentang harapan


pasca operasi, cara
meredakan nyeri,
mengubah posisi, batuk
dan napas dalam.
 Perawat dikamar bedah membantu mengatur posisi wanita
tersebut diatas meja operasi,. Mengatur posisi wanita
tersebut sehingga uterus berada pada posisi lateral untuk
menghindari penekanan pada vena cava inferior yang dapat
menurunkan perfusi plasenta.

 Perawatan bayi didelegasi kepada dokter anak dan perawat


yang melakukan resusitasi neonatus karena bayi ini dianggap
beresiko sampai ada bukti kondisi fisiologis bayi stabil
setelah lahir.
 Perawatan luka insisi
 Tempat perawatan pasien
 Pemberian cairan
 Nyeri
 Mobilisasi
 Pengkajian keperawatan segera setelah melahirkan
meliputi pemulihan dari efek anastesi, status pasca
operasi dan pasca melahirkan serta derajat nyeri.

 Kepatenan jalan napas dipertahankan dan posisi


wanita tersebut diatur untuk mencegah kemungkinan
aspirasi (general anatesia)

 Tanda-tanda vital diukur setiap 15 menit selama 1-2


jam sampai wanita itu stabil. Kondisi balutan insisi,
fundus dan jumlah lokea.

 Kaji masukan dan haluaran.

 Mengubah posisi dan melakukan napas dalam serta


melatih gerakan kaki. Obat-obatan untuk mengatasi
nyeri dapat diberikan
 Masalah fisiologis selama beberapa hari pertama
dapat didominasi oleh nyeri akibat insisi dan
kebutuhan untuk menghilangkan nyeri.

 Tindakan lain untuk mengupayakan kenyamanan,


seperti mengubah posisi, mengganjal insisi
dengan bantal dan tehnik relaksasi.

 Ambulasi dan upaya menghindari makanan yang


menghasilkan gas dan minuman berkarbonat
bisa mengurangi nyeri yang disebabkan gas.
 Perawatan sehari-hari meliputi perawatan
perineum, perawatan payudara dan
perawatan higienis rutin termasuk mandi
siram setelah balutan luka diangkat.
 Kaji anda-tanda vital, insisi, fundus uterus,
dan lokia. Bunyi napas, bising usus, tanda
homans, eliminasi urine serta defekasi juga
dikaji.

 Pasangan atau suami dapat dilibatkan dalam


sesi pengajaran dan penjelasan tentang
pemulihan pasangannnya.
 Rencana pulang terdiri dari informasi tentang
diet, latihan fisik, pembatasan aktifitas,
perawatan payudara, aktifitas seksual dan
kontrasepsi, medikasi, dan tanda-tanda
komplikasi serta perawatan bayi.
BABY BLUES SYNDROME

6/8/2023
1
PENDAHULUAN

6/8/2023
 20 – 40 % ibu mengaku adanya gangguan
emosional dan disfungsi kognitif pada periode
pasca melahirkan
 Baby blues syndrome → postpartum depression
→ postpartum psychotic

2
DEFINISI

6/8/2023
 Baby blues syndrome adalah suatu gangguan
psikologis sementara yang ditandai dengan
memuncaknya emosi (disforia, iritabilitas,
cemas) pada minggu pertama setelah melahirkan

3
EPIDEMIOLOGI

6/8/2023
 Studi di luar negeri, angka kejadian baby blues
syndrome cenderung tinggi dan bervariasi (26-
85%)
 >50% ibu yang mengalami depresi pada
kehamilan sebelumnya akan menjadi depresi
kembali pada kehamilan selanjutnya
 Ibu dengan bayi BBLR 3,64x berpeluang lebih
tinggi mengalami baby blues syndrome daripada
ibu dengan bayi normal

4
ETIOLOGI

6/8/2023
 Proses biologis / faktor hormonal, bukan
kesalahan dari ibu atau kepribadian yang lemah
 Ketidakseimbangan hormonal

 Pengaruh hormon tiroid

 Perubahan gaya hidup

5
PATOFISIOLOGI

6/8/2023
 Multifaktorial
 Faktor biologis, emosi, sosial dan lingkungan
 Partus → perubahan level hormon secara
mendadak → penurunan kadar hormon tiroid →
penurunan reseptor GABAA → gejala sikap
depresi dan gangguan cemas

6
GEJALA KLINIS

6/8/2023
 Dipenuhi perasaan kesedihan dan depresi
disertai dengan menangis tanpa sebab
 Mudah kesal, tersinggung, dan tidak sabar
 Tidak memiliki atau kurang tenaga
 Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga
 Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau menjadi
terlalu memperhatikan atau kuatir terhadap
bayinya
 Tidak percaya diri
 Sulit beristirahat dengan tenang atau tidur lama
 Peningkatan BB disertai makan berlebihan
 Penurunan BB disertai tidak mau makan 7

 Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri/bayi


6/8/2023
8
PERBEDAAN BABY BLUES SYNDROME DAN
POSTPARTUM DEPRESSION

6/8/2023
Karakteristik Baby blues Postpartum
syndrome depression
Insiden 30-75% ibu 10-15% ibu
melahirkan melahirkan
Onset 3-5 hari pasca 3-6 bulan pasca
melahirkan melahirkan
Durasi Hari sampai minggu Bulan sampai tahun
jika tidak diobati
Stressor terkait Tidak ada Ada, terutama
kurang dukungan
Pengaruh sosial Tidak ada Ada hubungan yang
budaya kuat
Riw. Gangguan mood Tidak ada Ada
Riw. Gangguan mood Tidak ada Ada 9
pada keluarga
6/8/2023
Karakteristik Baby blues Postpartum
syndrome depression
Rasa sedih Ada Ada
Mood labil Ada Sering pada awalnya
kemudian depresi
secara bertahap
Anhedonia Ada Sering
Gangguan tidur Kadang-kadang Hampir selalu
Keinginan untuk Tidak ada Kadang-kadang
bunuh diri
Keinginan untuk Jarang Sering
menyakiti bayi
Rasa bersalah dan Tidak ada, jika ada Ada dan biasanya
ketidakmampuan pun ringan berat 10
6/8/2023
11
DIAGNOSIS

6/8/2023
 Anamnesis
 Semua wanita pasca melahirkan
 Perubahan sikap dan kondisi emosional umumnya 14
hari pertama pasca melahirkan
 Adanya perasaan cemas, khawatir berlebihan, sedih,
dan sering menangis tanpa sebab jelas
 Adanya perasaan putus asa, ketidakmampuan dalam
mengurus anak, dan rasa bersalah
 Jika gejala menetap >2 minggu dipikirkan
kemungkinan postpartum depression

12
KRITERIA DIAGNOSIS

6/8/2023
 Bedasarkan “Diagnostic and statistical manual of
mental disorder IV (DSM IV)” baby blues
syndrome dikategorikan dalam major
depression/depresi berat
 Gejala berupa kesedihan, disforia, dan sering
menangis. Puncak emosi hari ke4-5 dan kembali
normal hari ke 10

 Skrining dengan EPDS → untuk mendeteksi


gangguan mood pasca melahirkan
 Bentuk kuisioner
 Nilai score >12 sensitifitas 86% dan prediksi positif 73%
untuk mendiagnosis baby blues syndrome 13
6/8/2023
14
EPDS
6/8/2023
15
DEPRESSION SCREENING TOOLS

6/8/2023
16
PENATALAKSANAAN

6/8/2023
 Tidak ada perawatan yang khusus
 Dukungan dan empati dari keluarga dan staf
kesehatan
 Konsultasi kejiwaan umumnya tidak diperlukan

 Psikoedukasi: peran baru sebagai ibu, hal


mengurus bayi, bergabung dengan kelompok ibu-
ibu baru, dsb

17
KESIMPULAN

6/8/2023
1. Baby blues syndrome adalah fenomena ringan
dan sementara ditandai perasaan menangis,
lelah, cemas, perubahan suasana hati yang
terjadi selama hari-hari pertama masa nifas
2. Baby blues perlu dibedakan dengan postpartum
depression dan postpartum psychotic
3. Etiologi dari baby blues tidak diketahui secara
pasti, hanya terdapat faktor-faktor risiko
4. Tidak ada perawatan khusus untuk baby blues,
empati dan dukungan dari keluarga dan staf
kesehatan mutlak diperlukan
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J. Buku ajar psikiatri klinis, edisi 2. Jakarta: EGC;2010.p.398-99

6/8/2023
2. Sadock B J. Kaplan & sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. 7th edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins;2007
3. Ryan D. Psychiatric disorders in the postpartum period. BC Medical Journal;2005.p.3
4. Sadock B J. Kaplan & sadock’s synopsis of psychiatry: behavioral sciences/clinical
psychiatry, 10th edition. New York: Lippincot Williams & Wilkins;2007
5. Buttner, Melissa M, et al. The structure of women’s mood in the early postpartum.
Assessment;2012.p.247
6. Cunningham, Gary F, et al. Obstetri Williams edisi 23. Jakarta: EGC;2013
7. Rosario D, Genevieve A. Postpartum depression: symptoms, diagnosis, and treatment
approaches. JAAPA;2013.p.50-4
8. Cox J L, Holden J M. Detection of postnatal depression: development of the postnatal
depression scale. Edinburgh;2013
19
6/8/2023
TERIMA KASIH
TUHAN MEMBERKATI

20
ASKEP HPP
EMULIANA SULPAT
HEMORAGIK POST PARTUM (HPP)
Perdarahan yang melebihi 500 cc segera setelah lahir
• Perubahan kondisi ibu, tanda-tanda vital, Hb <8 gr%

Perdarahan Pasca Persalinan Dini/Early HPP/Primary HPP


Perdarahan dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir
Kejadian 1 : 200 kelahiran

Perdarahan Pasca Persalinan Lambat/Late HPP


Perdarahan antara hari ke-2 sampai 6 mgg post partum
Kejadian 1 : 1000 kelahiran
Etiologi Perdarahan Post Partum
• Retensio plasenta
• Atonia uteri
• Robekan servik atau vagina
• Koagulopati
Retensio Plasenta
Plasenta belum lahir ½ jam sesudah anak lahir
Sebab fungsional :
a. His kurang kuat
b. Plasenta sulit lepas karena :
- Tempat insersi di sudut tuba
- Bentuknya membranacea, anularis
- Ukuran sangat kecil
Sebab patologi anatomis :
a. Plasenta Acreta : Vili choriales menanamkan diri
lebih dalam ke dalam dinding Rahim
b. Plasenta Increta : Vili choriales sampai masuk ke
dalam lapisan otot rahim
c. Plasenta Percreta : Vili choriales menembus
lapisan otot dan mencapai serosa atau
menembusnya
Penatalaksanaan
a. Pelepasan plasenta manual
Memakai sarung tangan steril
Labia dibuka, tangan masuk secara obstetris dalam vagina
Tangan luar menahan fundus uteri
Tangan dalam menusur tali pusat dan melepaskan plasenta dari
pinggir dengan sisi tangan sebelah kelingking

b. Plasenta Acreta completa


Histerektomi
Atonia Uteri
Perdarahan pada atonia uteri :
Rahim terlalu merenggang
- Bayi yang besar
- Kehamilan kembar
- Hidramnion
Faktor lain :
Grande multipara, solusio plasenta, plasenta previa,
partus lama
Tanda dan gejala
1. Kontraksi uterus lemah
2. Perdarahan pervaginam berwarna merah tua
3. Tanda-tanda shock
Penatalaksanaan
a. Kaji kondisi ibu pasca salin sejak awal
b. Siapkan keperluan tindakan gawat darurat
c. Atasi jika terjadi syok
d. Pastikan kontraksi berlangsung baik
e. Pastikan plasenta lahir lengkap
f. Lakukan uji bekuan darah
g. Pasang kateter- pantau cairan masuk dan keluar
h. Lakukan observasi ketat 2 jam pertama dan lanjutkan
pemantauan terjadwal 4 jam berikutnya
Pelvic inflammantory disaese

Pengertian, penyebab, gejala,


diagnosis, komplikasi dan
pencegahan Radang Panggul
Pengertian Radang Panggul

Radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID)


adalah suatu infeksi yang menjangkiti tuba fallopi, rahim,
ovarium, leher rahim, atau panggul perempuan.

Penyakit ini merupakan penyebab utama infertilitas yang


dapat dicegah. Kasus radang panggul sebagian besar
ditemukan pada perempuan berusia 15-24 tahun yang aktif
secara seksual. Selain infertilitas, penyakit radang panggul
yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan nyeri
panggul kronis, dan kehamilan ektopik.
Penyebab Radang Panggul

Infeksi menular seksual adalah salah satu


penyebab radang panggul. Bakteri pada penyakit
menular seksual, seperti chlamydia (klamidia) dan
kencing nanah (gonore), adalah beberapa contoh
bakteri yang biasanya menyebabkan leher rahim
terinfeksi.
Lanjutan…

Faktor lain terjadinya risiko radang panggul


berkaitan dengan keguguran, persalinan, aborsi,
sering berganti pasangan seksual, berhubungan
seks tanpa pengaman, memiliki sejarah radang
panggul dan infeksi menular seksual serta
kebiasaan mencuci vagina atau vaginal douching.
Gejala Radang Panggul
Gejala yang dialami dapat berupa :
• rasa sakit pada panggul
• sakit pada perut bagian bawah
• sakit ketika buang air kecil
• sakit saat berhubungan seksual
• demam tinggi, mual, dan muntah-muntah
• Keputihan yang berubah warna menjadi kuning atau hijau
• menstruasi yang lebih lama dan sakit serta pendarahan yang terjadi di antara
menstruasi atau setelah berhubungan seksual.

Penderita yang tidak dapat mengonsumsi antibiotik oral, sedang


hamil, atau mengalami kehamilan ektopik, memiliki gejala radang selaput
perut yang berabses atau pelvic peritonitis, dianjurkan segera dirujuk ke
rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang sesuai.
Diagnosis Radang Panggul

Diagnosis radang panggul atau pelvic inflammatory


disease, didapatkan berdasarkan gejala yang dialami
pasien, mengambil sampel dari vagina atau leher rahim.
Pemeriksaan yang dilakukan pada organ
reproduksi akan memberikan informasi mengenai tingkat
infeksi bakteri serta jenis bakteri yang menginfeksi.
Beberapa tes yang mungkin dilakukan, antara lain tes
darah, tes urine, tes kehamilan dan USG, CT scan atau MRI
tes berupa tindakan operasi laparoskopi (keyhole surgery).
Pasien dapat didiagnosis radang panggul setelah
hasil tes terhadap bakteri penyebab chlamydia atau gonore
dinyatakan positif dan terbukti berisiko terhadap penyakit
itu.
Komplikasi Radang Panggul

Komplikasi radang panggul terjadi ketika penyakit tidak


segera ditangani atau penderita tidak menyelesaikan periode
pengobatan yang diwajibkan. Jenis komplikasi yang bisa
timbul adalah sakit panggul jangka panjang, munculnya
abses, berulangnya penyakit radang panggul pada penderita,
infertilitas, dan terjadinya kehamilan ektopik.
Pencegahan Radang Panggul
1. Pemeriksaan kesehatan rutin pada diri anda dan pasangan
2. Segera temui dokter jika anda merasakan gejala radang
panggul atau infeksi menular yang tidak biasa
3. Saling terbuka mengenai sejarah infeksi menular seksual
dengan pasangan anda
4. Pertahankan kebiasaan kebersihan yang sehat, hindari
mencuci vagina (vaginal douching) dan bilaslah alat
kelamin dari arah depan ke belakang
5. Hindari atau pantang berhubungan seksual beberapa saat
khususnya setelah persalinan, keguguran, aborsi, atau
setelah melalui prosedur ginekologi lain untuk menjaga agar
kondisi rahim tetap aman dari infeksi bakteri.
Thank you

PENYAKIT MENULAR SEKSUAL
(PMS)
A. Definisi Penyakit Menular Seksual
(PMS)
PMS adalah infeksi atau penyakit yang di tularkan melalui hubungan seks
(oral, anal, vagina) atau penyakit kelamin atau infeksi yang di tularkan melalui
hubungan seks yang dapat menyerang alat kelamin dengan atau tanpa
gejala dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati,
otak, serta organ tubuh lainnya, misalnya HIV/AIDS, Hepatitis B.
Penyakit menular seksual merupakan penyakit yang ditakuti oleh setiap
orang. Angka kejadian penyakit ini termasuk tinggi di
Indonesia. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang
yang sering “jajan” alias punya kebiasaan perilaku yang tidak sehat.
B. Jenis-Jenis Penyakit Menular Seksual Beserta Gejala, Penyebabnya
& Cara Penularannya
2. Sifilis/Raja Singa
Tipe : Bakterial (Treponema pallidum)
1. Gonorea/kencing nanah
Tipe : Bakterial (Neisseria gonnorhoeae)
3. Trikonomiasis
Penyebab : Disebabkan oleh protozoa Trichomonas
vaginalis.

4. Ulkus Mole (Chancroid)


Tipe : Bakterial (Hemophilus ducreyi)
5. Klamidia
Tipe : Bakterial (Chlamydia trachomatis)

6. HIV-AIDS
Tipe : Viral (Human Immunodeficiency Virus)
7. Herpes
Tipe : Viral (virus Varicella zoster dan herpes simplex virus )

8. Kutil Genitalis (Kondiloma Akuminata)


Tipe : Viral (Human Papiloma Virus)
9. Hepatitis B (HBV)
Tipe : Viral
C. Peran Bidan Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan PMS

a. Bidan sebagai role model memberikan contoh sikap yang baik


pada masyarakat
b. Memberikan konseling pada masyarakat terutama remaja dan
psangan suami istri tentang kesehatan reproduksi.
c. Memberikan konseling pada masyarakat tentang penyebab
dan akibat PMS
d. Bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama
dalam pelaksanaan penyuluhan pada masyarakat.
e. Mewaspadai gejala-gejala dan mendeteksi dini adanya PMS.
INFEKSI MENULAR SEXUAL
BEBERAPA ISTILAH YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK IMS
ANTARA LAIN; PMS ( PENYAKIT MENULAR
SEXUAL)=SEXUALLY TRANSMITTED DISEASE (STDS) =
SEXUALLY TRANSMITTED INFECTION (STI) = VENEREAL
DISEASE (VD)
KONSEP MEDIS
IMS ATAU SEKSUALLY TRANSMITTED
DISEASE ADALAH SUATU
GANGGUAN ATAU PENYAKIT YANG
DITULARKAN DARI SATU ORANG KE
ORANG LAIN MELALUI KONTAK
HUBUNGAN SEKSUAL
INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)
DIDEFINISIKAN SEBAGAI PENYAKIT YANG
DISEBABKAN KARENA ADANYA INVASI
ORGANISME VIRUS, BAKTERI, PARASIT DAN
KUTU KELAMIN YANG SEBAGIAN BESAR
MENULAR MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL,
BAIK YANG BERLAINAN JENIS ATAUPUN
SESAMA JENIS.
JENIS – JENIS IMS
GONORRHOE
SEBUTAN LAIN PENYAKIT ETIOLOGI
INI ADALAH KENCING
NANAH. PENYAKIT INI
MENYERANG ORGAN BAKTERI NEISSERIA
REPRODUKSI DAN
MENYERANG SELAPUT
GONORRHOEAE
LENDIR, MUCUS, MATA,
ANUS DAN BEBERAPA
ORGAN TUBUH LAINNYA
PADA LAKI – LAKI
GEJALA KLINIS ANTARA LAIN:
PADA WANITA ANTRA A. RASA NYERI PADA
LAIN : SAAT KENCING

A. KEPUTIHAN KENTAL B. KELUARNYA NANAH


BERWARNA KEKUNINGAN KENTAL
KUNINGKEHIJAUAN
B. RASA NYERI DI RONGGA
PANGGUL C. UJUNG PENIS AGAK
MERAH DAN BENGKAK
C. DAPAT JUGA TANPA
GEJALA
SIFILIS

PENYAKIT INI DISEBUT RAJA SINGA DAN


DITULARKAN MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL
ATAU PENGGUNAN BARANG-BARANG DARI
SESEORANG YANG TERTULAR (MISALNYA :
BAJU, HANDUK DAN JARUM SUNTIK).
TANDA & GEJALA
1. FASE INFEKSI PRIMER
ADANYA LUKA/CANCHRE DI SEKITAR AREA KELAMIN YANG TIDAK TERASA SAKIT
SETELAH 3-4 MINGGU POST INFEKSI

2. FASE INFEKSI SEKUNDER


 RUAM-RUAM DI KULIT RUAM YANG TIDAK GATAL PADA BATANG PENIS, KELENJAR
LIMFE, TERMASUK PADA TELAPAK TANGAN DAN SOLES. RUAM ITU BISA BERBENTUK
DATAR, LEBAR, KEPUTIH-PUTIHAN, LESI MIRIP KUTIL DIKENAL SEBAGAI KONDILOMA
LATUM
TAMPAK TANDA –TANDA PERADANGAN PADA PERSENDIAN
3. FASE INFEKSI LATEN
GEJALA PENYAKIT SIPILIS INI BERLANGSUNG SELAMA BERTAHUN-TAHUN ATAU BERPULUH-
PULUH TAHUN, NAMUN BISA MUNCUL KEMBALI YANG DIDUKUNG OLEH BEBERAPA FAKTOR,
SEPERTI MENURUNNYA SISTEM IMUNITAS, PERILAKU SEKSUAL YANG TIDAK SEHAT, POLA
MAKAN YANG TIDAK TERATUR, MEROKOK, POLA HIDUP YANG TIDAK BERSIH, PEMAPARAN
ULANG BAKTERI TREPONEMA PALLIDUM

4. FASE INFEKSI TERSIER


SIPILIS GUMMATOUS (15%), AKHIR NEUROSIPILIS (6.5%),DAN KARDIOVASKULAR SIPILIS
(10%). BENTUK DARI GUMMA YANG MUNCUL DAPAT MEMPENGARUHI KULIT, TULANG, DAN
LIVER YANG BISA TERJADI DIMANAPUN.SIPILIS
GAMBAR LUKA SIFILIS
PENYEBAB KUMAN INI
TIMBULNYA MENYERANG ORGAN
PENYAKIT INI PENTING TUBUH
LAINYA SEPERTI
ADANYA KUMAN
SELAPUT LENDIR ,
TREPONEMA ANUS, BIBIR, LIDAH
PALLIDUM, DAN MULUT.
PENULARAN BIASANYA GEJALA KLINIS : LUKA
MELALUI KONTAK SEKSUAL,
ATAU KORENG, JUMLAH
TETAPI ADA BEBERAPA
BIASANYA SATU, BULAT
CONTOH LAIN SEPERTI
KONTAK LANGSUNG DAN ATAU LONJONG, DASAR
KONGENITAL SIFILIS BERSIH, DENGAN
(PENULARAN MELALUI IBU PERABAAN KENYAL
KE ANAK DALAM UTERUS) SAMPAI KERAS, TIDAK
ATAU MELEWATI SAWAR ADA RASA NYERI PADA
PLACENTA
PENEKANAN
HERPES SIMPLEX
V).

GEJALA KLINIS YANG DISEBABKAN OLEH : VIRUS HERPES SIMPLEX

JENIS HERPES SIMPLEX SEBAGAI BERIKUT :


1. HERPES GENITAL PERTAMA : DIAWALI DENGAN BINTIL LENTINGAN
DAN LUKA/EROSI BERKELOMPOK, DI ATAS DASAR KEMERAHAN,
SANGAT NYERI, PEMBESARAN KELENJAR LIPAT PAHA DAN DISERTAI
GEJALA SISITEMIK
2. HERPES GENITAL KAMBUHAN : TIMBUL BILA ADA FAKTOR
PENCETUS YAITU : DAYA TAHAN TUBUH MENURUN, STRES PIKIRAN,
SENGGAMA BERLEBIHAN, KELELAHAN.
CONDILOMA AKUMINATA
KUTIL GENITALIS (KONDILOMA
AKUMINATA) MERUPAKAN KUTIL DI
DALAM ATAU DI SEKELILING VAGINA,
PENIS ATAU DUBUR, YANG DITULARKAN
MELALUI HUBUNGAN SEKSUAL.
ETIOLOGI
VIRUS PAPILOMA TIPE 16 DAN 18,
YANG MENYERANG LEHER RAHIM
TETAPI TIDAK MENYEBABKAN KUTIL
PADA ALAT KELAMIN LUAR DAN BISA
MENYEBABKAN KANKER LEHER
RAHIM.
HIV-AIDS
HIV MERUPAKAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS, SEJENIS
VIRUS YANG MENYERANG SEL CD -4 DI PERMUKAAN SEL T HELPER
( SEL TUBUH YANG BERTANGGUNGJAWAB PADA SYSTEM
KEKEBALAN TUBUH MANUSIA)

AIDS ATAU ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME,


SEKUMPULAN GEJALA PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS
HIV
GAMBAR ODHA
HIV ADA DALAM TIAP CAIRAN PENULARAN TERJADI MELALUI
TUBUH PER ML2
PERLUKAAN:
• DARAH (PLASMA DAN SERUM) 10-
50 1. TERUTAMA MELALUI
• URIN <1 HUBUNGAN SEXUAL
• AIR LIUR/SALIVA <1 HETERO/HOMO SEX
• AIR MANI/SEMEN 10-50 2. PEMAKAIAN JARUM SUNTIK
• AIR SUSU IBU <1 SECARA BERSAMAAN (IDU)
• AIR MATA <1 3. KONTAK IBU KE BAYI
• KERINGAT 0
• CAIRAN OTAK 10-1000 4. TRANSFUSI DARAH
• CAIRAN/SEKRET VAGINA <1
GEJALA PENYAKIT HIV
•DEMAM 3 BULAN TANPA SEBAB YANG
JELAS
•DIARE > 1 BULAN TANPA SEBAB YANG
JELAS
•PENURUNAN BERAT BADAN > 10 %
TANPA SEBAB YANG JELAS
PENUNJANG DIAGNOSTIC
PENGERTIAN
Kista ovarium merupakan perbesaran
sederhana ovarium normal, folikel de graf
atau korpus luteum atau kista ovarium yang
dapat timbul akibat pertumbuhan dari
epithelium ovarium.
Kista ovarium berbentuk menyerupai kantung,
seringkali berbentuk struktur penuh cairan
yang berkembang dalam indung telur wanita.
KLASIFIKASI

Kista Korpus Korpus Teka


Kista Folikel
Luteum Lutein

Kistoma Ovarii
Kista Dermoid
Simpleks
ETIOLOGI
Penyebab dari kista belum diketahui secara
pasti tapi ada beberapa factor pemicu yaitu :

 Gaya hidup tidak sehat

 Faktor genetik
 PATHOFISIOLOGI

Penyebab terjadinya kista ovarium secara pasti


belum bisa diketahui, namun ada beberapa faktor
predisposisi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
kista ovarium, antara lain adanya riwayat kanker
ovarium dalam keluarga, khususnya ibu atau saudara
perempuan, menopause yang lambat, kehamilan
pertama setelah berusia lebih dari 30 tahun, riwayat
kanker payudara, kanker kolon yang juga dapat
meningkatkan resiko kista ovarium.
 TANDA DAN GEJALA

 Perut terasa penuh, berat, kembung


 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang
air kecil)
 Haid tidak teratur
 Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang
dapat menyebar ke punggung bawah dan paha.
 Nyeri sanggama
 Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip
seperti pada saat hamil.
Menstruasi yang
tidak teratur, disertai
MANIFESTASI KLINIK
Gangguan
nyeri. haid
Asites
Jika sudah
Perasaan menekan
penuh
Penyebaran ke omentum
rectum mungkin terjadi
(lemak perut) serta oran
Tanda dan gejala yang sering
dan dtertekan
muncul
konstipasi
diperut
ataudipada
organ dalam rongga
sering
kista ovarium bagian bawah.
berkemih.perut (usus dan hati)
Nyeri Perut membuncit,
saat
Dapat terjadi peregangan
Pada stadium awal gejalanya kembung,
bersenggama.
atau penekanan
mual,
gangguandaerah
nafsu makan,
Pada stadium lanjut Perdarahan.
panggul yang menyebabkan
Gangguan buang air
besar dan
nyeri spontan dankecil
sakit
diperut. Sesak nafas akibat
penumpukan cairan di
Nyeri saat bersenggama
rongga dada.
PEMERIKSAAN DIAGNASTIK
Laparaskopi
Ultrasonografi
Foto Rontagen
Parasentesis
Pap smear
PENATALAKSANAAN MEDIS

Radiotherapy
Operatif
Keluhan Utam
I. Pengkajian  Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Identitas Riwayat Menstruasi
Kepala
Identitas Abdomen
RiwayatKlien
Obstetri
Mata Keluarga
Riwayat  Genitalia
Berencana
HidungPenyakit
Riwayat
Identitas Penanggung Eksterna
jawab
Dahulu
2. Riwayat Kesehatan
Mulut pernikahan
Riwayat Anus
3. Pemeriksaan Fisik Riwayat
Telinga seksualEktremitas
Riwayat kesehatan Keluarga
Leher
Pre operasi : Kaji hemoglobin,
4. Pemeriksaan Penunjang Pola kebiasaan sehari – hari (
Daerah
Pembekuan darah dan USG
Virginia Henderson)
dada penggunaan zat
Riwayat
Riwayat sosial ekonomi
Riwayat psiko sosial dan spiritual
Analisa Data

Analisa data adalah mengkaitkan data,


menghubungkan data dengan konsep, teori
dan kenyataan yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalarn menentukan masalah
keperawatan klien.
Diagnosa Keperawatan
Pernyataan yang jelas tentang masalah klien dan
penyebab. Selain itu harus spesifik berfokus pada
kebutuhan klien dengan mengutamakan prioritas dan
diagnosa yang muncul harus dapat diatasi dengan
tindakan keperawatan.
 Menurut Doengoes (2000) diagnosa yang mungkin
muncul adalah :
o Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d adanya massa intra
abdomen, perjalanan proses penyakit.
o Resiko tinggi kekurangan cairan b.d adanya perdarahan
intra peritonial.
Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah
menyusun rencana tindakan keperawatan
yang dilaksanakan untuk menanggulangi
masalah dengan diagnosa keperawatan yang
telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya
kebutuhan pasien.
Implementasi
Pelaksanaan pada klien kista ovarium
dilaksanakan sesuai perencanaan perawatan
yang meliputi tindakan-tindakan yang telah
direncanakan oleh perawat maupun hasil
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta
memperhatikan kondisi dan keadaan klien
Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah memberikan
tindakan perawatan dengan melihat respon
klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap
ini merupakan proses yang menetukan
sejauh mana tujuan telah tercapai
Asuhan Keperawatan dengan
Mioma Uteri
Pengertian Mioma Uteri :
• Tumor jinak yang berkembang dari sel otot polos dinding uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya, sel tersusun berbentuk gulungan
& menekan otot uterus normal, bila membesarkonsistensi
kenyal,batas jelas, punya pseudo kapsul yang terdiri dari jaringan ikat
longgar, bersifat tunggal/ganda & dapat mencapai ukuran besar ( 5
kg). Perubahan menjadi maligna jarang.Tempat asal: serviks uteri( 2%)
& korpus uteri(97%)
Faktor ResikoUmur : Ras
• Hasil otopsi : 27% wanita umur 25 tahun punya sarang Mioma, terjadi
di usia subur & 40% di usia > 35 thn, insiden tersering35-45 thn.
• 10% berlanjut sampai menopause, tak terjadi pada
menopause/sebelum Menarche.
• Ras
Afrika , Amerika beresiko 2,9 X dari Caucasian.Indonesia :2,39%-11,7%
dari penderita Ginekologi yang dirawat. 60% Laparotomi pelvis karena
Mioma Uteri.
Faktor Resiko Menarche dini Riwayat keluarga
Berat badan dan kehamilan
• Menarche <10 thn beresiko 2,5 kali
• Riwayat keluarga
• Riwayat keturunan beresiko 2,5 kali
• Berat Badan: berat badan lebih/obesitasresiko meningkat
• Kehamilan: paritas tinggi resiko rendah, sering terjadi oada
Nulipara/infertile.Hamil pada usia muda
Penyebab :
• Faktor Hormonal
Miller & lipschultz: sel otot imatur pada “Cell Nest”yang dirangsang
terus menerus oleh hormone estrogen.
*Faktor Genetik
Terdapat 40% kromosomyang abnormal, yaituadanya translokasi
kromosom 12 dan 14, delesi kromosom 7 dan trisomy dari kromosom
12.
*Faktor pertumbuhan
Protein/ polipeptida yang diproduksi sel otot polos dan fibroblast,
mengontrol proliferasi sel dan merangsangpertumbuhan Mioma
JenisSubmukosum
• Mioma Mioma Uteri menurut Tempat
Berada di bawah Endometrium & menonjol dalam kavum uteri.Tumbuh
bertangkai, menjadi polip& dapat dilahirkan melalui serviks(mioma
geburt)
*Mioma Intramural
Tumbuh di dinding uterus di antaraserabut myometrium
*Mioma Subserosum
Pertumbuhan keluar & menonjol pd permukaan uterus & diliputi
serosa.
*Mioma intra ligamenter : tumbuh di ligamentum latum
*Mioma Wondering : tumbuh di ligamentum& lepas dari uterus
Gejala dan Tanda
• Tergantung tempat / jenis mioma
• Besarnya tumor
• Komplikasi yang terjadi
• Tanpa Gejala : ½ kasus
Tumor / massa di bawahperut
Nyeri: Gangguan sirkulasi darah, nekrosis jaringan & radang
Abortus
Distorsi rongga uterus
Gejala dan Tanda Infertilitas
• Gangguan menstruasi (hipermenore/emenoragia, metroragia &
dysmenore) Faktor penyebab: permukaan endometrium lebih luas.
• Pengaruh ovarium hyperplasia endometrium sampai adenokarsinoma
endometrium
• Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
• Kontraksi menurun (mioma intramural)
• Penyempitan kanalis servikalis(submukosum yg dilahirkan)
• Infertilitas
• Sarang mioma menutup/memekan pars interstitial tuba
Gejala & Tanda Gangguan akibat penekanan
ke organ sekitar :
• Usus besar : gangguan buang air besar
• Kandung kemih : poliuri
• Uretra : retensio urine
• Ureter : hidroureter & hidronefrosis
• Rektum : obstipasi
• Pembuluh darah & limfe: edema tungkai & nyeri panggul
Perubahan Sekunder Degenerasi kistik
AtrofiDegenerasi Hialin:
Terjadi sesudah menopause & kehamilan
Degenerasi Hialin : terutama pd Lansia
Tumor kehilangan struktur asli & homogen / menyatu
Degenerasi kistik: sebagian mioma mencair seperti agar agar, shg spt
kistoma ovarium, dapat terjadi pembengkakan & bendungan Limfe
menyerupai Limfangioma.
Perubahan Sekunder Degenerasi
membatu(Calcireous degeneration):
• Terjadi pd Lansia karena gangguan sirkulasi, terjadi pengendapan
kapur & mengeras
• Degenerasi Merah ( Carneous degeneration)
Terjadi pd nifas & kehamilan yg disertai emesis, haus, sedikit demam,
kesakitan & nyeri pd perabaan, terlihat spt daging mentah berwarna
merah krn pigmen hemosiderin & hemofusin,tjd krn nekrosis subakut
akibat ggn. Vaskuler
*Degenerasi Lemak : jarang terjadi kelanjutan degenerasi hialin
Komplikasi Pertumbuhan Leimiosarkoma Torsi
(putaran Tangkai)
• Keluhan nyeri & membesar sesudah menopause 0,32 – 0,6 % dari
sluruh Mioma. 50 -75 % dari semua sarcoma uterus.
• Torsi (putaran tangkai); terjadi pd sarang mioma yg bertangkai,
gangguan sirkulasi akut & nekrosis jaringan. Timbul sindoma akut
abdomen, mual, muntah dan shock
Pemeriksaan diagnostik
• Palpasi abdomen : benjolan di perut bawah , padat, kenyal dan
berbatas jelas
• Vaginal Toucher : perdarahan , teraba massa
• Pemeriksaan Bimanual : benjolan menyatu dg Rahim
• Test kehamilan : kemungkinan hamil
• USG : menentukan jenis, lokasi &penyebaran mioma uteri
• Sitologi : menentukan keganasan sel neoplasma
• Biopsi endometrium mendeteksi adanya keganasan
Penatalaksanaan
• Tergantung usia, paritas, status kehamilan, ukuran tumor, lokasi&
derajat keluhan.
• Tanpa pengobatan/konservatif:
55 % ukuran kecil (,gravid 12 mgg)tanpa keluhan& mendekati
menopause
Umur < 35 thn & masih ingin anak
*Pemeriksaan pelvic rutin tiap 3-6 bulan. Bila tjd perdarahan : koreksi
anemia, bila Hb < 8 gr % ditransfusi. Kuret bila Hb <> 8 gr% untuk
menghentikan perdarahan & pemriksaan PA
Penatalaksanaan Medikamentosa:L
menghambat produksi estrogen :
• Progesteron (mini pil KB)
• Suntik (Depoprovera)
• Penekanan hypothalamus : Gonadotropin Rh antagonis
• Radioterapi : tujuan , Ovarium tdk berfungsi lagi, bila terdapat
kontraindikasi tindakan operasi
• Ekstirpasi lewat vagina dilanjutkan kuretasepd myomgeburt
Penatalaksaan
• Miomektomi : pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
uterus pd myoma submukosum. Ingin punya anak ( kemungkinan
Hamil 30-5- %). Mioma yg menganggu proses persalinan:
Hysterektomi.
• Supravaginal : serviks masih berfungsi baik
• Total Abdominal Histerektomi & Bilateral Salphingo
Oophorecrtomy(TAH-BSO)
Penatalaksanaan Indikasi Histerektomi :L 25-
35 % kasus
• Mioma uteri subserosum bertangkai & torsi, ukuran tumor /Rahim
spt gravid 12 mgg, perdarahan pervaginam abnormal yg berat, curiga
terjadi keganasan ( terutama jika membesarstelah menopause)
• Umur > 35 thn& beranak > 2 orang
• Retensio Urine
• Penderita muda disisakan ovarium kiri : estrogen meningkatkan
reabsorbsi kalsoium untuk regenerasi tulang, menghindari DD
apendixitis
Pengkajian
• Identitas
Terjadi di usia reproduktif, tersering > 35 th, makin tua , toleransi
terhadap nyeri berkurang
Keluhan Utama
Nyeri akut abdomen
Nyeri pasca bedah
Perdarahan
Riwayat Reproduksi
Haid :gangguan hID
• Hamil dan persalinan
• Saat hamil, mioma tumbuh cepat
• Jumlah anak menentukan jenis tindakan
Pengkajian Status Respiratori tingkat kesadaran

• Respirasi meningkat/ menurun


• Kadang lidah jatuh ke belakang : stridor
• Suara kasar : terdapat secret pd saluran nafas
• Latihan nafas & batuk
• Tingkat kesadaran
• Siuman sampai ngantuk
• Observasi penurunan tingkat kesadaran
Pengkajian Status Urinari Status
Gastrointestinal
• Retensio urine sering terjadi setelah pemb edahan ginekologi. Klien
yg hidrasinya baik biasanya kencing setelah pembedahan.Jumlah
urine sedikit : karena kehilangan cairan saat operasi, muntah akibat
anestesi
• Status gastrointestinal : fungsi gastrointestinal bioasanya pulih pd jam
stelah pem,bedahan
Diagnosa Keperawatan
• Nyeri b/d kerusakan jaringan otot & sistem saraf
• Retensi urin b/d penekanan mioma, manipulasi pembedahan &
edema pd jaringan sekitar
• Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darahsekunder
akibat tumor
• Gangguan konsep diri b/d khawatir tidak mampu punya anak
• Cemas b/d kurangnya pengetahuan tentang penyakit serta
pengobatannya
• Resiko in feksi b/d penurunan imun tubuh sekunder akibat
perdarahan
Nyeri
• Tujuan : nyeri hilang / berkurang :
Kaji tingkat nyeri (intesitas, kualitas & kuantitas)
Beri posisi Fowler/miring kesalahsatu sisi
Ajarkan tehnik Distraksi& relaksasi
Kaji tanda vital
Motivasi untuk mobilisasi dini setelah pembedahan bila sudah
diperbolehkan
Observasi efek analgetik(narkotik)
Retensi Urin & Defekasi
• Tujuan : pola eliminasi miksi & defekasi kembali normal
• Catat pola miksi& monitor pengeluaran urin
• Kompres air han gat, atur posisi, mengalirkan air kran untuk rangsangan
miksi
• Observasi pemakaian kateter: posisi selang kateter, warna & kejernihan
urin
• Bersihkan daerah pemasangan kateter
• Kolaborasi pemberian cairan parenteral & diuretic
• Ukur produksi urin
• Ambulation dini pasca pembedahan & kompres hangat untuk
menghilangkan gas di ususu
Gangguan Perfusi jaringan
• Tujuan : perfusi jaringan lancer
• Pasien diistirahatkan dg posisi nyaman
• Observasi perdarahan
• Kaji vitalsign & pengisian kapiler
• Kaji kadar Hb
• Beri oksigen bila ada tanda shock hipovolemik
• Kolaborasi pemberian cairan IV & transfuse sesuai kebutuhan
Observasi pemverian cairan & transfusi
Gangguan Konsep Diri & Cemas
• Tujuan : Klien menunjukkan respon adaptiuf
• Jelaskan kembalittg rencana tindakan
• Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yg negative
• Motivasi klien mengungkapkan perasaannya ttg pembedahan& pengaruhnya
• Libatkan klien & keluarga dlm perawatan
• Perbanyak kontak dg klien & ciptakan suasana yg hangat & menyenangkan
• Berikan dukungan emosional dlm tehnik perawatan
• Lakukan diskusi ttg Mioma , pengalaman org lain, pengobatan&
penyembuhannya
• Ciptakan lingkungan /suasana yg terbuka bagi klien utk membicarakan
keluhannya
ASKEP PADA PASIEN
CA CERVIX
Oleh:
Nunung Ernawati, S.Kep.ners., M.kep
Keganasan yang berasal dari sel leher
servix
◦ Leher Rahim merupakan puncak dari liang vagina
Konsep medis
Ca Cervix merupakan pertumbuhan sel
yang tidak terkendali/abnormal dapat
merusak jaringan sekitarnya serta
dapat menjalar ketempat yang jauh
dari asalnya
Penyebab dan resiko terjadinya CA
servix
◦Penyebab 99,7% dapat disinyalir
oleh karena HPV (human Papiloma
Virus) 16,18,31, 33, 45
Kelompok berisiko untuk terjadinya
kanker serviks adalah:
 wanita usia diatas 18 tahun yang ◦ Hasil pemeriksaan IVA
aktif melakukan hubungan sexual dan atau PAP Smear
memiliki banyak anak ( multipara sebelumnya abnormal
wanita di atas usia 40 tahun ◦ Perokok aktif/pasif
perilaku menjaga kesehatan ◦ Penurunan kekebalan
reproduksi yang masih kurang tubuh/penderita HIV/
 Kebiasaan gonta ganti pasangan pemakaian obat
seksual imunosupresif
Riwayat keluarga dengan Ca
Cervix
Gejala dan tanda
◦Nyeri abdomen
◦ Spooting
◦ Keputihan
◦Nyeri tajam area
◦ Perdarahan pasca senggama
panggul s/d tungkai
◦ Gangguan siklus menstruasi ◦Demam
(metrorrargia) ◦Ada massa yg
◦ Perdarahan pasca mengalami ulcerasi
menopause
◦ Pada stadium lanjut ada
discharge vagina yang
berbau
Gambaran CA Cervix
Klasifikasi International untuk CA
servix
Tahapan Lesi Lokasi Deskripsi

0 Karsinoma In Situ Lesi terbatas pada lapisan epitel, tidak ada bukti invasi
I Karsinoma hanya berada pada servix Ukuran tidak menjadi kriteria

IA Mikroinvasif
IB Secara klinis jelas merupakan CA tahap I
II Kanker Vagina Lesi menyebar keluar servix hingga mengenai vagina atau area para servikal pada
salah satu sisi atau keduanya

II A Hanya perluasan di vagina


II B Perluasan para servikal dengan atau tanpa mengenai vagina

III Kanker mengenai 1/3 bagian bawah Penyakit nodus linfe yang teraba tidak rata pada dinding pelvis, urogram IV menunjukan
vagina, sudah meluas ke salah satu salah satu atau kedua ureter obstruksi o/k pembesaran tumor
atau kedua dinding pelvis

III A Meluas sampai 1/3 bagian bawah vagina saja


III B Metastase karsinomatosa terisolasi yang dapat diraba pada dinding pelvis

IV Perluasan ke kandung kemih, rektal Karsinoma sudah menyebar ke luar pelvis


atau ke tempat yang jauh
Penunjang Diagnostik
◦ Screening Awal ◦ Pap Smear

Cara
Pemeriksaan IVA ( inspeksi Visual Acetat) test yaitu Pemeriksaan sitology dari hapusan sel-sel servix
pemeriksaan teknik IVA menggunakan spekulum Teknik dan persiapan pasien:
untuk melihat serviks yang telah dipulas dengan -pemeriksaan dilakukan pada saat haid
asam asetat 3-5%
- Pasientidak boleh melakukan hubungan sexual 1-2 hari
kategori hasil yang digunakan adalah: sebelum pemeriksaan
◦ • IVA negatif = Serviks normal. - Dilakukan dengan paien berada pada posisi litotomi kemudian
membuka servix memakai speculum dan mengambil kerokan
◦ • IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), sel servix
atau kelainan jinak lainnya (polip serviks).
◦ • IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto
white epithelium). Kelompok ini yang menjadi
◦ Kolposkopi, pemeriksaan visual untuk melihat kondisi leher
sasaran temuan skrining kanker serviks dengan servix sampai dengan bagian dalam servix disertai biopsy
metode IVA karena temuan ini mengarah pada jaringan
diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-
◦ MRI
sedang-berat atau kanker serviks in situ).
◦ CT ccan abdomen
◦ • IVA- Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk
upaya penurunan temuan stadium kanker serviks,
masih akan bermanfaat bagi penurunan
kematian akibat kanker serviks bila ditemukan
masih pada stadium invasif dini.
Pencegahan
◦ Hindari hubungan sexual yang beresiko
◦ Lakukan screening/penapisan kesehatan reproduksi secara
berkala, khususnya IVA tes
◦ Melakukan vaksinasi HPV
◦ Tingkatkan imunitas dengan nutrisi sehat dan pola hidup
sehat
Penatalaksanaan
◦ Adanya tumor In Situ dapat dilakukan krioterapi (
pembekuan) atau terapi laser
◦ Adanya lesi pra malignan dilakukan histerektomi
◦ Eksenterasi pelvis dilakukan jika ada kekambuhan CA servix
( tindakan invasive ini mengangkat seluruh oragan panggul
tdd; uterus,vagina, kandung kemih, kolon dan nodus limfe.
◦ Radiasi
◦ Kemoterapi
Konsep Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. ANAMNESE
Identitas pasien, keluhan pasien
 riwayat penyakit dahulu dan sekarang
Identifikasi pola hidup yang beresiko ( menikah usia dini, multipara. Berganti-gsnti pasangan,
dll)
Identifikasi riwayat keluarga yang menderita CA
Identifikasi paparan zat-zat kimia dan karsinogenik
 identifikasi sistem dukunga yang dimiliki
Identifikasi konsep diri , psikososial
b. PEMERIKSAAN FISIKPEMERIKSAAN FISIK
Adanya massa intra abdomen, adanya discharge vagina, adanya pembesaran nodus limfe
inguinal. Adanya oedema tungkai dll
b. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis keperawatan
1.Ansietas
2.Nyeri kronis
3.Gangguan body image
4.Perubahan peran
5.Kurang pengetahuan
6.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Perencanaan
◦Berikan kebutuhan edukasi pasien; tentang konsep
penyakit dan tindakan secara sederhan
◦Beri dukungan emosional ke pasien
◦Berikan lingkungan nyaman bagi pasien
◦Managemen nyeri
◦Kolaborasi dengan dokter untuk terapi dan tindakan
◦Observasi keluhan pasien, TTV
◦ kolaborasi dengan ahli gizi untuk diit pasien dan tim
kesehatan lainnya
Implementasi dan evaluasi
◦Merujuk kepada nursing outcome yang
ditegakan perawat pada setiap diagnosis
keperawatan.
 Carsinoma adalah massa jaringan
abnormal dengan pertumbuhan
berlebihan dan tidak ada koordinasi
dengan sel normal (Wills, 1995).
 Tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan payudara (kelenjar susu, saluran
susu, jaringan lemak, jaringan ikat pada
payudara) (Wijaya, 2005) dan (Medicastore,
2011)
 Sekelompok sel tidak normal pada
payudara yang terus tumbuh
gandabenjolan kanker di
payudaratidak terkontrol mestastase
bagian tubuh lain (kelenjar getah bening
ketiak,diatas tulang belikat, bersarang di
tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah
kulit). (Erik T, 2005)
 Neoplasma ganas dengan pertumbuhan
jaringan mammae abnormal yang tidak
memandang jaringan sekitarnya, tumbuh
infiltrasi dan destruktif dapat
bermetastase ( Soeharto Resko Prodjo,
1995).
Fase Inisiasi
 Terjadi perubahan dalam genetik sel
yang memancing sel menjadi
ganaskarsinogen (bahan kimia, virus, radiasi
/penyinaran, sinar matahari).
 sel peka karsinogen.
 kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya,
gangguan fisik menahun sel lebih rentan
terhadap karsinogen lebih peka mengalami
keganasan.
Fase Promosi
 sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas.
Sebab-sebab keganasan belum diketahui
secara pasti (Price & Wilson, 1995: 1142)
Ada beberapa teori penyebab
terjadinya Ca mammae:
 Mekanisme hormonal
 Virus
 Genetik
 Defisiensi imun
(Murray,2002)
1. wanita
2. Usia (meningkat pada wanita > 50
tahun)
3. mutasi gen
4. Riwayat ca mammae
5. riwayat Ca keluarga
6. Ras
7. Riwayat penyinaran/roentgen daerah
dada sebagai terapi untuk karsinoma yang
lain
 Hasil biopsi mammae: hyperplasia,
proliperatif mammae
 Nullipara
 Hamil pertama sesudah usia 30 tahun
 Menarche dini (usia < 12 tahun)
 Menopause pada usia lanjut (30 tahun
sesudah menarche)
 Penggunaan terapi hormone progesteron
 Gaya hidup, diet tinggi lemak dan
protein, rendah serat.
Karsinoma duktal menginflitrasi
 75 % dari semua jenis kanker payudara.
 Kanker ini sangat jelas karena keras saat
palpasi.
 biasanya bermetastasis ke nodus aksila.
 Prognosisnya lebih buruk dibanding
dengan tipe kanker lainnya.
 biasanya menyebar ke tulang, paru,
hepar dan otak
Karsinoma lobular menginfiltrasi
 jarang terjadi
 Multisentris
 bermetastasis ke permukaan meningeal
atau tempat-tempat yang tidak lazim
lainnya.
Karsinoma modular (6 %)
 tumbuh dalam kapsul, dapat menjadi besar
tetapi meluas dengan lambat, sehingga
prognosis seringkali lebih baik.
Karsinoma musinus (3 %)
 tumbuh dengan lambat.
Karsinoma duktal-tubular (2%)
 Tidak bermetastasis aksilaris, prognosisnya
baik
Karsinoma inflamantori (1-2 %)
 menimbulkan gejala-gejala yang berbeda:
nyeri tekan dan sangat nyeri, mammae
secara abnormal keras dan membesar.
 Kulit diatas tumor merah dan agak hitam.
 Sering terjadi edema dan retraksi papilla
mammae.
 Preparat kemotherapi, radiasi dan
pembedahan berperan dalam
pengendalian ca.
 T: TX, TIS , TO, T1 (< 2 cm), T2 (2-5 cm),
T3 (>5 cm), T4 (penyebaran langsung ke
dinding toraks: iga, otot interkostal.
 N: NX, NO, N1(teraba kelenjer aksila
tidak melekat), N2 (kelenjer aksila
melekat satu sama lain atau melekat
pada jaringan sekitarnya), N3 (terdapat
kelenjer mamaria internal)
 M: MX, MO, M1(metastasis jauh sampai
ke kelenjer supraklavikular)
 Tanda dini
– Benjolan tunggal tanpa yang agak keras dengan batas kurang
jelas
– Benjolan biasanya terjadi pada mammae sebelah kiri bagian
kuadran lateral atas.
– Kelainan mammogrfi tanpa kelainan pada palpasi
 Tanda lama
– Retraksi kulit / retraksi areola
– Retraksi atau inversi putting
– Pengecilan mammae ( pengerutan)
– Pembesaran mammae
– Kemerahan
– Edema
– Fiksasi pada kulit atau dinding thorak
 Tanda akhir
– Tukak
– Kelenjer supraklavikula dapat diraba
– Metastasis tulang, paru, hati, otak, pleura/tempat lain
 Tahap I : tumor < 2 cm, tidak mengenai
nodus limfe, tidak terdeteksi adanya
metastasis
 Tahap II : tumor > 2cm tetapi < 5 cm, dengan
nodus limfe tidak terfiksasi positif atau
negatif dan tidak terdeteksi adanya
metastasis.
 Tahap III : tumor > 5 cm, menginvasi kulit atau
dinding, dengan nodus limfe terfiksasi positif
dalam area klavikular dan tanpa bukti adanya
metastasis jauh
 Tahap IV : terjadi metastasis jauh.
 Bedah kuratif
Bedah kuratif didasarkan pada stadium klinis Ca
mammae, karakteristik histologik tumor,
pertimbagan lain seperti umur dan status kesehatan
Bedah kuratif ini terdiri dari :
a. Bedah radikal (Halsted)
b. Bedah radikal yang diubah (Patey)
c. Bedah konservatif meliputi eksisi luas, diseksi
aksila dan penyinaran mammae
 Radioterapi
digunakan pada terapi kuratif dengan
mempertahankan mammae dan sebagai terapi
tambahan atau terapi paliatif.
 Kemoterapi
diberikan bila ditemukan metastasis disebuah
atau beberapa kelenjar pada pemeriksaan
histology pascabedah mastektomi. Tujuannya
untuk menghancurkan mikrometastasis dalam
tubuh
 Terapi hormonal
Indikasi : bila penyakit telah sistemik, metastasis
jauh, biasanya diberikan sebelum kemoterapi.
Terapi estrogen Bloker reseptor estrogen
positif (pertumbuhan tumor / karsinoma
distimulasi oleh estrogen).
 Imunoterapi
Trastuzumab (Herceptin)menghambat efek
protein yang merangsang pertumbuhan sel
kanker.
Scan (mis, MRI, CT, gallium) dan
ultrasound.
biopsi : untuk mendiagnosis
adanya BRCA1 dan BRCA2
Mammografi
sinar X dada
 Ansietas
berhubungan dengan diagnosa
kanker payudara,, pengobatan dan
prognosisnya.
Tujuan : Penurunan stress emosional,
ketakutan dan ansietas.
 lakukan persiapan emosional klien dan
pasangannya secepatnya setelah diinforamsikan
tentang diagnosa
 Kaji pengalaman pribadi,dan pengetahuan
tentang kanker payudara, mekanisme koping
saat krisis, sistem pendukung dan perasaan
mengenai diagnosa.
 Informasikan klien tentang pengobatan kanker
peyudara.
 Uraikan pengalaman – pengalaman yang akan
dialami klien dan dorong klien untuk
mengajukan pertanyaan.
 Lengkapi klien dengan sumber – sumber yang
tersedia untuk memfasilitasi penyembuhan.
 Kaji Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku
dan kemampuan klien menghadapi diagnosa,
pembedahan, dan pengobatan tindak lanjut.
616. 979.2
Ind
p

PEDOMAN NASIONAL
PENCEGAHAN PENULARAN HIV
DARI IBU KE ANAK
(PPIA)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


2012
EDISI KEDUA
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
616.979.2
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat
p Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Pedoman nasional pencegahan penularan HIV
dari ibu ke anak,-- jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2011
ISBN : 978-602-9364-55-2
1. Judul I. ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY
SYNDROME II. HUMAN IMMUNO DEFICIENCY
VIRUS III. COMMUNICABLE DISEASES
IV. CHILD HEALTH SERVICES
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

KATA PENGANTAR

Salah satu faktor risko penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah
penularan dari ibu pengidap HIV kepada anak, baik selama kehamilan, persalinan
maupun selama menyusui. Hingga saat ini kejadian penularan dari ibu ke anak sudah
mencapai 2,6 persen dari seluruh kasus HIV-AIDS yang dilaporkan di Indonesia.

Upaya untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak adalah dengan
melaksanakan kegiatan 4 prong yang merujuk pada rekomendasi WHO tahun 2010,
dimana pada dasarnya semua ibu hamil ditawarkan tes HIV, pemberian antiretroviral
(ARV) pada ibu hamil HIV positif, pemilihan kontrasepsi yang sesuai untuk perempuan
HIV positif, pemilihan persalinan aman untuk ibu hamil HIV positif, dan pemberian
makanan terbaik bagi bayi yang lahir dari ibu HIV positif.

Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak ini merupakan revisi dari
Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi tahun 2006. Pedoman
ini diterbitkan sebagai salah satu upaya Kementerian Kesehatan dalam pengendalian
HIV-AIDS di Indonesia, khususnya dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak.

Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak atas segala
bantuan yang telah diberikan, sehingga Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu
ke Anak ini dapat dimanfaatkan dengan baik.

Jakarta, November 2012


Direktur Jenderal PP dan PL

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE


NIP. 195509031980121001

i
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

ii
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

SAMBUTAN

DIREKTUR JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN


IBU DAN ANAK

Dalam upaya menurunkan kematian ibu dan melahirkan generasi yang berkualitas
sebagaimana diamanatkan dalam UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009, maka
pelayanan antenatal merupakan pelayanan yang sangat penting. Saat ini cakupan
paelayanan antenatal K1 (akses) sudah cukup tinggi yaitu 92,7% (Riskesdas 2010).
Namun cakupan pelayanan antenatal K4 (kualitas) baru mencapai 61,4%, artinya masih
banyak ibu hamil yang belum mendapatkan pelayanan antenatal yang berkualitas.

Salah satu tujuan pelayanan antenatal yang berkualitas adalah untuk mencegah dan
mendeteksi dini terjadinya masalah/penyakit yang diderita ibu hamil maupun janinnya
yang dapat berdam pak negatif terhadap kesehatan ibu dan janinnya, salah satunya
adalah infeksi HIV pada ibu hamil.

Sejak tahun 2000 Indonesia memasuki klasifikasi endemi terkonsentrasi untuk infeksi
HIV. Sampai saat ini penderita HIV-AIDS telah dilaporkan oleh 341 Kabupaten/Kota
dari 497 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi. Seiring dengan meningkatnya proporsi HIV
pada perempuan (28%), terjadi peningkatan jumlah kumulatif AIDS pada ibu rumah
tangga dari 172 orang pada tahun 2004 menjadi 3368 orang sampai bulan Juni
2012. Begitu juga jumlah kumulatif anak dengan AIDS yang tertular HIV dari ibunya
meningkat dari 48 orang pada tahun 2004 menjadi 912 sampai bulan Juni 2012.
(Data Ditjen P2PL. 2012).

Sejauh ini, fasilitas pelayanan untuk Pencegahan Penularan HIV dari ibu ke anak
(PPIA) masih jauh dari memadai. Data bulan Juni tahun 2012, menunjukkan baru
ada 94 fasilitas pelayanan kesehatan (85 Rumah Sakit dan 9 Puskesmas) yang
menyelenggarakan pelayanan PPIA; demikian pula untuk cakupan pelayanannya masih
rendah, yakni baru mencakup 28.314 ibu hamil yang dilakukan konseling dan tes
HIV dimana 812 diantaranya positif, sementara ibu hamil yang mendapatkan ARV
berjumlah 685 orang dan jumlah bayi yang mendapatkan ARV profilaksis sebanyak 752
orang. (Data Ditjen P2PL, Januari-September 2012). Berkaitan dengan permasalahan
diatas, maka program PPIA merupakan hal yang tidak bisa ditunda lagi kalau kita tidak
ingin kehilangan generasi karena terinfeksi HIV.

Dalam upaya meningkatkan cakupan dan pelayanan PPIA, Kementerian Kesehatan


telah melakukan pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat memberikan
pelayanan PPIA, peningkatan kemampuan manajemen bagi pengelola program di

iii
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dan peningkatan kemampuan klinis melalui TOT
fasilitator dan pelatihan bagi petugas kesehatan.

Dengan di terbitkannya Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak,
diharapkan menjadi acuan penyelenggaraan pelayanan PPIA bagi pengelola program
di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota serta petugas kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan. Semoga pedoman ini bermanfaat dalam mendukung upaya Pencegahan
Penularan HIV-AIDS dari Ibu ke Anak.

Jakarta, Desember 2012


Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA

Dr. dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTM&H, MARS


NIP: 1953 0523 1980 031006

iv
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
SAMBUTAN ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ............................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Infeksi HIV, Sifilis dan Penyakit IMS lainnya................................ 4
C. Kebijakan dan Strategi Implementasi Kegiatan PPIA
Komprehensif ........................................................................... 5
D. Tujuan Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak ...... 7
E. Sasaran ................................................................................... 8
BAB II PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK.............................................. 9
A. Informasi Dasar HIV .................................................................. 9
B. Perjalanan Infeksi HIV ............................................................... 9
C. Cara Penularan HIV ................................................................... 10
D. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke anak ......... 11
E. Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak ....................... 13
BAB III PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK ...................... 15
A. Prong 1: Pencegahan penularan HIV pada perempuan
usia reproduksi ......................................................................... 15
B. Prong 2: Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan
pada perempuan dengan HIV ..................................................... 18
C. Prong 3: Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan
HIV ke bayi yang dikandungnya ................................................. 19
D. Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial dan Perawatan
kepada Ibu dengan HIV beserta Anak dan Keluarganya ................ 30
BAB IV JEJARING PPIA ............................................................................. 33
BAB V MONITORING DAN EVALUASI PPIA ................................................ 37
A. Monitoring Evaluasi dan Penjaminan Mutu Layanan ..................... 37
B. Pelaporan ................................................................................ 37
BAB VI PENUTUP ..................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41

v
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

LAMPIRAN ............................................................................................... 43
LAMPIRAN 1. KEGIATAN PPIA KOMPREHENSIF .............................. 45
LAMPIRAN 2. STADIUM INFEKSI HIV ............................................. 48
TIM PENYUSUN ...................................................................................... 51

vi
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

DAFTAR SINGKATAN

AFASS Acceptable, Feasible, Affordable,Sustainable, and Safe


AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome
ART AntiretroviralTherapy
ARV Antiretroviral
ASI Air Susu Ibu
AZT atau ZDV Zidovudine
CD4 Cluster of Differentiation 4
EFV Evavirenz
ELISA Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
TDF/FTC Tenofovir/Emtricitabine
HIV Human Immunodeficiency Virus
IBI Ikatan Bidan Indonesia
IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia
IDI Ikatan Dokter Indonesia
IMS Infeksi Menular Seksual
IUD Intra Uterine Device
KDS Kelompok Dukungan Sebaya
Kemenkes Kementerian Kesehatan
KIE Komunikasi, Informasi dan Edukasi
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MDG Millenium Development Goals
Menkokesra Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
MTCT Mother to Child HIV Transmission
NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif
NNRTI Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NRTI Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NVP Nevirapine
ODHA Orang dengan HIV-AIDS
PAPDI Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
PCR Polymerase Chain Reaction
PDUI Perhimpunan Dokter Umum Indonesia
PKK Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
PMTCT Prevention of Mother to Child Transmission (HIV)
POGI Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia
POSYANDU Pos Pelayanan Terpadu

vii
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

PPIA Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak


PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat
RNA Ribonucleic Acid
RS Rumah Sakit
SC Secsio Caesarea = Bedah Sesar
UNAIDS United Nations Programme on HIV-AIDS
UNFPA United Nations Family Populations Agency
UNICEF United Nations Children’s Fund
VCT Voluntary Counseling and Testing
WHO World Health Organization

viii
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa terdapat 34 juta
orang dengan HIV di seluruh dunia. Sebanyak 50% di antaranya adalah perempuan
dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia Selatan dan Tenggara, terdapat
kurang lebih 4 juta orang dengan HIV dan AIDS. Menurut Laporan Progres HIV-AIDS
WHO Regional SEARO (2011) sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi HIV.
Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring
dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman,
yang selanjutnya akan menularkan pada pasangan seksualnya.

Di sejumlah negara berkembang HIV-AIDS merupakan penyebab utama kematian


perempuan usia reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan
ibu serta ibu dapat menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90% kasus anak
terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau mother-to-
child HIV transmission(MTCT). Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV
kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Data estimasi
UNAIDS/WHO (2009) juga memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia-Pasifik
terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan
meninggal sebelum ulang tahun kedua.

Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai
intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak.
Di negara maju risiko anak tertular HIV dari ibu dapat ditekan hingga kurang dari
2% karena tersedianya intervensi PPIA dengan layanan optimal. Namun di negara
berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses intervensi, risiko penularan
masih berkisar antara 20% dan 50%.

Menurut laporan UNAIDS (2009), terdapat kemajuan signifikan dalam mencegah


penularan HIV dari ibu ke anak. Pada tahun 2008 diperkirakan 21% ibu hamil yang
melahirkan di negara berpendapatan rendah dan menengah telah dites HIV, angka
ini meningkat dibandingkan tahun 2007 (15%). Sementara itu, 45% dari ibu hamil
yang terinfeksi HIV di negara berpendapatan rendah dan sedang, telah menerima
obat antiretroviral (ARV) untuk mencegah penularan HIV ke bayinya pada tahun yang
sama. Angka tersebut meningkat dibandingkan tahun 2007, yaitu 35%, dan tahun
2004 hanya 10% ibu hamil terinfeksi HIV yang menerima obat antiretroviral. Salah

1
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

satu alasan meningkatnya cakupan tes HIV dan terapi ARV pada ibu hamil adalah
meningkatnya tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas (KTIP/PITC) di layanan
antenatal dan persalinan, dan layanan kesehatan lainnya.

Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan utama dan salah
satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi kematian ibu dan anak.Human
Immunodeficiency Virus (HIV) telah ada di Indonesia sejak kasus pertama ditemukan
tahun 1987.Sampai saat ini kasus HIV-AIDS telah dilaporkan oleh 341 dari 497
kabupaten/kota di 33 provinsi. Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara di dunia
dengan estimasi peningkatan insidens rate infeksi HIV lebih dari 25% (UNAIDS, 2012)
dan merupakan negara dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi, karena terdapat
beberapa daerah dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada subpopulasi tertentu, dan
prevalensi HIV 2,4% pada populasi umum 15-49 tahun terjadi di Provinsi Papua dan
Papua Barat. Kementerian Kesehatan memperkirakan, pada tahun 2016 Indonesia
akan mempunyai hampir dua kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
dewasa dan anak (812.798 orang) dibandingkan pada tahun 2008 (411.543 orang),
bila upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan tidak adekuat sampai
kurun waktu tersebut (Laporan Pemodelan Matematika epidemi HIV di Indonesia,
Kemkes, 2012).

450

400
Estimasi jumlah infeksi baru HIV (x 1000)

350

300

250
SEAR
200

150
India
Thailand
100

50 Indonesia
Myanmar
Nepal
0
1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2009

Sumber: HIV/AIDS Report, WHO SEARO, 2010


Gambar 1. Estimasi jumlah infeksi baru HIV di negara wilayah Asia Tenggara dan
Selatan 1990-2009

Data Kementerian Kesehatan (2011) menunjukkan dari 21.103 ibu hamil yang
menjalani tes HIV, 534 (2,5%) di antaranya positif terinfeksi HIV. Hasil Pemodelan
Matematika Epidemi HIV Kementerian Kesehatan tahun 2012 menunjukkan prevalensi
HIV pada populasi usia 15-49 tahun dan prevalensi HIV pada ibu hamil di Indonesia

2
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

diperkirakan akan meningkat. Jumlah kasus HIV-AIDS diperkirakan akan meningkat


dari 591.823 (2012) menjadi 785.821 (2016), dengan jumlah infeksi baru HIV
yang meningkat dari 71.879 (2012) menjadi 90.915 (2016). Sementara itu, jumlah
kematian terkait AIDS pada populasi 15-49 tahun akan meningkat hampir dua kali
lipat di tahun 2016.

Penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya juga cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular baik dari pasangan
maupun akibat perilaku yang berisiko. Meskipun angka prevalensi dan penularan
HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi HIV cenderung
meningkat. Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38% (2012)
menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan
PPIA juga akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191
orang pada tahun 2016 (Gambar 2). Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15
tahun yang tertular HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan
meningkat dari 4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan
angka kematian anak akibat AIDS.

30000 12
10.11
9.57
25000 9.04 10
8.49
7.95
20000 18872 19636 8
17807
16735
15517
15000 6
13189 14225 15136 15965 16691
10000 4

5000 2
1048 1208 1368 1528 1688
0 0
2012 2013 2014 2015 2016

Bumil Positif HIV Ibu Membutuhkan PPIA


Ibu Menerima PPIA % Ibu Menerima PPIA

Sumber: Pemodelan Matematik Epidemi HIV, Kemkes, 2012


Gambar 2. Estimasi dan proyeksi jumlah ibu hamil yang membutuhkan Layanan PPIA
di Indonesia tahun 2012-2016

3
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Laporan Kasus HIV dan AIDS Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 menunjukkan
cara penularan tertinggi terjadi akibat hubungan seksual beresiko, diikuti penggunaan
jarum suntik tidak steril pada penasun; dengan jumlah pengidap AIDS terbanyak pada
kategori pekerjaan ibu rumah tangga. Hal ini juga terlihat dari proporsi jumlah kasus
HIV pada perempuan meningkat dari 34% (2008) menjadi 44% (2011), selain itu juga
terdapat peningkatan HIV dan AIDS yang ditularkan dari ibu HIV positif ke bayinya.
Jumlah kasus HIV pada anak 0-4 tahun meningkat dari 1,8% (2010) menjadi 2,6%
(2011)

Sebagian besar infeksi HIV dapat dicegah dengan upaya pencegahan penularan dari
ibu-ke-anak yang komprehensif dan efektif di fasilitas pelayanan kesehatan. Upaya
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak yang komprehensif meliputi empat pilar
atau komponen, yang dikenal sebagai “prong”.

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 2004, khususnya di daerah dengan tingkat epidemi HIV tinggi. Namun,
hingga akhir tahun 2011 baru terdapat 94 layanan PPIA (Kemkes, 2011), yang baru
menjangkau sekitar 7% dari perkiraan jumlah ibu yang memerlukan layanan PPIA.
Program PPIA juga telah dilaksanakan oleh beberapa lembaga masyarakat khususnya
untuk penjangkauan dan perluasan akses layanan bagi masyarakat. Agar penularan
HIV dari ibu ke anak dapat dikendalikan, diperlukan peningkatan akses program dan
pelayanan PPIA yang diintegrasikan ke dalam kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan
anak (KIA), keluarga berencana (KB), serta kesehatan remaja (PKPR) di setiap jenjang
fasilitas layanan kesehatan dasar dan rujukan. Layanan PPIA terintegrasi merupakan
juga bagian dari Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS.

B. Infeksi HIV, Sifilis dan Penyakit IMS lainnya


Penyakit sifilis masih menjadi masalah kesehatan dunia dengan perkiraan 12 juta orang
terinfeksi setiap tahunnya. Pada orang yang menderita sifilis, risiko HIV meningkat
2-3 kali lipat. Diperkirakan terdapat 2 juta kehamilan dengan sifilis setiap tahun,
dimana 25% ibu hamil akan berakhir dengan kematian janin atau abortus spontan
dan 25% ibu hamil yang lain akan mengalami bayi dengan berat lahir rendah (BBLR)
atau dengan infeksi berat. Kedua hal tersebut terkait dengan kematian perinatal, yang
sebenarnya dapat dicegah.

Sifilis pada ibu hamil akan menyebabkan sifilis kongenital. Di Asia-Pasifik sifilis
kongenital dapat menyebabkan kematian janin dan neonatus pada 69% dari kehamilan
dengan sifilis. Setiap tahun diperkirakan 600.000 ibu hamil seropositif sifilis. Data
WHO (2003), termasuk hasil serosurvei di Indonesia, menunjukkan 0,8% dari 395 ibu
hamil yang diperiksa terinfeksi sifilis.

4
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Mencegah dan mengobati IMS dapat mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan
seks. Adanya IMS dalam bentuk ulserasi ataupun inflamasi akan meningkatkan risiko
masuknya infeksi HIV saat melakukan hubungan seks tanpa pelindung antara seorang
yang sudah menderita IMS dengan pasangannya yang belum tertular. Gejala IMS pada
wanita merupakan tanda untuk menawarkan tes HIV pada klien.

Pencegahan penularan HIV, penyakit IMS dan sifilis dari ibu ke bayi mempunyai
kelompok sasaran dan penyedia layanan yang sama, yaitu perempuan usia reproduksi,
ibu hamil dan layanan KIA/KB, kesehatan reproduksi dan kesehatan remaja. Untuk
itu upaya pencegahan penularan HIV dan sifilis serta penyakit IMS lainnya dari ibu ke
anak akan dilaksanakan secara terintegrasi di layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi
dan remaja secara terpadu di pelayanan dasar dan rujukan menuju eliminasi penularan
HIV dan sifilis dari ibu ke anak.

C. Kebijakan dan Strategi Implementasi Kegiatan PPIA


Komprehensif
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to
Child Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari upaya pengendalian HIV-AIDS
dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia serta Program Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA). Layanan PPIA diintegrasikan dengan paket layanan KIA, KB, kesehatan
reproduksi, dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dalam strategi
Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS dan IMS.

Kebijakan Program Nasional Pengendalian HIV-AIDS dan IMS untuk mencegah


penularan HIV dari ibu ke anak meliputi:

1. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilaksanakan oleh seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta sebagai bagian dari Layanan
Komprehensif Berkesinambungan dan menitikberatkan pada upaya promotif dan
preventif.
2. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak diprioritaskan pada daerah dengan
epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, sedangkan upaya pencegahan IMS dan
eliminasi sifilis kongenital dapat dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan tanpa melihat tingkat epidemi HIV.
3. Memaksimalkan kesempatan tes HIV dan sifilis bagi perempuan usia reproduksi
(seksual aktif), ibu hamil dan pasangannya dengan penyediaan tes diagnosis cepat
HIV dan sifilis; memperkuat jejaring rujukan layanan HIV dan IMS (termasuk
akses pengobatan ARV); dan pengintegrasian kegiatan PPIA ke layanan KIA, KB,
kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja.

5
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

4. Pendekatan intervensi struktural, dengan melibatkan masyarakat dan pemangku


kepentingan dalam bentuk advokasi sektor terkait untuk peningkatan kapasitas
dan pengembangan kebijakan yang mendukung pelaksanaan program.
5. Peran aktif berbagai pihak termasuk mobilisasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan pengembangan upaya PPIA.

Pengembangan strategi implementasi PPIA merupakan bagian dari tujuan utama


pengendalian HIV-AIDS, yaitu untuk menurunkan kasus HIV serendah mungkin
dengan menurunnya jumlah infeksi HIV baru, mengurangi stigma dan diskriminasi,
serta menurunnya kematian akibat AIDS (Getting to Zero). Pelaksanaan PPIA perlu
memperhatikan hal-hal berikut:

1. Semua perempuan yang datang ke pelayanan KIA, KB, dan kesehatan reproduksi,
dan kesehatan remaja bisa mendapatkan informasi terkait reproduksi sehat,
penyakit IMS/ HIV, dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak selama masa
kehamilan dan menyusui.
2. Tes HIV, skrining IMS dan tes sifilis merupakan pemeriksaan yang wajib ditawarkan
kepada semua ibu hamil pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi
yang datang ke layanan KIA/KB. Di layanan KIA tes HIV, skrining IMS dan tes
sifilis ditawarkan sebagai bagian dari paket perawatan antenatal terpadu mulai
kunjungan antenatal pertama hingga menjelang persalinan. Apabila ibu menolak
untuk dites HIV, petugas dapat melaksanakan konseling pra-tes HIV atau merujuk
ke layanan konseling dan testing sukarela.
3. Konseling pasca tes bagi ibu yang hasil tesnya positif sedapatnya dilaksanakan
bersamaan (couple conselling), termasuk pemberian kondom sebagai alat
pencegahan penularan IMS dan HIV di fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Perlu partisipasi laki-laki dalam mendukung keberhasilan PPIA.

Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, kebijakan PPIA terintegrasi dalam


Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif meliputi:

1. Pelaksanaan pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA)


diintegrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana
(KB), dan konseling remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dengan ekspansi
secara bertahap, dengan melibatkan peran swasta serta LSM.
2. Pelaksanaan kegiatan PPIA terintegrasi dalam pelayanan KIA merupakan bagian
dari Program Nasional Pengendalian HIV-AIDS dan IMS.
3. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA, KB, dan kesehatan remaja harus
mendapat informasi mengenai PPIA.
4. Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil secara
inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal
atau menjelang persalinan.

6
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

5. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan
diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara inklusif pada pemeriksaan
laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.
6. Untuk daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu atau
berwenang, pelayanan PPIA dapat dilakukan dengan cara:
a) Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai;
b) Pelimpahan wewenang (task shifting) kepada tenaga kesehatan yang terlatih.
Penetapan daerah yang memerlukan task shifting petugas dilakukan oleh
Kepala Dinas Kesehatan setempat.
7. Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan mendapatkan pelayanan
perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut (PDP).
8. Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan pemeriksaan
tes HIV) berkoordinasi dengan Ditjen P2PL, Kemenkes.
9. Pelaksanaan pertolongan persalinan baik secara per vaginam atau per abdominam
harus memperhatikan indikasi obstetrik ibu dan bayinya serta harus menerapkan
kewaspadaan standar.
10. Sesuai dengan kebijakan program bahwa makanan terbaik untuk bayi adalah
pemberian ASI secara ekslusif selama 0-6 bulan, maka ibu dengan HIV perlu
mendapat konseling laktasi dengan baik sejak perawatan antenatal pertama. Namun
apabila ibu memilih lain (pengganti ASI) maka, ibu, pasangan, dan keluarganya
perlu mendapat konseling makanan bayi yang memenuhi persyaratan teknis.

D. Tujuan Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke


Anak
Buku ini disusun sebagai Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Anak untuk:

• Mengembangkan dan melaksanakan kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu


ke Anak;
• Mengembangkan kapasitas sumber daya dan tenaga pelaksana di pusat dan
daerah;
• Sebagai sarana untuk memobilisasi dan meningkatkan komitmen dari berbagai
pihak dan masyarakat agar tercipta lingkungan yang kondusif untuk pelaksanaan
PPIA.

7
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

E. Sasaran
Buku pedoman ini ditujukan untuk semua pihak yang berkepentingan dalam upaya
pengembangan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak di Indonesia, termasuk:

• Tenaga kesehatan, yaitu dokter, dokter spesialis, bidan, perawat dan tenaga terkait
lainnya yang bertugas di layanan kesehatan dasar dan rujukan, fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah dan swasta.
• Pengelola program dan petugas pencatatan-pelaporan di layanan dasar dan rujukan,
terutama layanan HIV-AIDS dan IMS, layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi,
kesehatan remaja, baik di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun
swasta.
• Pemangku kepentingan (stakeholder) baik Pemerintah maupun Non Pemerintah,
yang terkait dengan penyediaan layanan HIV-AIDS dan IMS.
• Kelompok profesi dan kelompok seminat bidang kesehatan terkait layanan
kesehatan bagi ODHA, layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, kesehatan remaja,
IMS, dan layanan lainnya.

8
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

BAB II

PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

A. Informasi Dasar HIV


Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS
yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi HIV, akan mengalami
infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik
(tanpa tanda dan gejala dari suatu penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian,
sebetulnya mereka telah dapat menulari orang lain.

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. “Acquired”


artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; “Immune” adalah sistem daya tangkal atau
kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup atau kurang; dan
“Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS adalah bentuk lanjut
dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala menurunnya sistem kekebalan
tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga
penderita tidak dapat menahan serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan
orang dengan HIV akan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS
muncul bila tidak ada pelayanan dan terapi yang diberikan.

B. Perjalanan Infeksi HIV


Sesudah HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus mulai
mereplikasi diri dalam sel orang tersebut (terutama sel limfosit T CD4 dan makrofag).
Virus HIV akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dengan menghasilkan antibodi
untuk HIV. Masa antara masuknya infeksi dan terbentuknya antibodi yang dapat
dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium adalah selama 2-12 minggu dan disebut
masa jendela (window period). Selama masa jendela, pasien sangat infeksius, mudah
menularkan kepada orang lain, meski hasil pemeriksaan laboratoriumnya masih negatif.
Hampir 30-50% orang mengalami masa infeksi akut pada masa infeksius ini, di mana
gejala dan tanda yang biasanya timbul adalah: demam, pembesaran kelenjar getah
bening, keringat malam, ruam kulit, sakit kepala dan batuk.

Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap tanpa gejala dan tanda (asimtomatik) untuk jangka
waktu cukup panjang bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Namun orang tersebut dapat
menularkan infeksinya kepada orang lain. Kita hanya dapat mengetahui bahwa orang
tersebut terinfeksi HIV dari pemeriksaan laboratorium antibodi HIV serum. Sesudah
jangka waktu tertentu, yang bervariasi dari orang ke orang, virus memperbanyak diri

9
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

secara cepat dan diikuti dengan perusakan sel limfosit T CD4 dan sel kekebalan lainnya
sehingga terjadilah gejala berkurangnya daya tahan tubuh yang progresif. Progresivitas
tergantung pada beberapa faktor seperti: usia kurang dari 5 tahun atau di atas 40
tahun, infeksi lainnya, dan faktor genetik.

Infeksi, penyakit, dan keganasan dapat terjadi pada individu yang terinfeksi HIV. Penyakit
yang berkaitan dengan menurunnya daya tahan tubuh pada orang yang terinfeksi HIV,
misalnya infeksi tuberkulosis (TB), herpes zoster (HSV), oral hairy cell leukoplakia
(OHL), oral candidiasis (OC), papular pruritic eruption (PPE), Pneumocystis carinii
pneumonia (PCP), cryptococcal meningitis (CM), retinitis Cytomegalovirus (CMV), dan
Mycobacterium avium (MAC).

1000
900 CD4 + T cells
800
700
CD4 + Cell count

Acute HIV TB
600 Infection Asymptomatic
500
Syndrome HZV
400 Window Relative level of OHL
300 period Plasma HIV-RNA
OC
200
PPE PCP
100
Antibody CM
0 CMV, MAC
0 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 Months ......... Years After HIV Infection

Gambar 3. Perjalanan alamiah infeksi HIV dan penyakit yang ditimbulkan

C. Cara Penularan HIV


Human immunodeficiency virus (HIV) dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara,
yaitu melalui (1) hubungan seksual, (2) penggunaan jarum yang tidak steril atau
terkontaminasi HIV, dan (3) penularan HIV dari ibu yang terinfeksi HIV ke janin dalam
kandungannya, yang dikenal sebagai Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).

1. Hubungan seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
sanggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua individu.
Risiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu
yang terinfeksi HIV. Kontak seksual oral langsung (mulut ke penis atau mulut

10
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

ke vagina) termasuk dalam kategori risiko rendah tertular HIV. Tingkatan risiko
tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan masuk ke dalam tubuh seseorang,
seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan gusi, dan atau penyakit gigi
mulut atau pada alat genital.

2. Pajanan oleh darah, produk darah, atau organ dan jaringan yang terinfeksi
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk
pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan
alat medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi pada
semua pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional
melalui alat penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan
HIV pada organ dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di
fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Penularan dari ibu-ke-anak


Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat ditularkan
dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat persalinan dan
menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari anak yang
terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.

HIV tidak ditularkan melalui bersalaman, berpelukan, bersentuhan atau


berciuman; penggunaan toilet umum, kolam renang, alat makan atau
minum secara bersama; ataupun gigitan serangga, seperti nyamuk.

D. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke


anak
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu
faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.

1. Faktor Ibu
• Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan
dan jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi
sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya
jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
• Jumlah sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.

11
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

• Status gizi selama hamil


Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil
meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
• Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran
reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah
virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
• Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan
luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui
ASI.

2. Faktor Bayi
• Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik.
• Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin
besar.
• Adanya luka di mulut bayi
Bayi dengn luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.

3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor
obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama
persalinan adalah:
• Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan
melalui bedah sesar (seksio sesaria).
• Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu
ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
dengan darah dan lendir ibu.
• Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari
4 jam.
• Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko
penularan HIV karena berpotensi melukai ibu atau bayi.

12
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Tabel 1. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi

Faktor ibu Faktor bayi Faktor obstetrik


• Kadar HIV (viral load) • Prematuritas dan berat • Jenis persalinan
• Kadar CD4 bayi saat lahir • Lama persalinan
• Status gizi saat hamil • Lama menyusu • Adanya ketuban
• Penyakit infeksi saat • Luka di mulut bayi pecah dini
hamil (jika bayi menyusu) • Tindakan episiotomi,
• Masalah di payudara ekstraksi vakum dan
(jika menyusui) forseps

E. Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak


Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh beberapa
lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi,
jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa
menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak.

Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada
saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan
PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko penularan 15-30% terjadi pada
saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi HIV sebesar 10-20%
dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Waktu Risiko
Selama hamil 5 – 10%
Bersalin 10 – 20%
Menyusui (ASI) 5 – 20%
Risiko penularan keseluruhan 20 – 50%

Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-30% dan
akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV jangka
pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko
penularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan tetapi, dengan
terapi antiretroviral (ART) jangka panjang, risiko penularan HIV dari ibu ke anak dapat
diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui secara eksklusif memiliki risiko
yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya dibandingkan dengan ibu yang tidak

13
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

menyusui (De Cock KM, Fowler MG, Mercier E, et al. JAMA 2000; 283:1175-82).
Dengan pelayanan PPIA yang baik, maka tingkat penularan dapat diturunkan menjadi
kurang dari 2%.

Masa kehamilan Persalinan Post partum melalui ASI


14-36 mg 36 mg Selama
0-14 mg 0-6 bulan 6-24 bulan
kelahiran persalinan

1% 4% 12% 8% 7% 3%
Gambar 4.
Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak saat hamil, bersalin dan menyusui

Dengan pengobatan ARV jangka panjang, teratur dan disiplin,


penularan HIV dari ibu ke anak bisa diturunkan hingga 2%.

14
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

BAB III

PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif
yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:

1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)


2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif
3. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya
4. Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu
yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya

A. Prong 1: Pencegahan penularan HIV pada perempuan


usia reproduksi
Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada
anak adalah dengan mencegah penularan HIV pada perempuan usia reproduksi 15-
49 tahun (pencegahan primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan
HIV dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan
seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa
dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya
yang terinfeksi HIV.

Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan
yang benar terkait penyakit HIV-AIDS, dan penyakit IMS dan didalam koridor kesehatan
reproduksi. Isi pesan yang disampaikan tentunya harus memperhatikan usia, norma, dan
adat istiadat setempat, sehingga proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan
komprehensif terkait HIV-AIDS dikalangan remaja semakin baik.

Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan HIV
menggunakan strategi “ABCD”, yaitu:

• A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi
orang yang belum menikah;
• B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak
berganti-ganti pasangan);
• C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom;
• D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.

15
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Kegiatan yang dapat dilakukan pada pencegahan primer antara lain:

1. Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang HIV-AIDS dan


Kesehatan Reproduksi, baik secara individu maupun kelompok, untuk:
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara menghindari penularan HIV
dan IMS
b. Menjelaskan manfaat mengetahui status atau tes HIV sedini mungkin
c. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang tatalaksana ODHA
perempuan
d. Meningkatkan keterlibatan aktif keluarga dan komunitas untuk meningkatkan
pengetahuan komprehensif HIV dan IMS

Sebaiknya, pesan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak juga disampaikan
kepada remaja, sehingga mereka mengetahui cara agar tidak terinfeksi HIV.

Informasi tentang pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak juga penting
disampaikan kepada masyarakat luas sehingga dukungan masyarakat kepada ibu
dengan HIV dan keluarganya semakin kuat.

2. Mobilisasi masyarakat
a. Melibatkan petugas lapangan (seperti kader kesehatan/PKK, PLKB, atau
posyandu) sebagai pemberi informasi pencegahan HIV dan IMS kepada
masyarakat dan untuk membantu klien mendapatkan akses layanan
kesehatan
b. Menjelaskan tentang cara pengurangan risiko penularan HIV dan IMS, termasuk
melalui penggunaan kondom dan alat suntik steril
c. Melibatkan komunitas, kelompok dukungan sebaya, tokoh agama dan tokoh
masyarakat dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi

3. Layanan tes HIV


Konseling dan tes HIV dilakukan melalui pendekatan Konseling dan Tes atas
Inisiasi Petugas Kesehatan (KTIP) dan Konseling dan Tes Sukarela (KTS), yang
merupakan komponen penting dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu
ke anak. Cara untuk mengetahui status HIV seseorang adalah melalui tes darah.
Prosedur pelaksanaan tes darah dilakukan dengan memperhatikan 3 C yaitu
Counselling, Confidentiality, dan informed consent.

Jika status HIV ibu sudah diketahui,


a. HIV positif: lakukan intervensi PPIA komprehensif agar ibu tidak menularkan
HIV kepada bayi yang dikandungnya
b. HIV negatif: lakukan konseling tentang cara menjaga agar tetap HIV negatif

16
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Layanan konseling dan tes HIV diintegrasikan dengan pelayanan KIA sesuai dengan
strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan, agar:
a. Konseling dan tes HIV dapat ditawarkan kepada semua ibu hamil dalam paket
pelayanan ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV-
AIDS;
b. Layanan konseling dan tes HIV di layanan KIA akan menjangkau banyak ibu
hamil, sehingga pencegahan penularan ibu ke anaknya dapat dilakukan lebih
awal dan sedini mungkin.
c. Penyampaian informasi dan tes HIV dapat dilakukan oleh semua petugas di
fasilitas pelayanan kesehatan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan
ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV-AIDS.
d. Pelaksanaan konseling dan tes HIV mengikuti Pedoman Konseling dan Tes
HIV; petugas wajib menawarkan tes HIV dan melakukan pemeriksaan IMS,
termasuk tes sifilis, kepada semua ibu hamil mulai kunjungan antenatal
pertama bersama dengan pemeriksaan laboratorium lain untuk ibu hamil
(inklusif dalam paket pelayanan ANC terpadu).
e. Tes HIV ditawarkan juga bagi pasangan laki-laki perempuan dan ibu hamil
yang dites (couple conselling);
f. Di setiap jenjang layanan kesehatan yang memberikan layanan PPIA dalam
paket pelayanan KIA, harus ada petugas yang mampu melakukan konseling
dan tes HIV;
g. Di layanan KIA, konseling pasca tes bagi perempuan HIV negatif difokuskan
pada informasi dan bimbingan agar klien tetap HIV negatif selama kehamilan,
menyusui dan seterusnya;
h. Konseling penyampaian hasil tes bagi perempuan atau ibu hamil yang HIV
positif juga memberikan kesempatan untuk dilakukan konseling berpasangan
dan penawaran tes HIV bagi pasangan laki-laki;
i. Pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, aspek kerahasiaan ibu hamil ketika
mengikuti proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV harus terjamin;
j. Menjalankan konseling dan tes HIV di klinik KIA berarti mengintegrasikan
juga program HIV-AIDS dengan layanan lainnya, seperti pemeriksaan rutin
untuk IMS, pengobatan IMS, layanan kesehatan reproduksi, pemberian gizi
tambahan, dan keluarga berencana;
k. Upaya pengobatan IMS menjadi satu paket dengan pemberian kondom sebagai
bagian dari upaya pencegahan.

4. Dukungan untuk perempuan yang HIV negatif


a. Ibu hamil yang hasil tesnya HIV negatif perlu didukung agar status dirinya
tetap HIV negatif;
b. Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV;
c. Membuat pelayanan KIA yang bersahabat untuk pria, sehingga mudah dan
dapat diakses oleh suami/pasangan ibu hamil;

17
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

d. Mengadakan kegiatan konseling berpasangan pada saat kunjungan ke layanan


KIA;
e. Peningkatan pemahaman tentang dampak HIV pada ibu hamil, dan mendorong
dialog yang lebih terbuka antara suami dan istri/ pasangannya tentang perilaku
seksual yang aman;
f. Memberikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami bahwa dengan
melakukan hubungan seksual yang tidak aman, dapat berakibat pada kematian
calon bayi, istri dan dirinya sendiri;
g. Menyampaikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami tentang
pentingnya memakai kondom untuk mencegah penularan HIV.

B. Prong 2: Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan


pada perempuan dengan HIV
Perempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayi yang dikandungnya
jika hamil.Karena itu, ODHA perempuan disarankan untuk mendapatkan akses layanan
yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif untuk
mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang berkualitas,penggunaan
alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta penggunaan kondom secara konsisten
akan membantu perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan seksual yang
aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Perlu diingat
bahwa infeksi HIV bukan merupakan indikasi aborsi.

• Perempuan dengan HIV yang tidak ingin hamil dapat menggunakan kontrasepsi
yang sesuai dengan kondisinya dan disertai penggunaan kondom untuk mencegah
penularan HIV dan IMS.
• Perempuan dengan HIV yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak lagi
disarankan untuk menggunakan kontrasepsi mantap dan tetap menggunakan
kondom.

Kontrasepsi untuk perempuan yang terinfeksi HIV:


• Menunda kehamilan: kontrasepsi jangka panjang + kondom
• Tidak mau punya anak lagi: kontrasepsi mantap + kondom

Sejalan dengan kemajuan pengobatan HIV dan intervensi PPIA, ibu dengan HIV dapat
merencanakan kehamilannya dan diupayakan agar bayinya tidak terinfeksi HIV. Petugas
kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap tentang berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi, terkait kemungkinan terjadinya penularan, peluang anak untuk tidak
terinfeksi HIV. Dalam konseling perlu juga disampaikan bahwa perempuan dengan HIV

18
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

yang belum terindikasi untuk terapi ARV bila memutuskan untuk hamil akan menerima
ARV seumur hidupnya. Jika ibu sudah mendapatkan terapi ARV, jumlah virus HIV
di tubuhnya menjadi sangat rendah (tidak terdeteksi), sehingga risiko penularan HIV
dari ibu ke anak menjadi kecil, Artinya, ia mempunyai peluang besar untuk memiliki
anak HIV negatif. Ibu dengan HIV berhak menentukan keputusannya sendiri atau
setelah berdiskusi dengan pasangan, suami atau keluarganya. Perlu selalu diingatkan
walau ibu/pasangannya sudah mendapatkan ARV demikian penggunaan kondom harus
tetap dilakukan setiap hubungan seksual untuk pencegahan penularan HIV pada
pasangannya.

Beberapa kegiatan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu
dengan HIV antara lain:
• Mengadakan KIE tentang HIV-AIDS dan perilaku seks aman;
• Menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan;
• Melakukan upaya pencegahan dan pengobatan IMS;
• Melakukan promosi penggunaan kondom;
• Memberikan konseling pada perempuan dengan HIV untuk ikut KB dengan
menggunakan metode kontrasepsi dan cara yang tepat;
• Memberikan konseling dan memfasilitasi perempuan dengan HIV yang ingin
merencanakan kehamilan.

C. Prong 3: Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil


dengan HIV ke bayi yang dikandungnya
Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ini
merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut:

1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV;


2. Diagnosis HIV
3. Pemberian terapi antiretroviral;
4. Persalinan yang aman;
5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;
6. Menunda dan mengatur kehamilan;
7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;
8. Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.

Semua jenis kegiatan di atas akan mencapai hasil yang efektif jika dijalankan secara
berkesinambungan. Kombinasi kegiatan tersebut merupakan strategi yang paling
efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang terinfeksi HIV serta mengurangi
risiko penularan HIV dari ibu ke anak pada periode kehamilan, persalinan dan pasca
kelahiran.

19
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Pelayanan KIA yang komprehensif meliputi pelayanan pra-, persalinan dan pasca-
persalinan, serta layanan kesehatan anak. Pelayanan KIA bisa menjadi pintu masuk
upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak bagi seorang ibu hamil. Pemberian
informasi pada ibu hamil dan suaminya ketika datang ke klinik KIA akan meningkatkan
kesadaran dan kewaspadaan mereka tentang kemungkinan adanya risiko penularan
HIV di antara mereka, termasuk risiko lanjutan berupa penularan HIV dari ibu ke anak.
Tes HIV atas inisiatif petugas serta skrining IMS harus ditawarkan kepada semua ibu
hamil sesuai kebijakan program.Harapannya, dengan kesadaran sendiri ibu maudites
dengan sukarela.

Konseling dan tes HIV dalam PPIA komprehensif dilakukan melalui pendekatan
Konseling dan Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan (KTIP), yang merupakan komponen
penting dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak. Tujuan utama
kegiatan ini adalah untuk membuat keputusan klinis dan/atau menentukan pelayanan
medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang,
seperti pada saat pemberian ARV.Apabila seseorang yang datang ke layanan kesehatan
dan menunjukan adanya gejala yang mengarah ke HIV, tanggung jawab dasar dari
petugas kesehatan adalah menawarkan tes dan konseling HIV kepada pasien tersebut
sebagai bagian dari tatalaksana klinis.

Berbagai bentuk layanan di klinik KIA, seperti imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS
terutama sifilis, pemberian suplemen zat besi dapat meningkatkan status kesehatan
semua ibu hamil, termasuk ibu hamil dengan HIV. Hendaknya klinik KIA juga
menjangkau dan melayani suami atau pasangannya, sehingga timbul keterlibatan aktif
para suami/ pasangannya dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.
Upaya pencegahan IMS, termasuk penggunaan kondom, merupakan bagian pelayanan
IMS dan HIV serta diintegrasikan dalam pelayanan KIA.

1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV


Pelayanan tes HIV merupakan upaya membuka akses bagi ibu hamil untuk mengetahui
status HIV, sehingga dapat melakukan upaya untuk mencegah penularan HIV ke
bayinya,memperoleh pengobatan ARV sedini mungkin, dukungan psikologis, informasi
dan pengetahuan tentang HIV-AIDS.

2. Diagnosis HIV
Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV dapat dilakukan secara virologis (mendeteksi
antigen DNA atau RNA) dan serologis (mendeteksi antibodi HIV) pada spesimen
darah. Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV yang dilakukan di Indonesia umumnya
adalah pemeriksaan serologis menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau ELISA.
Pemeriksaan diagnostik tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan tiga
reagen HIV yang berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis antigen,

20
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

yang memenuhi kriteria sensitivitas dan spesifitas. Hasil pemeriksaan dinyatakan


reaktif jika hasil tes dengan reagen 1 (A1), reagen 2 (A2), dan reagen 3 (A3)
ketiganya positif (Strategi 3). Pemilihan jenis reagen yang digunakan berdasarkan
sensitivitas dan spesifisitas, merujuk pada Standar Pelayanan Laboratorium
Kesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik, Kementerian Kesehatan
(SK Menkes No. 241 tahun 2006).

Untuk ibu hamil dengan faktor risiko yang hasil tesnya indeterminate, tes diagnostik
HIV dapat diulang dengan bahan baru yang diambil minimal 14 hari setelah yang
pertama dan setidaknya tes ulang menjelang persalinan (32-36 minggu).

A1

A1 positif A1 negatif

A2
Laporan sebagai
A1 pos, A2 pos A1 pos, A2 neg “Non-reaktif”

Ulangi
A1 & A2
A1 pos, A2 pos A1 neg, A2 neg

A1 pos, A2 neg

Laporan sebagai
A3 “Non-reaktif”

A1 pos A1 pos, A2 pos, A3 pos A1 pos, A2 pos, A3 neg


A2 pos or
A3 pos A1 pos, A2 neg, A3 pos
Risiko Risiko
tinggi rendah

Laporan sebagai Laporan sebagai Laporan sebagai Laporan sebagai


“Reaktif” “Indeterminate” “Indeterminate” “Non-reaktif”

Rujuk ke laboratorium rujukan regional atau


laboratorium rujukan nasional

Gambar 5. Alur diagnosis HIV (strategi III)

21
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

3. Pemberian Terapi Antiretroviral


Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV-AIDS, namun
dengan terapi antiretroviral, jumlah virus di dalam tubuh dapat ditekan sangat rendah,
sehingga ODHA dapat tetap hidup layaknya orang sehat.

Terapi ARV bertujuan untuk:

• Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat,


• Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV,
• Memperbaiki kualitas hidup ODHA,
• Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh, dan
• Menekan replikasi virus secara maksimal.

Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV adalah dengan memulai pengobatan
dengan kombinasi ARV yang efektif. Semua obat yang dipakai harus dimulai pada saat
yang bersamaan pada pasien baru. Terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosis
dan jadwal yang tepat. Obat ARV harus diminum terus menerus secara teratur untuk
menghindari timbulnya resistensi. Diperlukan peran serta aktif pasien dan pendamping/
keluarga dalam terapi ARV. Di samping ARV, timbulnya infeksi oportunistik harus
mendapat perhatian dan tatalaksana yang sesuai.

Pemberian terapi antiretroviral (ART) untuk ibu hamil dengan HIV mengikuti Pedoman
Tatalaksana Klinis dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa, Kementerian Kesehatan
(2011). Penentuan saat yang tepat untuk memulai terapi obat antiretroviral (ARV) pada
ODHA dewasa didasarkan pada kondisi klinis pasien (stadium klinis WHO) atau hasil
pemeriksaan CD4. Namun pada ibu hamil, pasien TB dan penderita Hepatitis B kronik
aktif yang terinfeksi HIV, pengobatan ARV dapat dimulai pada stadium klinis apapun
atau tanpa menunggu hasil pemeriksaan CD4. Pemeriksaan CD4 tetap diperlukan
untuk pemantauan pengobatan.

Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIV selain dapat mengurangi risiko penularan
HIV dari ibu ke anak, adalah untuk mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu dengan cara
menurunkan kadar HIV serendah mungkin.

Pilihan terapi yang direkomendasikan untuk ibu hamil dengan HIV adalah terapi
menggunakan kombinasi tiga obat (2 NRTI + 1 NNRTI). Seminimal mungkin hindari
triple nuke (3 NRTI). Regimen yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 4.

22
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Tabel 4. Saat yang tepat untuk memulai pengobatan ARV pada ibu hamil

Populasi Target Pedoman Tatalaksana dan Pemberian ARV (2011)


Pasien naive HIV+ CD4 ≤350 sel/mm3
asimtomatik
Pasien naive HIV+ Stadium 2 dengan CD4 ≤350 sel/mm3 atau
dengan gejala Stadium 3 atau 4 tanpa memandang nilai CD4-nya
Ibu hamil • ARV diberikan mulai pada umur kehamilan ≥14 minggu,
berapa pun stadium klinis dan nilai CD4-nya
• Jika umur kehamilannya <14 minggu namun ada indikasi,
ARV dapat segera diberikan

Data yang tersedia menunjukkan bahwa pemberian ARV kepada ibu selama hamil
dan dilanjutkan selama menyusui adalah intervensi PPIA yang paling efektif untuk
kesehatan ibu dan juga mampu mengurangi risiko penularan HIV dan kematian bayi.

Pemberian ARV untuk ibu hamil dengan HIV mengikuti Pedoman Tatalaksana Klinis dan
Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa, Kementerian Kesehatan (2011).Pemberian
ARV disesuaikan dengan kondisi klinis ibu (lihat Tabel 5) dan mengikuti ketentuan
sebagai berikut:

• Ibu hamil merupakan indikasi pemberian ARV.


• Untuk perempuan yang status HIV-nya diketahui sebelum hamilan, dan pasien
sudah mendapatkan ART, maka saat hamil ART tetap diteruskan dengan regimen
yang sama seperti saat sebelum hamil.
• Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sebelum umur kehamilannya
14 minggu, jika ada indikasi dapat diberikan ART. Namun jika tidak ada indikasi,
pemberian ART ditunggu hingga umur kehamilannya 14 minggu. Regimen ART
yang diberikan sesuai dengan kondisi klinis ibu.
• Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui pada umur kehamilan ≥ 14 minggu,
segera diberikan ART berapapun nilai CD4 dan stadium klinisnya. Regimen ART
yang diberikan sesuai dengan kondisi klinis ibu.
• Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sesaat menjelang persalinan,
segera diberikan ART sesuai kondisi klinis ibu. Pilihan kombinasi regimen ART
sama dengan ibu hamil yang lain.

23
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Tabel 5. Rekomendasi ART pada ibu hamil dengan HIV dan ARV profilaksis pada bayi

No. Situasi Klinis Rekomendasi pengobatan


(paduan untuk ibu)
1 ODHA sedang terapi ARV, • Lanjutkan paduan (ganti dengan NVP atau
kemudian hamil golongan PI jika sedang menggunakan EFV
pada trimester I)
• Lanjutkan dengan paduan ARV yang sama
selama dan sesudah persalinan
2ODHA hamil dengan jumlah dalam • Mulai ARV pada minggu ke-14 kehamilan
stadium klinis 1atau jumlah • Paduan sebagai berikut:
CD4 >350/mm3danbelum  AZT + 3TC + NVP* atau
terapi ARV  TDF + 3TC (atau FTC) + NVP*
 AZT + 3TC + EFV** atau
 TDF + 3TC (atau FTC) + EFV**
3 ODHA hamil dengan jumlah • Segera mulai terapi ARV dengan paduan
CD4 <350/mm3 atau stadium seperti pada butir 2
klinis 2,3,4
4
ODHA hamil dengan tuberkulosis • OATtetap diberikan
aktif • Paduan untuk ibu, bila pengobatan mulai
trimester II dan III:
AZT (TDF) + 3TC + EFV
5
Ibu hamil dalam masa persalinan • Tawarkan tes HIV dalam masa persalinan;

dan status HIV tidak diketahui atau tes setelah persalinan
• Jika hasil tes reaktif, dapat diberikan
paduan pada butir 2
6 ODHA datang pada masa persalinan • Paduan pada butir 2
dan belum mendapat terapi ARV
Profilaksis ARV untuk Bayi
AZT(zidovudine) 4 mg/KgBB, 2X/hari, mulai hari ke-1 hingga 6 minggu

Keterangan:
* Penggunaan Nevirapin (NVP) pada perempuan dengan CD4 >250 sel/mm3 atau yang
tidak diketahui jumlah CD4-nya dapat menimbulkan reaksi hipersensitif
** Efavirens tidak boleh diberikan pada ODHA hamil trimester 1 karena teratogenik

Pemerintah menyediakan ARV untuk ibu hamil sebagai upaya untuk mengurangi risiko
penularan HIV dari ibu ke anak, termasuk untuk tujuan pengobatan jangka panjang.

24
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Perempuan HIV Positif

Tidak hamil Hamil

<14 minggu >14 minggu

Stadium klinis 1 Stadium klinis


atau jumlah 2,3,4 atau jumlah
CD4 >350mm3 CD4 <350mm3

Terapi sesuai Tunda ART s.d. Mulai terapi ARV


kriteria ART usia kehamilan
dewasa 14 minggu

Gambar 6. Alur pemberian terapi antiretroviral pada ibu hamil

4. Persalinan aman
Pemilihan persalinan yang aman diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan konseling
lengkap tentang pilihan persalinan, risiko penularan, dan berdasarkan penilaian
dari tenaga kesehatan. Pilihan persalinan meliputi persalinan per vaginam dan per
abdominam (bedah sesar atau seksio sesarea).

Dalam konseling perlu disampaikan mengenai manfaat terapi ARV sebagai cara terbaik
mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Dengan terapi ARV yang sekurangnya
dimulai pada minggu ke-14 kehamilan, persalinan per vaginam merupakan persalinan
yang aman. Apabila tersedia fasilitas pemeriksaan viral load, dengan viral load < 1.000
kopi/µL, persalinan per vaginam aman untuk dilakukan.

Persalinan bedah sesar hanya boleh didasarkan atas indikasi obstetrik atau jika
pemberian ARV baru dimulai pada saat usia kehamilan 36 minggu atau lebih, sehingga
diperkirakan viral load > 1.000 kopi/µL.

Tabel 6. Pilihan persalinan

Persalinan per vaginam Persalinan per abdominam


Syarat: Syarat:
• Pemberian ARV mulai pada • Ada indikasi obstetrik; dan
< 14 minggu (ART > 6 bulan); atau • VL >1.000 kopi/µL atau
• VL <1.000 kopi/µL • Pemberian ARV dimulai pada usia
kehamilan > 36 minggu

25
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa bedah sesar akan mengurangi


risiko penularan HIV dari ibu ke bayi hingga sebesar 2%– 4%, namun perlu
dipertimbangkan:

a. Faktor keamanan ibu pasca bedah sesar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa
komplikasi minor dari operasi bedah sesar seperti endometritis, infeksi luka dan
infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada ODHA dibandingkan non-ODHA.
Namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara ODHA dan bukan ODHA
terhadap risiko terjadinya komplikasi mayor seperti pneumonia, efusi pleura
ataupun sepsis.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan, apakah
memungkinkan untuk dilakukan bedah sesar atau tidak.
c. Biaya bedah sesar yang relatif mahal.

Dengan demikian, untuk memberikan layanan persalinan yang optimal kepada ibu
hamil dengan HIV direkomendasikan kondisi-kondisi berikut ini:
• Pelaksanaan persalinan, baik secara bedah sesar maupun normal, harus
memperhatikan kondisi fisik dan indikasi obstetri ibu berdasarkan penilaian dari
tenaga kesehatan. Infeksi HIV bukan merupakan indikasi untuk bedah sesar.
• Ibu hamil harus mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk
menjalani persalinan per vaginam atau pun per abdominam (bedah sesar).
• Tindakan menolong persalinan ibu hamil, baik secara persalinan per vaginam
maupun bedah sesar harus selalu menerapkan kewaspadaan standar, yang berlaku
untuk semua jenis persalinan dan tindakan medis.

Proses persalinan aman selain untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anaknya,
juga mencakup keamanan bekerja bagi tenaga kesehatan penolong persalinan
(bidan dan dokter). Risiko penularan HIV akibat tertusuk jarum suntik sangat kecil
(<0,3%). Petugas yang mengalami pajanan HIV di tempat kerja dapat menerima terapi
antiretroviral (ARV) untuk Pencegahan Pasca Pajanan (PPP atau PEP, post exposure
prophylaxis).

Beberapa hal tentang PPP:


• Waktu yang terbaik adalah diberikan kurang dari 4 jam dan maksimal dalam 48-72
jam setelah kejadian.
• Paduan yang dianjurkan adalah AZT + 3TC + EFV atau AZT + 3TC + LPV/r (Lopinavir/
Ritonavir).
• Nevirapine (NVP) tidak digunakan untuk PPP.
• ARV untuk PEP diberikan selama 1 bulan.
• Perlu dilakukan tes HIV sebelum memulai PPP.
• ARV tidak diberikan untuk tujuan PPP jika tes HIV menunjukkan hasil reaktif
(karena berarti yang terpajan sudah HIV positif sebelum kejadian); pada kasus ini,
pemberian ARV mengikuti kriteria terapi ARV pada dewasa.

26
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

• Perlu dilakukan pemantauan efek samping dari obat ARV yang diminum.
• Perlu dilakukan tes HIV ulangan pada bulan ke 3 dan 6 setelah pemberian PPP.

Pada kasus kecelakaan kerja pada petugas yang menderita hepatitis B maka PPP yang
digunakan sebaiknya mengandung TDF/3TC untuk mencegah terjadinya hepatic flare.

5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi/anak


Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko penularan
HIV melalui ASI. Konseling diberikan sejak perawatan antenatal atau sebelum
persalinan. Pengambilan keputusan oleh ibu dilakukan setelah mendapat informasi
secara lengkap. Pilihan apapun yang diambil oleh ibu harus didukung.

Ibu dengan HIV yang sudah dalam terapi ARV memiliki kadar HIV sangat rendah,
sehingga aman untuk menyusui bayinya. Dalam Pedoman HIV dan Infant Feeding
(2010), World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan untuk bayi lahir dari ibu yang HIV dan sudah dalam terapi ARV untuk
kelangsungan hidup anak (HIV-free and child survival). Eksklusif artinya hanya
diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur dengan susu lain (mixed feeding). Setelah
bayi berusia 6 bulan pemberian ASI dapat diteruskan hingga bayi berusia 12 bulan,
disertai dengan pemberian makanan padat.

Bila ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan
digantikan dengan susu formula untuk menghindari mixed feeding (Tabel 7).

Tabel 7. Perbandingan risiko penularan HIV dari ibu ke anak pada pemberian ASI
eksklusif, susu formula, dan mixed feeding

ASI eksklusif Susu formula Mixed feeding


5 – 15% 0% 24,1%

Beberapa studi menunjukkan pemberian susu formula memiliki risiko minimal


untuk penularan HIV dari ibu ke bayi, sehingga susu formula diyakini sebagai cara
pemberian makanan yang paling aman. Namun, penyediaan dan pemberian susu
formula memerlukan akses ketersediaan air bersih dan botol susu yang bersih, yang
di banyak negara berkembang dan beberapa daerah di Indonesia persyaratan tersebut
sulit dijalankan. Selain itu, keterbatasan kemampuan keluarga di Indonesia untuk
membeli susu formula dan adanya norma sosial tertentu di masyarakat mengharuskan
ibu menyusui bayinya.

Sangat tidak dianjurkan menyusui campur (mixed feeding, artinya diberikan ASI dan
PASI bergantian). Pemberian susu formula yang bagi dinding usus bayi merupakan benda
asing dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus, sehingga mempermudah
masuknya HIV yang ada di dalam ASI ke peredaran darah.

27
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Ibu hamil dengan HIV perlu mendapatkan informasi dan edukasi untuk membantu
mereka membuat keputusan apakah ingin memberikan ASI eksklusif atau susu
formula kepada bayinya. Mereka butuh bantuan untuk menilai dan menimbang risiko
penularan HIV ke bayinya. Mereka butuh dukungan agar merasa percaya diri dengan
keputusannya dan dibimbing bagaimana memberi makanan ke bayinya seaman
mungkin. Agar mampu melakukan hal itu, tenaga kesehatan perlu dibekali pelatihan
tentang informasi dasar HIV dan pemberian makanan untuk bayi.

Rekomendasi untuk pemberian informasi dan edukasi, baik tentang pemberian


makanan bayi dalam pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak maupun pemeliharaan
kesehatan anak secara umum adalah sebagai berikut:

a. Ibu hamil dengan HIV perlu mendapatkan konseling sehubungan dengan


keputusannya untuk menyusui atau memberikan susu formula. Dengan adanya
komunikasi dengan si ibu, petugas dapat menggali informasi kondisi rumah ibu
dan situasi keluarganya, sehingga bisa membantu ibu untuk menentukan pilihan
pemberian makanan pada bayi yang paling tepat.
b. Petugas harus memberikan penjelasan tentang manfaat dan risiko menyusui untuk
kelangsungan hidup bayi/anak, serta pentingnya terapi ART sebagai kunci upaya
mencegah penularan HIV dari ibu ke anaknya. Bayi yang diberi ASI dari ibu yang
sudah dalam terapi ARV dan minum obatnya secara teratur, memiliki risiko sangat
kecil untuk menularkan HIV, karena jumlah virus dalam tubuhnya jauh berkurang.
Pemberian susu pengganti ASI yang tidak higienis berpotensi menimbulkan
penyakit infeksi lain yang mungkin mengancam kelangsungan hidup bayi.
c. Petugas harus dapat mendemonstrasikan bagaimana praktek pemberian makanan
pada bayi yang dipilih dan memberikan brosur atau materi KIE yang bisa dibawa
pulang.
d. Petugas perlu memberikan konseling dan dukungan lanjutan.
e. Saat kunjungan pasca persalinan, petugas kesehatan dapat melakukan:
• Monitoring pengobatan ARV ibu dan profilaksis ARV bayi;
• Monitoring tumbuh kembang bayi;
• Memberikan imunisasi bayi sesuai dengan jadwal imunisasi dasar, kecuali bila
ada tanda-tanda infeksi oportunistik;
• Memberikan obat kotrimoksazol pada bayi untuk mencegah timbulnya infeksi
lain mulai pada usia 6 minggu;
• Memeriksa tanda-tanda infeksi termasuk infeksi oportunistik;
• Memeriksa praktik pemberian makanan pada bayi dan apakah ada perubahan
yang diinginkan;
• Mendiskusikan pemberian makanan selanjutnya setelah ASI untuk bayi usia
6 – 12 bulan.

28
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

6. Mengatur kehamilan dan Keluarga Berencana


Seperti telah disebutkan pada Prong 2, semua jenis kontrasepsi yang dipilih oleh ibu
dengan HIV harus selalu disertai penggunaan kondom untuk mencegah IMS dan HIV.

Kontrasepsi pada ibu/perempuan HIV positif:


• Ibu yang ingin menunda atau mengatur kehamilan, dapat menggunakan
kontrasepsi jangka panjang.
• Ibu yang memutuskan tidak punya anak lagi, dapat memilih kontrasepsi
mantap.

7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak


Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir selama 6 minggu. Obat
ARV yang diberikan adalah zidovudine (AZT atau ZDV) 4 mg/kgBB diberikan 2 kali
sehari.

Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis mulai usia 6 minggu


dengan dosis4-6 mg/kgbb, satu kali sehari, setiap hari sampai usia 1 tahun atau
sampai diagnosis HIV ditegakkan.

8. Pemeriksaan diagnostik HIV pada bayi yang lahir dari ibu dengan HIV
Penularan HIV pada anak dapat terjadi selama masa kehamilan, saat persalinan, dan
menyusui. Antibodi HIV dari ibu dapat berpindah ke bayi melalui plasenta selama
kehamilan berada pada darah bayi/anak hingga usia 18 bulan. Penentuan status HIV
pada bayi/anak (usia <18 bulan) dari ibu HIV tidak dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan diagnosis HIV (tes antibodi) biasa. Pemeriksaan serologis anti-HIV dan
pemeriksaan virologis HIV RNA (PCR) dilakukan setelah usia 18 bulan atau dapat
dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila hasilnya positif, maka
harus diulang setelah usia 18 bulan.

Pemeriksaan virologis, seperti HIV DNA (PCR), saat ini sudah ada di Indonesia dan
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV pada anak usia di bawah 18 bulan.
Pemeriksaan tersebut harus dilakukan minimal 2 kali dan dapat dimulai ketika bayi
berusia 4-6 minggu dan perlu diulang 4 minggu kemudian. Pemeriksaan HIV DNA
(PCR) adalah pemeriksaan yang dapat menemukan virus atau partikel virus dalam
tubuh bayi dan saat ini sedang dikembangkan di Indonesia untuk diagnosis dini HIV
pada bayi (early infant diagnosis, EID).

29
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Untuk pemeriksaan diagnosis dini HIV pada bayi ini, Kementerian Kesehatan sedang
mengembangkan laboratorium rujukan nasional (saat ini di Rumah Sakit Dharmais)
dan kedepannya beberapa laboratorium rujukan regional (termasuk di BLK Provinsi
Papua). Spesimen darah anak yang akan diperiksa dapat dikirimkan berupa tetes darah
kering (dry blood spot, DBS) ke laboratorium tersebut. Dengan pemeriksaan tersebut,
diagnosis HIV pada anak dapat ditegakkan sedini mungkin.

D. Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial dan


Perawatan kepada Ibu dengan HIV beserta Anak dan
Keluarganya
Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu melahirkan.
Ibu akan hidup dengan HIV di tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis, sosial
dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapi
masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Faktor kerahasiaan
status HIV ibu sangat penting dijaga. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan
keluarganya.

Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan oleh ibu dengan HIV antara lain:
• Pengobatan ARV jangka panjang
• Pengobatan gejala penyakitnya
• Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4
dan viral load)
• Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan
• Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi
• Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri sendiri dan bayinya.
• Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan
pencegahannya
• Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat
• Kunjungan ke rumah (home visit)
• Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan HIV
• Adanya pendamping saat sedang dirawat
• Dukungan dari pasangan
• Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga
• Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak

Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu dengan HIV akan bersikap optimis dan
bersemangat mengisi kehidupannya. Diharapkan ia akan bertindak bijak dan positif
untuk senantiasa menjaga kesehatan diri dan anaknya, serta berperilaku sehat agar
tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain.

30
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Informasi tentang adanya layanan dukungan psikososial untuk ODHA ini perlu diketahui
oleh masyarakat luas, termasuk para perempuan usia reproduktif. Diharapkan informasi
ini bisa meningkatkan minat mereka yang merasa berisiko tertular HIV untuk mengikuti
konseling dan tes HIV agar mengetahui status HIV mereka.

Ibu Hamil
Partisipasi Laki-laki • Pemerintah
Mobilisasi Masyarakat • Tenaga LSM
• Kader

Pelayanan KIA di Fasyankes Penyuluhan Kesehatan & PPIA • Dokter


(Puskesmas, RS, Klinik) di Masyarakat • Bidan/ Perawat
• LSM/ kader

• Dokter
Penawaran dan informasi Tes HIV
• Bidan/ Perawat

Tak bersedia Bersedia


menjalani tes tes HIV

Konseling Pra-Tes
• Petugas
Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium

Konseling untuk tetap


HIV negatif; dan Konseling Pasca Tes
Evaluasi berkala • Konselor KTS
• Relawan
• ODHA (KDS)
Hasil Test Hasil Test
HIV negatif HIV positif
Tes ulang pada ANC Hasil Test
berikutnya / sebelum HIV indeterminate • Dokter/Perawat
persalinan • Konselor
• Relawan/ Keluarga
• ODHA (KDS)
Konseling dan Pemberian
ART

• Dokter/Bidan
Konseling dan Pemberian • Konselor
Makanan Bayi • Relawan

• Dokter
Konseling Persalinan aman • Bidan

Dukungan Psikososial dan • Dokter


• Bidan/Perawat
Perawatan
• Relawan
bagi Ibu dengan HIV & bayinya • ODHA (KDS)

Gambar 7. Alur proses ibu hamil menjalani kegiatan Prong 3 dan 4 dalam
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

31
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

32
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

BAB IV

JEJARING PPIA

Upaya pengendalikan HIV-AIDS dan IMS sangat memerlukan penguatan sistem


kesehatan. Beberapa aspek penting yang perlu dilakukan, antara lain penguatan layanan
IMS/kesehatan reproduksi dan pengintegrasian program HIV-AIDS dan IMS ke layanan
kesehatan yang sudah tersedia, termasuk layanan KIA/KB, kesehatan reproduksi
(PKRE), dan kesehatan remaja (PKPR). Kementerian Kesehatan menerapkan strategi
pengendalian penyakit melalui layanan pencegahan dan pengobatan HIV-AIDS yang
komprehensif dan berkesinambungan (disingkat LKB) dengan menerapkan keenam
pilar yang dikembangkan di tingkat kabupaten/kota. Keenam pilar tersebut terdiri
atas:
1. Koordinasi dan kemitraan dengan semua pemangku kepentingan di setiap lini
2. Peran aktif komunitas termasuk ODHA dan keluarga
3. Layanan terintegrasi dan terdesentralisasi sesuai kondisi setempat
4. Akses layanan terjamin
5. Sistem rujukan dan jejaring kerja
6. Paket layanan HIV komprehensif yang berkesinambungan

KOMISI PENANGGULANGAN
AIDS

Fasyankes Fasyankes
Sekunder Primer
RS Kab/Kota PUSKESMAS
KADER

MASYARAKAT

PBM:
LSM, Ormas,
Kelompok
Orsos, Relawan
Fasyankes Dukungan
PBR:
Tersier
Keluarga
RS Provinsi
ODHA

COMMUNITY
ORGANIZER

Gambar 8. Kerangka Kerja Layanan Komprehensif HIV dan IMS yang


Berkesinambungan (LKB)

33
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Layanan HIV-AIDS dan IMS Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB) adalah


penguatan layanan pada penguatan jejaring internal, yaitu hubungan antar layanan/
program di dalam satu fasyankes, dan eksternal, yakni hubungan antar fasyankes,
rujukan antar layanan, dan penguatan komponen masyarakat dengan kunci pengendalian
dan manajemen secara komprehensif pada tingkat kabupaten/ kota.

Komponen LKB mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan
KIE untuk pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian/
pengenalan faktor risiko; tes HIV dan konseling; perawatan, dukungan, dan pengobatan
(PDP); pencegahan penularan dari ibu ke anak (PPIA); pengurangan dampak buruk
napza; layanan diagnosis dan pengobatan IMS; pencegahan penularan melalui darah
donor dan produk darah lainnya; kegiatan perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta
surveilans epidemiologi di puskesmas rujukan dan non-rujukan termasuk fasilitas
kesehatan lainnya, dan rumah sakit rujukan ODHA di kabupaten/kota; dan keterlibatan
aktif dari sektor masyarakat, termasuk keluarga.

Pelaksanaan PPIA diintegrasikan ke dalam kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak
dan keluarga berencana (KIA/KB), dan kesehatan remaja (PKPR) di setiap jenjang
pelayanan kesehatan. Paket layanan PPIA terdiri atas:

1. Penawaran tes HIV kepada semua ibu hamil pada saat kunjungan perawatan
antenatal (ANC)
2. Di dalam LKB harus dipastikan bahwa layanan PPIA terintegrasi pada layanan
rutin KIA terutama pemeriksaan ibu hamil untuk memaksimalkan cakupan.
3. Perlu dikembangkan jejaring layanan tes dan konseling HIV serta pengobatan
dan dukungan perawatan ODHA dengan klinik KIA/KB, kespro dan kesehatan
remaja, serta rujukan bagi ibu HIV positif dan anak yang dilahirkannya ke layanan
komunitas untuk dukungan dalam hal pemberian makanan bayi dengan benar,
terapi profilaksis ARV dan kotrimoksasol bagi bayi, kepatuhan minum obat ARV
bagi ibu dan bayinya, dan dukungan lanjutan bagi ibu HIV serta dukungan dalam
mengakses pemeriksaan diagnosis HIV dini bagi bayinya, dan dukungan lanjutan
bagi anak yang HIV positif.

Penerapan LKB dalam pelaksanaan PPIA adalah sebagai berikut:


Kerja sama antara sarana kesehatan dan organisasi masyarakat penting dalam
melaksanakan kegiatan PPIA komprehensif. Kerja sama tersebut akan mengatasi
kendala medis (seperti: tes HIV, ARV, CD4, viral load, persalinan aman) serta kendala
psikososial (seperti: kebutuhan dampingan, kunjungan rumah, bimbingan perubahan
perilaku dan kesulitan ekonomi keluarga ODHA). Bentuk kerja sama yang perlu
dikembangkan, antara lain memperkuat sistem rujukan klien, memperlancar hubungan
komunikasi untuk saling berbagi informasi tentang situasi dan jenis layanan yang
diberikan dan membentuk sistem penanganan kasus secara bersama. Dengan adanya
jejaring PPIA yang baik, diharapkan akan terbentuk layanan PPIA berkualitas.

34
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Dalam jejaring PPIA setiap institusi memiliki peran tersendiri yang terintegrasi dan
saling berhubungan dengan institusi lainnya. Di sarana kesehatan, pelayanan PPIA
dijalankan oleh Puskesmas dan jajarannya, Rumah Sakit, serta bidan praktek swasta.
Di tingkat masyarakat, pelayanan PPIA dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) ataupun Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) ODHA.

Agar peran masing-masing institusi berjalan secara optimal, diperlukan sumber daya
manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan pelayanan PPIA yang memadai.
Untuk itu, diperlukan adanya pelatihan PPIA yang berorientasi terhadap kebutuhan
pelayanan di lapangan. Adanya Task Shifting dimungkinkan untuk menjalankan
kegiatan PPIA dengan disesuaikan pada kondisi setempat. Kegiatan pelatihan-pelatihan
tersebut memerlukan dukungan dari ikatan profesi, seperti IDI, IDAI, POGI, IBI, PAPDI,
PDUI, PPNI serta ikatan profesi lainnya. Ikatan profesi juga berperan meningkatkan
kinerja tenaga kesehatan untuk menjamin pemberian pelayanan yang berkualitas, serta
menjalin koordinasi antar ikatan profesi dan bermitra dengan lainnya

Alur layanan kegiatan PPIA adalah sama dengan alur layanan komprehensif HIV untuk
ODHA, yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

RS Rujukan Strata III


(Pusat/Provinsi)
Tatalaksana kasus rumit
Layanan dan dukungan spesialistik

RS Rujukan Strata II
Pemantauan (Kabupaten/Kota) Layanan Rujukan timbal balik
komprehensif, koordinasi, Pembentukan
pasien Monitoring klinis
kelompok ODHA dan dukungan

Layanan Strata I
(Puskesmas, Klinik)
Layanan dasar, dukungan PDP

MASYARAKAT
Layanan berbasis rumah dan masyarakat,
PMO, Peer group

Gambar 9. Alur Layanan untuk ODHA

35
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Layanan HIV-AIDS khususnya PPIA dibagi dalam empat tingkatan (strata) pelayanan,
yaitu strata I, II, III dan layanan berbasis masyarakat. Strata III biasanya dilaksanakan di
tingkat Provinsi atau Nasional. Strata II atau tingkat menengah, biasanya dilaksanakan
di tingkat Kabupaten/Kota. Strata I atau layanan dasar dilaksanakan di tingkat
Puskesmas Kecamatan, Kelurahan maupun layanan yang berbasis masyarakat.

Mekanisme hubungan antar strata layanan terutama berupa rujukan yang merupakan
rujukan timbal balik antara layanan. Rujukan meliputi rujukan pasien, pembinaan dan
rujukan sampel laboratorium. Dalam melaksanakan rujukan, perlu dipertimbangkan
segi jarak, waktu, biaya dan efisiensi. Dengan demikian, diharapkan jaringan kerjasama
yang terjalin dapat member layanan yang lebih baik kepada ODHA.

36
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

BAB V

MONITORING DAN EVALUASI PPIA

A. Monitoring Evaluasi dan Penjaminan Mutu Layanan


Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan pengawasan berkelanjutan yang
dilaksanakan untuk menilai pencapaian program terhadap target atau tujuan yang
telah ditetapkan, dengan melalui pengumpulan data input, proses dan luaran secara
reguler dan terus-menerus.

Merujuk pada tujuan dari pengembangan Layanan Komprehensif HIV & IMS
Berkesinambungan, maka monitoring dan evaluasi diarahkan pada kinerja pencapaian
dari tujuan tersebut. Sehingga indikator kegiatan PPIA juga merujuk pada indikator
nasional yang telah dikembangkan seperti yang tercantum dalam target MDGs, Rencana
Strategis serta pedoman operasionalnya, seperti Pedoman Nasional Monitoring dan
Evaluasi Program Pengendalian HIV dan AIDS, 2010.

Dalam monitoring dan evaluasi tim menggunakan perangkat monev standar sejalan
dengan kegiatan monev nasional dengan menggunakan formulir pencatatan dan
pelaporan yang berlaku. Pelaporan rutin yang berasal dari fasyankes melalui sistim
berjenjang mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan propinsi dan
Kementerian Kesehatan.

B. Pelaporan
Hasil kegiatan pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak tiap bulan
dilaporkan secara berjenjang oleh Puskesmas, Layanan Swasta dan RSU ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi ke Kementerian Kesehatan
menggunakan format pelaporan dalam buku Pedoman Nasional Monitoring dan
Evaluasi Program Pengendalian HIV dan AIDS, Kementerian Kesehatan, 2010.

Laporan di setiap layanan atau Puskesmas atau RS dibuat mulai tanggal 26 bulan
sebelumnya sampai tanggal 25 bulan sekarang. Kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan merekapitulasi laporan semua
layanan di wilayahnya, kemudian melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dengan
melampirkan laporan dari layanan. Seterusnya, Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan
ke Kementerian Kesehatan. Di Pusat, data akan diolah, disesuaikan dengan kebutuhan
dan indikator yang telah ditentukan.

37
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Laporan kegiatan merangkum kegiatan masing masing unit pelayanan. Sedangkan


data individu pasien disimpan di unit layanan dan menjadi milik unit layanan. Dalam
menyelenggarakan pemantauan atau monitoring guna meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan dan sistem maka data harus dikompilasi dan dianalisis di tingkat kabupaten/
kota kemudian dikumpulkan di tingkat provinsi serta nasional. Ditekankan agar
meningkatkan analisis dan penggunaan data secara lokal baik di tingkat kabupaten/
kota atau provinsi terutama dalam perencanaan. Selain itu juga bahwa pengiriman
umpan balik kepada pengirim laporan sampai ke tingkat layanan sangat diperlukan.

KEMENKES
PER BULAN

DINKES PROVINSI
PER BULAN

DINKES
KABUPATEN

RS PUSKESMAS KLINIK LSM

VCT/KTS
l l VCT/KTS l Penjangkauan
l ART l ART

l PMTCT/PPIA l PMTCT/PPIA

l METADON l METADON

l LJSS l LJSS

l PITC/KTIP l PITC/KTIP

l Dukungan ODHA l Dukungan ODHA

Gambar 10. Bagan Alur Pelaporan M & E

38
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

BAB VI

PENUTUP

Dengan adanya Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak diharapkan
akses layanan dan cakupan pelayanan PPIA sebagai salah satu upaya pengendalian
HIV-AIDS di Indonesia akan lebih luas dan lebih komprehensif, sehingga upaya untuk
mengeliminasi penularan HIV dari ibu ke anak dapat dicapai pada sesuai tujuan Menuju
Titik Nol (Getting to Zero). Disadari Pedoman ini perlu dilengkapi dengan pedoman
teknis lainnya yang secara rinci menjelaskan pelaksanaan di lapangan termasuk alur
pencatatan dan pelaporan secara berjenjang ke Pusat dari fasyankes.

39
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

40
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.


Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi, 2006.
2. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal P2PL. Pedoman Nasional Terapi
Anti Retroviral pada Anak, 2008.
3. Kementerian kesehatan RI. Estimasi Populasi Dewasa Rawan Terinfeksi HIV,
2009.
4. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Pencegahan Penularan HIV-AIDS dari
Ibu Ke Bayi: Panduan Bagi Petugas Kesehatan, 2009.
5. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Strategi dan Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010-1014, 2010.
6. Kementerian Kesehatan, Pedoman Nasional Monitoring dan Evaluasi Program
Pengendalian HIV dan AIDS, 2010.
7. Pedoman Penerapan Tes dan Konseling HIV Terintegrasi di Sarana Kesehatan
(PITC), Kementerian Kesehatan, 2010.
8. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis dan Terapi
Antiretroviral pada Orang Dewasa, 2011.
9. Subdirektorat AIDS dan PMS, Kementerian Kesehatan RI. Laporan Triwulan IV
2011 Kasus HIV-AIDS Nasional, 2011.
10. Kementerian Kesehatan RI. Laporan Hasil Pemodelan Matematika Epidemi HIV
(Draft), 2012
11. World Health Organization. Antiretroviral therapy of HIV infection in infants and
children: towards universal access: recommendations for a public health approach,
2010 revision.
12. World Health Organization. Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and
adolescents: recommendations for a public health approach, 2010 revision.
13. World Health Organization. Antiretroviral drugs for treating pregnant women and
preventing HIV infection in infants: recommendations for a public health approach,
2010 version.
14. World Health Organization. PMTCT Strategic Vision 2010–2015: Preventing mother-
to-child transmission of HIV to reach the UNGASS and Millennium Development
Goals, 2010.
15. UNAIDS. UNAIDS Global Report, 2012.
16. UNAIDS. TREATMENT 2.0, 2010.
17. Recommendation of The 8th Meeting of the Asia Pacific United Nations Task Force
for the Prevention of Parents-to-Child Transmission of HIV. Toward the elimination
of paediatric HIV and congenital syphilis in Asia Pacific, Vientiane, Lao PDR,
23 – 25 November 2010.

41
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

42
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

LAMPIRAN

43
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

44
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

LAMPIRAN 1. KEGIATAN PPIA KOMPREHENSIF

Kegiatan: Prong 1 Prong 2 Prong 3 Prong 4


Perempuan
Perempuan Perempuan
15-49 th, Perempuan
HIV yang HIV, anak
Sasaran kegiatan: termasuk HIV dan
hamil dan dan
remaja dan pasangannya
pasangannya keluarganya
populasi risti
1. Peningkatan pengetahuan X X X X
komprehensif HIV-AIDS
bagi masyarakat
(15-49 tahun)
2. Promosi perilaku seksual X X X X
aman bagi masyarakat
(15-49 tahun) dan perilaku
mencari pengobatan
IMS/kespro
3. Promosi dan distribusi X X X X
kondom sebagai alat
pelindung ganda di
fasyankes dan pada
populasi risti
4. Diagnosis dan pengobatan X X X X
IMS di semua jenjang
fasyankes
5. Tes dan konseling HIV
di fasyankes:
• Perempuan X X X X
• Pasangannya X X X
6. Pencegahan kehamilan
tak diinginkan dan
perencanaan kehamilan
pada perempuan yang
terinfeksi HIV:
- Konseling dan X X X
penyediaan kontrasepsi
yang aman dan efektif
- Perencanaan dan
persiapan kehamilan

45
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Kegiatan: Prong 1 Prong 2 Prong 3 Prong 4


Perempuan
Perempuan Perempuan
15-49 th, Perempuan
HIV yang HIV, anak
Sasaran kegiatan: termasuk HIV dan
hamil dan dan
remaja dan pasangannya
pasangannya keluarganya
populasi risti
7. Pelayanan antenatal X
terpadu, termasuk skrining/
diagnosis dan tatalaksana
IMS, HIV, TB, dan malaria
pada ibu hamil
8. Pemberian ARV X X X
sesuai kriteria
eligible ARV
9. Perencanaan persalinan X
aman
10. Konseling menyusui/ X X
pemberian makanan
untuk bayi
11. Dukungan psiko-sosial bagi X X X
ibu yang terinfeksi HIV
12. Dukungan lanjutan bagi ibu
dengan HIV meliputi:
- pemeriksaan kesehatan
berkala;
- pemantauan ART, X
termasuk CD4, viral load;
- pencegahan dan
pengobatan IO;
- konseling dan dukungan
asupan gizi ibu dan
anaknya
13. Dukungan psiko-sosial bagi X
bayi/ anak yang lahir dari
ibu yang terinfeksi HIV

46
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Kegiatan: Prong 1 Prong 2 Prong 3 Prong 4


Perempuan
Perempuan Perempuan
15-49 th, Perempuan
HIV yang HIV, anak
Sasaran kegiatan: termasuk HIV dan
hamil dan dan
remaja dan pasangannya
pasangannya keluarganya
populasi risti
14. Dukungan lanjutan bagi
bayi/anak meliputi:
• Pengobatan profilaksis
HIV dan IO (ARV dan X
kotrimoksazol) untuk bayi
• Diagnosis HIV pada bayi
• Pengobatan ARV pada
anak
15. Dukungan psikososial bagi X
keluarga ibu yang terinfeksi
HIV dan anaknya
16. Penyuluhan kepada X
anggota keluarga tentang
cara penularan HIV dan
pencegahannya serta
penggerakan dukungan
masyarakat bagi keluarga
dengan atau terdampak
HIV

47
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

LAMPIRAN 2. STADIUM INFEKSI HIV

Stadium 1
• Tidak ada gejala • Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2
• Penurunan berat badan bersifat sedang • Keilitis angularis
yang tak diketahui penyebabnya (<10% • Ulkus mulut yang berulang
dari perkiraan berat badan atau berat • Ruam kulit berupa papel yang gatal
badan sebelumnya) (Papular pruritic eruption)
• Infeksi saluran pernafasan yang berulang • Dermatisis seboroik
(sinusitis, tonsillitis, otitis media, • Infeksi jamur pada kuku
faringitis)
• Herpes zoster
Stadium 3
• Penurunan berat badan bersifat berat • Tuberkulosis paru
yang tak diketahui penyebabnya (lebih • Infeksi bakteri yang berat (contoh:
dari 10% dari perkiraan berat badan pneumonia, empiema, meningitis,
atau berat badan sebelumnya) piomiositis, infeksi tulang atau sendi,
• Diare kronis yang tak diketahui bakteraemia, penyakit inflamasi
penyebabnya selama lebih dari 1 bulan panggul yang berat)
• Demam menetap yang tak diketahui • Stomatitis nekrotikans ulserative akut,
penyebabnya gingivitis atau periodontitis
• Kandidiasis pada mulut yang menetap • Anemi yang tak diketahui
• Oral hairy leukoplakia penyebabnya (<8 g/dl), netropeni
(<0.5 x 109/l) dan/atau
trombositopeni kronis (<50 x 109/l)

48
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

Stadium 4
• Sindrom wasting HIV • Pneumonia Kriptokokus
• Pneumonia Pneumocystis jiroveci ekstrapulmoner, termasuk meningitis
• Pneumonia bacteri berat yang berulang • Infeksi mycobacteria non tuberkulosis
• Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, yang menyebar
genital, atau anorektal selama lebih dari • Leukoencephalopathy multifocal
1 bulan atau viseral di bagian manapun) progresif
• Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis • Cyrptosporidiosis kronis
trakea, bronkus atau paru) • Isosporiasis kronis
• Tuberkulosis ekstra paru • Mikosis diseminata (histoplasmosis,
• Sarkoma Kaposi coccidiomycosis)
• Penyakit Cytomegalovirus (retinitis • Septikemi yang berulang (termasuk
atau infeksi organ lain, tidak termasuk Salmonella non-tifoid)
hati, limpa dan kelenjar getah bening) • Limfoma (serebral atau Sel B
• Toksoplasmosis di sistem saraf pusat non-Hodgkin)
• Ensefalopati HIV • Karsinoma serviks invasif
• Leishmaniasis diseminata atipikal
• Nefropati atau kardiomiopati terkait
HIV yang simtomatis

49
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

50
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

TIM PENYUSUN

Pengarah: Dr. H. M. Subuh, MPPM


Dr. Gita Maya Koemara S, MHA

Penanggung Jawab: Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid


Dr. Lukas C. Hermawan, M.Kes

Kontributor: 1. Dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D


2. Prof. DR. Zubairi Zoerban, SpPD(K), KHOM
RSUP Cipto Mangunkusumo/FKUI
3. Dr. Yudianto Budi Saroyo, SpOG(K)
RSUP Cipto Mangunkusumo/ POKDISUS
4. Dr. Nia Kurniati, SpA(K)
RSUP Cipto Mangunkusumo/IDAI
5. DR. Dr. Ali Sungkar, SpOG
RSUP Cipto Mangunkusumo/POGI
6. DR. Dr. Evy Yuni Hastuti, SpPD
RSUP Cipto Mangunkusumo/FKUI
7. Dr. Dyani Kusumowardhani, SpA
RSPI Sulianti Saroso/IDAI
8. Dr. Dyah Rumekti, SpOG(K)
RSUP Sardjito/FK UGM
9. Dr. Djatnika Setiabudi, SpA(K)
RSUP Hasan Sadikin/FK UNPAD
10. Dr. Ketut Dewi Kumara Wati, SpA (K)
RSU Sanglah/FK UNUD
11. Dr. Muklis Achsan Udji, SpPD
RSUP Dr. Kariadi/FK UNDIP
12. Dr. Bambang Wibowo, SpOG(K)
RSUP Dr. Kariadi/FK UNDIP
13. Dr. Erwin Astha Triyono, SpPD, FINASIM
RSU Dr. Soetomo/FK UNAIR
14. Dr. Budi Prasetyo, SpOG
RSU Dr. Soetomo/FK UNAIR
15. Dr. Ekarini Ariasatiani, SpOG
RSUD Tarakan/POGI
16. Dr. Endang Budi Hastuti
Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML

51
PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

17. Naning Nugrahini, SKM, MKM


Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML
18. Dr. Milwiyandia
Subdit Ibu Hamil, Direktorat Bina Kesehatan Ibu
19. Dr. Bangkit Purwandari
Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML
20. Nurjanah, SKM, M.Kes
Subdit AIDS dan PMS, Direktorat P2ML
21. Dr. Rima Damayanti
Subdit Ibu Hamil, Direktorat Bina Kesehatan Ibu
22. Dr. Christina Manurung
Direktorat Bina Kesehatan Ibu
23. Dr. Farselly M.
Direktorat Bina Kesehatan Anak
24. Dr. Sulastini, M.Kes
Direktorat Bina Gizi
25. Dr. Fonny J. Silvanus
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
26. Dr. Dyah A. Waluyo
Ikatan Dokter Indonesia
27. Nenny Sukameni
Ikatan Bidan Indonesia
28. Dr. Endang W. Handzel
UNICEF
29. Husein Habsyi, SKM
Yayasan Pelita Ilmu

Editor: 1. Dr. Bangkit Purwandari


2. Dr. Sri Pandam Pulungsih, M.Sc
3. Dr. Beatricia Iswari
4. Dr. Milwiyandia

52
ISBN 978-602-9364-55-2

9 78 6 0 2 9 3 6 4 5 5 2

You might also like