You are on page 1of 51

Muhamad Isnur

Ketua YLBHI Bidang Advokasi

Pendidikan Khusus Profesi Advokat


PERADI-FH Universitas YARSI - Hukum Online
§ Pasal 1 (3) Indonesia negara hukum

§ Pasal 28I (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan


hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah

§ Pasal 28I (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia
sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan
§ Pasal 7 (2): Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik
Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional.

§ Pasal 71: Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,melindungi,


menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang
ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum internasional tentang hak asasi
manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.

§ Pasal 72: Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaiman diatur pasal 71,
meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan negara, dan bidang lain.

§ Pasal 67: Setiap orang yang ada diwilayah negara Republik Indonesia wajib patuh
pada peraturan perundang-undangan, hukum tidak tertulis, dan hukum
internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik
Indonesia.
¡ “…Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan
bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu,
Undang-Undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum.
¡ Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi
yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting,
di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian
dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan
tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk
kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan
masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan
hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah
satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.
1. Universal
2. Non Diskriminasi
3. Indivisibility-interdependen-interrelated/ Tidak dapat
dipisahkan, saling tergantung, saling terkait
4. Kewajiban negara: Pelanggaran by ommission &
pelanggaran by commission
1. Derogable (menunda kewajiban-kewajiban
Negara) & non derogable
2. Pembatasan yang sah
Pasal 4 Kovenan Hak Sipil dan Politik
1. Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan
bangsa dan keberadaannya,
2. telah diumumkan secara resmi,
3. sangat diperlukan dalam situasi darurat tersebut,
4. tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban
lainnya berdasar kan hukum internasional
5. tidak mengandung diskriminasi semata-mata
berdasarkan atas ras, wa rna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama atau asal-usul sosial.
6. Pengurangan kewajiban atas pasal-pasal 6, 7, 8 (ayat 1
dan 2), 11, 15, 16 dan 18 sama sekali tidak dapat
dibenarkan berdasarkan ketentuan ini.
§ Pasal 6 : hak hidup
§ Pasal 7 : hak atas bebas dari penyiksaan
§ Pasal 8 (1) & (2) : perbudakan dan perhambaan/servitude
§ Pasal 11: bebas dari pemenjaraan semata karena tak
mampu memenuhi kewajiban yang muncul dari
perjanjian
§ Pasal 15 : tiada kesalahan pidana tanpa kejahatan
§ Pasal 16 : hak diakui sebagai pribadi di depan hukum
§ Pasal 18 : hak atas pikiran, kesadaran/hati nurani dan
agama
¡ Pasal 4 Kovenan hak Ekosob: Negara hanya dapat mengenakan pembatasan
hak-hak sesuai dengan ketentuan hukum, sepanjang hal ini sesuai dengan
sifat hak-hak tersebut, dan semata-mata dilakukan untuk meningkatkan
kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat demokratis.
¡ Kovenan Hak Sipol dan Kovenan Hak Ekosob
§ Tidak satupun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak
pada suatu Negara, kelompok atau perorangan untuk melakukan kegiatan yang
ditujukan untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui
dalam Kovenan ini, atau untuk membatasinya lebih daripada yang telah
ditetapkan dalam Kovenan ini.
§ Tidak diperkenankan adanya suatu pembatasan atau pengurangan hak-hak asasi
manusia yang mendasar diakui atau yang ada di suatu Negara ysng menjadi pihak
dalam Kovenan ini menurut hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan
alasan bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak-hak tersebut, atau mengakuinya
sebagai hak yang lebih rendah sifatnya.
1. Sipil dan Politik
2. Ekonomi Sosial Budaya
¡ Pasca otoritarian militer Soeharto
¡ Kasus Kudatuli, Operasi Mawar
¡ Kasus Trisakti, Semanggi I-II
¡ Kasus Timor-Timur pasca Jajak Pendapat
¡ UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

¡ UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM


¡ Siapa aktor utama yang harus bertanggung jawab dalam
kasus-kasus pelanggaran HAM berat itu?
“... sesungguhnya peradilan yang
dimaksudkan untuk mengadili para pelanggar
hak-hak asasi manusia di Indonesia hanyalah
rekayasa politik dan hukum belaka”

[David Cohen, 2003, “Intended to Fail : The Trials Before the Ad Hoc
Human Rights Court in Jakarta”]
¡ Rome Statute Art. 5: the ¡ Pasal 1 ayat (2) UU 26/2000:
most serious crimes of Pelanggaran HAM yang
berat adalah pelanggaran
concern to the international hak asasi manusia
community as a whole: sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini.
(i) The crime of genocide;
(ii) Crimes against humanity; ¡ Pelanggaran hak asasi
(iii) War crimes; manusia yang berat meliputi:
(iv) The crime of aggression.
a. Kejahatan genosida;
b.Kejahatan terhadap
kemanusiaan
¡ Material jurisdiction (rationae
materiae)
¡ Temporal jurisdiction (rationae
temporis)
¡ Personal jurisdiction (rationae
personae)
¡ Territorial jurisdiction (rationae
loci)

¡ Apa hubungan dengan


mekanisme hukum
internasional?
¡ Art. 6 Rome Statute: any of ¡ Pasal 8 UU 26/2000: setiap
the following acts perbuatan yang dilakukan
committed with intent to dengan maksud untuk
destroy, in whole or in part, menghancurkan atau
a national, ethnical, racial memusnahkan seluruh atau
or religious group, as sebagian kelompok bangsa,
such:….. ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan
cara:…..
dengan cara :
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di
dalam kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke
kelompok lain
(Pasal 8 UU 26/2000).
¡ Art. 7 Rome Statute: ¡ Pasal 9 UU 26/2000:
“Crime Against Humanity" salah satu perbuatan
means any of the following yang dilakukan sebagai
acts when committed as bagian dari serangan
part of a widespread or yang meluas atau
systematic attack directed
sistematik yang
against any civilian
population, with diketahuinya bahwa
knowledge of the attack:… serangan tersebut
ditujukan secara
langsung terhadap
penduduk sipil, berupa:..
a. Murder; a. Pembunuhan;
b. Extermination;
c. Enslavement;
b. Pemusnahan;
d. Deportation or forcible c. Perbudakan;
transfer of population; d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara
e. Imprisonment or other paksa;
severe deprivation of
physical liberty in violation
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan
of fundamental rules of kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
international law; yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok
f. Torture; hukum internasional;
g. Rape, sexual slavery,
enforced prostitution,
f. Penyiksaan;
forced pregnancy, enforced g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
sterilization, or any other paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
form of sexual violence of sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
comparable gravity;
kekerasan seksual lain yang setara;
h. Persecution against any identifiable group or h. Penganiayaan terhadap
collectivity on political, racial, national, suatu kelompok
ethnic, cultural, religious, gender as defined tertentu atau
in paragraph 3, or other grounds that are perkumpulan yang
universally recognized as impermissible didasari persamaan
under international law, in connection with
any act referred to in this paragraph or any paham politik, ras,
crime within the jurisdiction of the Court; kebangsaan, etnis,
i. Enforced disappearance of persons; budaya, agama, jenis
j. The crime of apartheid; kelamin atau alasan
lain yang telah diakui
k. Other inhumane acts of a similar secara universal
character intentionally causing sebagai hal yang
great suffering, or serious injury to dilarang menurut
body or to mental or physical hukum internasional;
health. i. Penghilangan orang
secara paksa; atau
j. Kejahatan apartheid.
¡ Kasus Lapindo,
Sidoarjo

¡ Kasus Cebongan,
Sleman
1. National Court
2. Ad-Hoc Tribunals (the creation of
International Tribunals by the United
Nations Security Council under its Chapter
VII powers, which empowers it to take
measures “to maintain or restore
international peace and security”)
1. International Criminal Tribunal for the
Former Yugoslavia / 2.International Criminal
Tribunal for Rwanda
3. Hybrid Tribunals
1.East Timor Special Panels / 2.Special Court
for Sierra Leone
4. Permanent Tribunal – The International
Criminal Court (ICC)
§ Pasal 7: "Kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan” dalam ketentuan ini sesuai
dengan Rome Statute of The Intemational Criminal
Court” (Pasal 6 dan Pasal 7).
§ Penganiayaan tidak dikenal dalam Statuta Roma
melainkan “persekusi”
¡ Pengadilan HAM Permanen yaitu :
lembaga yang berwenang menjalankan
pemeriksaan di sidang peradilan
terhadap pelanggaran HAM berat yang
terjadi sejak diundangkannya UU No
26/2000 yaitu 23 November 2000
(disimak dari psl 3, 4 dan 45 )
¡ Pengadilan HAM ad hoc yaitu lembaga
yang berwenang menjalankan
pemeriksaan di sidang peradilan
terhadap pelanggaran HAM berat yang
terjadi sebelum diundangkan UU
26/2000 yaitu sebelum 23 November
2000 ( disimak dari psl 43 UU no 26/2000
§ Dalam hal tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini,
hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara
pidana (Pasal 10 )
§ Penyelidikan: Komnas HAM. Dapat membentuk tim ad hoc
yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan
unsur masyarakat.
§ Penyidik: Jaksa Agung
¡ a.Melakukan penyelidikan ¡ c. memanggil pihak pengadu, korban,
dan pemeriksaan terhadap atau pihak yang diadukan untuk diminta
peristiwa yang timbul dan didengar keterangannya;
dalam masyarakat yang ¡ d. memanggil saksi untuk diminta dan
berdasarkan sifat atau didengar kesaksiannya;
lingkupnya patut diduga ¡ e. meninjau dan mengumpulkan
terdapat pelanggaran hak keterangan di tempat kejadian dan
asasi manusia yang berat; tempat lainnya yang dianggap perlu;
¡ b. menerima laporan atau ¡ f. memanggil pihak terkait untuk
pengaduan dari seseorang memberikan keterangan secara tertulis
atau kelompok orang atau menyerahkan dokumen yang
tentang terjadinya diperlukan sesuai dengan aslinya.
pelanggaran hak asasi
manusia yang berat, serta
g. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :
1) pemeriksaan surat;
2) penggeledahan dan penyitaan;
3) pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan
tempat2 lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu;
4) mendatangkan ahli dalam hubungan dengan penyelidikan. (2) Dalam
hal penyelidik mulai melakukan penyelidikan suatu peristiwa yang
diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat
penyelidik memberitahukan hal itu kepada penyidik
§ Dalam hal Komnas HAM berpendapat bahwa terdapat bukti permulaan
yang cukup telah terjadi peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang
berat, maka kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan kepada penyidik.
§ Max 7 hari kerja setelah kesimpulan hasil penyelidikan disampaikan,
Komnas HAM menyerahkan seluruh hasil penyelidikan kepada penyidik.
§ Dalam hal penyidik berpendapat bahwa hasil penyelidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) masih kurang lengkap, penyidik segera
mengembalikan hasil penyelidikan tersebut kepada penyidik disertai
petunjuk untuk dilengkapi dan dalam waktu 30 hari sejak tanggal
diterimanya hasil penyelidikan, penyelidik wajib melengkapi kekurangan
tersebut.
§ Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
termasuk kewenangan menerima laporan atau
pengaduan,
§ Untuk melakukan penyidikan Jaksa Agung dapat
mengangkat penyidik ad hoc yang terdiri atas unsur
pemerintah dan atau masyarakat.
§ Penyidikan wajib diselesaikan max. 90 hari terhitung sejak
tanggal hasil penyelidikan diterima dan dinyatakan
lengkap oleh penyidik.
§ Jangka waktu 90 hari itu dapat diperpanjang untuk waktu
paling lama 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM sesuai
§ Dalam hal jangka waktu perpanjangan habis dan penyidikan belum dapat
diselesaikan, penyidikan dapat diperpanjang paling lama 60 hari oleh Ketua
Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya.
§ Apabila setelah diperpanjang yang kedua dari hasil penyidikan tidak diperoleh bukti
yang cukup, maka wajib dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan oleh
Jaksa Agung.
§ Setelah surat perintah penghentian penyidikan dikeluarkan, penyidikan hanya dapat
dibuka kembali dan dilanjutkan apabila terdapat alasan dan bukti lain yang
melengkapi hasil penyidikan untuk dilakukan penuntutan.
§ Dalam hal penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
dapat diterima oleh korban atau keluarganya, maka korban, keluarga sedarah atau
semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga,
berhak mengajukan praperadilan kepada Ketua Pengadilan HAM sesuai dengan
daerah hukumnya dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
§ Dalam melakukan penuntutan Jaksa Agung dapat mengangkat
penuntut umum ad hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan atau
masyarakat.
§ Penuntutan wajib dilaksanakan paling lambat 70 (tujuh puluh) hari
terhitung sejak tanggal hasil penyidikan diterima.
§ Komnas HAM sewaktu-waktu dapat meminta keterangan secara
tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyidikan
dan penuntutan perkara pelanggaran HAM yang berat.
§ Pengadilan HAM ad hoc berada di lingkungan Peradilan Umum.
§ Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan HAM dalam waktu paling 180 hari terhitung
sejak perkara dilimpahkanke Pengadilan HAM.
§ Hakim ad hoc diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku
Kepala Negara atas usul Ketua MA.
§ Jumlah hakim ad hoc sekurang-kurangnya 12 orang. Pelanggaran
HAM yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU ini,
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
§ Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul DPR berdasarkan
peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden.
§ Pengadilan HAM ad hoc berada di lingkungan Peradilan Umum.
§ Pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM
yang berjumlah 5 orang, terdiri atas 2 orang hakim pada Pengadilan
HAM yang bersangkutan dan 3 orang hakim ad hoc.
§ Majelis hakim diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang
bersangkutan.
§ Banding: diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama 90 hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi.

§ Pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim berjumlah 5 orang


yang terdiri atas 2 orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan
dan 3 orang hakim ad hoc.

§ Jumlah hakim ad hoc di Pengadilan Tinggi sekurang-kurangnya 12


orang.
§ Kasasi ke MA diperiksa dan diputus dalam waktu paling lama
90 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Mahkamah
Agung.

§ Pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim yang


berjumlah 5 orang terdiri atas 2) orang Hakim Agung dan 3
orang hakim ad hoc.

§ Jumlah hakim ad hoc di Mahkamah Agung) sekurang-


kurangnya 3 orang.
§ Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran HAM yang berat berhak
atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror,
dan kekerasan dari pihak manapun.
§ Perlindungan wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan
aparat keamanan secara cuma-cuma.
§ Ketentuan mengenai tata cara perlindungan terhadap korban dan
saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
§ Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran HAM yang berat
dan/atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi,
restitusi, dan rehabilitasi.
§ Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi dicantumkan dalam
amar putusan Pengadilan HAM.
§ Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
§ Pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum
diundangkannya UU ini, diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM ad hoc.
§ Untuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat
sebagaimana dimaksud dalam UU ini tidak berlaku
ketentuan mengenai kadaluarsa.
§ Pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum
berlakunya UU ini tidak menutup kemungkinan
penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi kebenaran dan
Rekonsiliasi.
§ Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk dengan
Undang-undang.
§ Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan
militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam
yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah
komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dari tidak
dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu :
a. mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa
pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran HAM
yang berat; dan
b. tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup
kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau
menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
¡ Seorang atasan, baik polisi maupun sipil lainnya, bertanggung jawab secara
pidana terhadap pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan oleh
bawahannya yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang
efektif, karena atasan tersebut tidak melakukan pengendalian terhadap
bawahannya secara patut dan benar, yaitu :
§ atasan tersebut mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi yang
secara jelas menunjukkan bahwa bawahan sedang melakukan atau baru saja
melakukan pelanggaran HAM yang berat; dan
§ atasan tersebut tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang
lingkup kewenangannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut
atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
1.Chapeau or persyaratan umum:
a.sistematis atau meluas
b.Ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil
2.Rantai komando
3.Jenis tindakan
4.Unsur pasal
¡ Bisa tidak dilakukan dalam waktu dan tempat yang sama. Tapi karakteristik,
tujuan, sifat atau akibatnya secara objektif merupakan bagian dari serangan
diskriminatif. Ditujukan kepada korban yang banyak (Semanza, (Trial Chamber),
May 15, 2003, para. 326)
¡ Bukan hanya tindakan kekerasan yang random. Tindakan yang dilakukan karena
murni motivasi pribadi dan di luar kebijakan atau rencana yang lebih luas tidak
termasuk dalam kategori meluas atau sistematis (Kayishema and Ruzindana, (Trial
Chamber), May 21, 1999, para. 123: “ See also Bagilishema (Trial Chamber), June 7,
2001, para. 77. ).
¡ Terorganisir sepenuhnya dan mengikuti pola teratur berdasarkan kebijakan bersama
yang melibatkan sumber daya publik atau swasta yang penting. Tidak ada
persyaratan bahwa kebijakan ini harus diadopsi secara formal sebagai kebijakan
negara. Tetapi harus ada semacam rencana atau kebijakan yang telah terbentuk
sebelumnya (Akayesu, (Trial Chamber), September 2, 1998, para. 578-579: See also
Rutaganda (Trial Chamber), December 6, 1999, para. 67.).
§ Serangan yang dilakukan sesuai dengan kebijakan atau rencana yang sudah
ada sebelumnya. Kayishema and Ruzindana, (Trial Chamber), May 21, 1999, para. 123: See
also Bagilishema, (Trial Chamber), June 7, 2001, para. 77.
§ Kejahatan terhadap kemanusiaan mensyaratkan adanya kebijakan.
Tindakan yang tidak dilakukan sebagai bagian dari kebijakan atau rencana
yang lebih luas tidak termasuk. Selain itu, persyaratan bahwa serangan
tersebut harus dilakukan terhadap 'penduduk sipil'. . . Menuntut semacam
rencana dan, elemen diskriminatif dari serangan tersebut adalah. . . Hanya
mungkin sebagai konsekuensi dari suatu kebijakan (Kayishema and Ruzindana, (Trial
Chamber), May 21, 1999, para. 124, 581)
§ Sistematis: serangan bersifat terorganisir, juga adanya kebijakan atau
rencana (Kayishema and Ruzindana, (Trial Chamber), May 21, 1999, para. 122-123, n.28. See also Rutaganda, (Trial Chamber),
December 6, 1999, para. 69; Musema, (Trial Chamber), January 27, 2000, para. 204. Akayesu, (Trial Chamber), September 2, 1998,
para. 580. Kayishema and Ruzindana, (Trial Chamber), May 21, 1999, para. 123: See also Bagilishema, (Trial Chamber), June 7,
2001, para. 77. Kayishema and Ruzindana, (Trial Chamber), May 21, 1999, para. 124, 581 But see Semanza, (Trial Chamber), May 15,
2003, para. 329 dalam Human Rights Watch, Crime Against Humanity. Dapat dillihat di
https://www.hrw.org/reports/2004/ij/ictr/4.htm).
2. Meluas: tindakan masif, sering, berskala besar, dilakukan secara bersama
dengan sangat serius dan ditujukan terhadap banyak korban
(Akayesu, (Trial Chamber), September 2, 1998, para. 580, See also
Rutaganda, (Trial Chamber), December 6, 1999, para. 69; Musema, (Trial
Chamber), January 27, 2000, para. 204; Ntakirutimana and
Ntakirutimana, (Trial Chamber), February 21, 2003, para. 804).
3. Ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil: “suatu rangkaian
perbuatan yang dilakukan terhadap penduduk sipil sebagai kelanjutan
kebijakan penguasa atau kebijakan yang berhubungan dengan
organisasi”.
¡ On 24 February 2003, the Serious Crimes
Unit (SCU) in Dili indicted Gen. Wiranto and
seven others for Crimes Against Humanity:
Murder, Deportation and Persecution.

¡ Apa konsekuensi hukumnya?


¡ Mengapa begitu banyak terdakwa yang
diajukan ke Peradilan HAM justru
dibebaskan?

¡ Kasus Tanjung Priok 1984 (14 terdakwa,


12 bebas-2 kasasi di MA); Kasus Timor
Timur (18 terdakwa, sebagian bebas usai
PK/jalani hukuman, termasuk Eurico
Guteres)
¡ Upaya keadilan bagi korban yang
tertunda adalah justru pelanggaran
HAM Berat yang sistematik dan
berbahaya bagi peradaban
kemanusiaan dan masa depan
Indonesia

You might also like