Professional Documents
Culture Documents
Tugas Studi Kasus
Tugas Studi Kasus
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum dan Etika Bisnis
Dosen : Sri Hastuti M.Pd
Disusun Oleh :
Selvy Aprilianty (2262201031)
Kesesuaian Menurut PP UU
Menurut Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang
perdangan menyatakan bahwa “Pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan
pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi
kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.”
Pengaturan mengenai larangan sekaligus juga ancaman hukum bagi pelaku
penimbunan melebihi jumlah maksimal sudah diatur secara jelas dan tegas di dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan pada Pasal 52 dan 53.
Pasal 52 menyatakan :
1. Dalam hal perdagangan pangan, pemerintah menetapkan mekanisme, tata cara, dan
jumlah maksimal penyimpanan pangan pokok oleh pelaku usaha pangan.
2. Ketentuan mengenai mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dengan atau berdasarkan pada peraturan pemerintah.
Pasal 53 menyatakan “Pelaku usaha pangan dilarang menimbun atau menyimpan
pangan pokok melebihi jumlah maksimal sebagaimana dimaksud dalam pasal 52.”.
Para pihak yang melanggar ketentuan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2014 dapat dijerat dengan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 yang
frasenya berbunyi “Pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau
barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang,
gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh miliar
rupiah).
Dengan adanya sanksi pidana tersebut, pemerintah menjamin bahwa siapapun yang
melanggar akan mendapatkan sanksi pidana dan denda.
Analisa Kasus
Virus Covid-19 mulai masuk dan menyebar di Indonesia pada bulan Maret 2022.
Pemerintah mengabarkan bahwa WNI yang positif virus corona saat itu dirawat di salah
satu Rumah Sakit di kawasan Depok, diduga wara yang tertular ialah seorang ibu dan
anaknya yang melakukan kontak langsung dengan warga Jepang. Seiring cepatnya
penyebaran virus corona, Presiden Jokowi menyatakan lockdown. Tindakan ini di
apresiasi masyarakat karena pentingnya melakukan social distancing untuk menghentikan
rantai penyebaran virus corona.
Warga Indonesia dihimbau untuk melakukan segala aktivitas di rumah saja termasuk
belajar, bekerja dan beribadah. Warga juga diminta untuk tidak mendatangi tempat
keramaian, berkumpul atau melakukan kegiatan diluar rumah. Selain itu, warga juga di
himbau untuk melakukan hidup sehat dan menjaga kebersihan salah satunya ialah
mencuci tangan setelah melakukan aktivitas serta sebelum dan sesudah makan. Vitamin
dan suplemen juga menjadi alternatif untuk meningkatkan antibodi tubuh sehingga tubuh
lebih kuat dalam menghadapi serangan penyakit termasuk virus corona. Maraknya
kebiasaan baik yang dilakukan oleh seluruh masyarakat membuat produsen masker dan
hand sanitizer mengalami peningkatan produk. Karena banyak yang membutuhkan
masker dan hand sanitizer banyak orang yang menimbun untuk keperluan sendiri dan
untuk dijual kembali namun dengan harga yang sangat tinggi. Untuk harga masker sendiri
per box dapat mencapai harga 200 bahkan 500 ribu rupiah, tentu hal ini sangat tidak
masuk akal mangingat harga normal masker dipasaran tidak mencapai harga selangit.
Kasus ini termasuk dalam kejahatan korporasi dengan melakukan penipuan konsumen
dan perdagangan yang monopolitis. Pihak perusahaan memproduksi masker dengan
jumlah yang banyak namun dilakukan penimbunan untuk persediaan yang lebih banyak
kedepannya. Namun masyarakat terus mendesak ketersediaan masker untuk memenuhi
kebutuhan sebagai bentuk perlindungan diri dari wabah corona. Perusahaan juga
mengambil kesempatan ini dengan cara menaikan harga masker yang tidak wajar ini,
tidak hanya masker namun hand sanitizer juga menjadi inceran banyak konsumen. Kini
harga kedua barang tersebut sedang tidak stabil dipasaran. Bahkan jauh sebelum wabah
corona menyebar lebih luas di Indonesia, sebagian masyarakat mulai menimbun dan
membeli sebanyak-banyaknya untuk nantinya dijual kembali tentunya dengan harga yang
sangat mahal. Tentunya ini sangat meresahkan masyarakat karena kebutuhan masker dan
hand sanitizer tidak terpenuhi akibat adanya aksi timbun menimbun yang tidak
memperhatikan kepedulian terhadap sesama.
Saran
Sebaiknya pemerintah segera bertindak tegas mengenai kejahatan kasus penimbunan
masker dan hand sanitizer ini. Permainan dagang dan penipuan konsumen selama wabah
corona ini hanya akan menjadi kesempatan bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab untuk mendapatkan untung dan menyelamatkan diri sendiri. Padahal diluar sana
banyak warga bahkan tenaga medis yang lebih memerlukan masker dan hand sanitizer.
Kepada pemerintah dan penegak hukum, seharusnya dapat melihat bahwa suatu
kejahatan yang nyata walaupun tidak adanya dasar hukum harus tetap ditindak guna
menciptakan ketertiban masyarakat. Mengingat bencana covid-19 tidak tahu kapan
selesainya. Kepada pelaku alangkah baiknya agar tidak melakukan hal-hal demikian
karena meskipun bukan sebagai barang penting atau kebutuhan pokok selama ini namun
pada saat bencana covid-19 ini melanda Indonesia maka masker dan hand sanitizer
berubah menjadi barang penting atau kebutuhan pokok masyarakat di masa pandemi ini
sebagai perlindungan diri.