You are on page 1of 3

Tema : Hukum Tata negara

Judul : Efesiensi Presidential Threshold Terhadap Sistem Demokrasi


Latar belakang :

Dari sudut pandang filosofis, berdirinya negara dapat dipahami sebagai hasil dari dua
faktor yang saling berhubungan: tindakan kolektif individu dalam membangun negara, atau
peran negara dalam membentuk kumpulan individu yang kohesif. Perlunya perlindungan tampak
jelas ketika kelompok marginal dan rentan mencari bantuan dari entitas dominan yang
mempunyai pengaruh besar untuk membangun dominasi atas wilayah tersebut. Kelompok orang
yang memiliki daya berfikir yang lemah tidak adanya perlindungan, sehingga untuk
mengupayakan kesejahteraan maka dibuatlah sebuah people power untuk kesejahteraan
golongan tersebut dan terbentuklah sebuah negara kecil demi tercapainya sebuah kesejahteraan
yang adil. Sejak saat itulah terjadi teori pemilihan pemimpin bagi kelompok tertentu. Pada
teorinya aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa manusia adalah mahkluk zoon politicon
(makhluk sosial) yang kodratnya saling membutuhkan satu sama lain dan membutuhkan orang
lain untuk memenuhi kebutuhannya sehingga dapat didefiniskan manusia tidak dapat hidup
dalam kesendirian.1

Bangsa Indonesia setiap lima tahun sekali mengadakan pemilihan umum untuk
menentukan presiden dan wakil presiden. Sejak tahun 2004, Indonesia memiliki sistem
pemilohan yang baru. Dimana awalnya pemilihan presiden dan wakil presiden di pilih oleh
MPR, maka sejak tahun 2004 pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih melalui PEMILU
(Pemilihan Umum) yang dimana artinya seluruh rakyat Indonesia dapat memilih bebas langsung
siapun calon pemimpin bangsa ini.

Saat di lakukan nyapemilihan presiden secara langsung , persoalan ambang batas syarat
pengajuan calon presiden dan wakil presiden selalu muncul dalam tiga terhir penyengelaraan
pemilu,. Oleh beberapa kalangan , pemberlakuan ambang batas dalam pencalonan presiden
sangat penting guna menciptakan sistem presidential yang lebih kuat Salah satu pihak yang
didukung diterapkannya ambang batas adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Menurutnya, ambang batas untuk pemilihan presiden dinilai memperkuat partai. Presiden dan

1
Nurwijayanti, S,. Prasetyoningsih, N, (2019). Ilmu negara dari masa ke masa, Pustaka Pelajar, hal 95
wakil yang terpilih, punya kekuatan terpilih terutama diparlemen, sehingga presidential threshold
memperkuat sistempemerintahan presidensil. Namun demikian, sebagian pihak berpandangan
berbeda. Syarat ambang batas dianggap mengurangi hak rakyat untuk memperoleh pemimpin
pemimpin yang diinginkan. Sebab dengan adanya ambang batas tersebut, diatas kertas maksimal
ada 5 pasangan calon. Namun dilapang, rasanya tidak mungkin ada 5 pasang. Maksimal 4
pasangan calon. Sebab partai -partai itu harus berkoalisi yang bisa dipastikan gabung parpol
tersebut akan menghasilkan dukungan 20 persen lebih, tidak bisa pas 20 persen, bahkan dalam
praktiknya, sejak ambang batas 20 persen tersebut diberlakukan tahun 2009, maksimal hanya ada
3 pasang calon 2.

Presidential threshold adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai
politik untuk dapat mengajukan calon presiden dalam Pemilu. Presidential threshold pertama kali
diberlakukan pada pilpres tahun 2004, kala itu menurut undang-undang Pilpres No. 22 tahun
2003 menyatakan bahwa setiap partai politik yang ingin mengusung capres-cawapres mesti
memiliki modal 15 persen kursi di DPR atau 20 persen perolehan suara sah nasional di pemilu
legislatif. Presidential threshold untuk Pilpres tahun 2009 direvisi menjadi parpol peserta pemilu
minimal harus memperoleh 20 persen kursi atau 115 kursi dari total 575 kursi di DPR. Naiknya
angka presidential threshold membuat pasangan capres-cawapres menyusut. Pada pilpres tahun
2009 jumlah peserta pilpres hanya tiga pasang, lalu menjadi dua pasang pada pilpres 2014 dan
2019.

Dengan melihat semakin sedikitnya pasangan calon yang ada banyak oreng berpendapat
bahwa presidential threshold dapat mempesempit ranah demokrasi yang dimana seharus nya
negara demokrasi dengan sisitem multy partai bisa menngusung bebas siapa saja calon yang
potensial , dan adanya sistem ini partai akan mengalami koalisi yang terpaksa karena calon yang
lemah terpaksa koalisisi dengan partai yang lebih kuat demi memenuhi ambang batas
pencalonan, dan dengan adanya koalisis yang tidak ilmiah ini akan sangat mungkin terjadinya
oligarki yang overdosis, dan partai besar yang sudah memenuhi ambang batas dapat lang sung
mengusng calon nya tanpa adanya koalisis dan hal ini memunggkinkan adanya kepemimpinan
otoriter atau terpimpin.

2
Alfaritsi, M. D., & Mulyadi, Y. (2020). Permasalahan Mengenai Pemilihan Umum Tentang Efektivitas Ambang
Batas Presiden. Jurnal Rechten: Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2(3), hlm 1.
System presidential threshold ini dinilai sangat kontroversial sebab dinegara lain tidak
ada menggunakan system yang seperti ini pada penerapan pemilu, seluruh negara memberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk warga negaranya dengan memenuhi syarat untuk menjadi
anggota presiden.3

Dalam mekanisme pemilu persyaratan ambang batas pencalonan presiden ini tidak hanya
membelenggu pengurus partai politik, akan tetapi juga merefleksikan praktik sistem presidensial
yang bercampur parlementer. Dalam system pemerintahan presidensial, lembaga presiden dan
DPR merupakan dua institusi terpisah yang memiliki basis legitimasi politik yang berbeda, serta
tidak saling tergantung satu sama lain, sehingga tidak seharusnya pencalonan presiden dan wakil
presiden didikte atau ditentukan oleh formasi politik parlemen nasional hasil pemilu legislative.

Rumusan Masalah :

• Seberapa efesien penerapan presidential threshold Terhadap sistem demokrasi?

3
Aprilian Sumodiningrat, “Meninjau Ulang Ketentuan Presidential Threshold Dalam Pemilihan Presiden Dan Wakil
Presiden Di Indonesia,” Jurnal Kajian Pembaruan Hukum 1, no. 1 (2021): 49.

You might also like