You are on page 1of 8

Nama : Siti Yogaputri

NPM : 110110200140

HOLDING COMPANY : BUMN

.Kata “holding company” ini berasal dari terminologi, hukum Amerika. Di Indonesia
sendiri, pengertian dari Holding Company, secara harfiah tidak dikenal di dalam undang-undang
Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Ada banyak batasan yang diberikan oleh para sarjana
tentang istilah ini. M. Manullang, misalnya mengartikan holding company adalah suatu badan
usaha yang berbentuk corporation yang memiliki sebagian dari saham-saham beberapa badan
usaha.1 Munir Fuady mengartikan holding company adalah suatu perusahaan yang bertujuan
untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan/atau mengatur satu atau lebih
perusahaan lain tersebut.2 Dhaniswara K. Harjono dalam bukunya berjudul Monograf
Kedudukan Hukum Perusahaan Induk (Holding Company) menyebutkan holding company
merupakan salah satu bentuk yang timbul atas adanya perkembangan dari perseroan terbatas
yang ada di Indonesia. Pada dasarnya hukum perusahaan di indonesia belum mengatur secara
yuridis mengenai holding company itu sendiri. Dalam praktiknya, pendirian holding company
pada dasarnya tunduk pada UU PT.3 Perusahaan Induk sering juga disebut dengan holding
company, parent company atau controlling company. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang
sahamnya dimiliki oleh perusahaan induk serta manajemen dan operasionalnya dikendalikan
oleh perusahaan induk disebut sebagai perusahaan anak (subsidiary company). Hubungan antara
perusahaan induk dan perusahaan anak disebut hubungan Afiliasi. Disisi lain, meskipun
perusahaan anak dikendalikan oleh perusahaan induk, namun, perusahaan anak merupakan unit
perusahaan yang terpisah dan mandiri secara yuridis dari perusahaan induk.

Dalam dunia bisnis, kehadiran holding company merupakan sesuatu hal yang biasa,
mengingat banyak perusahaan yang telah melakukan kegiatan bisnis yang sudah sedemikian

1
M.Manullang, 1984, Pengantar Ekonomi Perusahaan, BLKM: Yogyakarta,1984. Hlm. 70.
2
Munir Fuady, 1999, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti: Bandung.
Hlm. 84.
3
Dhaniswara K. Harjono, Monograf Kedudukan Hukum Perusahaan Induk (Holding Company), Jakarta:
UKI Press, 2021. Hlm. 31.
besar dengan berbagai kegiatan, sehingga perusahaan itu perlu dipecah menurut penggolongan
bisnisnya. Namun dalam pelaksanaan kegiatan bisnis yang dipecah-pecah tersebut, yang
masing-masing akan menjadi perseroan terbatas mandiri masih dalam kepemilikan yang sama
dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu, artinya walaupun
perusahaan tersebut telah dipecah-pecah dan menjadi perseroan terbatas tersendiri tidak otomatis
terpisah mutlak dari perusahaan holding. Holding company berperan dalam merencanakan,
mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta mengendalikan dengan tujuan
untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan
juga afiliasi-afiliasinya. Penggabungan badan usaha dalam bentuk holding company pada
umumnya merupakan cara yang dianggap lebih menguntungkan, dibanding dengan cara
memperluas perusahaan dengan cara ekspansi investasi. Karena dengan penggabungan
perusahaan ini akan diperoleh kepastian mengenai daerah pemasaran, sumber bahan baku atau
penghematan biaya melalui penggunaan fasilitas dan sarana yang lebih ekonomis dan efisien.4

Menurut Munir Fuady (1999), klasifikasi perusahaan induk dapat dibagi dalam dalam 2
kriteria, yaitu:

1. Ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis.


a) Perusahaan induk semata-mata
Jenis perusahaan induk semata-mata ini secara de facto tidak melakukan bisnis
sendiri dalam praktek,namun dimaksudkan hanya untuk memegang saham dan
mengontrol anak perusahaannya itu.
b) Perusahaan induk beroperasi
Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, di samping bertugas memegang
saham dan mengontrol anak perusahaan, perusahaan induk beroperasi juga melakukan
bisnis sendiri. Biasanya perusahaan induk beroperasi sebelum menjadi perusahaan induk
sudah terlebih dahulu aktif berbisnis sendiri.
2. Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan
a) Perusahaan induk investasi.

4
Rizka Ramadhan, 2017. Event Study Pada Peristiwa Publikasi Rencana Pembentukan Holding Bank
BUMN (Studi Kasus pada Bank BUMN yang Terdaftar pada BEI Tahun 2015). Jurnal Ilmiah Mahasiswa
FEB, 6(1).
Dalam hal ini, tujuan dari perusahaan induk investasi memiliki saham pada
perusahaan anak semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu mencampuri soal
manajemen dari perusahaan anak. Karena itu, kewenangan mengelola bisnis sepenuhnya
atau sebagian besar berada pada perusahaan anak. Biasanya dalam praktek eksistensi dari
perusahaan induk investasi disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut:
1) Perusahaan induk tidak mempunyai kemauan atau kemampuan atau pengalaman atau
pengetahuan terhadap bisnis anak perusahaannya.
2) Perusahaan induk hanya sebagai pemegang saham minoritas pada anak perusahaan.
3) Mitra usaha dalam perusahaan anak lebih mampu atau lebih terkenal dalam bidang
bisnisnya.
b) Perusahaan induk manajemen.
Berbeda dengan perusahaan induk investasi, pada perusahaan induk manajemen,
keterlibatan pada perusahaan anaknya tidak hanya sebagai pemegang saham pasif tetapi
turut serta dan mencampuri atau setidak-tidaknya memonitor terhadap pengambilan
keputusan bisnis dari perusahaan anak. Beberapa pola yang menyebabkan adanya
keterlibatan perusahaan holding dalam mengambil keputusan pada anak perusahaan:
1) Operasional hak veto
2) Ikut serta dalam dewan direksi secara langsung
3) Ikut serta dalam dewan komisaris
4) Ikut serta dalam dewan direksi/komisaris secara tidak langsung
5) Ikut serta tanpa ikatan yuridis-yuridis.
6) Ditinjau dari keterlibatan equity :
a. Perusahaan holding afiliasi : mempunyai saham tidak sampai 51%
b. Perusahaan holding subsidiari : mempunyai saham 51% tetapi tetap kompetitif
dibandingkan dengan pemegang saham lainnya.
Adapun hubungan antara holding company (perusahaan induk) dengan subsidiary
company (anak perusahaan) mencakup prinsip separate entity (entitas yang terpisah) serta
limited liability (tanggung jawab terbatas). Hal ini diatur dalam Pasal 3 UU PT, yang
menyebutkan:
“Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan
yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan
melebihi saham yang dimiliki.”

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:

1. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;


2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad
buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh Perseroan; atau
4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan
hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi
tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Sehingga meskipun ada prinsip separate entity dan limited liability, ada pengecualian
prinsip tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT (piercing the corporate
veil) di atas.5

M. Yahya Harahap menjelaskan lebih lanjut perihal hubungan antara induk perusahaan
dengan anak perusahaan sebagai berikut:6

1. Dimodali oleh holding, sehingga subsidiary tersebut benar-benar di bawah permodalan


holding atau under capitalize.
2. Dalam keadaan under capitalize, subsidiary berada dalam keadaan tidak independen
eksistensi ekonomi dan perusahaannya.
3. Subsidiary itu semata-mata berperan dan berfungsi sebagai wakil (agent) melakukan bisnis
holding.

Selain itu, prinsip limited liability induk perusahaan sebagai pemegang saham anak
perusahaan adalah berkaitan dengan pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian PT

5
El Rhoy Paulus Benhur, 2023. Hubungan Induk Perusahaan dengan Anak Perusahaan.
HukumOnline.Com.
6
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2016. Hlm. 82.
melebihi saham yang dimilikinya7 Namun prinsip tanggung jawab tersebut akan hapus, dan
induk perusahaan akan bertanggung jawab terhadap permasalahan hukum anak perusahaan jika:

1. Induk perusahaan turut menandatangani perjanjian yang dilakukan anak perusahaan dengan
pihak ketiga anak perusahaan;
2. Induk perusahaan bertindak sebagai corporate guarantee atas perjanjian anak perusahaan
dengan kreditur;
3. Induk perusahaan melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian bagi
pihak ketiga dari anak perusahaan.

Sehingga, meski ada prinsip separate entity dan limited liability, masih terdapat
konsekuensi yang dapat dikenakan pada holding company jika melakukan hal-hal yang dapat
mengecualikan pertanggungjawaban terbatas.

Secara umum proses pembentukan holding company dapat dilakukan dengan tiga
prosedur, yaitu :8

1. Prosedur Residu

Dalam hal ini perusahaan asal dipecah pecah sesuai masing masing sektor usaha.
Perusahaan yang dipecah pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri, sementara
sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan induk, yang juga
memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-perusahaan lainnya jika
ada.

2. Prosedur Penuh

Prosedur penuh ini sebaiknya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi
pemecahan/pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan dengan kepemilikan
yang sama/berhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu
perusahaan holding. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan holding bukan sisa dari
perusahaan asal seperti pada prosedur residu, tetapi perusahaan penuh dan mandiri.
Perusahaan mandiri calon perusahaan holding ini dapat diambil dari salah satu perusahaan
7
Dhaniswara K. Harjono, Op. Cit. Hlm. 43-44.
8
Winardi, 1996, Istilah Ekonomi Dalam 3 Bahasa. Inggris-Belanda-Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
h.188
yang sudah acta tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan, ataupun
diakuisisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan
yang berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain.

3. Prosedur Terprogram

Dalam prosedur ini pembentukan perusahaan holding telah direncanakan sejak awal.
Karenanya, perusahaan yang pertama didirikan adalah perusahaan holding. Kemudian untuk
setiap bisnis yang dilakukan akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain. dimana
perusahaan holding sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain
sebagai partner bisnis. Dalam hal ini, jumlah perusahaan baru sebagai anak perusahaan dapat
terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis dari group usaha yang
bersangkutan.

Ada beberapa perbuatan hukum dalam pembentukan holding company, yaitu :

a. Pasal 7 Ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 pada penjelasannya, memberikan pengaturan bahwa,
subjek hukum baik itu perorangan atau badan hukum dapat mendirikan suatu perseroan. Baik
itu perseorangan dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan hukum, minimal dua
pihak, dapat mendirikan suatu perseroan. Hal ini menjadi suatu legitimasi bagi suatu
perseroan untuk mendirikan perseroan lainnya. Sehingga disini, perseroan yang menjadi
pendiri, merupakan pemegang saham pada perseroan yang dibentuknya. Dalam konstruksi
ini, perseroan pendiri atau persero induk mempunyai keterkaitan dengan perseroan anaknya.
Inilah yang kemudian melahirkan konstruksi perusahaan grup (holding company).
b. Cara kedua yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan yang ingin membuat perusahaan
grup, adalah dengan cara akuisisi atau pengambilalihan. Menurut Pasal 1 Ayat 11 UU No.40
Tahun 2007, pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum
atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Dalam Pasal 125 UU No.40 Tahun 2007
disebutkan bahwa pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah
dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau
langsung dari pemegang saham. Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan. Pengambilalihan ini adalah pengambilalihan saham yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dari pengambilalihan
ini, perusahaan yang diakuisisi tidak bubar, dan tetap eksis sebagaimana perusahaan induk
yang mengakuisisinya. Akuisisi dapat dilakukan sebagian atau keseluruhan. Akuisisi
keseluruhan apabila seluruh saham diambil alih sedangkan akuisisi sebagian bila lebih dari
50% saham yang diakuisisi.
c. Pembentukan perusahaan grup lainnya yaitu dengan pemisahan (spin off). Dalam Pasal 1
Ayat 12 UU No.40 Tahun 2007 menjelaskan definisi pemisahan adalah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva
dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau
sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan atau
lebih. Ketentuan Pasal 1 Ayat 12 ini tidaklah secara eksplisit menjelaskan bahwa pemisahan
dapat berimplikasi pada pembentukan perusahaan grup (holding company) tapi materi ini
memberikan legitimasi bagi pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan satu perseroan
menjadi satu atau lebih perseroan baru.9

Di Indonesia sendiri, salah satu contoh perusahaan yang menerapkan sistem holding
company yaitu BUMN. Ditengah persaingan dunia usaha berkembang begitu cepat, BUMN
dituntut harus lebih adaptif terhadap segala perubahan. Konsep Holding menjadi salah satu
upaya Pemerintah dalam memenuhi segala tuntutan dunia usaha.

Konsepsi Holding BUMN yang terjadi saat ini sangat erat kaitannya dengan 5 Prioritas
Kementerian BUMN, yaitu:

1. Nilai Ekonomi dan Sosial untuk Indonesia, terutama dibidang ketahanan pangan, energi dan
Kesehatan;
2. Inovasi Model Bisnis, melalui restrukturisasi model bisnis dengan pembangunan ekosistem,
kerja sama, perkembangan kebutuhan stakeholders, dan fokus pada core business;
3. Kepemimpinan Teknologi, dengan cara memimpin secara global dalam teknologi strategis
dan melembagakan kapabilitas digital seperti data management, advanced management, big
data, artificial intelligence, dan lain-lain;

9
Sulistyawati, 2010, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Erlangga: Jakarta,
h.112.
4. Peningkatan Investasi, dengan cara mengoptimalkan nilai aset dan menciptakan ekosistem
investasi yang sehat; dan
5. Pengembangan Talenta, dengan cara mengedukasi dan melatih tenaga kerja, mengembangkan
SDM berkualitas untuk Indonesia, profesionalisasi tata Kelola dan sistem seleksi SDM.

Sejalan dengan 5 Prioritas Kementerian BUMN, dalam rangka menciptakan nilai tambah,
efisiensi, penguatan supply chain dan inovasi bisnis model, BUMN melakukan penguatan
kelembagaan dan mekanisme kerja, yang salah satunya dengan cara membentuk Holding BUMN
berdasarkan klasterisasi tertentu, antara lain Holding Pupuk, Holding Semen, Holding
Perkebunan, Holding Kehutanan, Holding Energi, Holding Jasa Survei, Holding Aviasi, Holding
Pangan, Holding Pertahanan, dan Holding Danareksa-PPA.

Dengan adanya Holding BUMN ini, diharapkan dapat membuat BUMN semakin solid
dan sinergi antar anak perusahaan melalui koordinasi, pengendalian, serta pengelolaan yang
dilakukan oleh induk perusahaan, sehingga dapat memperkuat keuangan, aset, dan prospek
bisnis. Pembentukan Holding BUMN dilakukan dengan melakukan Penyertaan Modal Negara
yang bersumber dari pergeseran saham milik negara pada BUMN dan/atau Perseroan Terbatas
tertentu kepada BUMN dan/atau Perseroan Terbatas lainnya. 10

10
Yogi Sayogi Pamungkas. Sejarah dan Holding BUMN. Kedeputian Hukum dan Peraturan
Perundang-undangan Kementerian BUMN.

You might also like