You are on page 1of 25

PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

The Effectiveness of structured education Toward Self Efficacy and Health Promotion
behavior at Heart Failure Patients at Local General Hospital (RSUD) Karawang 2014
Uun Nurjanah, Miciko Umeda, Adi Fahrudin

Abstract
Structured Education with theory Approach of Promotion Model (HPM) Nolla J. Pender is
hoped to improve self efficacy and health promotion behavior. The aim of research is to
identify the effectiveness of structured education toward self efficacy and health promotion
behavior of heart failure patient at Local General Hospital Karawang (RSUD). Research
design is non Randomize pre test – post test control Group Design. Total samplers are 40
persons that concist of 20 groups of control and interventions. Result of the research is that
there is a significant differentiation of self efficacy (p= 0,001) and health promotion behavior
(p=0,001) before and after giving structured educaton with averages score of intervention
group is higher than group control. There is a meaningful influence of structured education
toward self efficacy (p=0,001) and health promotion behavior (p=0.001). It necessary to form
educators team in developing media to improve self care management and to involve
counseling ability suited to nurse competency level.

Keywords : Structured education, HPM, self efficacy, health promotion


behavior, heart failure
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Efektifitas Edukasi Terstruktur Terhadap Efikasi Diri dan Perilaku Promosi Kesehatan
pada Pasien Gagal Jantung di RSUD Karawang Tahun 2014
Uun Nurjanah, Miciko Umeda, Adi Fahrudin

Abstrak
Edukasi terstruktur dengan pendekatan teori Health Promotion Model (HPM) Nolla J. Pender
diharapkan dapat meningkatkan Efikasi diri dan perilaku promosi kesehatan. Tujuan
penelitian adalah mengidentifikasi efektifitas edukasi terstruktur terhadap efikasi diri dan
perilaku promosi kesehatan pasien Gagal Jantung di RSUD Karawang. Desain penelitian
adalah Non Randomized pre test – post test Control Group Design atau Non equivalent
Control Group Dessign. Jumlah sampel 40 orang terdiri dari 20 kelompok kontrol dan 20
intervensi. Hasil penelitian, terdapat perbedaan yang bermakna efikasi diri (p =0.001) dan
perilaku promosi kesehatan (p= 0.001) sebelum dan sesudah pemberian edukasi terstruktur
dengan skore rata-rata kelompok intervensi lebih tinggi dari kelompok kontrol. Ada pengaruh
yang bermakna edukasi terstruktur terhadap efikasi diri (p =0.001) dan perilaku promosi
kesehatan (p=0.001). Edukasi terstruktur efektif meningkatkan efikasi diri dan perilaku
promosi kesehatan. Perlunya dibentuk tim educator dalam pengembangan media untuk
meningkatkan Self Care Management dan memasukkan kemampuan konseling disesuaikan
dengan level kompetensi perawat.

Kata kunci : Edukasi Terstruktur, HPM, Efikasi Diri, Perilaku Promosi


Kesehatan, Gagal Jantung

PENDAHULUAN
Penyakit jantung masih merupakan masalah kesehatan dan sosial
pada beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi sangat
erat hubungannya dengan perilaku individu, status ekonomi yang rendah serta gaya hidup
yang tidak sehat. Salah satu penyakit jantung yang meningkat prevalensinya dan
merupakan penyakit kronik adalah Gagal Jantung. Gagal Jantung merupakan
ketidakmampuan jantung dalam memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Insiden Gagal
Jantung mengalami peningkatan secara konsisten seiring dengan penambahan umur harapan
hidup, walaupun terjadi kemajuan teknologi dalam diagnosis dan penatalaksanaan Gagal
Jantung (Clere & Newman, 2012).

Jumlah penderita Gagal Jantung di Amerika Serikat adalah 5,7 juta orang dan 670.000 kasus
baru didiagnosa setiap tahun. Pada tahun 2011, kasus Gagal Jantung menduduki peringkat
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

keempat daftar 10 besar penyakit penyebab kematian di rumah sakit. Penyakit ini sudah
menjadi epidemis baik di Indonesia maupun seluruh dunia. Hal tersebut berkaitan dengan
meningkatnya jumlah hospitalisasi pasien Gagal Jantung, meningkatnya angka kematian yang
berhubungan dengan Gagal Jantung, serta membesarnya biaya yang diperlukan dalam
pengobatan dan penanganan Gagal Jantung tersebut (Radhakrisnan, 2012). Amerika Heart
Association memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk pasien jantung adalah 33 juta dolar
setiap tahun sehingga menjadikan Gagal Jantung termasuk salah satu penyakit kronis yang
memerlukan biaya yang tinggi dalam pengelolaannya dan kelanjutan perawatan di rumah
secara continue, sehingga dibutuhkan pedoman dalam mengadaptasikan pasien Gagal
Jantung, Miles, (2012), Katleen (2006).

Yvete, C at al., (2012) menyatakan bahwa efikasi diri pada pasien Gagal Jantung
menggambarkan suatu kemampuan individu untuk membuat suatu keputusan yang tepat
dalam merencanakan, memonitor dan melaksanakan regimen perawatan sepanjang hidup
individu. Efikasi diri pada pasien Gagal Jantung berfokus pada keyakinan pasien untuk
mampu melakukan perilaku yang dapat mendukung perbaikan penyakitnya dan meningkatkan
manajemen perawatan dirinya seperti istirakhat, diet rendah garam, latihan fisik,

Terdapat beberapa teori dan model untuk memberikan edukasi kepada pasien dalam
meningkatkan peran kuratif ke preventif dan promotif. Penggunaan teori yang sesuai dengan
kebutuhan pasien akan membantu edukasi yang efektif. Salah satu teori keperawatan yang
bertujuan mengembangkan perilaku seperti yang diharapkan melalui pengembangan
intervensi adalah teori Health Promotion Model (HPM). Perubahan paradigma pelayanan
kesehatan dari kuratif ke arah promotif dan preventif ini telah direspon oleh ahli teori
keperawatan Nola. J Pender dengan menghasilkan sebuah karya fenomenal tentang “Health
Promotion Model “ atau model promosi kesehatan. Model ini menggabungkan 2 teori yaitu
teori nilai harapan (expectancy value) dan teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang
konsisten dengan semua teori yang memandang pentingnya promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit adalah suatu yang hal logis dan ekonomis. (Toomy & Alligood, 2006).
Model promosi kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan klien dan mengatur
kemungkinan munculnya partisipasi klien dalam perilaku peningkatan kesehatan dengan
fokus untuk menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktifitas kesehatan (Pender,
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

1993,1996 dalam Potter & Perry, 2005)

Rumah Sakit Umum Daerah Karawang merupakan rumah sakit tipe B Non Pendidikan
sebagai Rumah Sakit rujukan di Kabupaten Karawang, memiliki angka kunjungan pasien
rawat jalan maupun inap yang sangat tinggi. Pada tahun 2013 jumlah kunjungan rawat inap di
RSUD Karawang sebanyak 6.519 pasien. Gagal Jantung merupakan penyakit tertinggi yang
masuk rawat inap yaitu sebanyak 676 pasien ( 10,37%) dari 20 besar penyakit tertinggi
pasien rawat inap. (Medikal Rekord RSUD Karawang, 2013).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pasien Gagal Jantung di ruang rawat inap
didapat bahwa pasien seringkali dating dalam keadaan Gagal Jantung yang sudah memasuki
derajat IV dimana keluhan sesak napas dan kelelahan sudah dirasakan pasien tidak hanya
pada saat aktifitas tetapi juga saat istirakahat. Sebagian besar pasien yang masuk rumah sakit
tidak mengetahui kalau keluhan yang dirasakan adalah Gagal Jantung. Tahapan Gagal
Jantung yang dirasakan sebelumnya tidak disadari karena biasanya keluhan lelah dan sesak
napas biasanya hilang dengan istirakhat sehingga dianggapnya hal biasa.

Beberapa pasien mengatakan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan tidak yakin
dengan kemampuannya dalam menghadapi kondisi sakitnya dan bagaimana cara perawatan di
rumah supaya tidak terjadi kekambuhan. Pasien juga tidak mengetahui faktor resiko Gagal
Jantung baik yang bisa dimodifikasi maupun yang tidak bisa dimodifikasi sehingga progress
penyakit dengan cepat mengalami perburukan. Sebagian besar pasien yang diwawancarai
merupakan pasien lanma yang sudah lebih dari satu kali di rawat akibat kekambuhan Gagal
Jantung.

Pelaksanaan discharge planning di ruang rawat dalam hal ini edukasi, menurut perawat
ruangan masih bersifat rutinitas dan diberikan pada saat pasien dinyatakan boleh pulang,
didokumentasikan dalam resume pasien pulang. Pelaksanaan edukasi pada pasien Gagal
Jantung `di Rumah Sakit Umum Daerah Karawang dilakukan dalam proses pengisian catatan
resume pasien pulang, prosesnya berupa pemberian informasi yang terdiri dari intervensi
medis dan non medis yang sudah diberikan, jadwal kontrol pasien ke poliklinik serta diet
yang harus dipatuhi dan dihindari setelah pasien pulang dari Rumah Sakit. Informasi yang
diberikan saat pasien yang dinyatakan boleh pulang ini belum bisa dikatakan pemberian
edukasi terstruktur, karena diberikan dalam waktu yang singkat dan informasi yang sangat
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

terbatas sehingga tidak menjamin tercapainya suatu perubahan perilaku pasien dan keluarga
dalam upaya mencegah terjadinya Gagal Jantung berulang.

METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperiment, rancangan penelitian yang digunakan
adalah dengan pendekatan Non Randomized pre test – post test Control Group Design atau
Non equivalent Control Group Dessign.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Gagal Jantung yang dirawat di Rumah
Sakit Umum Daerah Karawang pada saat dilakukan penelitian. Besar sampel diperoleh dari
populasi responden, 40 responden yang terdiri dari 20 responden pada kelompok intervensi
yang diberikan edukasi terstruktur dan 20 responden pada kelompok kontrol yang diberikan
edukasi rutin rumah sakit. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah accidental
Teknik sampling yaitu jenis consecutive sampling

Karakteristik sampel yang dimasukkan dalam kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien
Gagal Jantung yang di rawat inap, kesadaran kompos mentis, kooperatif dengan hemodinamik
stabil, bersedia menjadi responden. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini, berdasarkan jenis data yang dikumpulkan berdasarkan pendekatan Health
Promotion Model yang meliputi :Karekteristik individu (usia, jenis kelamin, dan pengalaman
individu sebelumnya, perilaku spesifik, pengetahuan dan sikap, komitmen pada rencana
tindakan, kebutuhan yang mendesak dan data perancu menggunakan metode wawancara dan
kuesioner. Instrumen data edukasi berupa Satuan Acara Pembelajaran (SAP) edukasi
terstruktur pada pasien Gagal Jantung, panduan (booklet) yang berisi tentang bagaimana
pasien menjalani kehidupan yang baik dan terarah setelah dinyatakan menderita penyakit
Gagal jantung. Edukasi didasarkan pada teori Health Promotion Model (HPM) dengan
prinsip nilai harapan ( Expectancy-Value) dan teori kognitif sosial ( Social Cognitive Theory),
pengarahan diri (self direction), pengaturan diri (self regulation) dan persepsi terhadap
keyakinan diri (self efficacy) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi
yang holistik.

Instrumen Efikasi Diri berdasarkan keyakinan diri atau efikasi diri terhadap perubahan
perilaku ( behaviour change self-efficacy) yang dikembangkan oleh (Kwon, Spivak, Panzer,
2005) dan Cardiac self efficacy yang dikembangkan oleh Sulivan yaitu exercise self- efficacy,
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

self-efficacy-change of nutrition habits self efficacy-change of emosional habits dan self-


efficacy-quitting smoking dengan menggunakan skala likert dimulai tidak yakin (1) kurang
yakin (2) dan yakin (3) dan sangat yakin (4). Seluruh perolehan responden akan ditotal
sehingga total skor adalah 16-64. Instrumen perilaku promosi kesehatan pada pasien Gagal
Jantung menggunakan modifikasi The Health- Promotion lifestyle profile : development and
psychometric characteristic Nurs Res, 1987 dalam Potter & Perry, 2005) dan European
Heart Failure Self - Care Befaviour Scale. Jawaban pertanyaan menggunakan skala likert
dimulai dengan sangat setuju (1), Setuju (2), kurang setuju (3), tidak setuju (4), sangat tidak
setuju (5). Seluruh perolehan responden akan ditotal sehingga total score adalah 20 - 100.
Analisis yang dugunakan adalah univariat, bivariat dan multivariat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Usia, Jenis kelamin, pendidikan dan
Edukasi Sebelumnya pada pasien Gagal Jantung di RSUD Karawang Tahun 2014
Variabel Jumlah Prosentase Mean SD Min/Max

Umur (n=40)
<40 tahun 10 25 50.33 13 41.90-
40-60 tahun 20 50 84 54.75
>60tahun 10 25
Pendidikan (n=40)
SD 21 52.5 52,5
SMP 13 32.5 32,5
SMA 6 15,0 15.0
Jenis kelamin (n=40)
Perempuan 28 70 70
Laki-laki 12 30 30
Edukasi Sebelumnya (n=40)
Belum Pernah 38 95
Pernah 2 5

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Efikasi Diri pada Pasien Gagal Jantung di
RSUD Karawang Tahun 2014
Varabel/kelompok Mean Median SD Min-Max
Efikasi Diri Pre test (n=40)
Intervensi 34,65 33.00 5,21 28-47
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Kontrol 39.45 39.00 4.63 31-47

Efikasi Diri Post Test (n=40)


Intervensi 51,65 56,50 4.08 44-61
Kontrol 41,85 41,50 4.12 33-49
Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Perilaku Promosi Kesehatan pada Pasien
gagal Jantung di RSUD Karawang Tahun 2014
Varabel/kelompok Mean Median SD Min-Max
Perilaku Promosi Kesehatan Pre Test (n=40)
Intervensi 58,90 56.50 8.02 46-83
Kontrol 52,75 53.00 5.32 44-68
Perilaku Promosi Kesehatan Post test (n=40)
Intervensi 75-95 78.00 4.94 64-82
Kontrol 58.75 58.00 4.85 46-67
2. Analisis Bivariat

Tabel 4. Efikasi Diri sebelum dan sesudah Edukasi pada pasien Gagal Jantung di
RSUD Karawang Tahun 2014
Variabel Mean SD T P Value
Efikasi Diri 0.001
Intervensi -11.06
Pre Test 36.65 3.71
Pos Test 50.65 4.08
Kontrol -3.95
Pre Test 39.45 4.63
Pos Test 41.85 4.12
Efikasi Diri Selisih 0,001
Intervensi (Post-Pre) 14.00 5.65 -11.068
Kontrol (Post-Pre) 2.40 2.74 3.915
Tabel 5. Perilaku Promosi Kesehatan sebelum dan sesudah Edukasi pada pasien Gagal
Jantung di RSUD Karawang Tahun 2014
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Variabel Mean SD T P Value


Perilaku Promosi Kesehatan 0.001
Intervensi
Pre Test 57.90 5.32 -14.01
Pos Test 75.95 4.85
Kontrol
Pre Test 52.75 6.01 -4.09
Pos Test 58.75 4.94
Perilaku Promosi Kesehatan 0,001
Selisih
Intervensi (Post-Pre) 6.00 6.55 4.09
Kontrol (Post-Pre) 18.50 5.76 14.01
Rata-rata perilaku promosi kesehatan kelompok kontrol sebelum edukasi rutin adalah 52,75
dan sesudah edukasi 58,90 sedangkan rata-rata perilaku promosi kesehatan pada kelompok
intervensi sebelum edukasi terstruktur adalah 58,75 dan sesudah edukasi tersrtruktur adalah
75,95. Selisih rata-rata perilaku promosi
kesehatan sesudah edukasi pada kelompok kontrol dan intervensi adalah 17.05 Dari nilai
delta tersebut dapat dihitung prosentase efektifitas edukasi terstruktur terhadap
peningkatan perilaku promosi kesehatan pasien adalah 32 % yang diperoleh dari (17,05 :
52,75 (perilaku promosi kesehatan kontrol pre test) x 100%).
Tabel 6. Perbedaan Efikasi Diri dan Perilaku Promosi Kesehatan pada pasien Gagal
Jantung di RSUD Karawang Tahun 2014
Variabel/Kelompok Mean SD SE T P Value
Efikasi Diri 0.905 0.001
Intervensi (n=20) 50.65 4.081 0.921
Kontrol (n=20) 41.85 4.120 0.913
Perilaku Promosi 16.575 0,001
kesehatan
Intervensi (n=20) 75.95 4.94 1.085
Kontrol (n=20) 58.75 4.85 1.104
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Tabel 7. Edukasi Terstruktur dan Efikasi diri pada Pasien Gagal Jantung di RSUD
Karawang Tahun 2014
Edukasi Mean SD SE T P value
Terstruktur n=20
(Intervensi) 50,65 4,082 0,913 6,786 0,001
Rutin n=20
(Kontrol) 41,85 4,120 0,921
Tabel 8. Edukasi Terstruktur dan Perilaku promosi kesehatan Pasien Gagal Jantung
di RSUD Karawang Tahun 2014
Edukasi Mean SD SE t P value
Terstruktur n=20
(Intervensi) 75,95 4,396 1,104 16.11 0,001
Rutin n=20
(Kontrol) 58,75 4,854 1,085
Tabel 9. Variabel Confounding dan Efikasi diri pada Pasien Gagal Jantung di RSUD
Karawang Tahun 2014
Variabel Mean SD 95% CI / SE P value
Umur (n=40) 0,792
-<40 tahun 47,4 6,7 42,58 – 52,22
-40-60 tahun 45,9 5,9 43,14 – 48,66
->60 tahun 45,8 6,0 41,55 -50,1
Jenis Kelamin (n=40) 0,154
Laki-laki 44,17 4,69 1,35
Perempuan 47,14 6,38 1,21
Pendidikan (n=40) 0,436
SD 44.67 6.021 44,69 – 50,17
SMP 45.08 5.024 42.04 – 48,11
SMA 47.43 8.042 36,23 – 53,11
Edukasi Sebelumnya (n=40) 0,953
Belum Pernah 46.00 4.00 7.071
Pernah 46.26 7.071 5.000
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Tabel 10. Variabel confounding dan Perilaku promosi kesehatan pada Pasien Gagal
Jantung di RSUD Karawang Tahun 2014
Variabel Mean SD 95% CI / SE P value
Umur (n=40) 0.808
-<40 tahun 68.50 10.03 61.33 – 75.67
-40-60 tahun 66.30 9.33 61.93 – 70.67
->60 tahun 68.50 11.86 59.82 – 76.78
Jenis Kelamin (n=40) 0,703
Laki-laki 66.42 12.16 3.51
Perempuan 67.75 9.08 1.72
Pendidikan (n=40) 0.878
SD 66.57 10.61 61.74 – 71.40
SMP 68.31 8.21 63.35 – 73.27
SMA 68.00 12.52 54.86 – 81.14
Edukasi Sebelumnya (n=40) 0,377
Belum Pernah 67.03 10.01 1.62
Pernah 73.50 9.19 6.50
(1) Umur dan Perilaku Promosi Kesehatan
Rata-rata nilai perilaku promosi kesehatan pada pasien yang berusia < 40 tahun adalah
68,50 dengan standar deviasi 10,025. Pada pasien yang berusia 40-60 tahun rata-rata
nilai promosi kesehatan adalah 66,30 dengan standar deviasi 9,331 sedangkan pada
pasien yang berusia > 60 tahun rata-rata nilai perilaku promosi kesehatan adalah 68,50
dengan standar deviasi 11, 861. Hasil uji statistik didapat nilai p=0,808, berarti pada
alpha 5% dapat disimpulkan tidak ada perbedaan nilai perilaku promosi kesehatan
diantara ketiga jenjang umur.
(2) Jenis kelamin dan Perilaku Promosi Kesehatan
Rata-rata perilaku promosi kesehatan pada pasien gagal jantung pada responden
dengan jenis kelamin laki-laki adalah 66,42 dengan standar deviasi 12,161 sedangkan
untuk responden dengan jenis kelamin perempuan rata-rata perilaku promosi
kesehatannya adalah 67,75 dengan standar deviasi 9,082.Hasil uji statistik didapatkan
nilai p= 0,703 berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

perilaku promosi kesehatan pada pasien gagal jantung antara jenis kelamin laki-laki
dan perempuan.
(3) Tingkat Pendidikan dan Perilaku Promosi Kesehatan
Rata-rata perilaku promosi kesehatan pada mereka yang berpendidikan SD adalah
66,57 dengan standar deviasi 10,605 Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata
nilai efikasi dirinya adalah 68,31 dengan standar deviasi 8,210 Pada mereka yang
berpendidikan SMU rata-rata nilai efikasinya adalah 68,00 dengan standar deviasi
12,522. Hasil uji statistik didapat nilai p= 0,878 berarti pada alpha 5% tidak ada
perbedaan ketiga jenjang pendidikan dengan perilaku promosi kesehatan pasien gagal
jantung
(4) Edukasi sebelumnya Terhadap Perilaku Promosi Kesehatan
Rata-rata nilai efikasi diri pada pasien gagal jantung pada kelompok yang pernah
mendapatkan edukasi sebelumnya adalah 73.50 dengan standar deviasi 9.192
sedangkan untuk responden yang belum pernah mendapatkan edukasi sebelumnya rata-
rata nilai efikasi dirinya adalah 67.03 dengan standar devias 9.192 Hasil uji statistik
didapatkan nilai p= 0,377 berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang
signifikan nilai efikasi diri pada pasien gagal jantung antara pasien yang pernah dan
belum pernah mendapatkan edukasi sebelumnya.
3. Analisis Multivariat
a. Seleksi Pemodelan Multivariat
Berdasarkan seleksi bivariat uji regresi linier sederhana, maka dapat di lihat bahwa
variable yang memiliki p value > 0,25 adalah umur, jenis kelamin, pendidikan dan
edukasi sebelumnya. Dengan demikian variable yang memiliki > 0,25 tidak dimasukkan
dalam model pembuatan model multivariate. Berikut hasil analisis bivariat dapat di lihat
pada tabel 11 dan 12.
Tabel 11. Hasil seleksi bivariat uji regresi linier Efikasi Diri dan Variabel Independent
Di RSUD Karawang Juli 2014 (n = 40)
Variabel P Value
Edukasi terstruktur 0,001
Umur 0,850
Jenis kelamin 0,154
Pendidikan 0,436
Edukasi Sebelumnya 0,953
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Tabel 12. Hasil seleksi bivariat uji regresi linier Perilaku Promosi Kesehatan
dan Variabel Independent Di RSUD Karawang Tahun 2014 (n = 40)
Variabel P Value
Edukasi terstruktur 0,001
Umur 0.808
Jenis kelamin 0,703
Pendidikan 0,878
Edukasi Sebelumnya 0,377
b. Pembuatan Model Multivariat
Berikut ini hasil seleksi yang masuk dalam pemodelan multivariate hanya efikasi diri
karena ada 2 variabel yang <0,25 yaitu jenis kelamin dan edukasi terstruktur,
sedangkan untuk perilaku promosi kesehatan hanya 1 variabel yang < 0,25 yaitu
edukasi terstruktur sehingga tidak bisa dilakukan pemodelan multivariate.
Tabel 13. Hasil seleksi yang masuk pada Pemodelan Multivariat Efikasi diri pada
Pasien Gagal Jantung di RSUD Karawang Tahun 2014
Variabel Konstanta B P value
Jenis kelamin 55.839 1.952 0.174
Edukasi terstruktur 8,6 0.001
Nilai p > 0,05 dikeluarkan dari model secara bertahap mulai dari variable dengan nilai
terbesar yaitu jenis kelamin hingga ditemukan nilai p < 0,005 yaitu edukasi terstruktur.
Hasil akhirnya sebagai berikut
Tabel 14. Perubahan nilai B sebelum dan sesudah jenis kelamin dikeluarkan
Variabel Nilai B sebelum Nilai β setelah Perubahan
Jenis Kelamin βJenis Kelamin Nilai β
dikeluarkan dikeluarkan
Edukasi 8,6 8,8 2,2%
Setelah Jenis Kelamin dikeluarkan, terjadi perubahan nilai B <10% yaitu 2,2% sehingga
Jenis Kelamin tetap dikeluarkan dari pemodelan multivariate. Jadi hasil pemodelan akhir
tanpa Jenis Kelamin
Tabel 15. Hasil Pemodelan Multivariat Faktor yang berhubungan dengan efikasi diri
pada Pasien Gagal jantung
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Variabel R R2 Persamaan Linier P Value


Edukasi 0,740 0,548 Efikasi diri = 55.84+8.61 0,001
terstruktur edukasi terstruktur
PEMBAHASAN
1. Edukasi Terstruktur dan Efikasi Diri

Hasil peneltian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari pengukuran pre test
dan pos test efikasi diri pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi, tetapi
dijumpai selisih peningkatan efikasi diri kelompok intervensi lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol. Selanjutnya data juga menyebutkan adanya perbedaan yang bermakna
pada pengukuran efikasi diri pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi tapi
dijumpai mean rata-rata pos test pada kelompok intervensi lebih tinggi daripada kelompok
kontrol.

Hal ini menunjukkan bahwa kedua proses edukasi baik pada responden kontrol maupun
intervensi menunjukkan kontribusi pada peningkatan efikasi diri, namun pada kelompok
intervensi yang mendapatkan edukasi terstruktur tentang perawatan Gagal Jantung ternyata
lebih efektif 21 % meningkatkan efikasi diri pasien dibandingkan kalau hanya
mendapatkan edukasi rutin saja di ruangan. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian
menunjukkan adanya peningkatan skore efikasi diri pada kelompok intervensi setelah
diberikan edukasi terstruktur lebih tinggi.

Penelitian di atas sejalan dengan hasil penelitian Astuti P (2012) yang menyebutkan
bahwa ada pengaruh yang bermakna edukasi preoperasi terstruktur terhadap efikasi diri
pasien post operasi fraktur (p= 0.001). Hal ini sesuai juga dengan hasil systematic review
Clere, Y at al (2012), yang menjelaskan ada perbedaan yang signifikan score rata-rata
efikasi diri pada kelompok yang diberikan edukasi terstruktur melalui telehealth
dibandingkan dengan yang tidak diberikan telehealth (p < 0,001) dengan kata lain ada
hubungan antara telehealth melalui edukasi dengan efikasi diri pasien Gagal Jantung.
Peningkatan efikasi diri secara signifikan ditemukan setelah 3 bulan melakukan intervensi
dan pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner, (F=8,90, P = 0,004).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut menurut peneliti, bila dikaitkan dengan pasien Gagal
Jantung maka perawat perlu menggali sejauh mana kemampuan dan kemauan pasien untuk
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

berubah dengan memberikan jenis tindakan yang paling mudah untuk dievaluasi misalnya
program rehabilitasi penyakit jantung dalam 24 jam pertama dan selanjutnya. Bila pasien
mau melaksanakan dan konsisten dengan tindakan maka keyakinan diri pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan mandiri Gagal Jantung selanjutnya akan lebih baik. Self
efficacy seseorang diketahui dari hasil yang diharapkan yaitu kemampuan seseorang
menyelesaikan suatu tindakan tertentu. Apabila keyakinan diri sudah terbentuk maka akan
muncul komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang pada akhirnya akan muncul perilaku
seseorang dalam melakukan kegiatan.

2. Edukasi Terstruktur dan Perilaku Promosi Kesehatan pada pasien Gagal Jantung

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dari pengukuran pre test
dan pos test perilaku promosi kesehatan pada kelompok kontrol maupun kelompok
intervensi, tetapi dijumpai selisih peningkatan perilaku kelompok intervensi lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol. Selanjutnya data juga menyebutkan adanya perbedaan
yang bermakna pada pengukuran perilaku promosi kesehatan pada kelompok kontrol dan
kelompok intervensi tapi dijumpai mean rata-rata pos test pada kelompok intervensi lebih
tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kedua proses edukasi baik
pada responden kontrol maupun intervensi menunjukkan kontribusi pada peningkatan
perilaku promosi kesehatan namun pada kelompok intervensi lebih efektif 32%.

Penelitian di atas sesuai dengan hasil penelitian Astuti P (2012) yang menyebutkan bahwa
ada pengaruh yang bermakna edukasi preoperasi terstruktur terhadap perilaku latihan post
operasi (p 0.001). Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Ciere Y, at
al, 2012 yang menyebutkan bahwa ada peningkatan perilaku perawatan diri secara
signifikan pada pasien Gagal Jantung setelah diberikan intervensi berupa edukasi melalui
telehealth selama 3 bulan (P= 0,019). Kepatuhan perawatan diri meliputi pembatasan
dalam penggunaaan garam saat memasak (t=6,92, p <0,01), kepatuhan dalam aktifitas
(t=3,09, p < 0,01) kepatuhan dalam mengurangi stress (t=3,77, p <0,010), retriksi cairan (p
0,012), menimbang berat badan (P <0,001, retriksi alcohol (P=0,040) sedangkan
penggunaan garam saat makan, diet, medikasi dan merokok (t = 3,09, p <0,01).
Peningkatan secara signifikan perilaku untuk mempertahankan perawatan diri ditemukan
setelah 6 bulan (P 0,039) dan setelah lebih dari 6 bulan self care Management Behaviours
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

pada pasien Gagal Jantung tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Hasil intervensi
edukasi melalui telehealth tidak ditemukan dampaknya pada pemeliharaan perjanjian
kunjungan ke dokter, resep obat, retriksi natrium dan penghentian merokok.

3. Umur, Jenis kelamin, Pendidikan dan Edukasi Sebelumnya dan Efikasi Diri pada
Pasien gagal jantung
1. Umur dengan Efikasi Diri
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan P value 0,808 yang menunjukkan tidak ada
hubungan antara umur dengan efikasi diri pada pasien Gagal Jantung. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian Mertha, 2012 yang menyatakan bahwa faktor umur tidak
berpengaruh bermakna terhadap peningkatan skor efikasi diri sebelum dan setelah
rehabilitasi jantung (p=0,44). Hasil penelitian ini bertentangan dengan teori Bandura
(2004) yang mengungkapkan bahwa efikasi diri terbentuk sepanjang kehidupan
sehingga efikasi diri individu dipengaruhi oleh faktor umur.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Mystakidou et al.,(2010) yang
menyatakan bahwa umur berhubungan secara positif dengan efikasi diri. Pasien dengan
umur lebih tua memiliki efikasi diri lebih tinggi dalam melakukan koping dan secara
umum lebih terarah dibandingkan dengan yang berusia lebih muda.

Menurut peneliti, pada usia dewasa, kemampuan dalam menerima, mengolah informasi,
membentuk dan mengembangkan efikasi diri didapat melalui proses kognitif.
Peningkatan mekanisme koping yang adaptif dalam menghadapi masalah maupun
situasi sulit dalam hal ini mengalami Gagal Jantung diharapkan dapat mempunyai
keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya dalam melakukan perawatan Gagal
jantung dibandingkan usia lansia atau usia lainnya. Hal ini terjadi karena pasien Gagal
Jantung mengalami situasi ketegangan psikologis akibat keluhan yang dialaminya dan
harus menerima kenyataaan bahwa Gagal Jantung adalah penyakit kronik yang
membutuhkan penanganan seumur hidup sehingga mempengaruhi keyakinan diri atau
efikasi diri pada pasien semua usia. Usia terbanyak yang mengalami gagal Jantung
berada pada usia 40-60 tahun 50 % dan usia dewasa dan >60 tahun 25 % , hal ini yang
juga bisa menyebabkan secara statistik umur tidak berpengaruh terhadap efikasi diri.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

2. Jenis Kelamin dengan Efikasi Diri


Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata peningkatan skor efikasi diri pada laki-laki
lebih rendah (44,17) dibandingkan dengan perempuan (47,14). Hasil penelitian ini tidak
mendukung penelitian oleh Izawa et al.(2008) yang dalam studinya menemukan bahwa
wanita mempunyai efikasi diri lebih rendah dari laki-laki saat masuk dalam rehabilitasi
jantung fase II.

Hasil uji kemaknaan didapatkan nilai p =0,154 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan
bermakna antara rerata peningkatan skor efikasi diri pada laki-laki dan perempuan,
hasil ini sesuai dengan penelitian Mertha, M. (2012) yang menjelaskan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna antara rerata peningkatan skor efikasi diri sebelum dan sesudah
rehabilitasi jantung (edukasi) pada responden laki-laki dengan perempuan (p 0,46).

Schuster (2006) juga menyatakan bahwa toleransi terhadap aktifitas secara signifikan
berhubungan dengan self-efficacy pada laki-laki, sementara tidak signifikan hubungan
antara toleransi aktifitas, kecemasan, atau self-efficacy pada wanita. Wanita mempunyai
self-efficacy yang rendah dan rata-rata kepatuhan yang rendah terhadap program
rehabilitasi jantung dibandingkan laki-laki (Grace, et al.2005).

Menurut peneliti, distribusi jenis kelamin perempuan yang lebih banyak ( 70%) dari
laki-laki pada penelitian ini menyebabkan hasil uji statistik hubungan jenis kelamin dan
efikasi diri menjadi tidak bermakna atau tidak ada hubungan sehingga tidak sejalan
dengan teori atau hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa efikasi diri
pada perempuan dan laki-laki berbeda..

3. Pendidikan dengan Efikasi Diri


Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikan dengan efikasi diri
pada pasien Gagal Jantung (P=0.436). Wu et al., (2006) juga mengatakan bahwa pasien
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dilaporkan memiliki efikasi diri dan prilaku
perawatandiri yang baik.
Pendidikan tinggi diharapkan mempunyai kematangan dalam berpikir, kemampuan
dalam menerima dan mengolah informasi, membentuk dan mengembangkan efikasi diri
yang tinggi melalui proses kognitif. Individu yang mempunyai efikasi diri yang tinggi
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

biasanya mempunyai konsep diri dan harga diri yang tinggi mendorong seseorang
mempunyai pola pikir yang dapat mencapai kesuksesan dan melewati masa sulit sebagai
pasien gagal jantung.

4. Edukasi sebelumnya dengan Efikasi Diri


Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa 95% pasien yang di rawat di RSUD
belum pernah mendapatka edukasi sebelumnya sehingga hasil uji statistic didapatkan
tidak ada perbedaan efikasi diri yang signifikan skore efikasi diri pada pasien Gagal
Jantung antara pasien yang belum pernah diberikan edukasi sebelumnya dengan yang
sudah dipernah diberikan sebelumnya (p = 0,953). Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa hampir seluruh responden belum mendapatkan edukasi
sebelumnya (95%) sehingga secara statistik tidak ada perbedaan perubahan efikasi diri
antara responden yang sudah pernah dan yang belum pernah mendapat edukasi
sebelumnya.

Hasil penelitian ini sejalan juga dengan penelitian Ariani, (2012) yang menyebutkan
bahwa 65 % pasien dengan Penyakit Jantung Koroner yang dirawat di RS. Pondok
Indah belum mendapatkan edukasi sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa baik
Rumah Sakit pemerintah maupun swasta, pemberian edukasi belum dilaksanakan
dengan optimal.
4. Umur, Jenis kelamin, Pendidikan dan Perilaku Promosi Kesehatan pada pasien
Gagal Jantung
1. Umur dengan Perilaku promosi Kesehatan
Hasil penelitian didapat tidak ada perbedaan perilaku promosi kesehatan, diri diantara
ketiga jenjang umur dengan kata lain tidak ada pengaruh umur terhadap perilaku
promosi kesehatan pada pasien Gagal Jantung di RSUD Karawang (p=0.808). Hal
tersebut tidak sejalan dengan model perilaku Green yang menyatakan bahwa umur
merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi perilaku, yang termasuk factor
predisposing factors (Green,1980 dalam Notoatmojo, 2007)

Sedangkan menurut Azwar (2005) dalam 1 dari 2 hipotesisnya yang beranggapan


bahwa semakin lama (tua) individu akan semakin tahan terhadap persuasi. Dalam
hipotesis ini dinyatakan bahwa orang akan lebih rawan terhadap persuasi sewaktu masih
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

muda dan kemudian dengan bertambahnya usia akan semakin kuat sehingga semakin
stabil (Rohman, 2007). Usia dewasa pada umumnya merupakan seseorang yang aktif
dengan memiliki fungsi peran yang banyak, mulai dari perannya sebagai individu itu
sendiri, keluarga di tempat kerja maupun dalam kelompok-kelompok social mereka.
Ketika seorang dewasa mengalami sakit kronis, maka akan terdapat konflik, sehingga
individu dewasa beresiko untuk menjadi tidak patuh.

2. Jenis Kelamin dengan Perilaku promosi Kesehatan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan
(70%) dengan rata-rata perilaku kesehatan hampir sama antara perempuan dan laki-laki.
Hasil uji statistic di dapatkan tidak ada perbedaan perilaku promosi kesehatan pada
perempuan dan laki-laki pasien Gagal Jantung (p = 0,703 ) Hasil penelitian ini sesuai
dengan pendapat Robbins (1996) dalam Nita, (2011) yang menyatakan bahwa
kemampuan memecahkan masalah , keterampilan analisis, dorongan kompetitif,
motivasi, sosiabilitas dan kemampuan belajar adalah sama antara laki-laki dan
perempuan. Penelitian ini mempertegas hasil penelitian yang dilakukan peneliti
sehingga tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan dalam perilaku promosi kesehatan pada pasien Gagal Jantung.

3. Pendidikan dengan Perilaku Promosi Kesehatan


Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan sebagian besar responden lulusan SD sehingga
berdampak pada pencapaian tingkat pendidikan yang rata-rata termasuk katagori
rendah. Hasil uji statistic di dapatkan p = 0.878 yang berarti tidak ada perbedaan
perilaku promosi kesehatan pada pasien Gagal Jantung diantara responden lulusan SD,
SMP dan SMA.

Hasil penelitian di atas tidak sejalan dengan hasil penelitian Reagen N, (2012) yang
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan masyarakat
dengan perilaku masyarakat dalam memanfatkan fasilitas kesehatan. Sedangkan
menurut Soekanto (2000) dalam Sunaryo, (2012), menyatakan bahwa pendidikan
adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perilaku yang positif,
tingkat pendidikan menunjukkan korelasi positif terhadap peningkayan pengetahuan
berkaitan dengan penerimaan suatu informasi sehingga berkontribusi dalam perubahan
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

perilaku (Soekanto, 2000 dalam Sunaryo 2012). Tingkat pendidikan merupakan salah
satu factor yang menentukan terhadap terjadinya perubahan perilaku, dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan pada seseorang, maka berarti telah mengalami proses belajar
yang lebih sering, dengan kata lain tingkat pendidikan mencerminkan intensitas
terjadinya proses belajar ( Notoatmojo, 2005)

4. Edukasi sebelumnya dengan Perilaku Promosi kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa 95% pasien yang di rawat di RSUD
belum pernah mendapatka edukasi sebelumnya sehingga hasil uji statistic didapatkan
tidak ada perbedaan perilaku promosi kesehatan yang signifikan pada pasien Gagal
Jantung antara pasien yang belum pernah diberikan edukasi sebelumnya dengan yang
sudah dipernah diberikan sebelumnya (p = 0.377).

Menurut peneliti. Edukasi sebelumnya akan memberikan pengetahuan bagi pasien


Gagal Jantung terkait perawatan mandiri yang harus dijalaninya sehingga menjadi dasar
untuk terbentuknya perilaku. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
pengetahuan tidak berarti meningkatkan perilaku pasien terhadap pengobatan yang
diresepkan, yang paling penting, seorang pasien harus memiliki sumber daya dan
motivasi untuk mematuhi petunjuk pengobatan. Pengetahuan dan keyakinan tentang
penyakit, motivasi untuk mengelolanya, self efficacy tentang kemampuan untuk terlibat
dalam perilaku penyakit-manajemen, dan harapan mengenai hasil pengobatan
berinteraksi untuk mempengaruhi ketidakpatuhan dengan cara yang sepenuhnya belum
dipahami (Kammerer, 2007 dalam Nita, 2011)

5. Analisis Multivariat
Berdasarkan hasil analisa multivariat didapatkan variabel edukasi terstruktur paling
berpengaruh terhadap efikasi diri dibandingkan dengan variabel umur, jenis kelamin,
pendidikan dan edukasi sebelumnya. Umur, pendidikan , jenis kelamin dan edukasi
sebelumnya bukan merupakan variabel pengganggu terhadap efikasi diri. Sedangkan
pemodelan multivariate pada perilaku promosi kesehatan tidak bisa dilakukan karena
tidak memenuhi syarat pemodelan yaitu p value variabel independen > 0,25 dan hanya
satu variabel edukasi struktur yang mempunyai p <0,25. Hal ini bisa disebabkan bahwa
pembentukan perilaku membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan efikasi diri sesuai
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

dengan hasil penelitian Ciere Y, at al, 2012 yang menyebutkan bahwa ada peningkatan
perilaku perawatan diri secara signifikan pada pasien Gagal Jantung setelah diberikan
intervensi berupa edukasi melalui telehealth selama 3 bulan (P= 0,019). Peningkatan
secara signifikan perilaku untuk mempertahankan perawatan diri ditemukan setelah 6
bulan (P 0,039) dan setelah lebih dari 6 bulan self care Management Behaviours pada
pasien Gagal Jantung tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Hasil intervensi
edukasi melalui telehealth tidak ditemukan dampaknya pada pemeliharaan perjanjian
kunjungan ke dokter, resep obat, retriksi natrium dan penghentian merokok.
Menurut Bandura (2004) kemampuan seseorang untuk mengorganisasi dan
melaksanakan tindakan utama, bukan hanya ketrampilan yang dimiliki seseorang tetapi
keputusan yang diambil seseorang dari ketrampilan yang dia miliki. Keputusan
keyakinan diri (self efficacy) seseorang diketahui dari hasil yang diharapkan yaitu
kemampuan seseorang menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu, di mana hasil yang
diharapkan adalah suatu keputusan dengan konsekuensi keuntungan biaya. Ketrampilan
dan kompetensi memotivasi individu untuk melakukan tindakan secara baik. Sikap
ingin maju dan keyakinan diri ingin berbuat baik akan mendorong seseorang untuk
melaksanakan perilaku yang diinginkan lebih sering dari pada rasa tidak yakin. Hal ini
sesuai dengan kontruksi sentral dari Health Promotion Model (HPM) yaitu efikasi diri.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan
1. Terdapat perbedaan yang bermakna efikasi diri dan perilaku promosi kesehatan pada
kelompok intervensi sebelum dan sesudah pemberian edukasi terstruktur pada pasien
Gagal Jantung dengan skore rata-rata kelompok intervensi lebih tinggi dari kelompok
kontrol
2. Ada pengaruh yang bermakna edukasi terstruktur terhadap efikasi diri dan perilaku
promosi kesehatan pasien Gagal Jantung
3. Edukasi terstruktur efektif meningkatkan efikasi diri dan perilaku promosi kesehatan
4. Tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara usia, jenis kelamin, pendidikan dan
edukasi sebelumnya terhadap efikasi diri dan perilaku promosi kesehatan.
5. Edukasi terstruktur adalah factor yang paling berpengaruh terhadap efikasi diri pasien
Gagal Jantung
SARAN
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

1. Pelayanan Keperawatan
a. Meningkatkan efikasi diri pasien sebagai konsep sentral dari Health Promotion Model
(HPM) pada pasien dengan kasus penyakit kronis khususnya pada pasien gangguan
Jantung untuk menumbuhkan komitmen pasien dalam melakukan upaya-upaya promosi
kesehatan terutama pada pasien Gagal Jantung
b. Perlunya pembentukan tim educator di ruangan sebagai tim yang bekerja menyusun
desain promosi kesehatan dengan mengidentifikasi kebutuhan edukasi, menetapkan
srategi edukasi, rancang media edukasi, mengumpulkan bahan (konten edukasi),
merancang media edukasi dalam rangka meningkatkan perilaku promosi kesehatan
khususnya pasien Dewasa dengan kasus Medikal Bedah dengan mengembangkan Self
Care Managemen sebagai upaya perilaku promosi kesehatan yang sangat sesuai dengan
perkembangan pasien dewasa.
c. Keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien Gagal Jantung sangat diperlukan
mengingat Penyakit Gagal Jantung membutuhkan penanganan seumur hidup sehingga
membutuhkan dukungan keluarga yang konsisten dan berkesinambungan
d. Meningkatkan upaya pemberian edukasi secara terstruktur dan terintegrasi dengan
perencanaan pulang pada pasien. Pelaksanaannya dapat melibatkan tenaga kesehatan
lain dengan menggunakan berbagai pendekatan teori model Keperawatan salah satunya
adalah teori Health PromotionModel (HPM).
e. Peran perawat sebagai educator lebih ditingkatkan lagi Unit Rawat Jalan dengan
melaksanakan edukasi tentang perawatan dan pencegahan terjadinya kekambuhan
secara terpadu dan dilakukan secara terjadwal dan periodik dengan menggunakan media
dan alat bantu yang sesuai dengan keadaan klien yang mayoritas berusia lanjut dengan
metode yang variatif dan media seperti booklet dan CD interaktif
2. Pendidikan Keperawatan
a. Perlunya meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Jantung dengan selalu
mengikuti perkembangan Evidence Based efikasi diri dan perilaku promosi kesehatan
pada pasien gangguan jantung lainnya.
b. Meningkatkan pengembangan upaya-upaya preventif dan promotif dan rehabilitative
sebagai kegiatan unggulan perawat melalui pengembangan strategi edukasi terstruktur
sehingga diperlukan kemampuan perawat dalam melakukan kounseling.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

c. Institusi pendidikan hendaknya merancang kurikulum yang mengakomodir pencapai


kompetensi lulusan sebagai konselor dalam promosi kesehatan disesuaikan dengan level
kompetensi perawat berdasarkan jenjang pendidikan.
3. Penelitian lebih lanjut
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar sekaligus bahan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut baik kuantitatif maupun kualitatif di lingkup keperawatan
Medikal Bedah khususnya gangguan kardiovaskular
b. Variabel-variabel penelitian dikembangkan ke arah yang lebih spesifik misalnya
perilaku kepatuhan promosi kesehatan pada diet, latihan, manajemen stress
c. Mengembangkan riset-riset terkait intervensi keperawatan untuk meningkatkan efikasi
dan perilaku promosi kesehatan pada pasien gangguan jantung lainnya.
d. Menambah tempat penelitian yang beragam tidak hanya di rumah sakit pemerintah
tetapi juga rumah sakit swasta untuk bisa menghasilkan penelitian yang bersifat
generalisasi
REFERENSI
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktik (Edisi Revisi), Jakarta,
Rineka Cipta.
Bandura, A. (2004). Sosial cognitive theory an agentive perspective. annual review of
Psychologyc 52:1-26.
Black, M.,J.,& Hawks, H.,J.(2009). Medical surgical nursing : clinical management for
positive outcomes. 8th ed. Singapore: Elsevie.
Basuni, R.,(2012) Tata laksana Gagal Jantung Kongestif, Ethical Digest Semi jurnal Farmasi
dan Kedokteran No. 101.
Cheng, T.Y.L.&Boey, K.W.(2002). The Effectiveness of cardiac rehabilitation program on
self-efficacy and exercise tolerance,
http://cnr.sagepub.com/cgi/reprint/11/1/10. Diperoleh 29 Nopember 2013.
Clere. Y. Catwright, M &Newmen, SP (2012) A Systematic review of the mediating role of
knowledge, self efficacy and self care berhaviour in telehealth patient with Heart
Failure. Journal of Telemedicine and Telecare di aksesdari
http;//dx.doi.org/10.125.jtt.2014.111009 tanggal 13 januari 2014.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Dahlan, M. S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan : Deskriptif, bivariat dan
multivariate, dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Jakarta :Salemba
Medika.
Diana L.B at al (2014) A Nurse Guided patient-Centered Heart Failure Education Program.
Journal of Nursing Education and Practice Vol. 4 No. 3 di Jakarta : SalembaMedika.
EwaP,.at al (2010) A New model of home- based telemonitored cardiac rehabilitation in
patient with Heart Failure : Effectiveness. quality of life are adherence European
Journal of Heart Failure Vol. 12 di akses dari
http;//eurjhf.oxfodjournals.org.tanggal 13 januari 2014.
Hai Man, (2010) Effektiveness of Nurse – Coordinated Education Program Provided for
patient with Congestive Heart Failure, di akses dari http://hdl.handle ;
net/10722/130836 tanggal 20 Januari 2014.
Hoyt dan Bowling (2001). Reducing readmission for Congestive Heart Failure. Naval
Hospital Pensacola, Florida, AS.
Hanah k, (2010) The Role of self efficacy in cardiovaskular disease self management : a
Review of effektive programs, patient intelligence. di akses dari http://www.bmj.com
Hsich, (2009). Perbedaan kelamin pengaruhi penyakit Gagal Jantung. Majalah FARMACIA.
Edisi Sept 2009.
Hiltunen, F.E at all (2005) Implementation of efficacy echancement nursing intervention with
cardiac elders. Journal Rehabilitation nursing, Vol. 30.
Ignatavicious, D.,& Workman, L., (2006), Medical Surgical Nursing : Critical Thingking for
Collaborative Care. Fifth Edition.USA : Elsevier Saunder.
Khoiriyati. A (2011) Efek pendidikan kesehatan terhadap perawatan diri pasien Gagal
Jantung : Kajian Pustaka, http://Jurnal.un pad.ac.id/ jkp/article/ view/1305. Vol 13,
No 1.
Jaaesmaa, T. at all, (2005) Development and testing of the European Heart Failure and
testing of The European Heart Failure self-care behaviour scale : The European
Journal of Heart Failure, di akses dari http//eurghf oxford journal.org. tanggal 8
Februari 2014.
Katleen, M. at all (2006) Advanced practice nurse strategis to inprove outcome and reduce
cost in elders with Heart Failure, desesase management Volume 9.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Katleen, (2006) Management of Heart Failure in older adult Journal of cardiovascular


nursing, Volume 21 Number 5.
Koehn, K., Holay, S., & Schaefer, E. J. (2004). Cardiovascular risk reducation and dietary
compliance with a home-delivered diet and lifestyle modification program. Journal
of the Academy of Nutrition and Dietetics, 102(10), 1445-51. Retrieved from
http://search. proquest.com/docview/21840181? accountid=17242.

Krethong, P., Jirapaet, V., Jitpanya, C.,& Sloan, R. (2008). A causal model of health-related
quality of life in thai patient with heart-failure.Journal of Nursing Scholarship,
40(3), 254-60. Retrived from http://search.
proquest.com/docview/236354647?accountid=17242.
Lewis, S. L. at al. (2007). Medical Surgical Nursing. Philadelpia : Mosby Elsevier Inc.
Majid, Abdul (2010) Analisa faktor yang berhubungan dengan kejadian rawat inap ulang
pasien Gagal Jantung Kongestif Rumah Sakit Yogyakarta. Tesis FIK UI.
Ma.,Lum., & Woo., (2006). Readmission of patients with congestive hearth failure: the need
for focused car., Asian Journal of Gerontology vol 1 no 1 tahun 2006. Shatin
Hospital, Hongkong. Diunduh tanggal : 15 Februari 2014.
Mertha, I Made, (2010) Latihan aktifitas rehabilitas jantung fase I terhadap efikasi diri dan
kecemasan pasien Penyakit Jantung Koroner di RSUP Sanglah Denpasar, Tesis FIK
UI.
Milles, , W. at al. (2012) Efficiency and cost of on exercise program for fungctionally
impaired older patient with Heart Failure
Mann, K.S, (2011). Education and health promotion for new patients with cancer: A quality
improvement model. Clinical Journal of Oncology Nursing, 15(1), 55-61.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan & ilmu perilaku, Jakarta, Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu: perilaku kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Price A. S., & Wilson M.L., (2006).Patofisiologi konsep klinis proses–proses penyakit, edisi 6
vol 2. Jakarta: EGC
Pender Nola J, Murdaugh and Parsons Ann Mary (2002): Health promotion in nursing
pratice3th Edition. New Jersey; Prentice Hall.
Potter, P., A., & Perry, A.G. (2009). Fundamental keperawatan. Edisi 7 buku 1 & 2. Jakarta :
Salemba Medika.
PERPUSTAKAAN FIK-UMJ

Puji, A..(2012). Pengaruh edukasi preoperasi tersktruktur (dengan teori kognitif social)
terhadapself efficacy dan perilakulatihan post operasi pada pasien fraktur dengan
pembedahan di Surabaya, Universitas Indonesia .Tesis, Diunduh dari
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.dsjp?id.
Radhakrisnan, K., (2013) Adapting Heart Failure Guidelines for Nursing care in Home
Health Setting, Chalenges and solution Journal of Cardiovascular Nursing dari
www.guidline.gov/content.aspx?id=43940 di akses tanggal 20 Februari 2014.
Rankin H. S., & Stalings D.,K.(2001). Patient education: principles & practice, edisi 4,
Lippincott Wiliams & Wilkins, ISBN 0-7817-2022-2.
Rice Robyn (1996) : Home health nursing practice concep and application, second edition.
St. Louis Missouri, Mosby Company.
Shepperd, S., et al., (2004) Discharge planning from hospital to home
(Review)darihttp://www.thecochranelibrary.com diakses tanggal 31 januari 2014.
Smeltzer,S.,C., & Bare, G (2008). Brunner &Suddarth’s Textbook of medical surgical
nursing.Philadelpia : Lippincott.
Tommey Marrinner Ann ,AlligoodRaile Martha (2006) : Nursing theorists and their work,
sixt edition. St. Louis; Mosby Elsevier.
Widiastuti, Ani (2012) Efektifitas edukasi terstruktur berbasis teori perilaku terencana
terhadap pemberdayaan dan kualitas hidup pasien dengan Penyakit Jantung
Koroner di RS. Pondok Indah Jakarta, Tesis, FIK UI.
Wilkinsom, Judith M., Ahern Nancy R (2012):Diagnosis keperawatan, Edisi 9, Jakarta ;
EGC.
Yvete C, at all, (2012) A Systematic review of the mediating role of knowledge, self-efficacy
and self-care behaviour in telehealth patient with congestive heart failure.Tesis
Unniversity of Hongkong di akses dari http//dx.doi.org/10.2258/JH.2012.111009
tanggal 11 april 2014.
Yilmaz, Melek&Emiroglu, Oya.(2005). The need assessment of Myocard Infark patients
indischarge planning and home health care ; a sample from Turkey. The internet
Journel of advanced Nursing Practice.

You might also like