You are on page 1of 22

JUDUL

"OTOMI DAERAH"

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah kapita selekta

Dosen Pengampu: Rahma Ningsih, S.H.I., MA.Hk

Oleh:
Kelompok 7

1. M.Sepriyanto Pratama (2002031011)


2. Rizky Anugrah

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1444 H / 2023 M
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah otomi daerah.
Untuk makalah ini kami berusaha semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak untuk mempercepat pembuatan dokumen ini. Oleh karena
itu, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan dokumen ini.
Namun hal ini tidak lepas dari semuanya, kami menyadari sepenuhnya
bahwa terdapat kekurangan-kekurangan baik dari segi komposisi tuturan maupun
aspek lainnya. Oleh karena itu, kami membuka diri seluas-luasnya dengan tangan
terbuka dan tangan terbuka kepada para pembaca yang ingin memberikan saran
dan kritik kepada kami agar kami dapat memperbaiki makalah otomi daerah.
Akhir kata, kami berharap makalah otomi daerah ini dapat dipelajari dan
digunakan untuk menginspirasi para pembaca.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Metro, 12 Juni 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Prinsip dan Asas Otonomi Daerah.................................................................3
1) Prinsip Negara Kesatuan..............................................................................3
2) Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah.....................................5
B. Daerah Otonom...............................................................................................7
C. Arti Otonomi dan Dan Daerah Otonom..........................................................8
D. Asas Dekonsentrasi.........................................................................................9
E. Asas Medebewind atau Asas Tugas Pembantuan..........................................10
F. Ajaran tentang Pengisian Otonomi Daerah...................................................11
1) Rumah Tangga Materiil.............................................................................12
2) Rumah Tangga Formil...............................................................................13
3) Ajaran Rumah Tangga Rill........................................................................13
4) Konsep Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Pemerintahan..........14
Daerah................................................................................................................
BAB III..................................................................................................................16
PENUTUP..............................................................................................................16
A. Kesimpulan...................................................................................................16
B. Saran..............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara
kesatuan Republik Indonesia sudah dikenal adanya otonomi daerah yang
dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan inti dari
pelaksanaan otonomi daerah adalah terdapatnya keleluasaan pemerintah daerah
(dioscretionary power) untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar
prakarsa, kreatifitas, dan peran serta masyarakat dalam rangka mengembangkan
dan memajukan daerahnya.
Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk menjamin, mekanisme
demokrasi ditingkat daerah untuk menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat baik untuk kepentingan daerah setempat maupun untuk mendukung
kebijaksanaan politik nasional dalam era reformasi saat ini. Untuk mencapai
tujuan dimaksud Undang-undang No.32 tahun 2004 menekankan tiga faktor yang
mendasar sebagai berikut:
1. Memberdayakan masyarakat.
2. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan meningkatkan peran dan
fungsi Badan Perwakilan Rakyat.¹

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Prinsip dan Asas Otonomi Daerah?
2. Apa Yang Dimaksud Daerah Otonom?
3. Apa Yang Dimaksud Otonomi dan Daerah Otonom?
4. Apa Yang Dimaksud Asas Dekonsentrasi?
5. Apa Yang Dimaksud Asas Medebewind atau Asas Tugas Pembantuan
6. Bagaimana Ajaran tentang Pengisian Otonomi Daerah?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Syarat dan Asas Otonomi Daerah
2. Menjelaskan Daerah Otonom
3. Menjelaskan Arti Otonomi dan Dan Daerah Otonom
4. Menjelaskan Asas Dekonsentrasi
5. Menjelaskan Asas Medebewind atau Asas Tugas Pembantuan
6. Menjelaskan Ajaran tentang Pengisian Otonomi Daerah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip dan Asas Otonomi Daerah


1) Prinsip Negara Kesatuan
Indonesia merupakan Negara kesatuan, yang terbentuk sejak tunggal 18
Agustus 1945, tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi : “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.
Dan pada penjelasannya menetapkan bentuk Negara kesatuan dan Republik
mengandung isi pokok pemikiran kedaulatan rakyat, juga dalam Pancasila
tertuang jelas pada sila ketiga yang berbunyi : “Persatuan Indonesia”. Artinya
bahwa bentuk Negara Kesatuan Indonesia telah dinyatakan secara bulat dan
konsitusional tertuang dalam dasar Negara Indonesia, yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 dan Pancasila, diharapkan dapat menyatukan seluruh wilayah
Nusantara yang luas dan terbagi kepulauan-kepulauan dan suku bangsa.
Prinsip “Negara Kesatuan” Republik Indonesia tertuang dalam Pasal 1 ayat
(1) UUD 1945, yang tetap tidak berubah sampai sekarang, walaupun UUD 1945
telah mengalami perubahan/amandemen ke 4 (empat) kalinya, tetap berisi
ketentuan bahwa “Indonesia (Republik Indonesia) adalah Negara Kesatuan yang
berbentuk Republik”; mempunyai makna Negara tunggal (satu Negara) yang
monosentris (berpusat satu) terdiri hanya satu Negara, satu pemerintahan, satu
kepala Negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh daerah di wilayah
Negara bersangkutan, dalam melakukan aktifitas keluar aupun kedalam diurus
oleh satu pemerintahan yang merupakan langkah kesatuan, baik pemerintah pusat
maupun daerah.
Karena luasnya wilayah Republik Indonesia, dan terbagi dalam bentuk
kepulauan serta daerah-daerah dalam menjalankan pemerintahan, maka prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan prinsip
Desentralisasi atau otonomi daerah yang didasarkan pada Pasal 18 Undang-
Undang Dasar 1945 sebelum perubahan. Yang berbunyi : “Pembagian Daerah
Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya

3
ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan menghayati dasar
pemusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan hak-hak asal usul dalam
daerah yang bersifat istimewa”.
Prinsip Desentralisasi atau otonomi Daerah yang tertuang dalam Pasal 18
UUD 1945, untuk lebih mendalami maksudnya, lebih tegas dituangkan dalam
penjelasannya, yang berbunyi: (1) Oleh karena Negara Indonesia itu suatu
"eenheidstaat", maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungan
yang bersifat staat juga Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan
daerah provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah
yang bersifat otonomi (streek dan locale rechts gemenschappen) atau daerah
bersifat administrasi belaka, semua menurut aturan yang akan ditetapkan dengan
Undang-Undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonomi akan diadakan Badan
Perwakilan Daerah, oleh karena itu di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas
dasar permusyawaratan; dan (2) Dalam Teritorial Indonesia terdapat lebih kurang
250 zelfbesturendhe landshappen dan volksgemeen schappen, seperti desa di Jawa
dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan warga di Palembang dan sebagainya.
Daerahdaerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap
sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Indonesia menghormati kedudukan
daerah-daerah istimewa dan segala peraturan Negara mempunyai daerah-daerah
itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut.
Kemudian mengenai otonomi Daerah ini dikuatkan dan diuraikan lagi secara
rinci dalam amandemen UUD 1945, berkaitan dengan prinsip Negara Kesatuan
clan prinsip Otonomi Daerah yang tidak bisa dipisahkan antara Pasal 1 ayat (1)
UUD 1945 dan Pasal 18 UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah amandemen,
maka dapat di simpulkan antara lain “Dalam rangka Negara kesatuan Republik
Indonesia dan memperhatikan tujuan pemberian otonomi kepada Daerah, maka
penyelenggaraan otonomi daerah oleh pemerintah daerah merupakan sub sistem
dari sistem pemerintahan Negara, khususnya pemerintahan eksekutif
diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah sampai pemerintah
desa, dengan sistem pembagian kekuasaan sesuai dengan kewenangannya.

4
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal l ayat (1), menyatakan dengan tegas
bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Prinsip pada
Negara Kesatuan ialah pemegang tampuk kekuasaan tertinggi atas segenap urusan
negara ialah Pemerintah Pusat tanpa adanya suatu delegasi atau pelimpahan
kekuasaan kepada Pemerintah Daerah (local government).29 Dalam Negara
Kesatuan terdapat asas bahwa segenap urusan-urusan negara tidak dibagi antara
pemerintah pusat (central government) dengan pemerintah lokal (local
government) sedemikian rupa, sehingga urusan-urusan negara dalam Negara
Kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan (eenheid) dan bahwa pemegang
kekuasaan tertinggi di negara itu ialah pemerintah pusat.
Di dalam Negara Kesatuan tanggung jawab pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan Pemerintah pusat. Akan tetapi
karena sistem pemerintahan Indonesia menganut asas Negara Kesatuan yang
didesentralisasikan, maka ada tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri, sehingga
menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan adanya hubungan
kewenangan dan pengawasan.
Negara Kesatuan merupakan landasan batas dari isi pengertian otonomi.
Berdasarkan landasan batas tersebut dikembangkan berbagai peraturan (rules)
yang mengatur mekanisme yang akan menjelmakan keseimbangan antara tuntutan
kesatuan dan tuntutan otonomi. Di sini pulalah letak kemungkinan spanning yang
timbul dari kondisi tarik menarik antara kedua kecenderungan tersebut.²

2) Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah


Sistem pemerintahan daerah di Indonesia, menurut konstitusi Undang-
Undang Dasar 1945, berdasarkan penjelasan dinyatakan bahwa daerah Indonesia
akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula dalam
daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom atau bersifat
daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan
dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan
badan perwakilan daerah. Oleh karena itu, di daerah pun pemerintahan akan
bersendi atas dasar permusyawaratan.

5
Pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya terutama dalam mewujudkan
tujuan-tujuan negara (atau mengupayakan bestuurszorg) melalui pembangunan,
tidak berarti pemerintah dapat bertindak semena-mena, melainkan sikap tindak itu
haruslah dipertanggungjawabkan, artinya meskipun intervensi pemerintah dalam
kehidupan warga negara merupakan kemestian dalam konsepsi welfare state,
tetapi pertanggungjawaban setiap tindakan pemerintah juga merupakan kemestian
dalam negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
Penyelenggaraan otonomi daerah secara faktual memberikan dampak yang
positif, khususnya dalam rangka pemerataan dan peningkatan pembangunan di
daerah, akan tetapi pada kenyataannya otonomi belum mampu untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. Disisi lain beberapa fakta menunjukkan
otonomi daerah juga menjadi sumber rasa ketidakadilan rakyat karena tindakan
kesewenang-wenangan dan penyelewengan para penguasa di daerah. Upaya
mewujudkan good local governance bukanlah suatu hal yang mudah seperti
membalik telapak tangan, dan tentunya untuk mewujudkan itu dibutuhkan
perjuangan dan waktu panjang. Sekalipun memiliki kelemahan, penyelenggaraan
desentralisasi merupakan sarana yang mendekatkan Bangsa Indonesia pada
kondisi yang ideal untuk membangun good local governance. Upaya mewujudkan
good local governance idealnya dimulai dengan mewujudkan good governance
pada Pemerintah Pusat sebagai pilots pemerintahan.Selain itu format kebijakan
otonomi daerah saat ini perlu dievaluasi, untuk mengetahui apakah
penyelenggaraan otonomi daerah saat ini dapat menunjang terciptanya
pemerintahan yang baik dan bersih.³
Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 58 yang terdiri atas :
a. Asas kepastian hukum
b. Asas tertib penyelenggaraan negara
c. Asas kepentingan umum
d. Asas keterbukaan
e. Asas proporsionalitas

6
f. Asas profesionalitas
g. Asas akuntabilitas
h. Asas efisiensi,
i. Asas efektivitas, dan
j. Asas keadilan.
Parameter pemerintahan Daerah yang baik (good Local government) adalah
berupa pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan warga masyarakat dalam
setiap pembangunan. Agar pemerintahan daerah yang baik dapat menjadi
kenyataan dan berjalan sebagai mana mestinya diperlukan komitmen dan
keterlibatan pihak pemerintah daerah dan masyarakat secara aktif. Oleh karena
itu, maka di dalam menyelenggaraan pemerintahan daerah diperlukan
kepemimpinan
kepala daerah yang memiliki kemampuan, kreatif, responsif, jujur, amanah,
demokratis, dan taat azas serta memiliki wawasan kepemimpinan yang
berkarakter kearifan lokal. Dengan demikian, maka roda pemerintahan daerah
yang dijalankan dengan prinsip otonomi yang seluas-luanya itu mampu
menciptakan pemerintahan daerah yang baik dan akuntabel.⁴

B. Daerah Otonom
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga
sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara
memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung
jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber
potensi yang ada di daerah masing-masing. Peraturan-peraturan yang di
wewenangkan pada pemerintah daerah juga mengenai peraturan perekonomian.
Perekonomian pemerintah daerah bisahasilkan melalui potensi daerah masing-
masing. Otonomi daerah ini juga sudah diatur dalam undang-undang negara
republik indonesia no 32 tahun 2004 dan no 23 tahun 2014.
Penerapan otonomi daerah sebenarnya sudah banyak dilakukan di negara-
negara lain selain di Indonesia. Otonomi daerah ini dimaksudkan untuk
memberikan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri,

7
termasuk juga dalam bidang perekonomian, karena pemerintah daerah di anggap
lebih mengenal daerahnya masingmasing sehingga akan lebih bisa
mengembangkan daerahnya memalui otonomi daerah yang di berikan.
Disentralisasi pembangunan di pusatkan di daerah-daerah di maksudkan untuk
mengembangkan daerah supaya lebih berkembang terutama di bidang
perekonomian daerah itu sendiri. Peraturan tentang otonomi daerah juga telah
dimasukkan dalam undang-undang negara republik Indonesia diantaranya yaitu
pada undang-undang nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang republik
Indonesia nomor 23 tahun 2014.
Otonomi daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat memberikan hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk memajukan daerah masing-
masing. Peraturan tentang daerah otonomo di cantumkan pada Undang-undang
No. 32 Tahun 2004 dan juga pada Undang-undang No. 23 Tahun 2014. Melalui
otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat memajukan daerah melalui
potensi-potensi yang ada didaerah masing-masing sehingga dapat
mensejahterakan masyarakat.⁵

C. Arti Otonomi dan Dan Daerah Otonom


Istilah otonomi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu autos (sendiri),
dan nomos (peraturan) atau "undang-undang". Oleh karena itu, otonomi berarti
peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang
menjadi pemerintahan sendiri. Dalam terminologi ilmu pemerintahan dan hukum
administrasi negara, kata otonomi ini sering dihubungkan dengan kata otonomi
daerah.⁶
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.⁷
Otonomi Daerah sebagai wujud dari dianutnya asas desentralisasi,
diharapkan akan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Karena kewenangan yang diterima oleh Daerah melalui adanya Otonomi Daerah,
akan memberikan “kebebasan” kepada Daerah. Dalam hal melakukan berbagai

8
tindakan yang diharapkan akan sesuai dengan kondisi serta aspirasi masyarakat di
wilayahnya. Anggapan tersebut disebabkan karena secara logis Pemerintah
Daerah lebih dekat kepada masyarakat, sehingga akan lebih tahu apa yang
menjadi tuntutan dan keinginan masyarakat.⁸

D. Asas Dekonsentrasi
Indonesia adalah negara kesatuan, yaitu negara yang pemerintahannya berada
di tangan pusat tetapi juga mempunyai pemerintahan daerah yang memperoleh
kekuasaan dari pusat dengan mendelegasikan sebagian kekuasaan yang diberikan
secara tegas yang sistem pemerintahannya dapat dilaksanakan. melalui sistem
sentralisasi/dekonsentrasi, desentralisasi dan pengelolaan bersama/mededewin.
(Mustanir, Jermsittiparsert, et al., 2020) (Latif et al., 2020).
Dalam konsep sentralisasi/dekonsentrasi, kekuasaan (tertinggi) dilaksanakan
secara internal dan eksternal oleh pemerintah pusat dan didelegasikan kepada
organ pusat daerah (dekonsentrasi). (Mustanir, Ibrahim, et al., 2022)
Suatu asas pemerintahan daerah yang diterapkan pada sejarah pemerintahan
daerah di Indonesia yaitu Dekonsentrasi disamping tugas pembantuan dan
desentralisasi.(Mustanir, Ibrahim, et al., 2020). Pada masa Orde Baru, ketika UU
No 5 Tahun 1974 terkait Dasar Pemerintahan Provinsi diundangkan, Dekonsetrasi
juga merupakan suatu asas pemerintahan daerah. Di dalam peraturan perundang-
undangan yang baru ini, keadaan asas dekonsentrasi dalam pengaturan
pemerintahan daerah dibenarkan melalui “harmonisasi” desentralisasi dengan
dekonsentrasi pemerintahan daerah.(Hendrayady et al., 2022).
Berdasarkan pendapat Sadu Wasistiono dkk (2006:1) sehubungan dengan
asas pemerintahan daerah. (Uceng et al., 2019) yaitu: “pemerintahan daerah
memiliki asas yang terdiri dari asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan dan
asas desentralisasi”. (Ravyansah et al., 2022)
Adanya dekonsentrasi merupakan wujud dari konsep desentralisasi
sebagaimana “Di proses ketatanegaraan Indonesia, desentralisasi jika suatu aturan
bukanlah aturan yang akan bertumpu semata-mata pada aturan lain, tetapi
penjajaran unit aturan yang meningkat menyeluruh serta wilayah masyarakat,

9
yakni Indonesia.(Suryanti Nengsih et al., 2022) indonesia bagaikan suku terdiri
atas spesies: dekonsentrasi, desentralisasi serta sentralisasi. Jadi desetralisasi
bukanlah pengganti dari sentrlisasi atau kebalikan dari sentralisasi. Desentralisasi
dan sentralisasi bukanlah hal yang berlawanan (tidak dikotomis), tetapi keduanya
merupakan subsistem dalam organisasi negara bangsa. (Irnawati et al., 2022)
Sehubungan dengan pelaksanaan asas dekonsentrasi, wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi dan ibu kota negara. Cara
penerapan asas dekonsentrasi ini disebut dekonsentrasi daerah. Sementara itu,
menurut Effendy (2009; 19), prinsip dekonsentrasi menitikberatkan pada
pemindahan kekuasaan dari jabatan yang lebih tinggi ke jabatan yang lebih rendah
berdasarkan prinsip manajemen. Konsep dekonsentrasi menurut Sunindhia (1987;
18) yaitu; “Pelimpahan wewenang kepada pejabat pemerintah pusat tingkat bawah
yang berkedudukan di suatu daerah (daerah pusat) dan mempunyai domain atau
domain tergantung pada tingkat hierarkinya, yaitu kekuasaan atau hak untuk
bertindak dan mengambil keputusan atas prakarsa sendiri (delegation of
kekuasaan) dalam kaitannya dengan daerah, yaitu hanya kekuasaan tindakan dan
pengambilan keputusan, sedangkan tanggung jawab kepada masyarakat (badan
perwakilan) tetap berada di tangan pejabat tertinggi.⁹

E. Asas Medebewind atau Asas Tugas Pembantuan


Penyelenggaraan asas tugas pembantuan adalah cerminan dari sistem dan
prosedur penugasan Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah
provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dan
pembangunan yang disertai dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang memberi penugasan.
Tugas pembantuan diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas
pemerintahan dapat dilakukan dengan menggunakan asas desentralisasi dan asas
dekonsentrasi. Pemberian tugas pembantuan dimaksudkan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan
pembangunan, dan pelayanan umum. Tujuan pemberian tugas pembantuan adalah

10
memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan, serta membantu
penyelenggaraan pemerintahan, dan pengembangan pembangunan bagi daerah
dan desa.
Menurut Koesoemahatmadja (E. Koswara, 1999:58), medebewind atau
zelfbestuur sebagai pemberian kemungkinan kepada pemerintah/pemerintah
daerah yang tingkatannya lebih atas untuk minta bantuan kepada pemerintah
daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan
tugas atau urusan rumah tangga (daerah yang tingkatannya lebih atas tersebut).
Istilah zelfbestuur merupakan terjemahan dari selfgovernment yang di Inggris
diartikan sebagai segala kegiatan pemerintahan ditiap bagian dari Inggris yang
dilakukan oleh wakilwakil dari yang diperintah. Di Belanda zelfbestuur diartikan
sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat atau
daerhadaerah yang tingkatannya lebih atas oleh alatalat perlengkapan dari daerah-
daerah yang tingkatannya lebih atas oleh alat-alat perlengkapan dari daerah-
daerah yang lebih bawah.
Dalam menjalankan medebewind itu, urusan-urusan yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah masih tetap merupakan urusan pusat. Daerah yang lebih
atas, tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang dimintakan bantuan.
Akan tetapi, cara daerah otonom yang dimintakan bantuan itu melakukan
pembantuannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah itu sendiri.
Dalam peraturan perundang-undangan Belanda, tugas pembantuan atau
medebewind dibedakan menjadi dua, yakni tugas pembantuan yang mekanis
(mechanisch medebewind) atau yang lebih rinci dan tugas pembantuan yang
fakultatif (facultatieve medebewind) atau yang memberikan kebebasan yang lebih
luas untuk menentukan kebijakasanaan pelaksanaan medebewind (E. Koswara,
1993:61).¹⁰

F. Ajaran tentang Pengisian Otonomi Daerah


Desentralisasi mempunyai dua muka otonomi dan medebewind. Untuk
memahami ajaran luas dan isi otonomi daerah perlu ditelusuri dari ajaran yang
menjadi pangkal lahirnya konsep desentralisasi. Terdapat 3 (tiga) ajaran, yaitu:

11
1) Rumah Tangga Materiil
Pengertian rumah tangga materiil atau ajaran rumah tangga materiil
(materiele huishoudingsleer) adalah suatu sistem dalam penyerahan urusan rumah
tangga daerah. Antara pemerintah pusat dan daerah terdapat undang-undang yang
diperinci secara tegas di dalam undangundang pembentukannya. Di dalam ajaran
ini ada yang disebut taak verdeling antara pusat dan daerah. Jadi, apa yang tidak
tercantum dalam rincian itu tidak termasuk kepada urusan rumah tangga daerah.
Daerah tidak mempunayai kewenangan untuk mengatur kegiatan di luar yang
sudah diperinci atau yang telah ditetapkan.
Rasio dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa
ada perbedaan tugas yang azasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan
kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah-daerah otonom yang lebih
kecil. Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai
urusan-urusan sendiri yang secara prinsipil berbeda dari negara sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang lebih besar. Negara dan daerah-daerah otonom
masingmasing mempunyai urusan-urusan sendiri yang spesifik. Karena itulah,
ajaran ini disebut juga ajaran rumah tangga materiil (Rachmat Soemitro, 1983:32).
Bila ditinjau secara seksama, akan kelihatan bahwa isi dan luas otonomi itu
akan sangat terbatas. Daerah yang bersangkutan tidak dapat melakukan sesuatu
yang tidak tersebut dalam undang-undang pembentukannya. Segala langkah kerja
daerah itu tidak dapat keluar dari ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam
undang-undang. Daerah itu tidak dapat secara leluasa bergerak dan
mengembangkan inisiatifnya. kecuali rumah tangganya, menurut tingkatan dan
ruang lingkup pemerintahannya. Di dalam literatur Belanda ada ajaran yang
disebut sebagai de drie kringenleer yang menganjurkan ditetapkannya secara pasti
mana soal-soal yang masuk lingkungan negara, lingkungan propinsi, dan
lingkungan gemeente. Dengan demikian, ajaran ini tidak mendorong daerah untuk
berprakarsa dan mengembangkan potensi wilyah di luar urusan yang tercantum
dalam undang-undang pembentukannya. Padahal, kebebasan untuk berprakars,
memilih alternatif dan mengambil keputusan justru merupakan prinsip dasar
dalam mengembangkan otonomi daerah. Karena kelemahan yang terdapat dalam

12
ajaran rumah tangga materiil ini, orang cenderung untuk memilih ajaran rumah
tangga formal.¹¹

2) Rumah Tangga Formil


Ajaran rumah tangga formil adalah untuk menentukan hal-hal apa saja yang
menjadi urusan pemerintah daerah maka harus terdapat pegangan yang tegas
kepada ketentuan-ketentuan yang bersifat formil yang akan mengarut bahwa suatu
hal itu menjadi urusan rumah tangga pemerintah pusat dan hal yang lain menjadi
urusan rumah tangga daerah. Hal-hal yang menjadi urusan pemerintah daerah ini
harus dilakukan secara formil dengan peraturan perundang-undangan, sehingga
hal- hal yang menjadi urusan rumah tangga daerah itu diperinci dengan tegas
dalam peraturan undang-undang. Dengan demikian orang dapat melihat, suatu
urusan itu merupakan urusan rumah tangga pemerintah daerah karena oleh pusat
telah dilakukan penyerahan dengan undang-undang.¹²
Ajaran rumah tangga formil disini tidak terdapat perbedaan sifat antara
tugas-tugas yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan oleh pemerintah
daerah. Apa yang dapat dikerjakan oleh pemerintah pusat pada prinsipnya dapat
dikerjakan pula oleh pemerintah daerah demikian pula sebaliknya. Bila ada
pembagian tugas maka itu didasarkan atas pertimbangan rasional dan praktis.
Artinya pembagian tugas itu tidaklah disebabkan karena materi yang diatur
berbeda sifatnya, melainkan semata-mata karena keyakinan bahwa kepentingan
daerah itu lebih baik dan berhasil jika diselenggarakan sendiri daripada
diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Jadi pertimbangan efisiensilah yang
menentukan pembagian tugas itu bukan disebabkan oleh perbedaan sifat dari
urusan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.¹³

3) Ajaran Rumah Tangga Rill


Ajaran rumah tangga rill yaitu urusan rumah tangga yang didasarkan kepada
kebutuhan dan keadaan yang nyata yaitu bahwa suatu urusan tertentu karena suatu
keadaan berdasarkan pada pertimbangan untuk mencapai manfaat yang sebesar-
besarnya, maka urusan sebelumnya yang merupakan urusan daerah namun karena

13
urusan itu menurut keadaan sekarang menjadi bersifat nasional maka perlu
dilakukan oleh pemerintah pusat. Akan tetapi sebaliknya suatu urusan bisa
dilimpahkan kepada daerah untuk menjadi suatu urusan rumah tangga daerah,
mengingat manfaat dan hasil yang akan dicapai jika urusan itu tetap
diselenggarakan oleh pemerintah pusat akan menjadi berkurang. Tentu saja segala
penambahan dan pengurangan suatu wewenang itu harus diatur oleh undang-
undang atau peraturan-peraturan lainnya. Menurut Profesor Boedisoesetyo
(1984:165), dalam rumah tangga materil, tidak perlu ada peraturan yang
menentukan suatu urusan boleh diurus oleh daerah. Lihat saja dari sifat urusan itu
maka kita bisa menentukan urusan kemasyarakatan yang menjadi tanggunga
daerah.¹⁴

4) Konsep Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Pemerintahan


Daerah
Diberlakukannya kebijakan otonomi yang seluas-luasnya pada tahun 1999
kepada pemerintah daerah, dalam rangka agar pemerintahan daerah dapat
berkembang dan mandiri dalam menjalankan dan mengatur pemerintahannya.
Namun demikian masih sering otonomi selalu dikaitkan dengan berapa besar uang
yang dapat dimobilisasi oleh daerah guna membiayai kegiatannya. Sebetulnyakata
kunci dari otonomi daerah adalah “kewenangan”, seberapa besar kewenangan
yang dimiliki oleh daerah di dalam menginisiatifkan kebijaksanaan,
mengimplementasikannya, dan memobilasasi dukungan sumber daya untuk
kepentingan pelaksanaannya.
Dengan kewenangan, maka daerah akan menjadi kreatif untuk menciptakan
kelebihan dan insentif kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah. Dengan
diberikannya otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah, hal ini memberikan
peluang kepada pemerintah daerah untuk dapat memanfaatkan dan
mengembangkan potensi sumberdaya manusia (SDM) dan potensi sumberdaya
alam yang dimiliki untuk dapat dikelola secara maksimal guna kesejahteraan
rakyatnya. Oleh karenanya dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang baik, diperlukan adanya pengawasan internal (Inspektorat) yang

14
independen. Diperlukan pula kiprah pengawasan fungsional oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah setempat yang baik dan transparan, serta pengawasan
eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang akuntabel.¹⁵
Pada Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD 1945 dinyatakan pemerintahan
daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, dan diberikan otonomi yang seluas-
luasnya. Jimly Asshiddiqie mengatakan struktur pemerintahan berdasarkan pasal
tersebut terdiri atas tiga tingkatan yang masing-masing memiliki otonominya
sendiri-sendiri, yaitu pemerintah pusat, provinsi, dan kota atau kabupaten.
Akibatnya, agar sistem pemerintahan yang efektif dapat bekerja, namun menjadi
sulit terkonsolidasi karena masing-masing unit organisasi pemerintahan di
seangkatan bersifat otonom.
Tujuan peletakkan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah
adalah untuk mendorong upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan
keadilan, demokrasasi dan penghormatan terhadap budaya lokal serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Konsekuensi yang timbul
dari hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara pemerintah pusat dan daerah
berdasarkan otonomi daerah dan prinsip desentralisasi mencakup tiga hal:
1) pembagian kewenangan;
2) pembagian pendapatan; dan
3) pembagian administrasi pemerintahan daerah¹6

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai otonomi daerah, dapat disimpulkan
bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah merupakan wujud dari dianutnya asas desentralisasi untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan memberikan
kebebasan kepada daerah untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan kondisi
serta aspirasi masyarakat di wilayahnya.
Terdapat pula asas dekonsentrasi yang mengatur tentang pemusatan
kekuasaan di tingkat pusat dan pengalihan sebagian kewenangan dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan
daerah. Asas medebewind atau asas tugas pembantuan juga merupakan salah satu
asas otonomi daerah yang mengatur tentang kewajiban pemerintah pusat untuk
membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya.

B. Saran
Sebagai saran, penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk selalu
memperhatikan prinsip-prinsip otonomi daerah dalam mengambil keputusan dan
melaksanakan tugasnya. Selain itu, perlu dilakukan koordinasi dan sinergi antara
pemerintah pusat dan daerah agar pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan
dengan baik dan efektif. Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan pembangunan daerah agar tercipta kesejahteraan yang
merata di seluruh daerah.

16
DAFTAR PUSTAKA

Syamsudin Haris, Desentralisasi & otonomi Daerah, LIPI Press, Jakarta,


2005, hlm. 101.
Jurnal Ilmiah Administrasi (JIA), Vol. 8 No. 2 (2020): Asas-asas
Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah Otonom.
Fauzi, A. (2019). Otonomi daerah dalam kerangka mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik. Spektrum Hukum, 16(1), 119-
136.
Bahtiar, Y. (2001). Ajaran Otonomi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Ristanti, Y. D., & Handoyo, E. (2017). Undang-undang otonomi daerah dan
pembangunan ekonomi daerah. Jurnal RAK (Riset Akuntansi Keuangan), 2(1),
115-122.
Supusepa, D. (2020). Penerapan Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan
Yang Baik Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Jurnal Ilmu
Hukum Kyadiren, 2(1), 12-29.
Nadir, S. (2013). Otonomi daerah dan desentralisasi Desa: Menuju
pemberdayaan masyarakat desa. Jurnal Politik Profetik, 1(1).
Muin, F. (2014). Otonomi daerah dalam perspektif pembagian urusan
pemerintah-pemerintah daerah dan keuangan daerah. Fiat Justisia, 8(1), 69-79.
Alyas, A. P., & Alfinia, M. (2023). Dekonsentrasi.
Pitono, A. (2012). Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan. Jurnal Kebijakan Publik, 2(2).
INI, M. H. S. PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS
MATARAM
Lang, R. C. (2015). ANALISIS HUKUM TENTANG KEWENANGAN
PEMERINTAH KOTA DALAM MENGELOLA WILAYAH PANTAI
MANADO. LEX ADMINISTRATUM, 3(3).
Yusdianto, Y. (2015). Hubungan kewenangan pusat dan daerah menurut
Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law), 2(3), 483-504.

17
FOOTNOTE
¹Syamsudin Haris, Desentralisasi & otonomi Daerah, LIPI Press, Jakarta, 2005,
hlm. 101.
²Jurnal Ilmiah Administrasi (JIA), Vol. 8 No. 2 (2020): Asas-asas
Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah Otonom.
³Supusepa, D. (2020). Penerapan Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Yang
Baik Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Jurnal Ilmu Hukum
Kyadiren, 2(1), 12-29.
⁴Fauzi, A. (2019). Otonomi daerah dalam kerangka mewujudkan penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang baik. Spektrum Hukum, 16(1), 119-136.
⁵Ristanti, Y. D., & Handoyo, E. (2017). Undang-undang otonomi daerah dan
pembangunan ekonomi daerah. Jurnal RAK (Riset Akuntansi Keuangan), 2(1),
115-122.
⁶Muin, F. (2014). Otonomi daerah dalam perspektif pembagian urusan
pemerintah-pemerintah daerah dan keuangan daerah. Fiat Justisia, 8(1), 69-79.
⁷Ristanti, Y. D., & Handoyo, E. (2017). Undang-undang otonomi daerah dan
pembangunan ekonomi daerah. Jurnal RAK (Riset Akuntansi Keuangan), 2(1),
115-122.
⁸Nadir, S. (2013). Otonomi daerah dan desentralisasi Desa: Menuju pemberdayaan
masyarakat desa. Jurnal Politik Profetik, 1(1).
⁹Alyas, A. P., & Alfinia, M. (2023). Dekonsentrasi.
¹⁰Pitono, A. (2012). Asas Dekonsentrasi dan Asas Tugas Pembantuan dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan. Jurnal Kebijakan Publik, 2(2).
¹¹Bahtiar, Y. (2001). Ajaran Otonomi. Universitas Pendidikan Indonesia.
¹²Lang, R. C. (2015). ANALISIS HUKUM TENTANG KEWENANGAN
PEMERINTAH KOTA DALAM MENGELOLA WILAYAH PANTAI
MANADO. LEX ADMINISTRATUM, 3(3).
¹³INI, M. H. S. PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS
MATARAM
¹⁴Lang, R. C. (2015). ANALISIS HUKUM TENTANG KEWENANGAN
PEMERINTAH KOTA DALAM MENGELOLA WILAYAH PANTAI
MANADO. LEX ADMINISTRATUM, 3(3).
¹⁵Fauzi, A. (2019). Otonomi daerah dalam kerangka mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik. Spektrum Hukum, 16(1), 119-
136.
¹⁶Yusdianto, Y. (2015). Hubungan kewenangan pusat dan daerah menurut
Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law), 2(3), 483-504.

You might also like