You are on page 1of 32

Case Report Session

Ulkus Diabetikum

Oleh:

Ryan Dananjaya 1740312280

Miftahul Khairinna 1840312010

Preseptor:

dr. Saptino Miro, Sp.PD-KGEH, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUP DR. M.DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019

PAGE \* MERGEFORMAT 22
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan karuniaNya, sehingga CRS yang berjudul Ulkus Diabetikum dapat kami

selesaikan.

CRS ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai infeksi

pada pasien diabetes sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik

senior di bagian Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas.

Terimakasih kami ucapkan kepada staf pengajar yang telah membimbing penulis

dr. Saptino Miro, Sp.PD-KGEH, FINASIM selama menjalani kepaniteraan klinik

senior di bagian Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam, serta sebagai pembimbing dalam

penulisan CRS ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CRS ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu penulis sangat mengahrapkan segala kritik dan saran membangun

demi perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis berharap semoga CRS ini dapat memberi manfaat bagi kita

semua di masa mendatang.

Padang, 30 Januari 2019

Penulis

PAGE \* MERGEFORMAT 22
Ulkus Diabetikum

I. PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia
pada abad 21. WHO menjelaskan bahwa jumlah penderita DM di dunia mencapai 347
juta orang dan lebih dari 80% kematiaan akibat DM terjadi pada negara miskin dan
berkembang. WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien DM di Indonesia
dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan
dalam Diabetes Atlas 2000 IDF (International Diabetes Federation) diperkirakan 2
pada tahun 2020 nanti akan ada 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun
dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien
menderita DM. Bahkan Indonesia menempati peringkat keempat di dunia sebagai
jumlah penderita DM terbanyak setelah India, China, dan Amerika.1,2,3

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis metabolik yang


berlangsung kronik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Diagnosis DM ditegakkan atas
dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan
kadar glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis
DM juga dapat ditegakkan melalui cara :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus
yang dilarutkan ke dalam air.
4. A1C ≥ 6,5 % 4,5,6

PAGE \* MERGEFORMAT 22
Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah
kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, saraf
dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi
komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung
(penyakit jantung kororner ) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah ).
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan
akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulpasiens paru dan infeksi
kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes.
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan oleh diabetes mellitus.Faktor utama ysang mempengaruhi
terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita.6

II. EPIDEMIOLOGI
DM merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan manusia pada abad
21. WHO menjelaskan bahwa jumlah penderita DM di dunia mencapai 347 juta orang
dan lebih dari 80% kematiaan akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang.
WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah pasien DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sedangkan dalam
Diabetes Atlas 2000 IDF (International Diabetes Federation) diperkirakan 2 pada
tahun 2020 nanti akan ada 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun
dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien
menderita DM. Bahkan Indonesia menempati peringkat keempat di dunia sebagai
jumlah penderita DM terbanyak setelah India, China, dan Amerika.1,2,3

Salah satu komplikasi menahun dan paling ditakuti dari DM adalah


kelainan pada kaki yang disebut sebagai kaki diabetik. Hasil pengelolaan kaki
diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter pengelola maupun penyandang
DM dan keluarganya.Seringkali kaki diabetik berakhir dengan kecacatan dan
kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah
yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat
untuk mendalami masalah kaki diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai

PAGE \* MERGEFORMAT 22
kaki diabetik juga masih sangat menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya
pengobatan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya
juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.4,5
Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapat jauh lebih besar
dibanding dengan negara maju yaitu kira-kira 2-4%. Data dari beberapa negara
tertentu menunjukkan bahwa 10-20% penderita harus dirawat di rumah sakit
akibat problem kaki diabetik. Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik
merupakan sebab utama perawatan bagi pasien DM. Pada penelitian selama 2
tahun 16% perawatan akibat kaki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien
DM akan mengalami persoalan kaki dalam kehidupan bersama DM. Keberhasilan
pengelolaan tukak diabetik berkisar diantara 57-94% bergantung pada besarnya
tukak tersebut. Sebenarnya hanya sebagian kecil persoalan kaki diabetik
kemudian berlanjut sampai memerlukan amputasi tungkai bawah sebanyak 15-
19% pada pasien DM. 5

III.ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik.
Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:
 Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
 Faktor Presipitasi
- Perlukaan dikulit (jamur)
- Trauma
- Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama
 Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
- Derajat luka
- Perawatan luka
- Pengendalian kadar gula darah
PAGE \* MERGEFORMAT 22
Faktor lainnya terjadinya ulkus diabetikum adalah lama DM, neuropati,
perawatan kaki, PAD dan trauma. Faktor risiko yang paling berpengaruh adalah
PAD dan trauma.7

IV. PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun neuropati motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut
menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.8
1. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
pathogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying
back, di mana ada teori yang menyatakan semakin panjang saraf maka
semakin rentan untuk diserang. Jika dibandingkan dengan ekstremitas atas,
ternyata ekstremitas bawah lebih dulu yang terkena. Gangguan mikrosirkulasi
selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf
(keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan
mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer
sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan gangrene.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa 
sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan
mengganggu kerja metabolik sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson.
Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini
perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, paresthesia, berkurangnya
sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik yang disertai hilangnya

PAGE \* MERGEFORMAT 22
refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot dan atrofi. Neuropati dapat
menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf
kranial atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat
disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan
gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati
otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri, pasien ini
juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak
menyedari reaksi-reaksi hipoglikemia

1.1. Neuropati sensorik


Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditemukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan reflex untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan
yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke
otak dan di sini sinyal diolah kemudian respons dikirim melalui saraf motorik.
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering pasien tidak merasakan adanya
tekanan besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien.8,9.

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien


DM, seperti:8
1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus)
2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek. (luka, tertusuk paku/jarum)
3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
1.2. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama
adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini

PAGE \* MERGEFORMAT 22
mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau
tidak ada, hilangnya tonus vasomotor dan lain-lain. Neuropati otonom
mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang
menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering dan pecah-pecah
sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus
maupun gangrene. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya
pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang
berakibat pada perubahan komposisi, fungsi dan sifat viskoelastisitas
sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat
mudah terjadi ulkus.4,6
1.3. Neuropati Motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot instrinsik
yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis sehingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan
berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi
yang kemudian berubah menjadi ulkus dan akhirnya gangren.4,6
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati
yang klasik dengan 4 tahap perkembangan.5
1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan
bengkak.
2) Terjadi disolusi, fragmentasi dan fraktur pada persendian
tarsometatarsal.
3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
2. Fokus Infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui
jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan
otot, baik pada kaki maupun pada tungkai sehingga terjadi sellulitis. Kaki

PAGE \* MERGEFORMAT 22
diabetik klasik biasanya timbul di atas kapsul metatarsal pada sisi plantar
pedis.
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah
terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di
samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangrene diabetes akan mengalami infeksi
akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya
bakteri patogen. Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi
lebih serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon
kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, hormone pertumbuhan dan
glucagon.) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan
kadar gula darah juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan
sistem immunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis
sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan
aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN,
glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini
akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.

3. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan dalam lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah
menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk thrombus. Pada
stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran
kollateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangrene yang luas.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama sering
terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang
paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat
diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda,
arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi
jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang
kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi. Perubahan viskositas darah
dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta penurunan produksi

PAGE \* MERGEFORMAT 22
prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent) akan memacu
terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini
akan mengakibatkan timbulnya iskemis organ dan/atau jaringan yang
bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi
endotel melalui berbagai mekanisme antara lain:
 Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari
protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan
perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan
menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan
keseimbangan NO dan prostaglandin.
 Overekspresi growth factor meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot
polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.
 Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui
jalur glikotik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas
PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya
vasokonstriksi.
 Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stress oksidatif. Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stress
oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense
LDL-cholestrol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Disamping
itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia
dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.
 Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombitik dan agregasi
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM Tipe 2 terjadi
peningkatan aktivitas koagulasi akibat engaruh berbagai faktor seperti
pembentukan advanced glycosylatin end products (AGEs) dan penurunan
sintesis heparin sulfat.
 Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan
disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat

PAGE \* MERGEFORMAT 22
menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga
akan terjadi disfungsi endotel.

V. GEJALA KLINIS
1. Gejala klinis akibat neuropati perifer
Gejala-gejala yang akibat oleh adanya neuropati perifer antara lain.
 Hipesthesia
 Hyperesthesia
 Paraesthesia
 Dysesthesia
 Radicular pain
 Anhydrosis

2. Gejala akibat insufisiensi arteri perifer


Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada
saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram atau kelelahan pada otot-otot
besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan
dalam jarak tertentyang mengindikasikan adanya klaudikasio istirahat selama
beberapa menit.Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini apabila pasien
sering berjalan cepat atau menaiki tangga.Rasa tidak nyaman, kram atau
kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki diabetik, karena
cenderung terjadi oklusi aterosklerpasiens tibioperoneal.Atrofi otot-otot betis
mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan
adanya oklusi aorta iliaca.
Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes.Pada
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes datang dengan gangren
hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi.
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis
posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan

PAGE \* MERGEFORMAT 22
prognpasiens dan pilhan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis,
foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran
perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu
dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.

VI. KLASIFIKASI KAKI DIABETIK


Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana
seperti klasifikasi Edmonds dari king collage hospital London, klasifikasi
Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi Wagner yang lebih
terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, dan klasifikasi texas yang lebih
kompleks. Yang paling sering dipakai dalam mengklasifikasikan dan
pengelolaan kaki diabetes adalah klasifikasi Wagner, yaitu4 :
Tingkat 0 : Tidak ada ulserasi tetapi beresiko tinggi untuk menjadi kaki

diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian khusus.


Pengamatan berkala dan perawatan kaki yang baik serta penyuluhan penting untuk
mencegah ulserasi.
Tingkat 1 : Ulkus superfisial tanpa infeksi disebut juga ulkus Neuropatik.
Oleh karena itu lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak mengalami
tekanan berat badan yaitu didaerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat
adalnya kallus.

PAGE \* MERGEFORMAT 22
Tingkat 2 : Ulkus dalam disertai sellulitis tanpa absess atau kelainan tulang.
Adanya ulkus dalam sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.
Tingkat 3 : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luar yang dalam
Tingkat 4 : Gangren terbatas. Yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit.
Penyebab utama adalah iskemik. Oleh karena itu, ulkus iskemi terbatas pada
daerah tertentu.
Tingkat 5 : Gangren seluruh kaki. Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar
tetapi juga ada kelainan neuropati dan infeksi.

A. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London, 2004-2005)


Stage 1 : Normal Foot
Stage 2 : High Risk Foot
Stage 3 : Ulcerated Foot
Stage 4 : Infected Foot
Stage 5 : Necrotic Foot
Stage 6 : Unsalvable Foot
B. Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi Primer :
- Vascular
- Neuropati
- Neuroiskemik
Klasifikasi Sekunder :
- Tukak sederhana, tanpa komplikasi
- Tukak dengan komplikasi
C. Klasifikasi Wagner
Wagner 0 : kulit intak/utuh
Wagner 1 : tukak superfisial
Wagner 2 : tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3 : tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4 : tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5 : tukak dengan gangren luas sebelah kaki

VII. DIAGNOSIS

PAGE \* MERGEFORMAT 22
Melakukan diagnosis kaki diabetik merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Penilaian kaki diabetik
dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis aktivitas harian, sepatu yang digunakan, pembentukan kalus,
deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas, durasi
menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok,alkohol), obat-obat
yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya.
Pada penderita kaki diabetik, sering dikeluhkan nyeri saat beristirahat.
Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, pada perabaan sering terasa dingin.
Pulsasi pembuluh darah juga kurang kuat. Selain itu, sering juga ditemukan
terdapat gangren sampai ulkus.

II. PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita
kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan resiko
terjadinya dan resiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan
kaki diabetik berdasarkan resiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, seformitas Charcot
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan
terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan resiko kaki.Berbagai usaha
pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya resiko tersebut.

PAGE \* MERGEFORMAT 22
Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya
ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori resiko tersebut.Untuk kaki
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benaruntuk melindungi kaki
yang insensitif tersebut.Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus
mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada
kaki.Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu
diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang
complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.

B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh
hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Mechanical control (pressure control)
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearingarea
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar
tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk
mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan
removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt
padding, crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.
Berbagai cara surgical juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan
pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan
prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal
headresection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy).
2. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti.Evaluasi luka harus dikerjakan
secermat mungkin.Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement
yang adekuat.Debridement yang baik dan adekuat akan sangat
membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh.
Dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari
ulkus/gangren.

PAGE \* MERGEFORMAT 22
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer,
senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai
cara debridement non surgical dapat dimanfaatkan untuk mempercepat
pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi.
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula
diapakai diberbagai tempat perawatan kaki diabetik.
3. Microbiological control (infection control)
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda.Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan
dengan hasil biakan kuman dan resistensinya.Sebagai acuan, dari
penelitian tahun 2004 di RSUPNCM, umumnya didapatkan pola kuman
yang polimikrobial, campuran garam ppasientif dan garam negatif serta
kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini
pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spectrum luas,
mencakup kuman gram positif dan gram negatif (misalnya golongan
sefalosporin) dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap
kuman anaerob (misalnya metronidazole).
4. Vascular control
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Berbagai langka diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan
dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat
dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit,
perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan
arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vascular,
yaitu berupa:
 Modifikasi faktor resiko
o Stop merokok

PAGE \* MERGEFORMAT 22
o Memperbaiki faktor resiko terkait aterosklerpasiens
(hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia)
 Terapi farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang salah dikerjakan
pada kelainan akibat aterosklerosis ditempat lain (jantung, otak),
mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainyaakan bermanfaat
untuk pembuluh darah kaki penyandang DM, tetapi sampai saat ini
belum ada bukti yang cukup untuk menganjurkan pemakaian obat
secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh
darah kaki penyandang DM.
Selain pengobatan seperti antiplatelet, terapi untuk kaki
diabetik juga menggunakan antibiotik. Terapi kaki diabetik yaitu
triple blind therapy
- Untuk bakteri gram negatif : golongan quinolon  ciprofloxacin
- Untuk bakteri gram positif : golongan cephalosporin
- Untuk bakteri anaerob : Metronidazole
 Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada
klaudikasio intermitten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat
dianjurkan.Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan
pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh
darah yang lebih jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka.Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur
endovascular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula
dilakukan tromboarterektomi.
5. Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki.Kadar
glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat
pemyembuhan luka.Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi
kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.
Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain
PAGE \* MERGEFORMAT 22
juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, Hb,
dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal.
6. Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki
diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan
ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat
membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.

VIII. KOMPLIKASI
Ada 3 faktor yang berperan dalam kaki diabetik yaitu neuropati, iskemia,
dan sepsis.Biasanya amputasi harus dilakukan.Hilangnya sensori pada kaki
mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangren dan amputasi.
Gas gangrene merupakan kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya
gelembung-gelembung pada kulit yang pucat yang berubah warna menjadi abu-
abu atau merah keunguan. Hal ini disebabkan oleh bakteri Clostridium, yang
melepaskan racun mematikan dan menghasilkan gas-gas yang menyebabkan
kematian jaringan. Gas gangrene merupakan bentuk paling fatal dari antara
semua gangrene dan intervensi medis dini diperlukan untuk mengurangi
kematian akibat komplikasi, seperti syok septik.

IX. PROGNOSIS
Ada 3 faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada
kaki diabetik.Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan
perfusi jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak
efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk
perkembangan bakteri pathogen, dan faktor ketiga adalah karena adanya pintas
arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran nutrient tidak sampai ke
tempat infeksi.
Selain ketiga faktor diatas, masih banyak faktor lain yang ikut
berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa
faktor pendidikan, spasienoekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan
yang kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta
PAGE \* MERGEFORMAT 22
kemampuan financial akan mempengaruhi pengelolaan DM yang dideritanya.
Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya respon imun
sehingga mempermudah terjadinya infeksi.
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
penyakit DM secara berkepanjangan antara lain:
 Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat
dilakukan oleh pasien secara mandiri)
 Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4kali/tahun)
 Edukasi pasien mengenai manajemen DM
 Edukasi dan terapi gizi medis
 Pemeriksaan mata
 Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien
sendiri)
 Tes saring untuk nefropati diabetic
 Pengukuran tekanan darah
 Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum
 Imunisasi influenza/pneumococcus
 Pertimbangkan terapi antiplatele

PAGE \* MERGEFORMAT 22
BAB 3

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama :Tn. B

Usia :66th

Jenis Kelamin :Laki-laki

Alamat :Jorong Gaban Kaciak, Tiku Selatan, Tanjung Mutiara,Kabupaten

Agam

Bangsa : Indonesia

Pendidikan : Tamat SLTA

Pekerjaan : Wiraswasta

Status Pernikahan: Menikah

No. RM : 20.80.52

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 Januari 2019

Keluhan Utama:

Pasien datang ke IGD RSUP Dr M Djamil dengan keluhan utama bengkak dan tukak

di kaki kiri sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang:

PAGE \* MERGEFORMAT 22
- Pesien datang ke dengan keluhan bengkak dan tukak pada kaki kiri sejak 2 bulan

yang lalu. Awalnya timbul seperti mata ikan di telapak kaki sebesar kelereng,

lalu semakin lama semakin besar sampai sebesar telur puyuh lalu 3 minggu lalu

pecah mengeluarkan cairan kemerahan bercampur nanah. Tukak tersebut kadang

kering kadang berair.

- Demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam tidak tinggi, terus menerus,

menggigil, tidak berkeringat.

- Pasien telah dikenal menderita Diabetes Melitus sejak 15 tahun yang lalu dan

tidak pernah kontrol

- Sering merasa haus-haus, lapar, banyak makan tapi berat badan terasa menurun

- BAK sering, frekuensi kurang lebih 10x dalam sehari, jumlah setengah gelas

warna jernih

- Sakit kepala (-)

- Dada berdebar-debar (-)

- Batuk (-), sesak nafas (-)

- Mual (-), muntah (-)

- BAB biasa, 1x sehari, warna kuning kecoklatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung

- Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mederita kelainan ini

Riwayat pekerjaan

Pasien bekerja sebagai wiraswasta (tukang menjahit baju)


PAGE \* MERGEFORMAT 22
Riwayat pengobatan

Pasien tidak pernah kontrol Diabetes Melitus yang dideritanya sejak 15 tahun yang

lalu

Riwayat Makanan

Pasien makan 3 kali sehari, dengan lauk pauk dan sayur secukupnya. Pasien sering

makan makanan ringan disela waktu makan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Suhu : 37,6 0 C

Nadi : 96 x/ menit

Pernafasan : 26 x/menit

Kesan gizi : Sedang

Tinggi badan : 170cm

Berat badan : 67kg

BMI : 67 / (1,7)2 = 23, 2 (berat badan berlebih)

Pemeriksaan Umum

Kepala : Normocephal

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tidroid

JVP 5-2 cm H20


PAGE \* MERGEFORMAT 22
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : Deviasi septum (-)

Telinga : Liang telinga lapang, tidak ada cairan

Mulut : Caries (-)

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

Thorak:

Paru

Inspeksi : Bentuk dada normochest. Pergerakan dinding dada simetris dalam

keadaan statis atau dinamis.

Palpasi : Fremitus paru kanan dan kiri simetris

Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba 1 jari medial garis LMCS RIC V,

Diameter 1-2 cm

Perkusi : Batas kanan jantung RIC 3 garis sternalis dextra, batas kiri jantung

1 jari medial garis LMCS RIC V

Auskultasi : Bunyi jantung reguler normal, bising (-), murmur(-)

Abdomen:

Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Punggung : Costovertebra Angle : nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)


PAGE \* MERGEFORMAT 22
Anggota gerak : edema +/+, refleks fisiologis +/+ , refleks patologis -/-

Ulkus pada telapak kaki kiri, teraba hangat

Pulsasi: a.dorsalis pedis : kiri (+ menurun), kanan (+ normal)

a. poplitea : kiri (+ normal), kanan

(+ normal)

a. tibialis posterior : kiri (+ normal),

kanan (+ normal)

Tekanan Darah

Kiri Kanan

Ankle 80/40 110/80

Brachial 120/80 120/80

Ankle Brachial Index 0,6 0,91

Sensibilitas : halus : kiri (+ menurun), kanan (+normal)

kasar : kiri (+ normal), kanan (+normal)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Hb : 10,9 gr/dl

Leukosit : 15. 200 /ul

Trombosit : 246.000/u

Hematocrit : 31%

Kimia klinik

Gula darah random : 367 mg/dl

Ur/Cr : 71/1,7

LFG : (140-66)x67/72x1.7 = 40,5

PAGE \* MERGEFORMAT 22
Urinanalisa : protein (+++)

Asam urat : 8,9

Rontgen Pedis:

Hasil Rontgen : Tulang intak. Tidak tampak destruksi. Kesan :Pedis Sinistra

normal.

V. DIAGNOSIS KERJA

1. Ulkus pedis sinistra (kriteria Wagner II)

2. Diabetes Melitus tipe 2 tidak terkontrol overweight

3. CKD stage 3

VI. TATALAKSANA

PAGE \* MERGEFORMAT 22
1. Konsul Gizi

2. Edukasi DM

3. Farmakologi

a. Perencanaan makan

Pada American Diabetes Association (ADA) menganjurkan pasien diabetik

untuk dietseimbang danrendah lemak.Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan,

status gizi,umur dan stress akut disertai kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan

ideal.

Diet DM tipe 2 bertujuan mengendalikan kadar gula darah pasien sehingga pasien

tetap mendapat asupan seimbang dan tidak berlebihan kalori perhari nya. Pada kasus

ini sebaiknya dilakukan penilaian diet sesuai dengan daftar penentuan kebutuhan

kalori yang pada pasien ini 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi

bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan

lain-lain. Bertujuan agar diet bermanfaat selain mengendalikan kadar gula darah juga

sesuai dengan kecukupan gizi pasien agar penyembuhan maksimal.

Berat badan ideal = (Tinggi Badan dalam cm – 100) – 10 % kg.

Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan.

Laki-laki = BB ideal x 30

Perempuan = BB ideal x 25

Pada pasien ini

BB ideal =(170 cm – 100) – 10 % kg.

= 70 (10% x 70) kg

= (70 – 7) kg
PAGE \* MERGEFORMAT 22
= 63 kg

Jumlah kalori basal yang dibutuhkan pada pasien = 63 x 30 kalori

= 1890 kal

Koreksi :

Usia – 5% = 1890 – 94,5 = 1795,5 kalori

Istirahat + 10% = 1795,5 + 189 = 1984,5 kalori

Stres metabolik +20% = 1984,5 + 378 = 2362,5 kalori

Kebutuhan kalori harian pasien = 2362,5 kalori = 2400 kalori

b. Meningkatkan Aktifitas Fisik

Pasien dianjurkan melakukan olahraga ringan seperti jogging/jalan cepat

setiap harinya sekitar 30-60 menit untuk meningkatkan sensitifitas reseptor

insulin. Pasien dilarang pasif/tidak melakukan aktifitas fisik.

Tetapi karena sekarang pasien masih dalam tahap pemulihan post operasi

debridement, aktifitas fisik yang dapat dilakukan masih minimal.

c. Farmakologi

Pasang infus IVFD Nacl 0,9% 20gtt/jam

Novorapid inj 3x8ug

Metronidazol infus 3x500 mg

Ceftriakson inj 1x2 gr

Ranitidine inj 2x1

Parasetamol 3x500 mg

Candesartan 1x4

Redressing 1x/hari
PAGE \* MERGEFORMAT 22
BAB 4

DISKUSI

Seorang laki-laki berusia 66 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan kaki

kiri bengkak sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Awalnya kaki kiri cuma ada

pembengkakan, beberapa waktu kemudian kaki mulai terasa nyeri. Pada kaki kiri

pasien juga terdapat tukak. Awalnya timbul seperti mata ikan di telapak kaki sebesar

kelereng, lalu semakin lama semakin besar sampai sebesar bola tenis lalu 3 minggu

lalu pecah mengeluarkan cairan kemerahan bercampur nanah. Tukak tersebut kadang

kering kadang berair.

Pasien terasa demam sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam

tidak tinggi, terus menerus, menggigil, tidak berkeringat.Pasien telah dikenal

menderita Diabetes Melitus sejak 15 tahun yang lalu dan tidak pernah kontrol. Pasien

sering merasa haus-haus, lapar, banyak makan tapi berat badan terasa menurun.

Frekuensi buang air kecil pasien lebih dari 5 kali dalam satu malam. Diabetes Melitus

yang dibiarkan tidak terkendali dapat menyebabkan komplikasi.

Dari pemeriksaan fisik saat pasien di bangsal, keadaan umum pasien tampak

sakit sedang, kesadaran composmentis cooperative, tekanan darah 120/80 mmHg,

suhu37,6 0 C, nadi 96 x/ menit, pernafasan26 x/menit. Pasien didapatkan mempunyai

ulkus di telapak kaki kiri. Pada pulsasi pada arteri dorsalis pedis sinistra didapatkan

menurun.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan, Hb10,9 gr/dl, leukosit15. 200 /ul,

Trombosit246.000/u, Hematocrit 31%. Pada pemeriksaan urinanalisis pasien


PAGE \* MERGEFORMAT 22
didapatkan, Ureum 71, Cretinin 1,7 dan protein (+++). Hasil tes gula darah sewaktu

pasien adalah 367mg/dl. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang telah dilakukan didapatkan diagnosis pasien ini adalah Ulkus pedis

sinistra kriteria Wagner derajat II, DM tipe II tidak terkontrol overweight dan CKD

stage 3.

Terapi yang direncanakan selanjutnya pada pasien ini adalah infus NaCl

0.9% (20 tetes/min), Novorapid inj 3x8ug, Metronidazol infus 3x500 mg, Ceftriakson

inj 1x2 gr, Ranitidine inj 2x, Parasetamol 3x500 mg, Candestron 1x4 dan Redressing

1x/hari.

Dari pemeriksaan fisik saat pasien di bangsal, keadaan umum pasien tampak

sakit sedang, kesadaran composmentis cooperative, tekanan darah 120/80 mmHg,

suhu37,6 0 C, nadi 96 x/ menit, pernafasan26 x/menit. Pasien didapatkan mempunyai

ulkus di telapak kaki kiri. Pada pulsasi pada arteri dorsalis pedis sinistra didapatkan

menurun.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan, Hb10,9 gr/dl, leukosit15. 200 /ul,

Trombosit246.000/u, Hematocrit 31%. Pada pemeriksaan urinanalisis pasien

didapatkan, Ureum 71, Cretinin 1,7 dan protein (+++). Hasil tes gula darah sewaktu

pasien adalah 367mg/dl. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang telah dilakukan didapatkan diagnosis pasien ini adalah Ulkus pedis

sinistra kriteria Wagner derajat II, DM tipe II tidak terkontrol overweight dan CKD

stage 3.

Terapi yang direncanakan selanjutnya pada pasien ini adalah infus NaCl

0.9% (20 tetes/min), Novorapid inj 3x8ug, Metronidazol infus 3x500 mg, Ceftriakson

inj 1x2 gr, Ranitidine inj 2x, Parasetamol 3x500 mg, Candestron 1x4 dan Redressing

1x/hari.
PAGE \* MERGEFORMAT 22
Hiperglikemia pada pasien DM menyebabkan kelainan pada pembuluh darah

sehingga berisiko 29 kali menderita ulkus. Ulkus pada penderita DM dikenal

dengan Ulkus Diabetikum yaitu luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya

makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati yang

disebabkan oleh gangguan aliran darah. Ulkus diabetikum mudah sekali menjadi

infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi

menjadi tempat strategis untuk pertumbuhan kuman.

Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah satu

gejala dari komplikasi kronik DM yaitu vaskulopati dimana terjadi ketidakrataan

permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi turbulen

yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh

lumen arteri akan tersumbat dan mana kala aliran kolateral tidak cukup, akan

terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada awal muncul luka, pasien

tidak merasa ada gangguan sampai pasien tersebut melihatnya, hal ini

menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya terjadi pada penderita DM.

Neuropati pada pasien penderita DM diakibatkan oleh karena adanya

gangguan jalur poliol (glukosa >> sorbitol >> fruktosa) yang selanjutnya akan

menimbulkan gangguan pada sel saraf dan menyebabkan hilangnya akson

sehingga kecepatan konduksi motorik akan berkurang.

Prinsip tata laksana yang diberlakukan mencakup pengendalian faktor


metabolik, infeksi, maupun vaskular. Pengendalian infeksi digunakan
Metronidazole dan Ceftriakson. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik
spektrum luas, yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram
negatif, maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan
sebagai pengobatan sementara menunggu hasil kultur pus dan sensitivitas

PAGE \* MERGEFORMAT 32
antibiotik yang dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki
diabetik terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan
kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya
luka.
Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan GDS 367 mg/dl, sehingga
dapat dilihat bahwa pengobatan dengan obat yang selama ini dikonsumsi tidak
cukup berhasil bagi penderita. Adapun untuk kontrol gula darah pasien,
pengobatan yang dilakukan adalah dengan memberikan terapi insulin karena
sudah ada indikasi pemakaian insulin yaitu adanya infeksi berat.

Terapi nonfarmakologisjuga diperlukan berupa edukasi agar komplikasi-


komplikasi lain dari DM dapat dicegah dan agar pasien dapat memahami
pentingnya keteraturan mengonsumsi obat dan pengontrolan gula darah. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah menjaga ketat kadar glukosa darah pasien dengan
pemantauan berkala dan dengan menjaga asupan makan.

Perawatan kaki diabetes yang teratur akan mencegah atau mengurangi


terjadinya komplikasi kronik pada kaki diabetes.Oleh karena itu selain antibiotik
dan insulin, hal penting yang juga harus diperhatikan adalah perawatan luka pada
kaki diabetik. Balutan luka harus diganti sebanyak 2 kali/hari. Pasien juga perlu
diberitahu untuk menjaga kebersihan kaki, Memakai pelembab agar kulit tidak
kering, memakai alat pelindung kaki saat berjalan dan memeriksa keadaan kaki
setiap hari agar tidak menambah luka baru.

PAGE \* MERGEFORMAT 32
DAFTAR PUSTAKA

1. Dasar RK. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2013.
2. Aini N, Fatmaningrum W, Yusuf. Upaya Meningkatkan Perilaku Pasien
Dalam Tatalaksana Diabetes Melitus Dengan Pendekatan Teori Model
Behavioral System Dorothy E. Johnson. Jurnal Ners 2011;6(1).
3. WHO. Prevalence of Diabetes in the WHO South-EastAsia Region2012.
Available from: http://www.who.int/diabetes/facts/world_figures/en/.
4. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007:
hal.1911-36
5. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran
Andalas Vo. 22 No. 1. Juni 1998, h.2-10
6. Shahab A. Komplikasi Kronik DM Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h.1894-7
7. Roza RL, Afriant R,Edward Z :Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum
pada Pasien Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan dan Inap di RSUP Dr. M.
Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Padang: Jurnal Kesehatan
Andalas ,2015;4(1).
8. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Price
SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta:EGC, 2006: h.1259-74
9. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, april 01[citied on 2014, Maret
15th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/
10. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine 17 th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009; h.942-7
11. Sera M. Medical Condition Diseases [online].2013, maret 27[citied on 2014,
April 5th]. Available from: http://persify/medical-condition-diseases.com/

PAGE \* MERGEFORMAT 32

You might also like