You are on page 1of 6

PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN MENERAPKAN

BUDIDAYA MANGGOT PADA


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG (ITB)
KAMPUS JATINANGOR

Disusun Oleh:

HESTI AFRIZA
16623127

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

JL. Let. Jend. Purn. Dr. (HC) Mashudi No.1, Sayang, Kec.
Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363

One Class One Innovation i


BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kabupaten Sumedang merupakan kawasan yang padat akan mahasiswa. Dengan
peralihan fungsi kabupaten ini menjadi pusat pengembangan edukasi sehingga banyak
kampus-kampus yang berlokasi di Kabupaten Sumedang, Jatinangor. Penetapan fungsi
Jatinangor sebagai kawasan pendidikan tinggi secara langsung berdampak pada perubahan
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh
sivitas akademika tetapi juga karena perpindahan pelaku kegiatan perdagangan dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh mahasiswa.
Salah satu universitas yang dibangun di kawasan Jatinangor yaitu Institut Teknologi
Bandung (ITB). Institut Teknologi Bandung (ITB) Kampus Jatinangor merupakan bagian
dari program multikampus, keberadaanya diawali oleh perjanjian kerjasama dengan
pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Bukan
hanya itu, ITB Kampus Jatinangor juga dibangun guna menyongsong rencana pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development Goals) atau disingkat dengan SDGs.
Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia menyebabkan perlu adanya
lingkugan binaan agar kualitas dari lingkungan tetap terjaga dengan baik. Namun, tidak bisa
dipungkiri bahwa dengan meningkatnya kuantitas SDM yang juga mengakibatkan kualitas
lingkungan menurun, terlebih terkait dengan pengelolaan sampah.Sampah menjadi masalah
utama bagi lingkungan. Berdasarkan kondisi saat ini, pengelolaan sampah di DKI Jakarta
yang diproduksi setiap harinya 6.000 ton per hari dan sekitar 4.000 ton per hari dibuang ke
TPA Bantargebang, Bekasi. TPA Bantargebang Bekasi merupakan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) terbesar di Indonesia. Peningkatan kuantitas dari penduduk di Jatinangor,
tentunya juga akan meningkatkan produksi dari sampah, baik sampah organik, anorganik, dan
juga sampah rumah tangga. Maka dari itu harus diimbangi dengan pengelolaan yang optimal
sehingga menuntut peningkatan pola pengelolaan sampah yang lebih baik, namun karena
masih minimnya partisipasi masyarakat dalam menangani masalah sampah, keterbatasan dan
kurangnya sumberdaya manusia yang peduli terhadap permasalahan sampah serta
pengembangan teknologi penanganan persampahan yang bergerak relatif lambat.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, perlunya pastisipasi dari ITB Kampus
Jatinangor sebagai kampus pembangunan berkelanjutan dalam membantu proses penanganan
sampah dalam mengelola sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis dan bisa

PRD Task 1
bermanfaat untuk lingkungan. Maka dari itu, saya mencoba untuk menuangkan ide dalam
memberikan solusi terbaik guna mengatasi permasalahan sampah yang ada di Kabupaten
Sumedang, Jatinangor terkhususnya di wilayah kampus ITB Jatinangor..

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana pengolahan limbah sampah untuk mengurangi penumpukan sampah di TPA Jawa
Barat?
1.2.2. Bagaimana efektivitas budidaya manggot dalam pengurangan sampah di ITB Jatinangor?

1.3. Tujuan Pembahasan


1.3.1. Mengetahui pengolahan limbah sampah untuk mengurangi penumpukan sampah di TPA Jawa
Barat.
1.3.2. Mengetahui efektivitas budidaya manggot dalam pengurangan sampah di ITB Jatinangor.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini ialah untuk mencari solusi dalam pengelolaan sampah
yang ada di Jatinangor khususnya di wilayah Institut Teknologi Bandung (ITB) Kampus
Jatinangor. Hal ini juga berfungsi sebagai pengembangan budidaya manggot di lingkungan
ITB Kampus Jatinangor untuk mengurangi permasalahan sampah. Mengetahui bagaimana
cara mengolah limbah makanan agar dapat mengurangi jumlah sampah makanan dengan
tujuan bisa mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), dan pengomposan sampah
makanan dapat menurunkan jumlah emisi Gas Efek Rumah Kaca (GRK) yang dilepaskan ke
atmosfer, menekan potensi pembuangan air, perusakan tanah dan mencegah terganggunya
biodiversitas yakni keanekaragaman flora dan fauna.

PRD Task 2
BAB II. ISU DAN SOLUSI

Hampir semua lini aktivitas sehari-hari menghasilkan limbah dan sampah. Sampah
pun dianggap menjadi ancaman serius bagi masyarakat. Pasalnya, bukan hanya berdampak
buruk bagi kesehatan dan lingkungan sekitar, sampah dianggap dapat mengurangi lahan
produktif. Terlebih lagi di lingkungan Kabupate Sumedang, Jatinangor yang mempunyai
permasalahan sampah yang cukup banyak. Terlebih Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di
Sumedang merupakan TPA terbesar yang ada di Indonesia. Apabila dibiarkan secara terus
menerus, hal ini akan menjadi membuat sampah yang ada di TPA tersebut akan terus
menumpuk dan bertambah banyak. Karena itu, dibutuhkan sebuah cara “out of the box”
dalam penanganan dan pemanfaatan limbah rumah tangga.
Belakangan banyak dimanfaatkan maggot dari lalat Hermetia illucens (black soldier
fly/BSF) untuk mengurai sampah. Maggot adalah organisme yang berasal dari telur lalat
yaitu pada metamorfosis fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang kemudian
berubah menjadi lalat dewasa. Limbah agroindustri dan perikanan dapat dimanfaatkan
sebagai media tumbuh maggot. Ampas tahu, bungkil kelapa sawit, darah ayam, dan limbah
ikan merupakan contoh dari limbah agroindustri dan perikanan yang dapat dimanfaatkan
sebagai media tumbuh maggot. Pada umumnya darah ayam dan limbah ikan digunakan
sebagai media tumbuh maggot, sedangkan penggunaan bungkil kelapa sawit dan ampas tahu
di gunakan untuk meningkatkan nilai tambah nutrisi. Selain itu, penggunaan limbah
merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh kedua limbah tersebut. Budidaya Maggot sangat sederhana dan mudah
dilakukan karena tidak memerlukan air, listrik, bahan kimia, dan infrastruktur yang rumit dan
mahal. Labih lanjut, Maggot mempunyai kemampuan dalam mendegradasi limbah organik
menjadi material nutrisi lainnya.
Maggot yang merupakan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) memang sangat istimewa
dibandingkan bahan baku pakan alternatif lainnya karena mengandung nutrien yang lengkap
dan kualitas yang baik sebagai pakan ikan. Maggot bisa diproduksi dalam waktu singkat dan
berkesinambungan dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan.
Maggot umumnya memiliki kebiasaan mengonsumsi bahan-bahan organik sehingga disebut
sebagai organisme pembusuk. Istimewanya, kebutuhan akan nutrisi yang cukup pada maggot
hanya diperlukan saat reproduksi selama fase larva. kamudian, perkembangbiakan yang
dilakukan oleh larva bersih dan tidak bau seperti perkembangbiakan larva lalat pada umunya

PRD Task 3
namun harus berdekatan dengan sumber makanan yang cocok yaitu sampah. Larva sangat
memerlukan banyak makanan untuk tumbuh menjadi pupa.

Siklus reproduksi lalat BSF dimulai dari pemelihan tempat bertelur yang lokasinya
tidak jauh dari sumber makanan. Pada beberapa budidaya lalat BSF yang sudah ada, daun
pisang kering dijadikan sebagai media tempat penyimpanan telur. Peletakan telur dilakukan
dua hari setelah lalat betina kawin dengan jantan. Telur tersebut membutuhkan waktu 3-4 hari
untuk menetas menjadi larva. Dalam waktu 22 – 24 hari ke depannya, larva instar pertama
akan berkembang sampai menjadi instar keenam.
Binatang kecil ini diklaim mampu mengurangi 80% sampah rumah tangga dan limbah
pengolahan pabrik. Bahkan, maggot BSF yang kaya akan protein, membuat larva ini bisa
dijadikan sebagai pakan ikan dan unggas.
Proses biokonversi oleh maggot ini dapat mendegradasi sampah lebih cepat, tidak
berbau, dan menghasilkan kompos organik, serta larvanya dapat menjadi sumber protein
yang baik untuk pakan unggas dan ikan. Proses biokonversi dinilai cukup aman bagi
kesehatan manusia karena lalat ini bukan termasuk binatang vektor penyakit.
Kemampuan BSF mengurai sampah organik tak perlu diragukan lagi. Maggot
membutuhkan sampah organik untuk tumbuh selama 25 hari sampai siap dipanen. Maggot
memiliki kemampuan mengurai sampah organik 2 sampai 5 kali bobot tubuhnya selama 24
jam. Satu kilogram maggot dapat menghabiskan 2 sampai 5 kilogram sampah organik per
hari.
Maggot yang sudah menjadi prepupa maupun bangkai lalat BSF masih bisa
dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena kaya protein. Kepompongnya juga bisa
dimanfaatkan sebagai pupuk, sehingga dalam proses budidayanya tidak
menghasilkan sampah baru.
Oleh karena itu, jika pembudidayaan manggot dilakukan di lingkungan Kampus ITB,
Hal ini akan membantu mahasiswa-mahasiswa di ITB untuk bisa berinovasi dalam
pembuatan pabrik pembudidayaan manggot sehingga hal ini akan berdapak baik pada
lingkungan.

PRD Task 4
BAB III. DASFTAR PUSTAKA

Madusari, B. D., Sajuri, S., Wibowo, D. E., dan Irawati, M. 2019. Penggunaan Pakan
Buatan Berbasis Maggot dan Lemna Minor Pada Pokdakan di Kota Pekalongan. Abdimas
UNWAHAS 4(1)
Haryati, E. S., & Pranata, A. 2011. Pengaruh Tingkat Substitusi Tepung Ikan Dengan
Tepung Maggot Terhadap Retensi Dan Efisiensi Pemanfaatan Nutrisi Pada Tubuh Ikan
Bandeng (Chanos chanos Forsskål). Universitas Hassanudin, Makassar. hlm, 1-14 (Lihat)
Masir, U., Fausiah, A., & Sagita, S. 2020. Produksi Maggot Black Soldier Fly
(BSF)(Hermetia illucens) pada Media Ampas Tahu dan Feses Ayam. AGROVITAL: Jurnal
Ilmu Pertanian (2), 87-90 (Lihat)
Nugrahani, I. L. 2017. Pengaruh Berbagai Media Terhadap Suhu Media dan
Produksi Maggot. Digital Library UNILA

PRD Task 5

You might also like