You are on page 1of 59

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

E-LEARNING HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

KONSEP DASAR DAN TEORI DESENTRALISASI


PENYUSUN BAHAN AJAR: DR. BOEDIARSO TEGUH WIDODO, M.E.
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi pelatihan Konsep Dasar dan Teori Desentralisasi ini, peserta E-
Learning Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah diharapkan dapat:
§ Memahami pengertian sentralisasi
§ Memahami pengertian desentralisasi
§ Memahami perbedaan konsep sentralisasi dengan desentralisasi
§ Memahami alasan dan/atau faktor pendorong implementasi kebijakan desentralisasi
§ Memahami bentuk-bentuk atau jenis-jenis desentralisasi
§ Memahami manfaat/keuntungan dan kelemahan desentralisasi
§ Memahami potensi permasalahan pelaksanaan desentralisasi
§ Memahami landasan hukum dan perkembangan desentralisasi di Indonesia
§ Memahami Pokok-pokok kebijakan desentralisasi di Indonesia

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEKAYAAN NEGARA DAN PERIMBANGAN KEUANGAN
JAKARTA, DESEMBER 2020 1
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK BAHASAN KONSEP DASAR DAN TEORI


DESENTRALISASI:
Pengertian dan Perbedaan Sentralisasi dan
Desentralisasi
Alasan dan/atau Faktor Pendorong Implementasi
Kebijakan Desentralisasi

Bentuk-bentuk atau Jenis-jenis Desentralisasi

Manfaat/Keuntungan dan Kelemahan Desentralisasi

Potensi Permasalahan Pelaksanaan Desentralisasi

Landasan Hukum dan Perkembangan Desentralisasi


di Indonesia

Pokok-Pokok Kebijakan Desentralisasi di Indonesia

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHULUAN: LATAR BELAKANG DESENTRALISASI (1)


• Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi,
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang. **) (UUD Pasal 18)
• Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
• Untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efisien dan
efektif, perlu diatur hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
• Hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang.
• Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan
sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat,
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur
3
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHULUAN: LATAR BELAKANG DESENTRALISASI (2)


perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan,
tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar-susunan pemerintahan.
• Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang, dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah. **)
• Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang**) Pasal 18 A
• Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemda
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan
menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi yang
seluas-luasnya.
• Berbagai ketentuan konstitusi sebagaimana diuraikan diatas menjadi
landasan pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia. 4
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN DAN PERBEDAAN


SENTRALISASI DAN DESENTRALISASI

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SENTRALISASI VERSUS DESENTRALISASI (1)


Sentralisasi Desentralisaasi
Sentralisasi merupakan Desentralisasi adalah
pemusatan kekuasaan pemusatan kekuasaan pada
pemerintah dan administrasi
pada pemerintah dan
administrasi pusat untuk VS daerah atau penyebaran
kekuasaan kepada daerah
mengelola daerah. untuk mengelola daerah.

§ Sentralisasi dan desentralisasi pada dasarnya berkenaan dengan distribusi


kekuasaan atau otoritas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
mengelola pemerintahan dan administrasi publik daerah.
§ Sebagai suatu praksis, desentralisasi digunakan secara bersama-sama dengan
sentralisasi, dan keduanya berada dalam satu kontinum yang tidak bisa
dipisahkan. Oleh karena itu, tidak ada satupun negara atau pemerintahan atau
administrasi publik yang mutlak disentralisasi atau didesentralisasi.
§ Semua sistem pemerintahan dan administrasi publik selalu meliputi kombinasi
dari sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi dan desentralisasi bukan
atribut yang dapat didikotomikan (Turner dan Hulme, 1997 dalam Silalahi dan
Syafri, 2015).
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 6
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SENTRALISASI VERSUS DESENTRALISASI (2)


§ Sentralisasi dan desentralisasi ibarat pendulum, dimana dalam
penyelenggaraan pemerintahan tiap negara melakukan penyebaran otoritas
mendekati sentralistik atau desentralistik.
§ Namun, dalam penyebaran kekuasaan atau otoritas tersebut, ada
kecenderungan bahwa sentralisasi yang tinggi atau desentralisasi dalam
derajat yang rendah menjadikan penyelenggaraan pemerintahan atau
menjadikan pemerintah cenderung menjadi otoriter.
§ Sebaliknya, sentralisasi dalam derajat yang rendah atau desentralisasi dalam
derajat yang tinggi menjadikan penyelenggaraan pemerintahan cenderung
demokratis dan partisipatif.

7
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA ALASAN DAN FAKTOR


PENDORONG IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN DESENTRALISASI

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 8


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA ALASAN DAN FAKTOR PENDORONG IMPLEMENTASI


KEBIJAKAN DESENTRALISASI (1)
Ada sejumlah alasan mengapa suatu negara tertarik untuk menerapkan asas
desentralisasi.
i. Sistem sentralisasi cenderung anti demokrasi (Redford, 1975);
ii. Otoritas tidak demokratis, tidak efektif dan tidak efisien dalam mencapai
tujuan, serta sangat boros dalam menggunakan dana publik (Denhard dan
Grubs, 1994);
iii. Tidak responsif terhadap pemenuhan kebutuhan dan aspirasi warga, serta
kepentingan dan nilai-nilai lokal (Esman, 1991; Smith, 1985; Koswara,
1999);
iv. Tidak berfungsi dalam masyarakat dan perekonomian yang cepat berubah,
kaya informasi, dan padat pengetahuan (Osborne dan Gaebler, 1992);
v. Cenderung menimbulkan ketidakpuasan publik (Smith, 1985).

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 9


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA ALASAN DAN FAKTOR PENDORONG IMPLEMENTASI


KEBIJAKAN DESENTRALISASI (2)
Menurut Braun dan Grote (2000), setidaknya terdapat empat kekuatan
pendorong atau penggerak tuntutan desentralisasi, yaitu :
i. Adanya kebebasan politik regional dan kebebasan dari pengaruh
pemerintahan sentral, partisipasi, serta sebagai jalan penyelesaian konflik
etnik yang laten dan terbuka;
ii. Adanya tekanan dari peningkatan kompetisi global yang mendorong
pentingnya efisiensi alokasi sumberdaya, baik yang dikelola secara publik
maupun privat, pada semua tingkatan, termasuk regional dan lokal,
perubahan organisasional, dan penyesuaian kebijakan perdagangan,
perpajakan, stabilisasi dan sosial;
iii. Adanya tuntutan stabilisasi yang berkaitan dengan instrumen kebijakan
untuk lebih membuka diri; serta
iv. Adanya kebutuhan untuk meningkatkan level, kualitas, dan efisiensi dalam
pemberian kebijakan publik.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 10
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA ALASAN DAN FAKTOR PENDORONG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


DESENTRALISASI (3)
Ada tiga alasan mendasar, menurut Cheema dan Rondinelli (1983),
mengapa pemerintah suatu negara menerapkan desentralisasi sebagai
alasan penyelenggaraan pemerintahan.
i. Dari kekecewaan dengan hasil dari perencanaan pusat dan
pengendalian (kontrol) atas kegiatan-kegiatan pembangunan selama
tahun 1950-an dan 1960-an.
ii. Dari tuntutan implisit terhadap cara-cara baru dalam mengelola
program-program dan proyek-proyek pembangunan yang
dibutuhkan dalam strategi pertumbuhan dengan pemerataan yang
muncul selama tahun 1970-an.
iii. Dari realisasi yang tumbuh saat masyarakat menjadi lebih kompleks
dan aktivitas pemerintah mulai meluas, sehingga ia menjadi makin
sulit untuk merencanakan dan mengelola semua kegiatan
pembangunan secara efektif dan efisien dari pusat.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 11
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA ALASAN DAN FAKTOR PENDORONG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


DESENTRALISASI (4)
Menurut Yustika (2008), sebagaimana dikutip Sampurna (2011),
mengemukakan bahwa tuntutan adanya sebuah model desentralisasi muncul
karena dua alasan utama.
i. Secara substantif wilayah Indonesia yang begitu luas dengan jumlah
penduduk yang besar, beragam, dan aspirasi politik yang berlainan
menyebabkan sangat sulit untuk dikelola dengan model sentralistik.
ii. Berhubungandengan perubahan politik yang sangat cepat pada awal
reformasi menyebabkan apa saja yang dianggap sebagai warisan Orde Baru,
termasuk di dalamnya kekuasaan yang sentralistik, harus dirubah dan
digantikan dengan model baru.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 12


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA ALASAN DAN FAKTOR PENDORONG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


DESENTRALISASI (5)
Tim Peneliti Fisipol UGM yang dikutip Sampurna (2011) menemukan alasan mengapa
Desentralisasi menjadi penting untuk diterapkan di Indonesia. Beberapa alasan
tersebut adalah:
i. Semakin langkanya sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah pusat untuk
menyelenggarakan pelayanan publik dan pembangunan;
ii. Mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat dalam melaksanakan
pembangunan;
iii. Banyak sumber pendapatan daerah yang besar dikelola oleh pemerintah tingkat
provinsi bahkan pungutan pada level pemerintah propinsi lebih besar daripada subsidi
yang diberikan kepada kabupaten dan kota.
Berbagai organisasi internasional, seperti Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tidak hanya telah merekomendasikan desentralisasi sebagai suatu strategi efektif untuk
pembangunan, tetapi juga mendorong pemerintah negara sedang berkembang untuk
menerapkan kebijakan desentralisasi melalui bantuan (grants) dan finansial (Silalahi dan Syafri,
2015).
Konsekuensinya, adalah, setelah merdeka, banyak negara sedang berkembang telah mengadopsi
salah satu atau beberapa bentuk-bentuk dari desentralisasi, yaitu dekonsentrasi, delegasi,
devolusi, dan divestasi (Silalahi dan Syafri, 2015).
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 13
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI (PENGERTIAN)
DESENTRALISASI MENURUT BEBERAPA
AHLI DAN SESUAI REGULASI

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 14


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI (PENGERTIAN) DESENTRALISASI MENURUT BEBERAPA AHLI (1)


Epstein, 1988 dalam Cheema dan Rondinelli,
Silalahi dan Syafri, 2015 Sidik (2001)
Silalahi dan Syafri, 2015 1983; dan UNDP, 1997

Desentralisasi pemerintahan Desentralisasi dalam bentuk Berdasarkan transfer Berpendapat bahwa


mencakup transfer devolusi penting, sebab dari kekuasaan atau otoritas, desentralisasi tidaklah
kekuasaan lewat pembuatan semua tingkatan maka desentralisasi empat mudah untuk didefinisikan,
keputusan kepada pemerintahan, diakui bahwa tipe variasi, yaitu: karena menyangkut berbagai
pemerintah daerah, institusi- pemerintah daerah lebih • Dekonsentrasi bentuk dan dimensi yang
institusi, dan/atau sub- langsung memberi pelayanan • Delegasi beragam, terutama
kelompok. publik kepada warga, menyangkut aspek fiskal,
Desentralisasi dapat sementara pemerintah daerah • Devolusi politik, serta perubahan
dimaknai sebagai transfer adalah suatu institusi • Divestasi administrasi dan sistem
kekuasaan atau otoritas pelayanan pemerintahan dan
politik dan administratif pembangunan sosial dan
untuk pengaturan dari ekonomi.
pemerintah pusat ke tingkat
bawah, baik dalam satu
hirarki teritorial (atau
distribusi kekuasaan secara
teritorial), atau unit-unit
lokal/regional dan hirarki
institusional (institutional
hierarchy), dan ke organisasi
fungsional
nonpemerintahan/privat
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI (PENGERTIAN) DESENTRALISASI MENURUT BEBERAPA AHLI (2)


Desentralisasi administratif pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu:

01 02 03

Dekonsentrasi Devolusi Pendelegasian


Pelimpahan Pelimpahan wewenang
Pelimpahan wewenang
untuk tugas tertentu
wewenang dari kepada tingkat
kepada organisasi yang
Pemerintah Pusat pemerintahan yang
berada di luar struktur
kepada pejabat di lebih rendah dalam
birokrasi reguler yang
daerah yang berada bidang keuangan atau
dikontrol secara tidak
dalam garis tugas pemerintahan,
langsung oleh
hirarkinya. dan pihak Pemerintah
Pemerintah Pusat.
Daerah mendapat
Pendelegasian
diskresi (discretion)
wewenang ini biasanya
yang tidak dikontrol
diatur dengan
oleh Pemerintah Pusat.
ketentuan perundang-
undangan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN DESENTRALISASI SESUAI REGULASI


DESENTRALISASI adalah PENYERAHAN WEWENANG PEMERINTAHAN oleh Pemerintah
KEPADA DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS URUSAN PEMERINTAHAN dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. (UU 32 Tahun 2004 dan UU 33 Tahun 2004).
DESENTRALISASI ADALAH PENYERAHAN URUSAN PEMERINTAHAN OLEH PEMERINTAH PUSAT
KEPADA DAERAH OTONOM BERDASARKAN ASAS OTONOMI (UU 23 TAHUN 2014).

DAERAH OTONOM (Daerah) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-
batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem NKRI.

ASAS OTONOMI ADALAH PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH


BERDASARKAN OTONOMI DAERAH.
OTONOMI DAERAH adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 17
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BENTUK ATAU JENIS-JENIS


DESENTRALISASI

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 18


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BENTUK ATAU JENIS-JENIS DESENTRALISASI


Berdasarkan bentuk dan jenisnya, transfer otoritas oleh pemerintah
pusat ke unit-unit lokal/regional atau privat menurut Turner dan
Hulme (1997) terdapat tiga tipe utama dari desentralisasi.
Desentralisasi yang berhubungan dengan transfer otoritas
dan responsibilitas dari pemerintah pusat ke pemerintah
Desentralisasi daerah. Derajat desentralisasi dalam perspektif ini dapat
diukur berdasarkan “the extent of autonomy of the
Politik subnational entities from the central government).
Desentralisasi ini mengarah pada otonomi daerah atau
desentralisasi demokratis (Silalahi dan Syafri, 2015).

Desentralisasi Desentralisasi berhubungan dengan transfer otoritas dan


Administratif responsibilitas dari level puncak organisasi pemerintah ke
tingkat terbawah.
Proses pemindahan otoritas dan responsibilitas untuk
Desentralisasi fungsi-fungsi publik dari pemerintah ke sektor privat
Ekonomi/Pasar (Cheema dan Rondinelli, 1983 dalam Silalahi dan Syafri,
2015). 19
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TINJAUAN TEORITIS DESENTRALISASI

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 20


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TINJAUAN TEORITIS: (1)


TIGA PERSPEKTIF UTAMA MEMANDANG DESENTRALISASI
PUBLIC
CHOICE
TEORI
THEORY
DEMOKRASI MARXIST
LIBERAL THEORY

DECENTRALIZATION

Sumber : B.C. Smith dalam Peta Konsep Desentralisasi , Muluk, 2009

21
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TINJAUAN TEORITIS: (2)


MANFAAT DESENTRALISASI: DEMOKRASI LIBERAL VS DAERAH
Pendidikan politik
Demokrasi Pelatihan Kepemimpinan
Liberal Politik
Penciptaan Stabilitas
Politik
Manfaat
Desentralisasi Persamaan Politik

Daya Tanggap

Daerah Akuntabilitas

Aksesibilitas

Penyebaran Kekuasaan
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TINJAUAN TEORITIS: (3)


MANFAAT DESENTRALISASI DARI PERSPEKTIF PUBLIC CHOICE THEORY

Daya Tanggap Instansi


Publik terhadap
preferensiindovidu
Manfaat
Desentralisasi Kemampuan memenuhi
permintaan atas komoditas
Public Choice publik
Theory
Penyediaan Komoditas
Public yang lebih
memuaskan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TINJAUAN TEORITIS: (4)


KERUGIAN DESENTRALISASI DARI PERSPEKTIF MARXIST
Pemerintah Daerah merupakan perpanjangan
tangan pemerintah pusat dan menghindarkan
redistribusi fiscal ke daerah daerah yang tertekan
secara finansial

Penguasaan kaum kapitalis terhdap


Kerugian Lembaga pemerintahan lokal
Desentralisasi
Marxist Memunculkan kaum kapitalis lokal
Perspective
Ketidakadilan dalam konsumsi kolektif antar
wilayah

Banyak rintangan terhadap demokrasi


Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TINJAUAN TEORITIS: (5)


KEBUTUHAN DESENTRALISASI DAN PENERAPAN DI INDONESIA
Menurut Suryaatmadja, Oskar (1986), kebutuhan untuk melimpahkan sebagian
fungsi pemerintahan kepada badan hukum publik di luar Pemerintah Pusat telah
dirasakan sejak akhir abad ke-19. Dan penerapan desentralisasi pemerintahan di
Indonesia diawali sejak tahun 1903 dengan ditetapkannya Desentralisatie Wet
1903.
Desentralisasi tersebut dapat mencakup dua hal, yaitu:
(a) Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang kepada pejabat yang berada
dalam garis hierarki dengan Pemerintah Pusat; dan
(b) Otonomi, atau seringkali juga disebut "devolusi", yaitu pelimpahan wewenang
kepada badan hukum publik pada tingkat lokal misalnya Pemerintah Daerah.

Dekonsentrasi kadang-kadang disebut sebagai "desentralisasi administrasi"


(administrative decentralisation), sedangkan otonomi/devolusi seringkali
disebut "desentralisasi politik" (political decentralisation).
25
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA KEUNTUNGAN DAN


POTENSI PERMASALAHAN DARI
PENERAPAN DESENTRALISASI

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 26


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA KEUNTUNGAN DARI PENERAPAN DESENTRALISASI :


Menyebarkan Pusat Pengambil
Keputusan (decongestion)

Kecepatan dalam Pengambilan


Keputusan (speed)

Pengambilan Keputusan yang


Realistis (economic and social
Keuntungan realism)
Desentralisasi
Menurut Allen Hubert
dalam Suryaatmadja Penghematan (economy)

Keikutsertaan Masyarakat Lokal


(participation)

Solidaritas Nasional (national


solidarity)
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 27
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POTENSI PERMASALAHAN DARI DESENTRALISASI


Desentralisasi tidak berarti tanpa batas kepada Pemerintah Daerah
untuk mengambil keputusan sendiri. Keputusan atas urusan tertentu
tetap harus berada di tangan Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat pada
tingkat terakhir, menurut Davey, Kenneth J (1979) yang bertanggung
jawab atas penyediaan pelayanan kepada masyarakat.

Desentralisasi mencakup gabungan antara partisipasi dan inisiatif


daerah dengan pengarahan dan pengawasan pusat. Tekanan yang
terlalu besar pada inisiatif daerah akan memacu ketidakseragaman
yang makin tajam antardaerah, dan merangsang penyimpangan
pelaksanaan wewenang, sebaliknya terlalu banyak pengarahan pusat
akan dapat mematikan inisiatif daerah.
Menimbulkan
Permasalahan Masalah yang tampaknya tidak selalu mudah untuk dirumuskan adalah
bagaimana menciptakan keseimbangan antara inisiatif daerah dan
pengarahan pusat tersebut, antara standar/target nasional dan
perbedaan kebutuhan/kesempatan ekonomi setiap daerah. Hal ini
memerlukan perumusan yang jelas mengenai isi daripada otonomi
daerah itu sendiri.

Perumusan otonomi yang jelas itu tentunya kemudian perlu


dicerminkan dalam pembagian tugas dan wewenang antara pusat dan
daerah. pertimbangan politis, ekonomi (efektivitas dan efisiensi),
sosial/budaya dan sebagainya (Suryaatmadja, 1986).
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 28
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BEBERAPA KEUNTUNGAN DARI PENERAPAN DESENTRALISASI :


Menyebarkan Pusat Pengambil Keputusan
(decongestion)

Kecepatan dalam Pengambilan Keputusan


(speed)

Pengambilan Keputusan yang Realistis


Keuntungan (economic and social realism)
Desentralisasi
(Menurut Allen Hubert
dalam Suryaatmadja) Penghematan (economy)

Keikutsertaan Masyarakat Lokal


(participation)

Solidaritas Nasional (national solidarity)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 29


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POTENSI PERMASALAHAN DARI DESENTRALISASI


Desentralisasi tidak berarti tanpa batas kepada Pemerintah Daerah untuk
mengambil keputusan sendiri. Keputusan atas urusan tertentu tetap harus
berada di tangan Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat pada tingkat
terakhir, menurut Davey, Kenneth J (1979) yang bertanggung jawab atas
penyediaan pelayanan kepada masyarakat.

Desentralisasi mencakup gabungan antara partisipasi dan inisiatif daerah


dengan pengarahan dan pengawasan pusat. Tekanan yang terlalu besar
pada inisiatif daerah akan memacu ketidakseragaman yang makin tajam
antardaerah, dan merangsang penyimpangan pelaksanaan wewenang,
sebaliknya terlalu banyak pengarahan pusat akan dapat mematikan
inisiatif daerah.
Menimbulkan
Permasalahan Masalah yang tampaknya tidak selalu mudah untuk dirumuskan adalah
bagaimana menciptakan keseimbangan antara inisiatif daerah dan
pengarahan pusat tersebut, antara standar/target nasional dan perbedaan
kebutuhan/kesempatan ekonomi setiap daerah. Hal ini memerlukan
perumusan yang jelas mengenai isi daripada otonomi daerah itu sendiri.

Perumusan otonomi yang jelas itu tentunya kemudian perlu dicerminkan


dalam pembagian tugas dan wewenang antara pusat dan daerah.
pertimbangan politis, ekonomi (efektivitas dan efisiensi), sosial/budaya
dan sebagainya (Suryaatmadja, 1986).
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 30
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANDASAN HUKUM DAN PERKEMBANGAN


DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
DI INDONESIA

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 31


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANDASAN HUKUM DAN PERKEMBANGAN DESENTRALISASI DAN


OTONOMI DAERAH DI INDONESIA (1)
1. Masa Kolonial Belanda 2. Masa Pendudukan Jepang
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Pada masa penjajahan Jepang, penguasa militer di
Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang Jawa berhasil melakukan perubahan-perubahan yang
dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan
keuangan sendiri. Staatsblaad ini kemudian diperkuat pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas
dengang Staatsblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Hindia Belanda, antara lain dengan mengeluarkan
Undang-Undang (Osamu Seire) No. 27 Tahun 1942
Pada Tahun 1922, pemerintahan kolonial mengeluarkan
yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan
Undang-Undang S. 216/1922, sebagai dasar hukum unt
daerah.
uk membentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsg
emeente, dan groepmeneenschap, menggantikan locale
Pada masa penjajahan Jepang, pemerintah daerah
ressort, dan sekaligus pemerintahan persekutuan asli m
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan
asyarakat setempat (zelbestuurende landschappen).
daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh masa tersebut bersifat missleading.
pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak
politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek).
Dengan demikian, dalam masa pemerintahan
kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua
administrasi pemerintahan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANDASAN HUKUM DAN PERKEMBANGAN DESENTRALISASI DAN


OTONOMI DAERAH DI INDONESIA (2)
3. Masa Kemerdekaan 4. Masa Orde Lama
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Undang-Undang ini: (i) menitikberatkan pada asas
Menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi
dekonsentrasi; (ii) mengatur pembentukan KND di
karesidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-
yang dianggap perlu oleh Menteri Dalam Negeri; dan (iii) elemen baru. Pada masa ini, Dekonsentrasi sangat
hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat, dan segera saja. menonjol pada kebijakan otonomi daerah, dan kepala
Pembagian daerah terdiri atas dua macam, yang masing- daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari
masing dibagi dalam tiga tingkatan, yakni: (i) Provinsi; (ii) kalangan pamong praja.
Kabupaten/kota besar; dan (iii) Desa/kota kecil. Periode Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
tangganya sendiri dikenal dengan Daerah Tingkat I,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat III. Pada masa
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 menetapkan daerah penjajahan Jepang, pemerintah daerah hampir tidak
Negara RI tersusun dalam tiga tingkat, yakni: (i) Provinsi; (ii) memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi
Kabupaten/kota besar; dan (iii) Desa/kota kecil; yang berhak pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat
mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. missleading.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak Menurut undang-undang ini wilayah negara dibagi-bagi
mengururs rumah tangga sendiri, dalam 3 (tiga) tingkat, yaitu:
dalam tiga tingkatan yakni: (i) Provinsi (tingkat I); (ii)
(i) Daerah Swatantra Tingkat I, termasuk Kotapraja Jakarta Ra
ya; (ii) Daerah Swatantra Tingkat II; dan (iii) Daerah Swatantr Kabupaten (tingkat II); (iii) Kecamatan (tingkat III).
Dr. Boediarso
a TingkatTeguh
III Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANDASAN HUKUM DAN PERKEMBANGAN DESENTRALISASI DAN


OTONOMI DAERAH DI INDONESIA (3)
5. Masa Orde Baru 6. Masa Reformasi

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999


Titik berat otonomi daerah terletak pada Mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih
mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam
daerah tingkat II, karena daerah tingkat II penyusunan sebagai berikut:
berhubungan langsung dengan masyarakat (i) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan
prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas
sehingga lebih mengerti dan memenuhi desentralisasi dalam kerangka NKRI.
aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi (ii) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi
dalam undang-undang ini adalah otonomi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan
daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi
yang nyata dan bertanggung jawab. adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
(iii) Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
(iv) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004


Pemerintah pusat berhak melakukan koordinasi, supervisi,
dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian
juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Hubungan
kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
semakin dipertegas dan diperjelas.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANDASAN HUKUM DAN PERKEMBANGAN DESENTRALISASI DAN


OTONOMI DAERAH DI INDONESIA (4)
7. Masa Paska Reformasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Undang-Undang ini ditetapkan
tentang Pemerintahan Daerah sekaligus untuk mengganti Undang-
merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Undang Nomor 32 Tahun 2004
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara yang tidak sesuai lagi dengan
Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara perkembangan keadaan,
tersurat terdapat adanya pembagian urusan ketatanegaraan, dan tuntutan
pemerintah antara pemerintah pusat dan penyelenggaraan pemerintahan
pemerintah daerah. daerah.

Muatan Undang-Undang Pemerintahan


Daerah tersebut membawa banyak perubahan
dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Salah satunya adalah pembagian urusan
pemerintahan daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN
DESENTRALISASI DI INDONESIA

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 36


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DESENTRALISASI: PEMBAGIAN


URUSAN PEMERINTAHAN (1)
§ Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada
urusan pemerintahan konkuren.
§ Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan
Daerah kabupaten/kota.
§ Urusan Pemerintahan Wajib dibagi dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait
Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar.
§ Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.

§ Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Daerah provinsi dengan Daerah


kabupaten/kota walaupun Urusan Pemerintahan sama, perbedaannya akan nampak
dari skala atau ruang lingkup Urusan Pemerintahan tersebut.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN DESENTRALISASI: PEMBAGIAN


URUSAN PEMERINTAHAN (2)
§ Walaupun Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota mempunyai Urusan
Pemerintahan masing-masing yang sifatnya tidak hierarki, namun tetap akan terdapat
hubungan antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam
pelaksanaannya dengan mengacu pada NSPK yang dibuat oleh Pemerintah Pusat.
§ Disamping urusan pemerintahan absolut dan urusan pemerintahan konkuren, dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga dikenal
adanya urusan pemerintahan umum.
§ Urusan pemerintahan umum menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala
pemerintahan yang terkait pemeliharaan ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, menjamin hubungan
yang serasi berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan sebagai pilar kehidupan
berbangsa dan bernegara serta memfasilitasi kehidupan demokratis.
§ Presiden dalam pelaksanaan urusan pemerintahan umum di Daerah melimpahkan
kepada gubernur sebagai kepala pemerintahan provinsidan kepada bupati/wali kota
sebagai kepala pemerintahan kabupaten/kota.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEMBAGIAN URUSAN SESUAI DESENTRALISASI DI INDONESIA:

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (1)


(Pasal 9 UU 23/2014)

URUSAN PEMERINTAHAN TERDIRI ATAS:


Urusan Pemerintahan Urusan Pemerintahan Urusan Pemerintahan
Absolut Konkuren Umum

Urusan Pemerintahan yang Urusan Pemerintahan yang Urusan Pemerintahan yang


sepenuhnya menjadi dibagi antara Pemerintah menjadi kewenangan
kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi Presiden sebagai kepala
Pusat. dan Daerah kabupaten/kota. pemerintahan

Urusan pemerintahan
konkuren yang diserahkan ke
Daerah menjadi dasar
pelaksanaan Otonomi Daerah

Dr. Boediarso TeguhTeguh


Dr. Boediarso Widodo, M.E ©2020
Widodo, M.E ©2020 39
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (2)


URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT (1)
Urusan pemerintahan absolut meliputi:
No URUSAN PENJELASAN

1. POLITIK LUAR NEGERI Yang dimaksud dengan “Urusan Politik Luar Negeri”, misalnya
mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara
untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain,
menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya.
2. PERTAHANAN Yang dimaksud dengan “Urusan Pertahanan”, misalnya
mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan
damai dan perang, menyatakan negara atau Sebagian wilayah
negara dalam keadaan bahaya, membangun dan
mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan,
menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi
setiap warga negara, dan sebagainya.
3. KEAMANAN Yang dimaksud dengan “Urusan Keamanan”, misalnya
mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan
kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok
atau organisasi yang kegiatannya menggangu keamanan negara,
dan sebagainya.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (3)


URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT (2)
No URUSAN PENJELASAN
4. YUSTISI Yang dimaksud dengan “Urusan Yustisi”, misalnya mendirikan
Lembaga, peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan
Lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman
dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi,
membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti
undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang
berskala nasional.
5. MONETER DAN FISKAL NASIONAL Yang dimaksud dengan “Urusan Moneter dan Fiskal” adalah
kebijakan makroekonomi, misalnya mencetak uang dan
menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peradaran uang, dan sebagainya.
6. AGAMA Yang dimaksud dengan “Urusan Agama”, misalnya menetapkan
hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan
pengakuan terhadap keberadaaan suatu agama, menetapkan
kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan
sebagainya.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut, Pemerintah Pusat:


a. Melaksanakan sendiri; atau
b. Melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yangada di Daerah atau gubernur sebagai wakil
PemerintahPusat berdasarkan asas Dekonsentrasi.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
INDONESIA
BADAN
BADANPENDIDIKAN DANPELATIHAN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (4)


URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN (1)
Urusan
Urusan pemerintahan Pemerintahan Urusan Pemerintahan Wajib Urusan
Konkuren yang menjadi Wajib yang yang tidak berkaitan dengan Pemerintahan
kewenangan Daerah Berkaitan dengan Pelayanan Dasar Pilihan
Pelayanan Dasar
a. Pendidikan a. tenaga kerja; a. kelautan dan
b. Kesehatan b. pemberdayaan perempuan dan perikanan;
c. Pekerjaan pelindungan anak; b. pariwisata;
Urusan Urusan umum dan c. pangan; c. pertanian;
Pemerintahan Pemerintahan penataan ruang d. pertanahan; d. kehutanan;
Wajib Pilihan d. Perumahan e. lingkungan hidup; e. energi dan
rakyat dan f. administrasi kependudukan dan sumber daya
kawasan pencatatan sipil; mineral;
permukiman g. pemberdayaan masyarakat dan f. perdagangan;
Urusan e. Ketenteraman, Desa; g. perindustrian;
Pemerintahan yang ketertiban h. pengendalian penduduk dan dan
Berkaitan dengan umum, dan keluarga berencana; h. transmigrasi.
Pelayanan Dasar pelindungan i. perhubungan;
masyarakat; dan j. komunikasi dan informatika;
f. Sosial. k. koperasi, usaha kecil, dan
menengah;
l. penanaman modal;
Urusan m. kepemudaan dan olah raga;
Pemerintahan yang n. statistik;
tidak berkaitan o. persandian;
dengan Pelayanan p. kebudayaan;
Dasar q. perpustakaan; dan
Dr. r. kearsipan.
Dr. Boediarso
BoediarsoTeguh Widodo,
Teguh M.EM.E
Widodo, ©2020
©2020 42
KEMENTERIAN
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
INDONESIA
BADAN
BADANPENDIDIKAN DANPELATIHAN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (5)


URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN (2)
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta
Daerah kabupaten/kota didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, daneksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional.
Urusan Pemerintahan yang menjadi Urusan Pemerintahan yang Urusan Pemerintahan yang
kewenangan Pemerintah Pusat menjadi kewenangan Daerah menjadi kewenangan Daerah
provinsi kabupaten/kota
a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya a. Urusan Pemerintahan yang a. Urusan Pemerintahan yang
lintas Daerah provinsi atau lintas lokasinya lintas Daerah lokasinya dalam Daerah
negara; kabupaten/kota; kabupaten/kota;
b. Urusan Pemerintahan yang b. Urusan Pemerintahan yang b. Urusan Pemerintahan yang
penggunanya lintas Daerah provinsi penggunanya lintas Daerah penggunanya dalam Daerah
atau lintas negara; kabupaten/kota; kabupaten/kota;
c. Urusan Pemerintahan yang manfaat c. Urusan Pemerintahan yang c. Urusan Pemerintahan yang
atau dampak negatifnya lintas Daerah manfaat atau dampak manfaat atau dampak negatifnya
provinsi atau lintas negara; negatifnya lintas Daerah hanya dalam Daerah
d. Urusan Pemerintahan yang kabupaten/kota; dan/atau kabupaten/kota;dan/atau
penggunaan sumber dayanya lebih d. Urusan Pemerintahan yang d. Urusan Pemerintahan yang
efisien apabila dilakukan oleh penggunaan sumber dayanya penggunaan sumber dayanya lebih
Pemerintah Pusat; dan/atau lebih efisien apabila dilakukan efisien apabila dilakukan oleh
e. Urusan Pemerintahan yang oleh Daerah Provinsi. Daerah kabupaten/kota.
peranannya strategis bagi kepentingan
nasional.
Dr.
Dr. Boediarso
BoediarsoTeguh Widodo,
Teguh Widodo,M.EM.E
©2020
©2020 43
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (6)


URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN (3)
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah
kabupaten/kota didasarkan pada prinsip Akuntabilitas, Efisiensi, Eksternalitas, serta Kepentingan
Strategis Nasional
No. Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi Kriteria Urusan Pemerintahan yang Kriteria Urusan Pemerintahan yang
kewenangan Pemerintah Pusat menjadi kewenangan Daerah menjadi kewenangan Daerah
provinsi kabupaten/kota
1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya Urusan Pemerintahan yang Urusan Pemerintahan yang
lintas Daerah provinsi atau lintas negara; lokasinya lintas Daerah lokasinya dalam Daerah
kabupaten/kota kabupaten/kota
2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya Urusan Pemerintahan yang Urusan Pemerintahan yang
lintas Daerah provinsi atau lintas negara penggunanya lintas Daerah penggunanya dalam Daerah
kabupaten/kota kabupaten/kota
3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau Urusan Pemerintahan yang Urusan Pemerintahan yang
dampak negatifnya lintas Daerah manfaat atau dampak manfaat atau dampak negatifnya
provinsi atau lintas negara negatifnya lintas Daerah hanya dalam Daerah
kabupaten/kota kabupaten/kota
4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan Urusan Pemerintahan yang Urusan Pemerintahan yang
sumber dayanya lebih efisien apabila penggunaan sumber dayanya penggunaan sumber dayanya
dilakukan oleh Pemerintah Pusat lebih efisien apabila dilakukan lebih efisien apabila dilakukan
oleh Daerah Provinsi oleh Daerah kabupaten/kota
5. Urusan Pemerintahan yang peranannya
strategis bagi kepentingan nasional
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (7)


URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN (4)
§ Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi
serta Daerah kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
§ Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
kewenangan tiap tingkatan atau susunan pemerintahan yang penentuannya menggunakan
prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
§ Urusan pemerintahan konkuren ditetapkan dengan peraturan presiden.
§ Perubahan terhadap pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat
dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota yang tidak berakibat terhadap
pengalihan urusan pemerintahan konkuren pada tingkatan atau susunan pemerintahan
yang lain ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
§ Perubahan tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip dan
kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (8)


URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN (5)
§ Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren
berwenang untuk:
a. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan
b. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
§ Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) berupa ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah.
§ Kewenangan Pemerintah Pusat tersebut dilaksanakan oleh kementerian dan
Lembaga pemerintah nonkementerian.
§ Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh Lembaga pemerintah nonkementerian
dimaksud harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait.
§ Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria dilakukan paling lama 2 (dua)
tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan
pemerintahan konkuren diundangkan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (9)


URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN (6)
§ Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
diselenggarakan:
a. sendiri oleh Pemerintah Pusat;
b. dengan cara melimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atau kepada
Instansi Vertikal yang ada di Daerah berdasarkan asas Dekonsentrasi; atau
c. dengan cara menugasi Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan.
Yang dimaksud dengan “Pemerintah Pusat melaksanakan sendiri” adalah apabila urusan
pemerintahan absolut dilaksanakan langsung oleh kementerian atau lembaga pemerintah
nonkementerian.
§ Instansi Vertikal dibentuk setelah mendapat persetujuan dari gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
§ Pembentukan Instansi Vertikal untuk melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan
pembentukan Instansi Vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak
memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
§ Penugasan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan
ditetapkan dengan peraturan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian.
§ Peraturan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian ditetapkan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (10)


URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN (7)
§ Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah provinsi
diselenggarakan:
a. sendiri oleh Daerah provinsi;
b. dengan cara menugasi Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas
Pembantuan; atau
c. dengan cara menugasi Desa.
§ Penugasan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas
Tugas Pembantuan dan kepada Desa ditetapkan dengan peraturan gubernur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota
diselenggarakan sendiri oleh Daerah kabupaten/kota atau dapat ditugaskan Sebagian
pelaksanaannya kepada Desa.
§ Penugasan oleh Daerah kabupaten/kota kepada Desa ditetapkan dengan peraturan
bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
§ Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diatur
dalam peraturan pemerintah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (11)


URUSAN PEMERINTAHAN PILIHAN
Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan pemerintah
pusat dalam urusan pilihan adalah sebagai berikut.
§ Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan,
Kelautan, Serta Energi Dan Sumber Daya Mineral dibagi
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
§ Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan
pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi
kewenangan daerah kabupaten/kota.
§ Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang
berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat.
§ Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang
berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam
daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (12)


URUSAN PEMERINTAHAN UMUM (1)
§ Urusan pemerintahan umum meliputi:
a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka
memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta
pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan
golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan
nasional;
d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan
yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta
keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (13)


URUSAN PEMERINTAHAN UMUM (2)
§ Urusan pemerintahan umum meliputi:
f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
g. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan
Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.
§ Urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di
wilayah kerja masing-masing.
§ Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur dan bupati/wali kota
dibantu oleh Instansi Vertikal.
§ Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab
kepada Presiden melalui Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada
Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
§ Gubernur dan bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum
dibiayai dari APBN.
§ Bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum pada tingkat
Kecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat.
§ Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan umum diatur
dalam peraturan pemerintah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEMETAAN KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN: (1)


§ Kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian bersama Pemerintah
Daerah melakukan pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan
dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang diprioritaskan oleh
setiap Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.
§ Hasil pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan ditetapkan dengan peraturan menteri
setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
§ Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dilakukan untuk menentukan intensitas Urusan Pemerintahan Wajib yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar berdasarkan jumlah penduduk, besarnya
APBD, dan luas wilayah.
§ Pemetaan Urusan Pemerintahan Pilihan dilakukan untuk menentukan Daerah yang
mempunyai Urusan Pemerintahan Pilihan berdasarkan potensi, proyeksi penyerapan
tenaga kerja, dan pemanfaatan lahan.
§ Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan digunakan oleh Daerah dalam penetapan
kelembagaan, perencanaan, dan penganggaran dalam penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEMETAAN KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN (2)


§ Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan digunakan oleh kementerian atau lembaga
pemerintah nonkementerian sebagai dasar untuk pembinaan kepada Daerah dalam
pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan secara nasional.
§ Pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan Urusan Pemerintahan Pilihan serta pembinaan kepada Daerah
dikoordinasikan oleh Menteri.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN (1)


§ Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
§ Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah, wajib berpedoman
pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
§ Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam rangka
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria,
maka Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan Daerah.
§ Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun Pemerintah Pusat belum
menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, maka
penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN (2)


§ Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
§ Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar berpedoman pada standar pelayanan
minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pelayanan Dasar adalah
pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
§ Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu
Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak
diperoleh setiap warga negara secara minimal.
§ Pedoman tersebut dimaksudkan untuk standardisasi yang berlaku secara
nasional, mempermudah penyelenggara Pemerintahan Daerah dan
mencegah penyimpangan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
tanpa mengurangi Otonomi Daerah.
§ Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan
peraturan pemerintah.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN (3)


§ Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah dalam melaksanakan
Tugas Pembantuan.
§ Kebijakan Daerah hanya terkait dengan pengaturan mengenai
pelaksanaan Tugas Pembantuan di Daerahnya.
§ Anggaran untuk melaksanakan Tugas Pembantuan disediakan oleh
yang menugasi.
§ Dokumen anggaran untuk melaksanakan Tugas Pembantuan
disampaikan oleh kepala daerah penerima Tugas Pembantuan
kepada DPRD bersamaan dengan penyampaian rancangan APBD
dalam dokumen yang terpisah.
§ Laporan pelaksanaan anggaran Tugas Pembantuan disampaikan
oleh kepala daerah penerima Tugas Pembantuan kepada DPRD
bersamaan dengan penyampaian laporan keuangan Pemerintah
Daerah dalam dokumen yang terpisah.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEMBAGIAN WILAYAH NEGARA DALAM PELAKSANAAN


DESENTRALISASI
§ Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi dan Daerah
Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota.
§ Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas
kelurahan dan/atau Desa.
§ Daerah provinsi dan kabupaten/kota merupakan Daerah dan masing-masing
mempunyai Pemerintahan Daerah.
§ Daerah provinsi dan kabupaten dibentuk dengan undang-undang.
§ Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah
Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi.
§ Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan
Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah
kabupaten/kota.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 57
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENATAAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN DESENTRALISASI


§ Dalam pelaksanaan Desentralisasi dilakukan penataan Daerah.
§ Penataan Daerah ditujukan untuk:
a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan;
e. meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah; dan
f. memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah.
§ Penataan Daerah terdiri atas Pembentukan Daerah dan penyesuaian Daerah.
§ Pembentukan Daerah dan penyesuaian Daerah dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan kepentingan strategis nasional.
§ Pembentukan Daerah berupa:
a. Pemekaran Daerah; dan
b. Penggabungan Daerah.
§ Pembentukan Daerah mencakup pembentukan Daerah provinsi dan pembentukan
Daerah kabupaten/kota.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 58
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 59

You might also like