You are on page 1of 3

Pembakar Hutan Penjahat Kemanusiaan

JANGAN lagi sebut kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebagai bencana. Yang pantas tersemat ialah kejahatan besar pada
kemanusiaan dan lingkungan kita. Tak ada bahasa lain yang lebih tepat karena kebakaran hebat di lima provinsi yang ada di
Sumatra dan Kalimantan itu ialah buatan manusia. Lebih spesifik lagi, itu buatan manusia di korporasi-korporasi jahat. Fakta
lama ini, kemarin, kembali kita dengar dari Presiden Joko Widodo. Dalam pemantauan langsung ke salah satu daerah yang
mengalami karhutla, yakni Merbau, Riau, Presiden menyatakan bahwa kebakaran itu terorganisasi. Meski iklim kering ikut
memudahkan kebakaran, otak kejahatan itu tetaplah perusahaan-perusahaan culas. Sekali lagi, itu semua memang bukan baru.
Hingga 16 September, Kementerian LHK telah melakukan penyidikan terhadap lima perusahaan yang diduga melakukan tindak
pidana karhutla dan masih melakukan penyelidikan terhadap 44 perusahaan. Dari karhutla sebelumnya, 11 perusahaan diputus
bersalah di pengadilan dan dijatuhi total denda Rp18,9 triliun. Namun, yang dibayar baru Rp400 miliar. Sejak dulu, penyebab
karhutla tetap sama. Maka, pertanyaan besarnya ialah mengapa praktik bejat membakar lahan tidak juga putus? Mengapa
penyegelan dan denda triliunan itu tidak membuat jera? Nyatanya memang putusan pengadilan hanya macan ompong tanpa
penegakan soal denda ataupun revisi izin usaha. Di sinilah pekerjaan rumah terbesar pemerintah pusat hingga pemerintah daerah.
Meski kita sangat mengapresiasi seluruh kerja instansi negara dalam menyeret korporasi jahat ke meja hukum, juga kerja hidup-
mati ribuan petugas lapangan dalam memadamkan titik api, tetap ini semua belum menjadi jawaban untuk menyelamatkan hutan
kita. Tidak ada pilihan lain, kita harus akhiri keberadaan perusahaan perkebunan yang nakal. Pemerintah pusat dan daerah harus
benar-benar sadar bahwa tiap kali karhutla terjadi, tumbalnya ialah generasi belia kita. Ini sama sekali bukan hiperbola.
Penelitian Universitas Harvard menyebutkan, jika karhutla terus terjadi, akan berakibat 36 ribu kematian dini. Petaka yang sudah
terjadi pun sudah dijelaskan dalam sebuah studi di jurnal PNAS, bahwa akibat karhutla 1997, anak yang lahir pada masa itu
menderita stunting. Mereka lebih pendek sekitar 3,3 sentimeter dari anak lainnya yang tidak terpapar karhutla. Kerugian kita
masih ditambah lagi triliunan dana untuk rehabilitasi lahan dan bahkan keanekaragaman hayati yang sudah tidak dapat kembali
lagi. Dengan semua fakta ini, sungguh-sungguh tidak layak untuk meminta masyarakat ikhlas. Masyarakat memang pantas
marah dan pemerintah wajib menjawabnya dengan ketegasan nyata. Langkah awalnya, segera pailitkan 11 perusahaan yang
belum melunasi denda sesuai putusan pengadilan. Adapun langkah wajib pemerintah, khususnya para gubernur dan wali kota,
ialah segera meninjau atau merevisi izin usaha perusahaan-perusahaan, baik yang lahannya pernah terbakar maupun yang belum.
Perusahaan yang sudah jelas melakukan pembakaran lahan haruslah segera diganjar dengan pencabutan izin usaha. Selama ini,
berjalannya terus izin usaha telah dijadikan tameng para perusahaan untuk terus beroperasi meski sesungguhnya terlibat kasus
hukum. Lebih jauh lagi, semestinya para pejabat daerah jeli memeriksa perusahaan itu hingga ke para pejabat ataupun
pemiliknya. Karena sudah sering terjadi, mereka hanya berganti nama perusahaan untuk tetap menjalankan bisnis.
Ketidaktegasan pemerintah daerah pantas kita curigai terkait dengan dugaan adanya keterlibatan dalam kejahatan kemanusiaan
tersebut. Berdasarkan penelitian panjang lembaga internasional kehutanan, ditengarai adanya korelasi praktik kotor usaha
perkebunan dengan kebutuhan proses pemilihan kepala daerah.

Berpulangnya Pahlawan Kemanusiaan

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Jumlah tenaga medis yang meninggal selama
menangani Covid-19 terus bertambah. Mereka bekerja keras melawan pandemi, mengesampingkan kepentingan pribadi demi
kemanusiaan. Kematian tenaga medis tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan kepatuhan masyarakat terhadap
protokol kesehatan. Terhitung per Kamis 15 Oktober 2020, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat ada total 136 dokter
meninggal akibat Covid-19. Terdiri dari 71 dokter umum, 63 dokter spesialis, dan dua dokter residen. Tersebar dari 18 wilayah
provinsi dan 66 wilayah kota/kabupaten. Padahal tenaga medis yang menangani tidak hanya dokter saja. Ada perawat dan
bagian-bagian lain yang menjadi satu kesatuan tim medis. Hingga 10 November 2020, tercatat 323 tenaga medis meninggal.
Tenaga medis merupakan aset negara. Bila nyawa tenaga medis terus berkurang, maka penanganan pandemi akan semakin sulit.
Terlepas dari angka-angka, setiap nyawa yang hilang tidak dapat tergantikan oleh keluarga yang ditinggalkan. Jumlah kematian
tenaga medis yang terus meningkat, indikasi bahwa pemerintah dan masyarakat kurang berempati pada perjuangan mereka. Bila
kebijakan tidak dibenahi, serta kepatuhan masyarakat terus menurun, berapa banyak lagi tenaga medis yang harus gugur.
Bersama Atasi Covid-19

Pemerintah resmi mengumumkan dua kasus warga Indonesia asal Depok, Jawa Barat, terinfeksi virus korona baru Covid-19.
Pemerintah perlu menenangkan warga. Presiden Joko Widodo mengumumkan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/3/2020), dua
warga Indonesia terinfeksi Covid-19 setelah melakukan kontak dengan warga negara Jepang yang terdeteksi terinfeksi virus
korona setelah meninggalkan Indonesia dan tiba di Malaysia. Pengumuman Presiden yang didampingi Menteri Kesehatan
Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung menepis kecurigaan
masyarakat internasional bahwa Indonesia menyembunyikan kasus Covid-19. Setelah pengumuman, tantangan pemerintah
adalah menenangkan warga. Kepanikan terlihat dari meningkatnya permintaan masker penutup hidung dan mulut serta cairan
beralkohol pembersih tangan. Warga di beberapa tempat dilaporkan memborong bahan pokok di toko swalayan. Langkah
Menteri Kesehatan menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan media menunjukkan keterbukaan informasi. Juga langkah
menelusuri riwayat kontak pasien kita harapkan akan dapat menenangkan masyarakat. Akan sangat baik apabila pemerintah
dapat menjelaskan alasan hanya mengisolasi rumah tinggal kedua pasien dan tidak mengisolasi Kota Depok serta dampaknya
pada pencegahan penularan virus. Presiden Joko Widodo telah menegaskan kesiapan pemerintah, antara lain, menyiapkan 100
rumah sakit dengan ruang isolasi dan peralatan berstandar internasional di seluruh Indonesia. Penanganan pun berstandar
internasional, kerja sama lintas lembaga dilakukan, anggaran juga disediakan. Secara statistik, korban meninggal di seluruh
dunia akibat Covid-19 sekitar 2 persen dari total kasus. Namun, penularan dari orang ke orang relatif mudah dan sudah lintas
negara, membuat ketakutan dan kepanikan global. Dalam situasi seperti saat ini, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus
bekerja sama membangkitkan optimisme seraya tetap menjaga kehati-hatian. Lembaga legislatif kita harapkan dapat membantu
pemerintah mencegah dampak negatif kekhawatiran masyarakat. Kepala daerah segera bergerak menjelaskan langkah
pencegahan penularan dan penanganan Covid-19 di daerah masing-masing. Komunitas masyarakat membantu menyebarkan
informasi akurat. Hanya dengan kerja sama kita dapat keluar dari dampak negatif pada berbagai sudut kehidupan kita akibat
wabah Covid-19. Penanganan yang baik secara bersama-sama akan menjaga kepercayaan dunia usaha dan investor yang pada
akhirnya akan menguatkan indeks harga saham gabungan, membuat wisatawan mancanegara kembali berkunjung ke Indonesia,
dan ekonomi membaik. Ke depan, kita ingin Indonesia bukan hanya menemukan kasus warga yang terinfeksi, tetapi juga
menyembuhkan dan bersama masyarakat dunia mencegah persebaran Covid-19 melalui penelitian kedokteran yang tengah kita
lakukan.

Efektifkan Anggatan Covid-19

Anggatan pemerintah untuk menghadapi wabah virus korona (Covid-19) sangat kecil jika dibandingkan negara maju sehingga
efektivitasnya perlu dipastikan. Paket stimulus yang dialokasikan pemerintah Rp 10,3 triliun (700 juta dollar AS), termasuk
insentif fiskal, hibah kepada pemerintah daerah, dan dorongan untuk dana jaminan sosial. Insentif fiskal kedua sedang
diformulasikan. Bandingkan dengan Pemerintah China yang mengalokasikan 110,48 miliar yuan (16 miliar dollar AS) per 4
Maret 2020. Jepang mengalokasikan pengeluaran tambahan 5 triliun yen (47 miliar dollar AS) untuk meredam dampak Covid-
19. Korea Selatan dan Singapura masing-masing mengalokasikan 9,9 miliar dollar AS dan 4,06 miliar dollar AS untuk
membantu medis, bisnis, rumah tangga. Anggaran Indonesia yang tak banyak itu akan semakin tidak efektif bila terlambat
diserap atau dibelanjakan dan tidak tepat sasaran. Karena itu, terbitnya surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri kepada
seluruh pemerintah daerah agar mengendalikan dan mempercepat penyerapan anggaran untuk mengatasi wabah Covid-19
beserta dampak ikutannya berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi adalah langkah tepat. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun
2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan
Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia pun mengamanatkan para gubernur dan bupati/wali kota untuk menggerakkan segala
sumber daya sesuai tanggung jawab dan kewenangannya; mengintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan
daerah; dan mengalokasikan anggaran yang memadai dalam upaya mencegah, mendeteksi, dan merespons cepat berbagai
penyakit yang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Kita berharap, anggaran yang minim itu difokuskan pada
kegiatan yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat, seperti peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
ataupun rumah sakit rujukan di daerah yang potensial terjangkit. Pemerintah telah mengeluarkan protokol kesehatan untuk
menghadapi Covid-19, mulai dari proses screening suspect, pengantaran ke RS rujukan, pengambilan spesimen, hingga proses
isolasi dan penyembuhan. Tanpa dukungan anggaran, protokol itu akan menjadi kertas belaka. Begitu pula implementasi
protokol area pendidikan, seperti pengintensifan kebersihan lingkungan di sekolah, ataupun protokol penanganan Covid-19 di
berbagai pintu masuk di daerah, mulai dari bandara, pelabuhan, hingga pos lintas batas darat negara. Tidak kalah penting adalah
protokol komunikasi. Di era banjir informasi, kegiatan komunikasi yang masif sangat vital untuk mengatasi bias informasi.
Anggaran yang ada sungguh-sungguh digunakan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Percepatan penyerapan anggaran
jangan disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak urgen atau balas jasa menjelang pilkada. Dengan kesungguhan, keterpaduan,
anggaran yang tidak banyak bisa menjadi modal kuat bagi bangsa ini untuk menghadapi Covid-19.

You might also like