You are on page 1of 5
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN LEMBAGA AGAMA KATOLIK SEBAGAI BADAN HUKUM KEAGAMAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi masyarakat Katolik, perlu menetapkan lembaga agama Katolik sebagai Badan Hukum Keagamaan; Mengingat : 1, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3); 2. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 592 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 348); 3. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 851); 4. Keputusan Menteri Agama Nomor 89 Tahun 1965 tentang Perubahan Nama Vikariat dan Prefektur Apostolik menjadi Keuskupan Agung dan Keuskupan serta Pembentukan Hirarchi Baru Gereja Katolik di Indonesia; 5. Keputusan Menteri Agama Nomor 66 Tahun 2006 tentang Susunan Hirarkhi Gereja Katolik Indonesia; 6. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Nomor 1/Dd.At/Agr/67 tentang Penunjukan Badan- Badan Gereja Roma Katolik Sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai tanah dengan hak milik; Menetapkan KESATU KEDUA 7. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Nomor DJ.IV/HK.00.5/109/2005_ tentang Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik; MEMUTUSKAN: : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK KEMENTERIAN AGAMA. TENTANG PEDOMAN PENETAPAN LEMBAGA AGAMA KATOLIK SEBAGAI BADAN HUKUM KEAGAMAAN. Menetapkan Pedoman Penetapan Lembaga Agama Katolik Sebagai Badan Hukum Keagamaan sebagaimana tersebut dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Februari 2016 DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK, EUSABIUS BINSASI LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN LEMBAGA AGAMA KATOLIK SEBAGAI BADAN HUKUM. KEAGAMAAN A. LATAR BELAKANG Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila, Sila Pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila ketuhanan menyiratkan bahwa NKRI memberi tempat terhormat kepada agama dalam hidup berbangsa dan bernegara, Negara memberi kesempatan kepada umat beragama untuk berkembang dan menciptakan suasana yang kondusif agar umat beragama dapat menjalankan, mengamalkan agamanya secara lebih baik. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (UUD 1945 Pasal 29 ayat (1). Jaminan Negara terhadap kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaan serta beribadat_menurut agama dan kepercayaan masing-masing pemeluk agama tidak dapat dipisahkan dari Lembaga Agama yang bersangkutan. Lembaga Agama adalah tempat umat beragama dan rumah ibadatnya bernaung. Lembaga Agama membina, membimbing umat beragama agar menjadi penganut agama yang taat dan menghormati agama lain secara harmonis dalam masyarakat. Gereja Katolik sebagai badan hukum diakui oleh pemerintah Hindia Belanda lewat Staatsblad Tahun 1927 Nomor 155, 156, dan 532. Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah Indonesia mengakui, mengukuhkan kembali Gereja Katolik sebagai Lembaga Badan Hukum. Hal ini kita lihat dari: 1. Keputusan Menteri Agama Nomor 89 Tahun 1965 tentang Perubahan Nama Vikariat dan Prefektur Apostolik menjadi Keuskupan Agung dan Keuskupan serta Pembentukan Hirarchi Baru Gereja Katolik di Indonesia. 2. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Departemen Dalam Negeri Nomor 1/Dd/AT/Agr/67 tanggal 13 Februari 1967 tentang Penunjukan Badan-Badan Gereja Katolik sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai tanah dengan hak milik. Dalam Keputusan ini Badan-Badan Gereja Katolik sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai tanah dengan hak milik adalah: Keuskupan Agung; Keuskupan; Prefektur; Paroki; Stasi; Seminari; 7 Badan atau Yayasan (jang merupakan terdjemahan dari nama “Kerk.en Arm Bestuur”); dan Ordo/Konggregasi Biarawan-Biarawati. y mnreaoge Menteri Agama lewat Keputusan Nomor 66 Tahun 2006, menetapkan Susunan Hirarkhi Gereja Katolik Indonesia. Dalam keputusan ini ditetapkan nama 38 Keuskupan (termasuk Keuskupan TNI-POLRI) satu persatu. Lembaga-Lembaga (Badan-Badan) Keagamaan Katolik seperti Paroki, Stasi, Seminari, Ordo/Kongregasi, dan Badan/Yayasan sebagaimana tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Departemen Dalam Negeri Nomor 1/Dd/At/67 tanggal 13 Februari 1967 belum banyak yang ditetapkan sebagai Lembaga (Badan) Hukum Agama Katolik. Untuk itu sebagai tanda kehadiran Negara dalam Gereja Katolik, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI mendorong, mensosialisasikan “penetapan” Lembaga/Badan Agama Katolik sebagai Badan Hukum Keagamaan Katolik. Penetapan ini adalah dalam rangka kepastian hukum Lembaga Agama Katolik dalam berinteraksi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dan Lembaga-Lembaga Swasta di masyarakat. . PENGERTIAN 1. Keuskupan Agung adalah himpunan umat beriman Katolik di wilayah tertentu yang merupakan bagian dari Gereja Universal yang dipimpin oleh seorang Uskup Agung yang berfungsi mempersatukan beberapa keuskupan sufragan; 2. Keuskupan adalah himpunan umat beriman Katolik di wilayah tertentu. yang merupakan bagian dari Gereja Universal yang dipimpin oleh seorang Uskup; 3. Paroki adalah himpunan umat beriman Katolik yang merupakan bagian dari Keuskupan, yang dipimpin oleh scorang Pastor Paroki; 4. Stasi adalah himpunan umat beriman Katolik yang merupakan bagian dari Paroki yang letaknya jauh dari pusat paroki; 5. Seminari adalah tempat/sekolah pendidikan calon-calon Imam Gereja Katolik; 6. Badan hukum adalah implikasi dari status gereja atau perkumpulan gereja dimana gereja menjadi subyek hukum, yaitu pemegang hak dan kewajiban sehingga dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan orang (naturlijk person); 7. Yayasan adalah suatu badan hukum yang merupakan terjemahan dari kata “Kerk en Arm Bestuur’ yang mempunyai tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan; 8. Ordo/Konggregasi_ Biarawan-Biarawati adalah _perserikatan (Lembaga Hidup Bakti) keagamaan yang diakui oleh pimpinan Gereja yang berwenang; dan 9. Pihak yang terkait adalah Gereja Katolik, Pejabat Bimas Katolik Kabupaten/Kota, Pejabat Bimas Katolik Provinsi, Ditjen Bimas Katolik (Jakarta). . TUJUAN Penetapan Lembaga-Lembaga Agama Katolik bertujuan: 1. Memperkuat aspek legalitas Lembaga Agama Katolik; 2. Memastikan keakuratan data Lembaga Agama Katolik; 3. Memberikan perlindungan dari aspek hukum bagi Lembaga Agama Katolik; dan. 4, Tersajinya data Lembaga Agama Katolik yang akurat dalam rangka pemberian pelayanan prima. D. MEKANISME, Mekanisme adalah proses yang harus dilalui dalam mendapatkan penetapan/Pengesahan sebagai Lembaga Agama Katolik Badan Hukum Keagamaan. Mekanisme Penetapan/Pengesahan sebagai Lembaga Agama Katolik Badan Hukum Keagamaan adalah: Pengumpulan data, Analisis data, Penerbitan Surat Keputusan (Keputusan/Penetapan) sebagai Lembaga Agama Katolik Badan Hukum Keagamaan Katolik. E. PERSYARATAN PENETAPAN LEMBAGA AGAMA KATOLIK 1. Surat Permohonan dari Pimpinan Tarckat, Ordo, Serikat, Kongregasi, dengan melampirkan: a. SK Pendirian, Dekrit dari pejabat yang berwenang (Paus, Uskup, dan seterusnya); b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; ¢, Surat Pernyataan dari Pejabat Gereja bahwa Lembaga Agama Katolik tersebut adalah Lembaga Agama Katolik yang diakui oleh Gereja Katolik (sesuai KHK); d. Daftar Biara/Komunitas cabang di seluruh Indonesia (untuk Ordo/Kongregasi); ¢. Alamat lengkap kantor pusat di Indonesia (Provinsialat, Kustodia); f. Daftar Paroki dan Stasi di wilayah Keuskupan masing-masing (untuk Keuskupan); dan g. Akte Notaris bila ada. 2. Bikirimkan ke Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik Kementerian Agama RI, Jalan M.H. Thamrin Nomor 6 Jakarta Pusat, tembusan kepada Pejabat Bimas Katolik tingkat Provinsi atau Kabupaten / Kota. F. HASIL Ditetapkannya Lembaga Agama Katolik sebagai Badan Hukum Keagamaan Katolik. G. PENUTUP. Demikian untuk dapat dilaksanakan dengan baik sebagai pedoman dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi umat Katolik. DIREKTUR JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT KATOLIK, EUSABIUS BINSASI

You might also like